Karin benar-benar hancur. Kehidupannya bagaikan sudah kiamat. Mengetahui fakta baru tentang status Riko yang ternyata sudah menikah. Sulit dibayangkan jika ternyata selama ini, dirinya hanya dijadikan budak nafsu dan pelarian oleh pria brengsek itu."Maaf Karin, sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi, dan apapun yang terjadi diantara kita. Mari kita lupakan." Kata-kata Riko terus terngiang di telinga Karin seperti kaset rusak yang terus berputar memenuhi isi kepalanya.Bukan hanya perkataan Riko. Bahkan ekspresi wajah Riko yang datar saat pria itu mengatakan hal yang menyakitkan hatinya, masih terus terbayang. Sungguh, Karin saat ini merasa menjadi wanita yang paling hina.Pria itu benar-benar tak berperasaan. Dengan teganya Riko berkata untuk saling melupakan. Setelah Karin memberikan segalanya padanya. Kini pria itu dengan mudahnya mencampakkan dirinya."Akhhhh!!! Jahat kamu Mas!!" Karin meraung, berteriak sekuat tenaga meluapkan rasa sesak di dadanya. Di bawah guyuran air hujan Kar
Seminggu kemudian Karin terlihat sudah lebih baik. Wanita itu juga sudah mengungkapkan kepuasannya menerima perjodohan dari kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya pun menyambut baik keputusan Karin. Selama satu minggu ini, rupanya Karin sudah berpikir panjang. Kata-kata Riko dan raut wajah pria itu ketika mencampakkannya. Selalu menjadi pengingat bagi Karin untuk tidak lagi berharap pada pria brengsek itu. Apalagi Riko adalah suami orang. Tentu saja wanita berparas cantik itu tak ingin menjadi wanita perusak rumah tangga orang lain. Karin berprinsip untuk tidak berurusan dengan suami orang. Andai saja wanita itu tahu lebih awal. Sudah pasti Karin akan langsung meninggalkan Riko. Sampai saat ini Karin benar-benar tak habis pikir dengan dirinya. Bisa-bisanya ia menilai Riko sebagai pria yang baik. "Alhamdulillah Nak, kalau kamu akhirnya mau menerima perjodohan ini, ayah yakin Nak, ayah tidak akan salah memilih laki-laki untukmu," ujar Tuan Anggara berkata pada sang putri. "Iya saya
"Irfan ayo sayang, ajak Nak Karin ngobrol sana biar tambah akrab," ujar Nyonya Vita ibunda Irfan menyuruh sang putra untuk mengajak Karin ngobrol berdua."Iya Mah." Ifan menjawab patuh seraya tersenyum menatap wajah Karin."Ayo Karin, ajak Nak Irfan ke taman belakang," ujar Nyonya Ani menyuruh sang putri mengajak Irfan ke taman belakang rumah mereka.Karin hanya tertunduk sambil mengangguk mengiyakan permintaan sang Mamah. Akhirnya mereka berdua pun berjalan bersama menuju halaman belakang rumah Karin. Setibanya di sana suasana seketika menjadi canggung.Karin terdiam menundukan pandanganya sementara, Irfan menatap dengan segenap rasa kagumnya. "Kita bertemu lagi," ucap Irfan membuka pembicaraan."Jika kau menolak Perjodohan ini, akan aku bantu untuk bicara pada Ayah dan Ibu." Karin langsung berujar to the point tanpa menatap wajah Irfan. Perkataan Karin seolah wanita itu mengetahui jika Irfan pasti akan menolak perjodohan mereka."Kanapa? Kenapa kau bicara seperti itu?" ujar Irfan me
