Bibi menatap anak-anak yang dipenuhi keceriaan dalam semua keterbatasan yang ada. Kakak perempuan tertua yang setegar karang dilautan. Gadis yang luar biasa. Kamu sangat luar biasa temanku, sampai bisa mendidik Rene seperti sekarang. Gumamnya sambil menatap satu persatu anak-anak di depannya.Aku ingin merawat mereka, apa boleh ya. Ah, kalau anakku menikah dengan Rene pasti boleh kan. Ah, sayang Rene sudah menyukai laki-laki lain. Seperti itulah akhir pekan Rene bersama teman ibu yang mereka hormati. Sampai mau pulang bibi masih saja bicara tentang anaknya yang tinggi dan tampan. Rene sampai mendelik pada adiknya yang tidak berhenti bercie, dan cie.***Sementara itu di tempat lain. Menjelang tengah hari. Mereka mau berkencan makan siang terlebih dulu setelah itu pergi nonton. Ale yang mempersiapkan kencan makan siang, dan Miria yang menentukan di mana serta film apa yang akan ditonton. Miria setuju saja dengan ide itu. Walaupun dia tidak pernah nonton film di bioskop, tapi dia bisa
Ale muncul dengan kemeja lengan pendek yang warnanya sama persis dengan yang dipakai Miria. Di tangan kanannya dia menenteng satu keranjang piknik yang ukurannya cukup besar. Satu tangan lagi memegang tas kertas yang terlihat lebih ringan.Kenapa dia bawa begituan, katanya mau makan siang?"Biar kubantu, aku baru datang kok, waktu kamu keluar." Merebut bawaan Ale, bukanya meraih tas kertas dia malah mengambil tas piknik yang berat. Wah berat juga, dia bawa apa si."Apa yang kau lakukan Miria!" Ale menjerit karena kaget, saat cepat sekali tangan Miria bergerak merebut bawaannya. "Itu kan berat, kalau kau mau membantu bawa yang ini, tikar untuk alas duduk nanti." Ale menarik keranjang pikniknya lagi. Memaksa. Walaupun dengan berat hati akhirnya Miria serahkan lagi keranjang piknik itu ke pemiliknya. Padahal ini kan berat."Kita bawa berdua ya." Miria masih tidak tega."Apa sih, aku juga kuat. Cuma sampai ke mobil juga. Yuk jalan." Tangan kiri Ale yang kosong menggenggam tangan kanan M
Kita kembali ke waktu pagi di Apartemen Argen. Saat matahari belum terlalu tinggi. Namun kesejukan pagi sudah menguap ke udara. Embun di atas dedaunan juga sudah lenyap. Di jalanan sudah tergantikan debu, asap dan polusi.Sementara di dalam kamar di apartemen Argen seorang gadis masih berbalut selimut. Merasai pegal di tubuhnya. Namun terselip bahagia yang tidak terkira juga.Kenapa kami melakukannya juga di pagi hari!Ana memekik tanpa suara, ambruk bergelung selimut. Tubuhnya tidak terlihat hanya rambut hitamnya yang menyembul dibawah selimut. Dia menjerit lagi. Antara senang, malu dan lelah yang juga bercampur.Kenapa Kak Argen jadi begini si, padahal dia belum menyatakan cinta padaku. Tapi kenapa, hubungan kami sudah seperti orang yang dimabuk cinta begini. Ana merasa ada bagian yang salah dalam hubungannya dengan Argen. Dia masih merasa ada yang kurang. Pengakuan cinta dari Kak Argen yang belum kunjung dia dapatkan. Namun, walaupun dia belum mendengar kata cinta itu, hubungan me
Pasti suaminya tampan ya, hihi.Sini buat aku suaminya, wkwkwk.Itu cinta namanya, cuma tidak diucapkan saja. Aku juga mau dicintai begitu.Suamiku malah kebalikannya, tiap hari bilang cinta nggak ada habisnya. Wkwkwk.Tanya kak, tanya langsung suaminya.Paksa aja suruh bilang cinta, kalau nggak mau jangan kasih jatah. Wkwkwk.Huaaaaa, apa sih, ada yang komen ngawur. Haha. Ana tertawa sendiri saat membaca komentar balasan. Tapi ada yang komen serius membagi pengalaman juga. Hah, apa kami kurang komunikasi ya. Tapi aku kan sudah mengaku cinta. Cuma Kak Argen saja yang belum. Memang sepertinya aku harus memaksanya mengaku. Tapi, rasa takut terbersit lagi di hati Ana.Kalau dia tersinggung dan hubungan kami berjarak lagi bagaimana.Ana menjatuhkan tubuh menatap langit-lagit kamar sendu. Mengukir nama Argen dan dirinya di udara. "Ana!" Teriakan dari kamar mandi mengagetkan lamunan. "Ana!" Jeritan kedua kalinya terdengar."Ia Kak, kenapa?" Menyibak selimut mencari-cari baju yang bisa dipa
