"Jadi kalian saling kenal." Plak, plak ibu memukul lengan anaknya bertubu-tubi karena gemas. Gantian mengguncang bahu Rene berulang-ulang juga. "Jadi Rene sudah kenal sama anak bibi." Kejutan ini bagi ibu sudah seperti mendapat kemenangan di hari kemerdekaan.Kenapa bisa begini ya Tuhan, apa aku tidak pernah menyebutkan nama mereka masing-masing. Sampai aku sendiri terkejut dengan kenyataan ini. Padahal aku yang mohon-mohon mereka bertemu tapi mereka menolak. Ternyata Tuhan yang mempertemukan mereka.Ibu dan adik-adik tertawa mendengar cerita ibu, saat anaknya dan Rene menolak untuk dikenalkan satu sama lain. Lha ternyata malah sudah saling mengenal begini. Tapi sayang, anaknya tidak tertarik untuk menikah dalam waktu dekat ini. Ibu teringat ucapan anaknya. Tapi karena sudah seperti ini, ibu akan semakin gencar menjodohkan dari segala arah. Apalagi saat melihat sepertinya keduanya saling memendam sesuatu.Hehe, apa kau tidak mau dulu karena Rene. Rene juga menolak apa karena anakku. Y
"Sebentar ya." Ale mengangguk, sebagai sekretaris Argen, dia tahu pekerjaan Miria pasti tidaklah mudah. Kalau dia menunjukkan rasa tidak suka pasti akan membebani gadis itu. "Hallo." Mendengarkan.Suara jelas dan tegas di sambungan."Ada pergerakan mencurigakan dari ayah Arko dan beberapa orang yang berpihak padanya. Mereka sedang mengadakan pertemuan tertutup di sebuah restoran kecil." Menyebutkan nama tempat dan alamat. Sebuah restoran di gang kecil yang tidak mungkin di pilih untuk meeting membicarakan bisnis. "Dan hari ini, Tuan Argen dan Nona terpantau pergi hanya berdua tanpa pengawal.""Kau sudah memastikan pengawal Tuan Argen tidak ada di sekitarnya." Miria mulai terlihat tegang. Ale yang hanya menangkap pembicaraan Miria jadi ikut panik. Dia menduga-duga kalau itu berhubungan dengan Ana.Ale bangun dari duduk, berjalan agak menjauh menelepon Ana. Rasa lega muncul saat suara Ana terdengar di telinganya. Gadis itu bicara dengan riang seperti biasa, mengatakan kalau dia sedang k
"Ana, apa aku boleh menciummu sekarang." Meraih tangan Ana yang sedari tadi ada di punggung tangannya. Menempelkannya di pipi lalu dia cium tangan itu membuat Ana gelagapan panik."Kenapa tiba-tiba Kakak mau menciumku?""Entahlah, habis kau yang memancing duluan." Suara ketukan tangan Argen di kemudi mobil. Apa! Memang aku melakukan apa! Ana kebingungan. Perasaan dia tidak melakukan apa pun. Dia hanya bicara mengajak Kak Argen olahraga. Memang aku memancing di mananya? Begitu teriakan hati Ana."Kenapa? Kau takut?" Argen mengusap keningnya dan mendorong rambutnya. Glek, Ana yang melihat pose itu seperti terpanah ketampanan Kak Argen. "Kau sudah menyerah mau menyerangku dari segala arah?" Semburat kecewa muncul di wajah Argen.Apa! Ana yang masih kebingungan namun langsung tertantang mendengar ucapan Argen. Menerjang duluan, memang siapa takut. Ana sedang mengompori hatinya.Haha, lucunya, aku tidak tahan lagi, kenapa Ana menggemaskan begini.Argen melihat belakang, mobil pengawalnya
Harga diri Miria terluka karena dianggap tidak becus oleh seniornya. Seniornya yang ia benci tapi juga ia hormati karena kecakapannya bekerja melayani tuan besar selama ini. Dia pun ingin menjadi sekretaris yang bisa diandalkan seperti wanita itu oleh Tuan Argen."Saya mohon Senior, izin menggunakan keaman level A untuk menemukan Tuan Argen secepatnya."Panggilan telepon terputus. Wanita itu tidak bicara apa pun. Tapi Miria tahu apa yang dilakukannya sekarang pasti menemui tuan besar. Ah, apa yang sudah kulakukan ini benar, kalau ternyata Tuan Argen dan Nona sedang benar-benar berkencan, dan aku sampai membuat keributan mengunakan keamanan level A. Hah, apa ini adalah akhir dari karirku.Miria melihat Ale yang melambaikan tangan padanya. Laki-laki yang sekarang merasuk sangat dalam ke hatinya. Bagaimana nasib hubungannya nanti. Miria takut memikirkannya sekarang.Bertepatan dengan hpnya menyala. Seniornya memanggil."Tuan besar memberi izin. Tapi, Miria kau akan bertanggungjawab penu
Kekacauan di pinggir jalan dekat taman kota segera ditangani oleh aparat terkait. Kemacetan yang ditimbulkan oleh kecelakaan mobil mulai berangsur terurai saat mobil derek di datangkan. Dua mobil derek menarik kedua mobil yang remuk di bagian depan. Petugas kebersihan melakukan pekerjaannya. Menyapu pecahan kaca yang berserak, terpental di mana-mana. Masih ada orang bergerombol di pinggir jalan menceritakan kronologi kecelakaan. Ada yang bicara sesuai fakta namun tak sedikit membumbuinya dengan argumen mereka sendiri.Polisi pun masih berjaga mengatur lalu lintas. Dari kejauhan taman kota masih tampak ramai, ada yang kembali ke taman setelah tadi ikut berlari paska tabrakan mobil terjadi. Semua berjalan selayaknya waktu menjemput malamnya akhir pekan setelah satu jam berlalu dari kejadian. Hari itu, kecelakaan maut menjadi pembicaraan utama para pengunjung taman kota.Mobil tuan pengawal ringsek, namun mobil satunya terlihat jauh lebih parah. Kedua korban sudah dilarikan ke RS dengan
Sementara Argen dan Ana di bawa ke ruang VVIP.Ana sudah duduk di tempat tidur, Argen berdiri di sebelahnya menyentuh tangan Ana. Ale juga ada di ruangan. Satu dokter dan satu perawat. Semua perempuan.Mereka sedang melakukan pemeriksaan di tubuh Ana, gadis itu menjawab beberapa pertanyaan tentang kondisi tubuhnya bagian mana yang terasa sakit. Ana hanya menunjukkan siku dan kaki kirinya yang terbaret aspal jalan. Hanya sedikit nyeri. Ana agak meringis saat kakinya di tekan, di bagian memerah. Selebihnya tidak ada luka, karena Argen memeluknya dengan erat.Melihat hasil pemeriksaan dokter. Wajah Argen memerah, kali ini karena marah. Melihat luka yang menggores tubuh Ana. Padahal dia juga lebih terluka, pipinya juga mengeluarkan darah. Namun, rasa sakit yang sekarang Argen rasakan karena bersumber dari sakit yang di derita Ana. Argen mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Miria!" Suara Argen mengagetkan semua orang. Tangan dokter yang sedang membersihkan luka jadi gemetar. "Miria!" T
Waktu menunggu pun berputar. Ada beberapa orang yang masuk memberi mereka makanan dan minuman. Ada dokter yang datang juga meminta izin untuk memeriksa Argen, namun laki-laki itu mengibaskan tangan mengusir, akhirnya mereka pergi. Sampai malam menjemput mereka sudah berganti pakaian.Suara pintu di ketuk beberapa kali. Setelahnya dokter Wiliam yang menangani operasi masuk ke ruangan. Dia masih memakai jas dokter. Terlihat bercak darah di ujung lengan jas putihnya. Argen bangun dari duduk, melihat Ale yang tertidur di sofa."Aku dengar penjelasanmu di luar. Ana sedang tidur." "Baik." Wiliam menjawab, lalu dia keluar lagi dari ruangan. Menutup pintu.Argen menggoyangkan tubuh Ale, mata laki-laki itu mengerjap."Kenapa? Sudah ada kabar dari Miria? Jam berapa sekarang?" Ale sedang mengumpulkan nyawa."Aku keluar sebentar, tolong jaga Ana." Argen masih mengguncang tubuh Ale memastikan dia bangun."Kenapa? Operasi tuan pengawal sudah selesai?" Sudah nyambung dan bisa diajak bicara."Aku a
Langkah kaki Argen dan Wiliam menyusuri lorong. Senyap, walaupun semua lampu menyala. Area ini tertutup untuk umum. Hanya dokter dan perawat yang sudah ditunjuk yang boleh memasuki tempat ini. Mereka bersiaga di ruang kontrol.Wiliam bicara dengan suara pelan, sambil memikirkan sesuatu di kepalanya."Gen, apa kau percaya dengan keajaiban?" Menoleh sebentar. Kaki tetap melangkah. "Di ruang operasi terkadang aku beberapa kali menyaksikannya. Ada orang yang sekarat namun tiba-tiba jantungnya berdetak normal lagi. Dan itu juga yang terjadi pada pengawalmu.""Entahlah..." Argen menjawab datar. "Mungkin ini kekuatan doa ibu pengawalmu, dia kan sangat dekat dengan ibunya." Wiliam bicara lagi."Mana aku tahu yang begitu, ibuku saja mungkin tidak pernah memikirkan ku." Argen mendorong Wiliam, kenapa dari tadi anak ini bicara kemana-mana pikir Argen. "Atau mungkin karena dia memang laki-laki baik Gen, mungkin tangannya dia pakai untuk berbuat baik dan melindungi orang lain. Hingga Tuhan turun
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend