Gavin sudah menyadari keberadaan Elsy. Saat ini, matanya tertuju pada Elsy.Perlu diakui bahwa rok ini sangat cocok dengan Elsy. Ia menonjolkan keindahan tubuh Elsy dengan sempurna. Dipadukan dengan wajah anggun Elsy, Elsy tampak sangat memukau.Gavin berpikir dalam hati, 'Sejak kapan gadis berkucir dua itu memiliki sisi yang begitu memesona?'Ketika dia termenung, gadis di sampingnya mengguncang lengannya dengan kesal."Gavin, apa kamu dengar? Aku mau coba gaun itu!"Gavin tersadar dan mengalihkan pandangannya dari Elsy."Cobalah. Suruh pelayan ambilkan yang baru."Pelayan menyadari bahwa gadis ini menginginkan gaun yang dikenakan oleh Elsy, dia pun membungkuk untuk meminta maaf."Maaf, Pak, Bu, gaun ini cuma ada satu."Wanita itu mengerutkan kening."Tunggu apa lagi? Suruh dia lepaskan gaun itu, aku mau coba.""Atas dasar apa?"Elsy hendak mengatakan sesuatu, tetapi Helen sudah kehilangan kesabaran."Memangnya kami ada bilang nggak mau beli? Kenapa harus dilepaskan dan biarkan kamu m
Akhirnya, dia menyadari bahwa dirinya menyukai Elsy!Karena tidak sabar ingin menemui Elsy, dia mencampakkan gadis itu di mal dan kembali mencari Elsy. Tak disangka, dia malah mendengarkan hal yang mengejutkan.Saat ini, dia mengerti mengapa Elsy menjauhkan diri sejak munculnya Cheryl dan hubungan mereka pun menjadi makin asing.Dia juga mengerti mengapa Helen menyebutnya berengsek, bahkan selalu mengasarinya.Gavin pulang ke rumah dengan linglung.Dia harus menyelesaikan masalah di antara dia dengan Elsy. Selain itu, dia harus memikirkan cara untuk memperbaiki situasi....Setelah membeli pakaian, Elsy dan Helen lanjut berkeliling mal.Saat melewati toko jam, Elsy menghentikan langkahnya.Dia tiba-tiba teringat bahwa dia berjanji akan membalas hadiah Louis.Dia menarik Helen masuk ke dalam. Melihat mereka datang, pelayan pun menyambut mereka dengan ramah."Nona, buat pakai sendiri atau kasih orang? Aku bisa bantu rekomendasikan.""Kasih orang.""Kalau begitu, buat perempuan atau pria?
"Jangan!"Karena Louis tiba-tiba menggendongnya, Elsy pun mencengkeram kerah Louis."Ada obat di tasku, bisa redakan rasa sakitku. Tolong carikan."Louis mengerutkan kening."Sering sakit? Kok ada obat di tasmu?"Elsy agak malu, dia membenamkan wajahnya di dada Louis."Menstruasi ...."Mendengar kata ini, tangan Louis sedikit membeku, dia merasa lebih lega."Kamu yakin bisa sembuh dengan minum obat?"Elsy mengangguk."Yakin."Louis membaringkan Elsy di sofa, lalu pergi ke kamar tidur untuk mengambil obat dari tasnya. Setelah memberikan segelas air hangat dan melihat Elsy meminum obat? dia duduk di samping Elsy."Nggak boleh dibiarkan sakit seperti ini. Lain hari, kita periksa ke dokter."Elsy menggenggam perutnya."Ibuku pernah membawaku ke dokter, nggak ada masalah besar. Aku cuma perlu menghindari makanan dingin, tapi aku nggak bisa menahan diri."Louis mengerti, dia mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang dibasahi oleh keringat di kening Elsy."Kalau begitu, aku akan mengaw
Tentu saja, Elsy tahu bahwa semua ini adalah niat baik Louis. Dia dapat merasakan suatu tatapan di atas kepalanya, tetapi dia malu menatap Louis."Eh, aku punya hadiah buat kamu."Setelah berkata demikian, dia pergi ke kamar utama. Tak lama kemudian, dia keluar dengan membawa sebuah kotak mewah.Louis menyipitkan matanya dengan penasaran."Apa itu?"Pipi Elsy memerah, dia menyerahkan kotak hadiah itu pada Louis."Hadiah yang kujanjikan."Louis tersenyum sambil membuka kotak hadiah itu, terlihat sebuah jam tangan pria.Elsy melirik jam di pergelangan tangan Louis, dia merasa agak tertekan."Nggak sebanding dengan jam yang kamu beli sendiri, karena aku masih kuliah. Kelak, kalau aku sudah bisa menghasilkan uang, aku akan membelikan yang lebih bagus."Louis tersenyum menawan."Sepakat. Aku tunggu hadiahmu."Sembari berbicara, dia melepas jam tangannya dan mengeluarkan jam tangan yang diberikan Elsy."Bolehkah kamu memakaikannya padaku?"Jeff duduk di sofa, dia memotret cangkir teh di tang