"Sepertinya Tuan Arko di tolak masuk vila Tuan." Pengawal Argen sudah keluar, membuka pintu belakang. Argen belum turun, dia menahan tangan Ana yang mau meraih handle pintu. "Ana, tunggu sebentar di mobil, ada yang mau aku temui di gerbang depan.""Siapa Kak?""Sampah, kau tidak perlu memikirkannya. Tunggu sebentar ya." Ana hanya bisa mengiyakan. Karena Kak Argen terlihat moodnya berubah setelah mobil memasuki gerbang utama. Saat melihat keluar dia bisa melihat ada pelayan dan penjaga yang sedang menunggu. Memberi salam pada Argen. Argen berjalan menuju gerbang utama. Pengawalnya mengikuti di samping."Hei Argen sialan! Apa yang kau lakukan sampai aku tidak boleh masuk!" Saat melihat Argen mendekat, Arko menyalak marah. Argen hanya mendesah sambil tertawa mengejek tidak menjawab, membuat Arko tersulut emosi. "Dasar sialan!" Dia maju mau menerjang Argen dengan tinjunya. Namun dia kalah cepat, pengawal Argen menangkap tangan itu dan memelintirnya ke belakang. "Aaaaaa, aaaa, sakit! S
Jalan menuju ruang kerja kakek, seperti lorong tanpa ujung sekarang. Senyap, hanya langkah kaki ketiganya yang terdengar. Saat ini, Ana mulai bisa merasakan perasaan tidak nyaman di hatinya. Saat melihat Kak Argen, gurat wajahnya juga menjadi kaku dan dingin. Ana meraih tangan Argen, membuat laki-laki itu terperanjat, namun seutas senyum samar muncul dan dia mendekatkan tubuh, membisikkan sesuatu di telinga Ana.Bibi pengurus rumah berjalan di depan mereka dengan langkah tegap."Semua yang aku katakan di dalam nanti hanyalah kebohongan, Ana kau percaya padaku kan." Jangan menyimpan apa pun yang aku katakan di depan kakek dalam hatimu, karena aku melakukannya untuk melindungimu. "Aku tidak tahu kakek akan bicara apa, tapi yang pasti kata-katanya tidak akan enak didengar. Kau boleh marah padaku nanti, tapi aku mohon bertahanlah di depan kakek." Mendengar itu rasa takut dan cemas Ana bersemi seperti rumput disiram hujan. Bahkan bulu kuduknya rasanya merinding karena ngeri. Aku jadi t
Status sosial. Martabat keluarga, embel-embel nama baik diucapkan kakek. Keluarga yang berdiri sejajar dengan Domaz Group. Bukan keluarga pemilik toko roti yang bahkan bangunan gedungnya dilunasi melalui pinjaman.Rasa mual langsung menjalar naik ke leher Argen. Perutnya seperti diaduk-aduk. Dia muak dengan omong kosong yang kakek katakan. Mereka saja baru saja menikah, sudah membicarakan tentang wanita selevel yang bisa dia nikahi lagi.Apa isi kepalanya hanya wanita. Cih, orang seperti ini kenapa bisa membawa kejayaan Domaz Group. Api kemarahan rasanya ingin memuntahkan laharnya. Argen menarik nafas dalam-dalam menahan gejolak emosi dan amarahnya."Perihal anak yang akan dilahirkan istrimu.""Kami belum berencana memiliki anak Kek." Argen memotong, kakek terlihat tidak senang karena Argen menyanggah perkataannya. "Ana masih sekolah, Ale juga ingin dia terus sekolah sampai lulus, jadi belum akan ada anak diantara kami.""Baguslah kalau itu rencana mu.""Ana tidak akan terlibat apa pu
Argen membawa hadiah berupa botol parfum. Dari sebuah toko terkenal yang ada di Domaz Mall. Produk terbaru yang bahkan baru akan diluncurkan bulan depan. Semua terlihat berterimakasih tulus di depan wajah Argen, entah di belakangnya. Perihal Arko pasti sudah menyebar ke telinga semua orang. Ketidakhadirannya di meja makan ini pun sudah menjadi jawaban siapa yang selalu di bela kakek. Argen masih menjadi cucu kesayangannya. Jangan mengusiknya secara terang-terangan sekarang. Bahkan beberapa orang mengutuki kebodohan Arko. Cara yang dia pakai menjatuhkan Argen terlalu frontal yang bahkan merugikan keluarga mereka sendiri.Meja makan berdenting dengan suara. Obrolan bisik-bisik bercampur dentingan sendok.Argen makan dengan tenang, tidak seperti biasanya yang hanya memainkan sendok di piringnya. Tangan kiri Argen menyentuh pangkuan Ana di bawah meja. mereka saling pandang dan tersenyum. Saat hal-hal rutin dibicarakan seperti laporan pekerjaan, atau kegiatan-kegiatan Domaz Group yang b
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend