Narumi menahan tangisannya, karena mungkin suaranya akan terdengar dari luar. Bola mata Narumi bergerak saat membaca hasil tes DNA ke-dua orang tuanya yang menyatakan ke-tidak cocok pada DNA kedua orang tuanya.
"Lalu aku ini anak siapa? Kenapa kedua orang tuaku tidak cocok padaku?" Narumi pun menghabiskan tangisannya selama tiga puluh menit.Sampai dimana kakaknya Wala mengetuk pintu toilet tersebut. Narumi pura-pura menyiram closet, lalu Narumi berdiri di depan cerimin lalu merapikan penampilan. Apalagi matanya yang sembab harus dibersihkan. Belum sempat keluar dari toilet ponselnya berdering, nomor asing mengirimkan pesan pada Narumi. ( Aku sudah menolongmu! Sekarang! Datang ke Menara Gumilar Group) Narumi memastikan lagi mukanya lalu membuka pintu yang ternyata disambut oleh Wala didepan toilet itu. "Sabar ngapa! was minggir!" kesal Narumi. setelah keluar dari toilet, Narumi mengambil tasnya lalu bersalaman dengan kedua orang tuanya untuk pamit. "Mau kemana kok bawa tas gitu?" tanya Bu Naomi. "Ada kerjaan, Bu. Jadi Narumi pamit dulu ya. Toh masih ada dua bujang lapuk ibu," ucap Narumi seenaknya sendiri. "heh, jangan itu mulut untuk tidak berbicara sembarangan," sarkas Wala yang tidak menerima ejekan itu. "Mau kemana sih?Aku antar ya dek?" tanya Buana penasaran. "ah, gak usah Rumi bisa sendiri. Kalau begitu Narumi pergi duluan ya." Belum melangkah jauh, Wala pun memaksa mengantarkan Narumi. Tapi sayang sekali Narumi tak ingin ada yang tahu dimana dan dengan siapa dirinya bertemu. "Aku antar aja kalau gak mau diantar Buana," tawar Wala pada Narumi saat di depan pintu kamar itu. "Tidak terimakasih!" seru Narumi langsung langkah dengan cepat menghindari Wala. Pintu kamar pun ditutup Narumi, Narumi melangkah cepat keluar dari lingkungan Rumah Sakit. Menunggu taksi untuk membawa dirinya pergi ke Menara Gumilar group. Sedangkan di dalam ruangan rawat inap itu, Bu Naomi baru saja diberi tahu Pak Nusa tentang lamaran seorang pemuda pada Narumi. Dan dengan lantangnya Wala pun ikut menggenggam tangan Bu Naomi untuk meminta restu untuk melamar Narumi. "Bu, Beberapa hari yang lalu ada pemuda yang melamar Narumi," ungkapan Pak Nusa. " Siapa?" tanya Bu Naomi. "Aku salah satunya, Bu," Wala mencium punggung tangan Bu Naomi. Wala yang melakukan Pengakuan itu membuat Bu Naomi sedikit terkejut. Hanya sebentar saja tapi tak lama senyum simpul pun tersirat di wajahnya. "Tapi bukan hanya saja dia, ada pria yang juga melamar Narumi bukan sekedar melamar tapi ingin segera menikahi Narumi. Sedangkan Narumi bukan anak kandungku jika aku pun menikahkan mereka maka tidak akan sah. Jadi?" ucapan Pak Nusa menggantung dan dilanjutkan oleh Wala yang masih menggenggam tangan Bu Naomi. "Jadi aku harus berkompetisi dengan pria itu yang harus menemukan orang tua kandung Narumi. Bu, Wala mohon Ibu memeberikan restu pada Wala supaya dengan cepat mendapatkan titik terang siapa orang tuanya Narumi. Wala ingin menjadi Narumi anggota keluarga ini yang sesungguhnya. Ibu bersediakan merestui setiap langkahku untuk menemukan orang tuanya Narumi," dengan lembut Wala pun meminta restu Bu Naomi. Dengan senyum yang tulus tangan Bu Naomi pun mengusap lembut kepala Wala. Simbol memberikan restunya untuk Wala yang ikut serta mencari kedua orang tuanya Narumi. "Ibu, akan selalu mendoakan semua yang sedang kamu usaha untuk Narumi. Tapi jika pun kamu sudah menemukan kedua orang tuanya Narumi. Biarkan Narumi yang menjawab dia bersedia tidak untuk menjadi pendampingmu. Jika pun Narumi tidak. bersedia kamu harus lapang dada. Walapun kamu yang menemukan pertama kali orang