Elsy agak kesal."Mau katakan, nggak? Kalau nggak, minggir. Kami mau lewat."Gavin menjilat bibirnya sambil tersenyum pasrah."Oke. Elsy, dengarkan baik-baik.""Aku menyukaimu. Mulai hari ini, aku resmi mengejarmu!"Elsy tidak menyangka bahwa Gavin akan menyatakan cinta padanya di depan umum!Dia tercengang.Para mahasiswa di sekitar menatapnya dengan penasaran. Tatapan ini membuat Elsy merasa tidak nyaman.Untung, Helen langsung bereaksi. Dia menarik Elsy ke belakangnya."Gavin, otakmu bermasalah? Kemarin, kamu berkeliling mal dengan pacar baru, hari ini, kamu nyatakan cinta pada Elsy!"Gavin menatap Elsy."Nggak. Gadis itu bukan pacarku. Elsy, dengarkan penjelasanku."Elsy telah tersadar dari keterkejutan, dia mengerutkan kening."Gavin, kamu nggak usah menjelaskan apa pun padaku. Aku nggak tertarik dengan urusanmu."Setelah berkata demikian, Elsy menarik Helen pergi. Namun, hari ini Gavin bertekad untuk menyelesaikan semua masalahnya dengan Elsy."Elsy, kalau kamu pergi, dalam waktu
...Ketika Elsy kembali ke asrama, Helen sedang duduk di kursi dengan kaki bersila, dia mengunyah camilan sambil menonton acara TV.Mendengar suara pintu, dia sama sekali tidak menoleh ke belakang."Sudah pulang?"Elsy mengiakan."Entah siapa yang bilang kalau aku nggak kembali dalam sepuluh menit, dia bakal pergi mencariku. Sudah berlalu setengah jam, nggak ada yang datang. Sepertinya camilan lebih menggoda dariku."Helen menjeda acara yang sedang ditonton, lalu menjilat bumbu keripik kentang yang tersisa di jarinya."Aku cuma menggertak Gavin. Meskipun dia berengsek dalam hal percintaan, dia dapat dipercaya. Dia cuma mengajakmu mengobrol, aku nggak perlu mewaspadainya.""Oh, ya, apa yang dia katakan padamu?"Elsy menarik napas dalam-dalam."Entah dari mana dia tahu aku pernah menyukainya. Dia bilang, sekarang dia baru menyadari bahwa dia juga menyukaiku. Jadi, dia mau mengejarku."Hanna mendengus dingin, dia seolah-olah sudah menduga jawaban ini."Benar 'kan kubilang. Berengsek sekal
Helen kebingungan.Dia bertanya dengan penasaran, "Elsy, Jason memberimu bunga? Kok aku nggak tahu? Anak ini tampak lugu, ternyata jago juga."Elsy mendecakkan lidahnya sambil menarik lengan baju Helen."Sekarang, bukan waktunya bicarakan hal ini. Usir Gavin dulu."Helen setuju."Gavin, kesempatan nggak datang dua kali. Sebaiknya kamu tahu diri, jangan permalukan diri sendiri."Setelah berkata demikian, dia menarik Elsy ke kelas.Setelah mereka berjalan menjauh, Gavin baru tersadar. Dia menatap bunga di tangannya dengan kesal.'Elsy, kamu sulit diluluhkan juga!'...Melihat Gavin tidak mengejar mereka, Helen dan Elsy mengembuskan napas lega.Helen mengerutkan bibirnya sambil menggelengkan kepala."Kurasa Gavin nggak bakal menyerah begitu saja."Elsy pun menyadari hal ini."Aku sudah menolaknya, apa boleh buat?"Helen mengedipkan mata pada Elsy."Aku punya cara biar dia menyerah, tapi semuanya bergantung padamu."Elsy bertanya, "Apa itu?"Helen berbisik."Jason. Bukannya kamu terima bun
