Satu Minggu berlalu sejak pembicaraan pertemuan kedua keluarga. Tidak ada yang berubah dari keputusan Wulan. Wanita itu masih tetap bersikap dingin pada Damar. Namun, bedanya kali ini Wulan mengijinkan Damar untuk bertemu dan menghabiskan waktu bermain bersama Bintang dan Kejora. Begitupun dengan Nyonya Laura dan Tuan Prabu mereka seakan selalu ingin menghabiskan waktu mereka bersama cucu-cucunya.Bahkan Damar pernah seharian berada di kediaman keluarga Fernando. Damar merasa enggan untuk pulang karena saat itu ada dokter Ardan yang sedang mengunjungi Wulan. Tentu saja Damar tidak akan memberikan kesempatan untuk pria lain mendekati Wulan.Namun, sayangnya besok adalah hari dimana Tuan Prabu, Nyonya Laura dan Damar untuk kembali ke Indonesia. Karena tak terasa sudah sepuluh hari mereka berada di Paris. Perusahaan sudah sangat membutuhkan kehadiran Damar dan Tuan Prabu.Dan mau tidak mau Damar dan kedua orang tuanya harus pulang. Meski begitu berat berpisah dengan Kejora dan Bintang. N
ENAM TAHUN KEMUDIAN...."Bintang, ayo bangun! Sebentar lagi Daddy akan sampai kita harus segera ke bandara kalau tidak Daddy akan lama menunggu kita!" teriak gadis kecil dengan suara cemprengnya membangunkan bocah laki-laki yang masih tertidur lelap.Padahal jam sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Namun, bocah laki-laki itu sepertinya masih terjebak dialam mimpi dan enggan untuk kembali kedunia nyata."Bintaggggg!!" Kejora, gadis kecil itu berteriak lagi dan kini tepat di telinga bocah laki-laki itu. Saudara kembarnya itu benar-benar susah untuk dibangunkan. Padahal mereka sudah berjanji untuk menjemput sang Daddy yang datang dari Indonesia pagi ini.Iya, kedua bocah itu adalah Kejora dan Bintang. Mereka berdua sudah berjanji seperti sebelum-sebelumnya pada Daddy-nya. Untuk selalu menjemputnya di bandara."Kejora sakit!" Bintang langsung bangkit ketika merasakan telinganya begitu sakit akibat teriakan Kejora yang terdengar tepat di telinganya."Makanya jangan tidur terus Bintang! Seben
"Daddy!" teriak Kejora seraya berlari menghampiri sang Daddy. Mereka kini telah sampai di bandara, dan dengan tidak sabaran Kejora berlari sambil berteriak memanggil sang Daddy yang tengah berdiri sambil memainkan ponselnya. "Sayang! Hei pelan-pelan Nak." Damar langsung menyambut pelukan hangat sang putri tercinta. Sementara Wulan dan Bintang, mereka berdua berjalan di belakang Kejora dengan langkah santainya. "Daddy, aku tidak terlambat kan? Daddy tidak menunggu terlalu lama kan Daddy?" tanya Kejora mencecar dengan nafas memburu pada sang daddy. Gadis kecil itu begitu khawatir dan takut jika kedatangan mereka menjemput sang daddy terlambat dan membuat daddy-nya menunggu lama. "Hei, pelan-pelan sayang, daddy baru saja keluar, kalian tidak pernah terlambat ok." Damar menjawab putrinya seraya menggendong dan mencubit gemas pipi chubby sang putri. "Hai Daddy," panggil Bintang seraya menyalami punggung tangan Damar. "Hai, Boy apa kabar jagoannya daddy?" "Baik Dad, bagaimana ap
Malam hari pun tiba, setelah sedari tadi siang, anak-anak bermain bersama Damar. Kini tiba waktunya mereka untuk tidur. Karena besok mereka harus bersekolah. "Daddy, mau apa?" tanya Bintang pada Damar yang tengah bersiap untuk berbaring tidur. Iya, setiap Damar datang ke Paris pria itu memang selalu tidur di kamar Kejora dan Bintang. Damar selalu beralasan jika dirinya begitu kangen dan ingin selalu berada didekat mereka.Anak-anak selalu mengijinkan karena mereka kala itu belum tahu tentang hubungan kedua orang tuanya. Dan setelah mereka tahu, sekarang, mereka baru mengerti alasan sesungguhnya mengapa sang daddy tidak tidur dengan mommy mereka. Itu karena ternyata sang mommy dan daddy-nya memiliki hubungan yang tidak baik-baik saja."Daddy kami sudah besar jadi, mulai malam ini dan seterusnya, kelak jika Daddy mengunjungi kami, kami tidak mau lagi tidur dengan Daddy lagi ok," tegas Bintang pada sang Daddy."Iya Daddy benar yang dikatakan Bintang, kami sudah besar jadi kami tidak bol
Bibir mereka kini saling menempel, tak mendapatkan penolakan dari Wulan. Damar perlahan mulai memperdalam ciumannya. Wulan seperti terhipnotis begitupun Damar, mereka berdua seakan sama-sama sudah terbawa suasana.Baik Damar maupun Wulan sama-sama tak bisa membohongi tubuh mereka. Terutama Wulan, meski selama ini sikapnya begitu dingin pada Damar. Namun nyatanya, tak dapat wanita itu pungkiri jika dirinya begitu merindukan setiap sentuhan yang Damar.Kini, tangan Damar mulai menjalar ke setiap jengkal tubuh Wulan. Dengan bibir yang masih menyatu bertaut saling menyesap satu sama lain.Cklek!"Nak, tumben kamu belum bang-un, ya ampun maaf sayang mommy tidak tahu kalau Damar tidur di kamarmu!" ujar Nyonya Nesa tiba-tiba saja datang dan seketika mengagetkan kedua insan yang tengah bermesraan. "Mommy!" Wulan berteriak kaget seraya mendorong tubuh Damar hingga pria itu terjungkal kebawah. "Akhhh!" teriak Damar kesakitan saat tubuhnya terjungkal ke bawah dan menyentuh lantai. "Ya ampun K
"Da ... Mommy!" "Da ... Daddy!" ucap si kembar seraya melambaikan tanganya kearah kedua orang tuanya. "Da ... Sayang, belajar yang baik dan jangan nakal, nurut apa kata ibu guru ok." Wulan membalas seraya memperingatkan putra putrinya. "Ok, anak-anak Daddy yang cantik dan tampan, Daddy pergi dulu ya, nanti siang Daddy jemput kalian, ingat pesan Mommy," ucap Damar yang juga memberikan nasehat pada kedua anaknya sebelum mereka pergi meninggalkan sekolah si kembar. "Siap Mommy, Daddy." Kejora dan Bintang lagi-lagi menjawab dengan kompak. Damar dan Wulan akhirnya pergi, meninggalkan sekolah sang anak. "Lan, kau mau aku antar kemana?" "Ke rumah sakit Kak, aku harus mendampingi dokter mengoperasi pasien usus buntu," ujar Wulan fokus menatap layar ponselnya. "Lan, Apa kau sudah bisa mengoperasi pasien sendiri?" "Belum Kak, aku baru magang 7 bulan yang lalu jadi, aku hanya sebagai dokter pembantu, yang membantu dokter senior." "Oh, semangat ya suatu hari nanti kau pasti akan jadi do
"Abang!!" teriak Wulan begitu lantang. Wanita beraparas cantik itu langsung masuk ke bilik dimana Damar sedang mendapat perawatan oleh seorang suster. Napak, suster itu tengah meniup-niup seraya mengenakan perban dengan gerakan yang sangat sensual kebahu Damar yang terluka. Wajah suster tersebut tepat di dada bidang Damar. Sementara, Damar yang tak mengerti apa-apa hanya diam saat lukanya diobati. "Maaf suster Catlin, dia suami saya! Jadi biarkan saya yang merawat lukanya, Anda boleh pergi dan kembali bertugas dan iya untuk batuannya tadi saya ucapkan terima kasih." Wulan berujar dengan wajah yang terlihat begitu marah. Rupanya wanita berparas cantik itu tengah merasakan cemburu. "Ba-baik Dok maaf, saya hanya membantu karena melihat luka pasien sepertinya cukup dalam jadi saya putuskan untuk mengobatinya," ujar suster Catlin seraya tertunduk takut. "Ya sudah biar saya yang teruskan." Wulan lagi-lagi menjawab seraya melangkah mendekat pada Damar. Tak bisa dipungkiri jika wanita i