tuanya Narumi. Janji jangan sakit hati, Nak?" Bu Naomi hanya mengeluarkan feelingnya untuk solusi yang ada. "Wala usahakan ya Bu. Ibu do'akan saja mudahkan urusan Wala untuk memiliki Narumi," Wala pun menciumi punggung tangan ibunya setelah mengucapkan kalimat tersebut. Di tempat lain, Narumi baru saja sampai di lobby Menara Gumilar group. Narumi kurang memperhatikan penampilannya. Hingga setiap langkahnya menjadi pusat perhatian semua orang. "Mau apa disini?" seorang satpam yang melihat penampilan Narumi pun mendekati Narumi. Mengira Narumi Spg Rokok yang mencari konsumen. "Saya cuma disuruh datang ke sini Pak," jawab Narumi atas pertanyaan satpam itu. "Sama siapa?" Narumi memperlihatkan chatnya itu, tapi satpam itu pun tertawa. "Itu orang iseng ya? Gak ada namanya, gak jelas, keluar dari sini menggangu pemandangan saja," usir Satpam itu dengan sedikit keras. "Pak, Tidak bisa seperti itu dong. Saya hubungi orangnya dulu Pak. Supaya kita tahu siapa yang meminta datang ke sini," Narumi masih menahan diri untuk tidak diseret keluar. Tapi sayangnya saat mencoba beberapa kali nomor yang dihubungi tak terjawab. Sehingga Satpam itu pun menarik kasar tubuh Narumi. bruk! "Aduh!" Satpam itu menyeret-nyeret Narumi dan mendorong tubuh Narumi dengan keras.Narumi memejamkan matanya dengan dorongan keras. Dia kira akan jatuh ke tanah tapi sebuah tangan kokoh menahan tubuhnya. Dengan indra penciuman Narumi dapat mengenali bau parfum yang beberapa kali selalu ada bersamanya. "Kamu tak apa-apa?" suara pria yang baru beberapa minggu ini Narumi kenalin. Mata Narumi membuka sejenak lalu mata Narumi bertatapan dengan mata Kaisar. "Kamu tak apa-apa?" tanya Kaisar pada Narumi. Dan hal itu yang menyadarkan Narumi dari pelukan penyelamatan Kaisar pada Narumi. Narumi hanya menganggukkan kepalanya, lalu berdiri dengan tegap dibantu Kaisar. Lalu mata Kaisar menyoroti satpam yang tadi mendorong Narumi. Dan melihat penampilan Narumi yang biasa saja. Kaisar menghela napasnya langsung berucap dengan menujuk kearah Satpam itu, "Nanti kamu ke ruangan HRD.""Baik, Tuan," ucap Satpam itu menundukkan kepala semakin dalam. Setelah itu Kaisar langsung menarik tangan Narumi untuk masuk kedalam Gedung Menara Gumilar Group. Semua pasang mata melihat kearah N
Bu Hermina berdiri tegap di depan pintu ruangan Kaisar. Wajahnya yang biasanya tenang dan anggun kini menunjukkan sorot tajam penuh kekecewaan. Tatapannya menelusuri dari kepala hingga kaki putranya. Kemeja Kaisar kusut, dua kancing atas terbuka, rambutnya berantakan seperti baru bangun tidur, dan napasnya masih terengah sedikit.Namun itu belum membuat Bu Hermina terkejut.Yang membuatnya tercekat adalah sosok di belakang putranya.Narumi. Gadis sederhana yang dulu sempat ia lihat sekali di lobi. Kali ini berbeda—bajunya tampak sedikit basah di bagian bahu, rambutnya kusut, wajahnya merah padam. Bahkan dari balik tubuh Kaisar, Bu Hermina bisa melihat secangkir kopi yang tumpah di lantai dan jaket kerja milik Kaisar yang tergeletak begitu saja di sofa belakang."Astaga... Kaisar Gumilar!" seru Bu Hermina dengan nada tertahan, tetapi tajam seperti cambuk.Kaisar terdiam. Detik itu juga, semua aura berkuasanya sebagai pimpinan perusahaan runtuh di hadapan ibunya. Ia seperti anak kecil y
Bab 1 Tono ayah dari kekasihnya Narumi pun mengambil alih mikrofon dari host di pesta ulang tahun Tryan anaknya yang ke dua puluh tahun. "Mari kita sambut tunangan Tryan, yaitu ...." Tono menjeda ucapannya dan tersenyum menatap Narumi yang berada di depan panggung, sementara dirinya berada di atas panggung bersama istri dan juga anaknya. Narumi meremas gaunnya dengan perasaan senang luar biasa, kali ini dia akan dikenalkan pada khalayak ramai di pesta ulang tahun Tryan, kekasihnya. Akhirnya penantian selama 3 tahun, mereka akan melangkah ke tahap yang lebih serius. Senyum Narumi dan juga ayah Tryan masih mengembang, lalu laki-laki paruh baya itu mengambil napas sejenak, "Marilah kita sambut tunangan anak saya, Naila Mawardi." Deg! Jantung Narumi berdetak sangat kencang saat nama yang disebut oleh Tono adalah nama sahabatnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Tono salah mengucapkan namanya? Namun, itu sangat tidak mungkin. Tono tersenyum misterius setelah memanggil
Ciuman panas, membuat Narumi membeku. Tubuhnya tak sempat bereaksi saat bibir Kaisar menyentuh bibirnya dalam satu gerakan yang cepat, tiba-tiba, dan tanpa izin. Dunia seolah berhenti berputar, tapi bukan karena jatuh cinta melainkan karena syok, marah, dan jijik yang mengalir dari ujung kepala hingga kaki. Tangannya yang semula menggigil karena takut kini mengepal dengan begitu kuat hingga kuku-kukunya menancap ke telapak tangan. Ciuman itu memang singkat, tapi dampaknya meledak seperti petir menyambar di ruang tertutup. Narumi mendorong tubuh Kaisar agar misahkan dari ciuman tiba-tiba itu tapi masih belum berhasil. Hingga Kaisar sendiri yang menarik tubuhnya sedikit, masih menatap Narumi dengan senyum miring yang penuh kemenangan. Seolah dia baru saja menaklukkan sesuatu yang berharga. Namun, yang terjadi bukan kemenangan. Yang terjadi adalah letusan. “KAU GILA!” teriak Narumi dengan suara melengking, gemetar, penuh amarah. Tangannya refleks terangkat dan menampar pipi Kai
Bab 3 Di depan Kaisar, Narumi dengan tegas dan tanpa takut menyobek surat perjanjian itu. Merobek-robek sampai kecil lalu melemparkan sobeknya di depan muka Kaisar. “Anda pikir saya wanita macam apa? Menjual hidup demi uang ratusan juta. Hanya hidup penuh perintah Anda. Jangan harap!” jelas Narumi menolak. Ada beberapa poin yang tak Narumi sukai dan tentu di luar nalar. Yah walaupun, kesepakatan itu bisa dibicarakan. Tapi karena Narumi tak suka banyak hal tentang semua point didalamnya. Sehingga Narumi memilih untuk menolak. Narumi berjalan menuju pintu yang terkunci itu. Tangan Narumi sudah mencoba membuka pintu itu tapi tak terbuka. Brak! Brak! “Buka pintu ini, Tuan!” seru Narumi, tangannya memukul-mukul pintu yang terkunci. Narumi berbalik badan lalu berjalan ke arah Kaisar. Tentu saja dengan sorotan mata yang tajam. Narumi yang ingin segera keluar dari kamar ini. Narumi berjalan lebih dekat lagi dengan Kaisar. Tangan Narumi menarik kerah kemeja yang digunakan
“Sederhana saja, menikah dengan saya. Dan menjalani pernikahan kontrak bersama saya. Bagaimana?” ucap Kaisar menjelaskan kembali syaratnya. “Tapi Uangnya bisa cair sekarang kan?” kata Narumi yang hanya ingin uang untuk pengobatan orang tuanya. Tentang hatinya Narumi tak peduli, dia tak suka dengan pria di depannya. Dia hanya fokus pada upah yang diberikan Kaisar saat dia setuju untuk menjadi istri kontraknya. “Bisa kalau kita menikah sekarang,” saut Kaisar dengan mudahnya. Tanpa tahu kondisi yang dialami Narumi sekarang. “Bisa saja kita menikah sekarang. Tapi apa tidak butuh wali?” kata Narumi masih belum bisa berterus-terang. “Nah, ngomong-ngomong wali. Bagaimana pagi ini kita menemui Wali kamu. Supaya kita cepat menikah,” tantang Kaisar. “Tapi ayah dan ibu saya sedang dirumah sakit,” jelas Narumi. Kaisar yang mendengar kalimat itu langsung menatap Narumi dengan penuh selidik. “Rumah Sakit? Rumah Sakit mana?” tanya Kaisar yang ikut cemas juga. “Rumah sakit WG. T