Ketika Elsy menyeberang jalan, Louis turun dari mobil. Hari ini, dia mengenakan setelan berwarna abu-abu dengan sepatu kulit dan dasi formal. Sekujur tubuhnya memancarkan aura maskulin."Bukannya kusuruh jangan buru-buru?"Louis mengeluarkan saputangan dari saku jasnya untuk menyeka keringat di kening Elsy.Wajah Elsy memanas dan matanya mengembara."Kamu datang buat antarkan teh jahe gula merah?"Louis menatapnya."Menurutmu?"Mendengar nada bicaranya, Elsy memanyunkan bibir. Dia takut Louis akan mengucapkan kata-kata yang mengejutkan, dia langsung mengalihkan topik pembicaraan."Kamu ganti mobil baru?"Louis mengiakan."Baris belakang mobil ini lebih luas dan nyaman. Mau coba?"Elsy baru saja hendak menolak.Louis berkata sambil tersenyum, "Sekalian minum teh jahe gula merah. Kamu nggak mungkin minum di pinggir jalan, 'kan?"Setelah dipikir-pikir, Elsy merasa perkataan Louis masuk akal.Ketika duduk di kursi belakang Maybach, Elsy menjadi makin canggung.Sekat di bagian tengah sudah
Menghiburnya?Mata Elsy tertuju pada Louis."Bagaimana caranya?"Louis mencondongkan badannya, napasnya yang harum menyelimuti pipi Elsy. Nada bicaranya sangat lembut."Kamu masih ingat bagaimana kamu memanggilku semalam?Semalam?Semalam, dia memanggil Louis apa?Elsy mengingat dengan hati-hati. Tiba-tiba, sebuah kata melintas di benaknya. Pipinya terasa panas.Louis tahu bahwa dia sudah mengingat kata itu, nada bicaranya agak manja."Ayo, panggilah sekali lagi?"Elsy sangat malu.Dia memanggil Louis seperti itu karena pengaruh alkohol. Sekarang, dia sudah sadarkan diri. Dia tidak sanggup memanggil Louis seperti itu.Ketika dia sedang memikirkan cara untuk mengalihkan topik pembicaraan, terdengar suara mengeong dari samping kakinya.Mata Elsy bersinar, dia segera melepaskan diri dari genggaman Louis dan menggendong "si penyelamat kecil"."Hei! Tara, kapan kamu keluar?"Louis kecewa. Melihat Elsy bermain di atas karpet dengan Tara, dia sungguh tidak berdaya.Saat ini, Jeff menelepon da
Louis mengerutkan bibirnya."Setelah mandi, turunlah untuk sarapan."Elsy mengiakan dan berjalan menuju kamar mandi.Setelah mengunci pintu kamar mandi, Elsy memegang wajahnya sambil mengembuskan napas panjang.Gawat. Sekarang, setiap melihat Louis, dia akan teringat pada momen Louis menciumnya.Pipinya memerah, kakinya melemas, dia bahkan tidak berani bertatapan dengan Louis.Elsy curiga bahwa ini adalah gejala samping dari berciuman.Setelah menghabiskan banyak waktu di kamar mandi, dia mengambil sweter berwarna pink dan celana kain berwarna krem. Dia mengganti pakaian, lalu berkaca di depan cermin.Kemudian, dia keluar dari kamar mandi.Louis sudah menunggunya di meja makan.Elsy hendak berjalan ke kursi di seberang Louis, tetapi Louis mengisyaratkan Elsy untuk duduk di sampingnya. Nada bicaranya sangat lembut."Kemarilah, duduk di sampingku."Elsy mengiakan dan berjalan ke arah Louis.Keduanya makan dengan tenang.Louis tidak mempunyai selera makan. Setelah memakan sedikit, dia mel
Ketika melihat Louis, Elsy masih teringat pada ciuman itu. Dia diam-diam mencengkeram baju tidurnya."Butuh waktu buat mengeringkannya. Aku sudah ngantuk dan ingin tidur, nanti juga kering sendiri."Louis melangkah maju, lalu menariknya ke samping kasur."Tidur dengan rambut basah bisa membuatmu sakit kepala. Berbaringlah, biar kukeringkan."Elsy berbaring di kasur dan kepalanya bertumpu di kaki Louis. Begitu merasakan angin hangat yang berembus di kepalanya, dia pun tertidur....Keesokan paginya, Elsy dibangunkan oleh dering ponsel.Dia mengambil ponselnya dengan mata tertutup.Begitu panggilan tersambung, terdengar suara nyaring Helen."Ah! Elsy, gawat, gawat!"Rasa kantuk Elsy langsung menghilang, dia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya."Helen, masih pagi, kenapa teriak-teriak?"Sepertinya Helen berada di jalan raya, suasana di sekitarnya agak berisik."Aku pun nggak percaya. Semalam, aku tidur dengan Jason. Tidur!"Tidur?Sekarang, Elsy sudah sepenuhnya bangun."Kalian?
"Maaf, aku nggak sengaja. Keningku agak keras. Dulu, waktu berlaga kepala dengan ayahku, ayahku selalu kalah."Louis tertawa pelan. Elsy yang mabuk lebih menawan dari biasanya."Kenapa tertawa? Sudah berdarah, masih tertawa."Elsy berlutut tegak agar tingginya seimbang dengan Louis yang sedang berdiri di samping kasur."Sini, kutiup."Setelah berkata demikian, dia memanyunkan bibirnya dan meniup dengan lembut. Aroma anggur pun menyebar.Jakun Louis berguling, tatapannya menjadi makin dalam.Elsy tidak menyadari perubahan Louis, dia masih meniup bibir Louis. Dia tiba-tiba diselimuti oleh suatu bayangan.Detik berikutnya, suatu hawa panas menyelimuti bibirnya. Elsy mengedipkan matanya dengan heran, dia tidak bereaksi. Tiba-tiba, sebuah tangan menarik kepalanya.Kemudian, Louis mengecup bibirnya. Suatu hawa panas mengalir di sepanjang garis bibirnya. Tubuh Elsy seolah-olah tersengat listrik, dia pusing dan melemas."Tarik napas."Louis mengingatkannya dengan suara serak. Kemudian, hawa pa
Mendengar ucapan ini, Elsy langsung menoleh ke arahnya. Karena terlalu kuat, Elsy makin pusing."Kenapa kamu marah?"Louis menatap Elsy dengan galak."Sebagai wanita yang sudah menikah, kamu menerima bunga dari pria lain dan minum-minum dengan pria yang ingin mengejarmu. Kalau nggak bertemu aku, mungkin dia sudah menggendongmu sampai rumah. Menurutmu, bukankah wajar kalau aku marah?"Louis berbicara dengan sangat jelas dan teratur, setiap perkataannya masuk akal.Mendengar ucapan Louis, Elsy menyingkirkan ekspresi marahnya dan nada bicaranya melembut."Kamu melihat Gavin memberiku bunga?"Melihat Louis menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Elsy makin merasa bersalah. Dia memanyunkan bibirnya."Aku bisa jelaskan ...."Louis sudah mempersiapkan diri."Kalau begitu, jelaskan."Elsy mengusap pelipisnya. Karena mabuk, suaranya agak lembut."Tapi, sekarang aku sakit kepala, nggak ingin bicara. Bolehkah ditunda sampai besok?"Mendengar ucapan ini, Louis kecewa. Awalnya, dia ingin mem
Meskipun Elsy agak pusing, dia masih sadarkan diri. Dia pun tidak menyangka akan bertemu Louis di sini. Melihat ekspresi Louis, dia takut Louis akan menyalahkan Helen dan yang lainnya."Kami memainkan permainan, yang kalah minum. Mereka mengalah padaku dan aku minum paling sedikit, aku yang nggak kuat minum."Louis mengiakan, nada bicaranya menjadi lebih lembut."Sudah tahu nggak kuat minum, masih saja minum sebanyak itu.""Ayo, kuantar pulang."Setelah berkata demikian, dia mengulurkan tangan untuk mengambil Elsy dari Gavin dan Helen.Gavin menggenggam erat lengan Elsy, dia tidak ingin menyerahkan Elsy pada Louis."Kak Louis, nggak usah repot-repot. Lagian aku juga mau pulang, aku sekalian antar Elsy pulang."Louis mengangkat kelopak matanya dan menatap Gavin selama beberapa detik. Tatapannya sangat dingin dan mencekam."Kamu juga minum, harus cari sopir pengganti. Aku nggak tenang serahkan Elsy padamu."Gavin membuka mulutnya, dia merasa ucapan Louis sungguh kasar."Kak Louis, aku tu