Damar akhirnya meninggalkan rumah sakit tanpa mengambil resep obatnya. Pria itu langsung bergegas ke sekolah Bintang dan Kejora guna menjemput putra putrinya. Damar sama sekali tak mengabari Wulan jika dia sudah keluar dari rumah sakit. Karena Damar merasa percuma mengirimi Wulan pesan dan memberi tahu jika dirinya sudah pulang. Sebab saat ini Wulan pasti sedang sibuk dengan Dokter Ardan. Satu jam kemudian Damar telah sampai di sekolah si kembar. Waktu belajar masih satu jam lagi alhasil pria itu harus menunggu putra putrinya di halaman sekolah. Damar terdiam sendiri di dalam mobil. Pria itu kembali mengingat momen dimana Wulan pergi meninggalkannya tanpa pamit, padahal ia sedang terluka. "Lan, apa memenag sudah tidak ada lagi cinta untuk ku? Apa sekeras itu kau ingin memusnahkan cinta kita?" gumam Damar merasakan sesak saat menyadari jika ternyata ada pria lain dalam hidup sang istri. Sungguh, pria itu begitu bingung harus bagaimana kali ini membuat sang istri bisa kembali. "Da
"Mommy...." Kejora mengigau terbangun dari tidurnya. Mendengar panggilan Kejora. Sontak saja membuat keduanya tersentak kaget. Wulan dan Damar yang tengah diselimuti hasrat yang menggebu. Langsung berhambur mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuh polos mereka. Untung saja di meja dekat sofa ada dua handuk kimono yang disiapkan oleh pihak hotel. "Mommy sama Daddy, abis mandi ya? Kok pakai kimono?" tanya Kejora polos menatap kedua orang tuanya yang sama-sama hanya memakai handuk kimono. Belum lagi pandangan aneh gadis kecil itu yang menatap Ke arah pakaian yang berserakan dilantai. "Em, i-iya sayang Daddy dan Mommy tadi—" Wulan yang hendak menjelaskan langsung dipotong oleh Damar. "Mommy sudah selesai mandi, sekarang gantian Daddy yang mandi" jawab Damar memotong perkataan Wulan seraya memungut pakaian mereka yang tercecer. "Say-ang, Kejora kenapa bangun nak?" Kini Wulan bertanya seraya mendekat pada sang putri. "Tidur lagi ya sayang. Em ... Daddy ke kamar mandi dulu ya Nak," ujar
Jam 14.30 Tuan Leo dan Nyonya Nesa akhirnya tiba di bandara internasional Soekarno Hatta. Kedua orang tua itu langsung bergegas ke rumah sakit tempat sang putra di rawat. Diantar sopir kantor yang sudah disiapkan oleh Livi. Kedua orang tua paruh baya itu akhirnya sampai setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam. Dengan tergesa-gesa kedua orang tua itu langsung bergegas menuju ruangan tempat sang putra dirawat. "Rayan!" Panggil Nyonya Nesa begitu wanita paruh baya itu membuka pintu kamar rawat putranya. "Mommy?" Rayan berujar lirih melihat sang mommy yang baru saja masuk. "Bagaimana keadaan mu Nak?" tanya Nyonya Nesa dengan wajah penuh kekhawatiran. "Bagaimana luka mu Ray?" Tuan Leo berkata dengan wajah yang terlihat lebih tenang dari sang istri. "Aku baik Mom, Dad," jawab Rayan pada kedua orang tuanya. "Bagaimana bisa kau sampai dikeroyok oleh begal hem?" Tuan Leo langsung bertanya kronologi, bagaimana sang putra bisa bertemu dan dikeroyok oleh para begal. "B