Di salah satu ruangan VIP, seorang pria paruh baya duduk dengan tatapan tajam. Pak Nusa, dengan raut wajah yang tak bisa ditebak, menatap pemuda gagah di hadapannya—Kaisar. Kaisar, seorang pria dengan wibawa dan kekuasaan besar di dunia entertainment, berdiri tegap. Ia baru saja mengungkapkan niatnya untuk menikahi Narumi, wanita yang telah meminjam uangnya untuk pengobatan. Namun, respon Pak Nusa jauh dari yang ia harapkan. “Pak Nusa, saya datang dengan niat baik. Saya ingin menikahi Narumi karena dia harus membayar hutangnya pada saya,” ucap Kaisar penuh dengan harapan. Pak Nusa menarik napas panjang, lalu menghela pelan. Matanya menatap lurus ke dalam mata Kaisar, seakan menimbang segala kemungkinan yang ada. “Kaisar, aku tahu kau pria yang baik telah menolong Narumi. Tapi ada hal yang harus kau pahami. Dalam Islam, wali nikah yang sah bagi seorang perempuan adalah ayah kandungnya. Aku hanya ayah angkatnya. Aku tidak punya hak untuk menikahkannya,” jujur Pak Nusa mengungkap
Kaisar langsung berbalik dan meminta menghubungi anak buahnya untuk mencari tahu tentang berita kehilangan beberapa belas tahun yang lalu diseluruh negara ini. Sedangkan Narumi yang bosan menunggu diluar ruangan periksa. Akhirnya Narumi berdiri melangkah meninggal ibunya- Bu Naomi yang sedang diperiksa. Narumi berjalan menuju laboratorium rumah sakit. dengan detak jantung yang berpacu lebih cepat. tanganya mulai dingin. Dengan penuh tekat yang sangat kuat, Narumi menghampiri penjaga bagian laboratorium. mulutnya kelu, dia hanya mengeluarkan sebuah selembar kertas. Kertas yang berisi identitas dirinya yang diberikan perawat waktu lalu. "Sebentar ya," ucap penjaga laboratorium itu. Narumi mengatur napasnya hingga penjaga laboratorium tadi membawa 2 amplop yang ada di tangan penjaga itu lalu diserahkan pada Narumi. "Mohon ditandatangani dulu buku terima hasil lab." Narumi pun mengikuti prosedur lalu keluar dari laboratorium. Narumi bernait untuk segera membuka dan memba
Bu Hermina berdiri tegap di depan pintu ruangan Kaisar. Wajahnya yang biasanya tenang dan anggun kini menunjukkan sorot tajam penuh kekecewaan. Tatapannya menelusuri dari kepala hingga kaki putranya. Kemeja Kaisar kusut, dua kancing atas terbuka, rambutnya berantakan seperti baru bangun tidur, dan napasnya masih terengah sedikit.Namun itu belum membuat Bu Hermina terkejut.Yang membuatnya tercekat adalah sosok di belakang putranya.Narumi. Gadis sederhana yang dulu sempat ia lihat sekali di lobi. Kali ini berbeda—bajunya tampak sedikit basah di bagian bahu, rambutnya kusut, wajahnya merah padam. Bahkan dari balik tubuh Kaisar, Bu Hermina bisa melihat secangkir kopi yang tumpah di lantai dan jaket kerja milik Kaisar yang tergeletak begitu saja di sofa belakang."Astaga... Kaisar Gumilar!" seru Bu Hermina dengan nada tertahan, tetapi tajam seperti cambuk.Kaisar terdiam. Detik itu juga, semua aura berkuasanya sebagai pimpinan perusahaan runtuh di hadapan ibunya. Ia seperti anak kecil y
Narumi memejamkan matanya dengan dorongan keras. Dia kira akan jatuh ke tanah tapi sebuah tangan kokoh menahan tubuhnya. Dengan indra penciuman Narumi dapat mengenali bau parfum yang beberapa kali selalu ada bersamanya. "Kamu tak apa-apa?" suara pria yang baru beberapa minggu ini Narumi kenalin. Mata Narumi membuka sejenak lalu mata Narumi bertatapan dengan mata Kaisar. "Kamu tak apa-apa?" tanya Kaisar pada Narumi. Dan hal itu yang menyadarkan Narumi dari pelukan penyelamatan Kaisar pada Narumi. Narumi hanya menganggukkan kepalanya, lalu berdiri dengan tegap dibantu Kaisar. Lalu mata Kaisar menyoroti satpam yang tadi mendorong Narumi. Dan melihat penampilan Narumi yang biasa saja. Kaisar menghela napasnya langsung berucap dengan menujuk kearah Satpam itu, "Nanti kamu ke ruangan HRD.""Baik, Tuan," ucap Satpam itu menundukkan kepala semakin dalam. Setelah itu Kaisar langsung menarik tangan Narumi untuk masuk kedalam Gedung Menara Gumilar Group. Semua pasang mata melihat kearah N
Narumi menahan tangisannya, karena mungkin suaranya akan terdengar dari luar. Bola mata Narumi bergerak saat membaca hasil tes DNA ke-dua orang tuanya yang menyatakan ke-tidak cocok pada DNA kedua orang tuanya. "Lalu aku ini anak siapa? Kenapa kedua orang tuaku tidak cocok padaku?" Narumi pun menghabiskan tangisannya selama tiga puluh menit.Sampai dimana kakaknya Wala mengetuk pintu toilet tersebut. Narumi pura-pura menyiram closet, lalu Narumi berdiri di depan cerimin lalu merapikan penampilan. Apalagi matanya yang sembab harus dibersihkan. Belum sempat keluar dari toilet ponselnya berdering, nomor asing mengirimkan pesan pada Narumi. ( Aku sudah menolongmu! Sekarang! Datang ke Menara Gumilar Group) Narumi memastikan lagi mukanya lalu membuka pintu yang ternyata disambut oleh Wala didepan toilet itu. "Sabar ngapa! was minggir!" kesal
Kaisar langsung berbalik dan meminta menghubungi anak buahnya untuk mencari tahu tentang berita kehilangan beberapa belas tahun yang lalu diseluruh negara ini. Sedangkan Narumi yang bosan menunggu diluar ruangan periksa. Akhirnya Narumi berdiri melangkah meninggal ibunya- Bu Naomi yang sedang diperiksa. Narumi berjalan menuju laboratorium rumah sakit. dengan detak jantung yang berpacu lebih cepat. tanganya mulai dingin. Dengan penuh tekat yang sangat kuat, Narumi menghampiri penjaga bagian laboratorium. mulutnya kelu, dia hanya mengeluarkan sebuah selembar kertas. Kertas yang berisi identitas dirinya yang diberikan perawat waktu lalu. "Sebentar ya," ucap penjaga laboratorium itu. Narumi mengatur napasnya hingga penjaga laboratorium tadi membawa 2 amplop yang ada di tangan penjaga itu lalu diserahkan pada Narumi. "Mohon ditandatangani dulu buku terima hasil lab." Narumi pun mengikuti prosedur lalu keluar dari laboratorium. Narumi bernait untuk segera membuka dan memba
Di salah satu ruangan VIP, seorang pria paruh baya duduk dengan tatapan tajam. Pak Nusa, dengan raut wajah yang tak bisa ditebak, menatap pemuda gagah di hadapannya—Kaisar. Kaisar, seorang pria dengan wibawa dan kekuasaan besar di dunia entertainment, berdiri tegap. Ia baru saja mengungkapkan niatnya untuk menikahi Narumi, wanita yang telah meminjam uangnya untuk pengobatan. Namun, respon Pak Nusa jauh dari yang ia harapkan. “Pak Nusa, saya datang dengan niat baik. Saya ingin menikahi Narumi karena dia harus membayar hutangnya pada saya,” ucap Kaisar penuh dengan harapan. Pak Nusa menarik napas panjang, lalu menghela pelan. Matanya menatap lurus ke dalam mata Kaisar, seakan menimbang segala kemungkinan yang ada. “Kaisar, aku tahu kau pria yang baik telah menolong Narumi. Tapi ada hal yang harus kau pahami. Dalam Islam, wali nikah yang sah bagi seorang perempuan adalah ayah kandungnya. Aku hanya ayah angkatnya. Aku tidak punya hak untuk menikahkannya,” jujur Pak Nusa mengungkap