Setelah beberapa saat, Helen mendengar Jason melontarkan satu kata."Ya."Helen mengangguk bahagia. Untungnya, Jason tidak menyia-nyiakan kesempatan yang dia ciptakan."Pertanyaan kedua, apakah orang yang kamu sukai berada di sini?'Ekspresi Gavin berubah muram, dia teringat Jason pernah menonton film bersama Elsy."Helen, kuperingatkan jangan macam-macam!"Helen mengabaikannya dan terus memberikan isyarat pada Jason."Abaikan dia, jawab pertanyaanku."Mereka saling bertatapan. Wajah Jason memerah, dia tampak sangat malu."Ya."Helen diam-diam berseru dalam hati, seolah-olah dirinya berhasil menjalankan misi."Kalau begitu, apa orang yang kamu sukai adalah Elsy?"Katakan ya! Cepat!Helen menatap Jason dengan penuh harapan. Kalau sekarang dia tidak menyatakan cinta, dia tidak memiliki kesempatan lagi!"Bukan."Bukan?Ekspresi Helen membeku, dia hampir terjatuh ke lantai. Dia berusaha keras menciptakan kesempatan buat Jason, alhasil, Jason takut? Menyerah?Sulit dipercaya!Melihat Jason
Meskipun Elsy terlihat tidak senang, Elsy tetap menerima bunga darinya. Dalam sekejap, Gavin tersenyum cerah. Sepertinya usahanya dalam beberapa hari ini tidak sia-sia.Setelah mereka memasuki restoran, sebuah Maybach yang terparkir tidak jauh menurunkan kaca jendela. Terlihat sebuah wajah dingin.Tak lama kemudian, Louis memalingkan wajah dan memasukkan sebatang rokok ke mulutnya. Dia memiringkan kepala sambil mengisap rokok itu.Jeff duduk di kursi penumpang dengan tenang, dia tidak berani mengeluarkan sedikit pun suara. Seketika, suhu di dalam mobil seolah-olah menurun drastis. Dia mengintip Louis melalui kaca spion sambil menelan air liur."Pak Louis, Pak Lonel sudah tiba sepuluh menit yang lalu. Kita mau masuk sekarang atau ...."Louis mengisap rokok, lalu mengembuskan asap rokok secara perlahan-lahan."Sepertinya belakangan ini Keluarga Lorenzo agak santai. Selidiki bisnis mereka, carikan kesibukan buat mereka."Jeff mengangguk, dia teringat akan adegan Gavin memberikan hadiah pa
Ketika Elsy dan Helen tiba di restoran, Jason sudah tiba.Dia berdiri di depan pintu restoran dengan mengenakan kaus berwarna krem dan celana jin berwarna biru. Didukung dengan parasnya yang tampan, keberadaannya sangat menarik perhatian.Saat Elsy dan Helen hendak menghampiri Jason, dua gadis berpakaian seksi sedang berbicara dengannya."Kak, kamu terlihat seperti calon pacarku. Bolehkah kita bertukar kontak?"Jason tidak menyangka kedua gadis itu akan begitu terus terang, dia mundur dua langkah."Maaf, aku sudah menyukai orang lain.""Apa hubungannya denganku? Kamu menyukai orang lain, bukan berarti aku nggak boleh menyukaimu. Aku nggak keberatan."Gadis itu sangat kukuh. Jason yang lugu pun tidak berdaya.Emosi Helen terpancing, dia bergegas maju untuk melindungi Jason."Dik, berapa umurmu? Sudah selesai kerjakan PR?"Gadis yang menggoda Jason itu memanyunkan bibir."Bibi, siapa kamu? Kok tiba-tiba muncul?"Helen hampir memuntahkan seteguk darah. Bibi?"Aku? Tentu saja, aku adalah .