Malam itu juga, Damar beserta seluruh keluarga kecilnya akhirnya pergi menyusul Nyonya Nesa dan Tuan Leo ke Indonesia. Damar tersenyum semringah manakala rencananya kini berhasil dengan sempurna. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Jika Damar dan kedua putra putri begitu bahagia. Lain halnya dengan Wulan, wanita itu sejak tadi hanya diam. Bukan karena tidak ingin ke Indonesia dalam lubuk hati Wulan sebenarnya ingin sekali pulang dan menjenguk papah dah mamahnya. 'Rencana pertama berjalan mulus semoga rencana berikutnya akan berjalan mulus juga," gumam Damar dalam hati. Pria itu begitu itu yakin dengan rencana keduanya yang telah ia susun sedemikian rupa. Sementara di lain tempat, "Zetta cukup! Aku harap kau sadar posisi mu saat ini!" ujar Steven menarik pergelangan tangan Zetta seraya menatap tajam gadis berambut indah itu. "Kak Steve, tapi kita tidak bisa meninggalkan Om ini sendiri, kita tunggu keluarga Om ini datang dulu ya." Zetta menolak pelan keinginan Stev
Damar memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit. Senyum cerah masih awet menghiasi wajahnya. Pria itu begitu yakin jika kali ini dirinya bisa membawa Wulan pulang ke Indonesia. "Daddy apa kita akan pergi menyusul Oma dan Opa ke Indonesia bersama Mommy?" tanya Kejora polos ketika mereka berjalan menuju ruang Wulan. "Of course sayang, kita akan ke Indonesia bersama Mommy menyusul Oma dan Opa dan bertemu Nenek dan Kakek." Damar tersenyum membuat kedua buah hatinya pun ikut tersenyum. Kini mereka telah sampai di depan ruangan Wulan. "Hi suster Catlin apa kabar?" sapa Wulan pada suster Catlin suster yang biasa menjadi pendamping sang mommy. "Hai, Kejora cantik, kabar ku baik, em ... hai Bintang." Suster Catlin membalas seraya menyapa Bintang. Namun pandangan suster Catlin juga tak luput memandang Damar yang berdiri menggendong Kejora. Suster Catlin masih ingat betul dengan sosok Damar yang kala itu membuat Wulan bereaksi keras terhadapnya saat dirinya tengah merawat Damar. 'Siapa s
Damar akhirnya membawa putra putrinya pulang terlebih dahulu kerumah keluarga Fernando. Bagaimana pun, pria itu tak bisa serta merta membawa si kembar ke Indonesia tanpa berbicara terlebih dahulu pada mommy dan Daddy mertuanya. Damar masih memiliki akal sehat dan sopan satun. Pria itu akan mendiskusikan terlebih dahulu pada mertuanya dan meminta pendapat kedua mertuanya itu. "Assalamualaikum Oma!" "Assalamualaikum!" ucap si kembar dan Damar yang baru saja tiba di rumah keluarga Fernando. "Waalaikumsalam sayang cucu Oma, sayang kalian ganti baju dulu ya, ada hal penting yang mau Oma bicarakan sama Daddy kalian." Nyonya Nesa memberi titah pada si kembar yang langsung diiyakan oleh keduanya. "Damar nak, kebetulan mommy mau bicara," ujar Nyonya Nesa kemudian membawa menantunya ke halaman samping rumah. Seketika, Damar pun mengangguk seraya mengikuti mommy mertuanya. "Ada apa Mom? Apa ada hal yang penting?" Damar bertanya dengan raut wajah penuh kebingungan. "Begini Mar, mommy dan Da
Nyonya Nesa begitu terkejut. Saat mendapati telpon yang mengabarkan jika putranya mengalami insiden yang mengakibatkan sang putra dirawat. Dengan panik Nyonya Nesa kemudian menghubungi sang suami. "Dad, Rayan mengalami insiden pengeroyokan begal Dad, dan sekarang dia di rawat di rumah sakit! Dad kita harus ke Indonesia sekrang Dad, Mommy akan berangkat malam ini Daddy susul saja ya kalau Daddy masih ada urusan disini," cecar Nyonya Nesa dengan paniknya. Sementara itu Tuan Leo hanya bisa terdiam mendengarkan perkataan sang istri. "Sayang, tolong tenang ok, coba ceritakan dengan perlahan, hem." Tuan Leo berkata pada sang istri agar lebih tenang menceritakan apa yang terjadi pada putra mereka. "Daddy, tadi mommy telpon Rayan, panggilan mommy sedari tadi siang tidak diangkat dan baru saja mommy telpon lagi, ternyata yang angkat itu wanita, dia memberitahu jika putrinya menemukan Rayan sedang dikeroyok oleh sekelompok begal Dad. Rayan terluka dan dia sedang dirawat di rumah sakit sek
Rayan tengah mendapat penanganan insentif. Sebab luka di kepala terus mengeluarkan darah. Rupanya ada luka robek pada kepala bagian belakangnya membuat darah segar terus keluar. Sementara gadis yang mengantar Rayan juga masih setia menunggu pria itu. Gadis berambut indah itu, bahkan belum mengganti seragam sekolahnya yang kini terlihat kotor karena noda darah Rayan yang menempel disana. "Keluarga pasien! teriak dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan. "Em ... saya Dok, saya yang membawa Om itu kesini," ujar gadis berambut indah itu menjawab panggilan sang dokter. "Nona, pasien membutuhkan transfusi darah kebetulan stok darah sedang habis jadi kami mencari keluarga pasien agar bisa mendonorkan darah mereka untuk pasien." Dokter itu berkata pada gadis berambut indah itu, jika Rayan sedang membutuhkan transfusi darah. "Em ... Golongan darahnya apa Dok? Mungkin saya bisa menyumbangkan darah saya untuk Om itu?" ujar sang gadis menawarkan diri. "Golongan darahnya AB."
Ardan mengepalkan tangannya. Amarahnya membuncah kala melihat Wulan yang pergi bersama Damar dan anak-anaknya. Sungguh tadinya Ardan sudah merasa menang namun, ternyata pria itu justru semakin menelan kekalahan. Bagaimana tidak, Ardan berpikir ketika ia mempublikasikan hubungannya dengan Wulan. Itu akan membuat Damar menyingkir perlahan. Alih-alih membuat Damar menyingkir. Rupanya pria itu justru malah semakin menunjukan kepemilikannya atas Wulan. Alhasil kini Ardan begitu kecewa. Karena nyatanya statusnya sebagai kekasih Wulan tidak bermakna apa-apa semua tidak ada artinya. Sementara di dalam mobil Wulan, Damar dan si kembar sedang menempuh perjalanan ke sekolah. Damar mengantarkan si kembar terlebih dahulu setelah itu barulah ia akan mengantar Wulan kerumah sakit. "Mommy, Mommy leher Mommy kenapa? Kok merah-merah? Apa Mommy sedang alergi?" tanya Kejora polos ketika melihat tanda merah di leher sang mommy. "Humm ...." Senyum Damar tertahan mendengar pertanyaan polos dari san
Malam ini adalah malam yang begitu indah bagi Dokter Ardan. Karena malam ini rencanaya menyatakan cinta pada Wulan wanita pujaannya berakhir bahagia. Enam tahun yang ia tunggu akhirnya mengalami kemajuan. Karena Wulan, kini sudah menjadi kekasihnya. Itu semua tak luput dari campur tangan Rayan, sahabat sekaligus kakak Wulan. Iya, Rayan yang tidak menyukai Damar merencanakan semua skenario drama penyakit Ardan. Karena Rayan yakin Wulan akan percaya dan menerima Ardan. Benar saja rencana mereka akhirnya berhasil. Wulan akhirnya mau menerima dokter Ardan. "Thanks Bro, kalau nggak gara-gara lu pasti nggak akan terwujud," ujar Ardan pada Rayan. Kini mereka tengah mengobrol lewat panggilan telepon. "Ya Dan, aku harap kau bisa menjaga Wulan dan membahagiakannya." Rayan meminta pada Ardan dengan tulus. "Itu sudah pasti Vi, kau jangan khawatir," jawab dokter Ardan bersungguh-sungguh. Sementara di kamar Wulan, Damar yang tengah emosi begitu bringas. Damar tidak peduli lagi jika Wulan akan