“Sederhana saja, menikah dengan saya. Dan menjalani pernikahan kontrak bersama saya. Bagaimana?” ucap Kaisar menjelaskan kembali syaratnya. “Tapi Uangnya bisa cair sekarang kan?” kata Narumi yang hanya ingin uang untuk pengobatan orang tuanya. Tentang hatinya Narumi tak peduli, dia tak suka dengan pria di depannya. Dia hanya fokus pada upah yang diberikan Kaisar saat dia setuju untuk menjadi istri kontraknya. “Bisa kalau kita menikah sekarang,” saut Kaisar dengan mudahnya. Tanpa tahu kondisi yang dialami Narumi sekarang. “Bisa saja kita menikah sekarang. Tapi apa tidak butuh wali?” kata Narumi masih belum bisa berterus-terang. “Nah, ngomong-ngomong wali. Bagaimana pagi ini kita menemui Wali kamu. Supaya kita cepat menikah,” tantang Kaisar. “Tapi ayah dan ibu saya sedang dirumah sakit,” jelas Narumi. Kaisar yang mendengar kalimat itu langsung menatap Narumi dengan penuh selidik. “Rumah Sakit? Rumah Sakit mana?” tanya Kaisar yang ikut cemas juga. “Rumah sakit WG. T
Bab 3 Di depan Kaisar, Narumi dengan tegas dan tanpa takut menyobek surat perjanjian itu. Merobek-robek sampai kecil lalu melemparkan sobeknya di depan muka Kaisar. “Anda pikir saya wanita macam apa? Menjual hidup demi uang ratusan juta. Hanya hidup penuh perintah Anda. Jangan harap!” jelas Narumi menolak. Ada beberapa poin yang tak Narumi sukai dan tentu di luar nalar. Yah walaupun, kesepakatan itu bisa dibicarakan. Tapi karena Narumi tak suka banyak hal tentang semua point didalamnya. Sehingga Narumi memilih untuk menolak. Narumi berjalan menuju pintu yang terkunci itu. Tangan Narumi sudah mencoba membuka pintu itu tapi tak terbuka. Brak! Brak! “Buka pintu ini, Tuan!” seru Narumi, tangannya memukul-mukul pintu yang terkunci. Narumi berbalik badan lalu berjalan ke arah Kaisar. Tentu saja dengan sorotan mata yang tajam. Narumi yang ingin segera keluar dari kamar ini. Narumi berjalan lebih dekat lagi dengan Kaisar. Tangan Narumi menarik kerah kemeja yang digunakan
Ciuman panas, membuat Narumi membeku. Tubuhnya tak sempat bereaksi saat bibir Kaisar menyentuh bibirnya dalam satu gerakan yang cepat, tiba-tiba, dan tanpa izin. Dunia seolah berhenti berputar, tapi bukan karena jatuh cinta melainkan karena syok, marah, dan jijik yang mengalir dari ujung kepala hingga kaki. Tangannya yang semula menggigil karena takut kini mengepal dengan begitu kuat hingga kuku-kukunya menancap ke telapak tangan. Ciuman itu memang singkat, tapi dampaknya meledak seperti petir menyambar di ruang tertutup. Narumi mendorong tubuh Kaisar agar misahkan dari ciuman tiba-tiba itu tapi masih belum berhasil. Hingga Kaisar sendiri yang menarik tubuhnya sedikit, masih menatap Narumi dengan senyum miring yang penuh kemenangan. Seolah dia baru saja menaklukkan sesuatu yang berharga. Namun, yang terjadi bukan kemenangan. Yang terjadi adalah letusan. “KAU GILA!” teriak Narumi dengan suara melengking, gemetar, penuh amarah. Tangannya refleks terangkat dan menampar pipi Kai
Bab 1 Tono ayah dari kekasihnya Narumi pun mengambil alih mikrofon dari host di pesta ulang tahun Tryan anaknya yang ke dua puluh tahun. "Mari kita sambut tunangan Tryan, yaitu ...." Tono menjeda ucapannya dan tersenyum menatap Narumi yang berada di depan panggung, sementara dirinya berada di atas panggung bersama istri dan juga anaknya. Narumi meremas gaunnya dengan perasaan senang luar biasa, kali ini dia akan dikenalkan pada khalayak ramai di pesta ulang tahun Tryan, kekasihnya. Akhirnya penantian selama 3 tahun, mereka akan melangkah ke tahap yang lebih serius. Senyum Narumi dan juga ayah Tryan masih mengembang, lalu laki-laki paruh baya itu mengambil napas sejenak, "Marilah kita sambut tunangan anak saya, Naila Mawardi." Deg! Jantung Narumi berdetak sangat kencang saat nama yang disebut oleh Tono adalah nama sahabatnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Tono salah mengucapkan namanya? Namun, itu sangat tidak mungkin. Tono tersenyum misterius setelah memanggil