Pagi ini, Damar tengah menghadiri rapat dewan direksi. Hari ini adalah hari bersejarah bagi pria itu. Karena hari ini Damar resmi menggantikan sang papah menjadi CEO Adhitama group.Pria itu sudah kembali bangkit dari keterpurukannya. Damar terlihat begitu tampan gagah dan berwibawa hari ini. Wajah kusam dengan jenggot dan kumis yang terlihat tak terawat, kini sudah dicukur bersih. Begitu pun rambutnya yang terlihat agak gondrong pun kini sudah dicukur rapi. Damar benar-benar terlihat begitu sempurna."Selamat Pak Damar semoga di bawah kepemimpinan Bapak, perusahaan ini akan semakin berkembang dan semakin besar," ujar salah satu pemegang saham bernama Pak Tio."Terimakasih Pak Tio." Damar tersenyum tipis menanggapi perkataan dari Pak Tio.Semua orang yang hadir satu persatu menyalami tangan Damar.ereka semua mengucapkan selamat akan jabatan barunya. Sepanjang rapat hingga berakhir Damar, hanya memasang wajah datar dan sesekali tersenyum tipis pada orang-orang yang hadir di rapat terse
"Kau!!" Karin memekik ketika melihat Wulan sang sahabat, yang kini berdiri dihadapannya. Iya, sepasang suami istri sepupu dari dokter adalah Irfan dan Karin. Mereka rupanya pergi ke Paris untuk berbulan madu.Sungguh, Karin tak menyangka jika Wulan yang telah dikabarkan meningal tertembak dan tercebur ke sungai. Kini berdiri dengan penampilan yang begitu cantik di hadapannya. Bukan hanya Karin, yang terkejut melihat Wulan. Ibu muda itu juga sangat kaget dengan kehadiran Karin sahabatnya itu. Wulan tak menyangka jika ia akan melihat Karin sahabatnya ada di pesta penyambutan anak kembarnya."Wulan, inikah kamu." Panggilan Karin sontak membuyarkan lamunan ibu muda itu. Bukan hanya Wulan bahkan seluruh keluarga Fernando, dokter Ardan dan juga Irfan suami Karin. Mereka semua juga sama-sama ikut terdiam mencerna keadaan."Sayang kau kenal dengannya?" ujar Irfan pada sang istri."Dia seperti sahabatku yang sudah menghilang beberapa bulan lalu." Karin menjawab tanpa memalingkan sedikitpun tat
Dibalik pilar besar Irfan terdiam membeku. Pria itu begitu terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Irfan yang tadinya hendak menghampiri sang istri untuk menyuruhnya beristirahat. Nyatanya malah membawanya mengetahui kebenaran tentang masalalu sang istri.Tangan pria itu terkepal kuat menahan gejolak amarahnya yang membuncah. Irfan benar-benar tidak menyangka jika ternyata Riko sang kakak iparnya lah, pria yang telah merenggut kesucian sang istri. Irfan kemudian melangkah lebar, memutuskan kembali ke kamar tamu. Kamar yang berada di lantai bawah, yang sudah disiapkan oleh Tuan rumah. Iya, hari ini Karin, Irfan dan dokter Ardan menginap di kediaman keluarga Fernando. Atas paksaan dari Nyonya Nesa dan juga Wulan tentunya. Irfan masuk ke kamarnya dan langsung meninju tembok kamar tersebut.Bukh! Bukh! Bukh!"Brengsek kamu Riko!" ucapnya seraya meninju tembok, meluapkan kekesalannya. Irfan benar-benar kesal hingga tak sadar telah menyakiti dirinya sendiri. Darah segar keluar da
"Wulan," ucap Damar ketika melihat sosok wanita yang berdiri dengan posisi membelakangi Karin. Meski tak terlihat raut wajah wanita itu. Akan tetapi, Damar merasa begitu tak asing dengan bentuk tubuh itu. Damar masih, sangat, sangat mengenalinya. Seketika pria itu langsung terpikir pada sosok sang istri yang sudah beberapa bulan lalu dinyatakan meninggal akibat insiden penculikan. Damar sontak meraih ponselnya kemudian mencari nomer Karin di kontak teleponnya.Namun, sayangnya beberapa kali Damar mencoba menghubungi nomer Karin. Ponsel wanita itu tak bisa dihubungi, meski sudah puluhan kali Damar menghubunginya. Hingga akhirnya Damar menyerah dan beralih menghubungi Riko. Pria itu ingin meminta bantuan Riko untuk meminta nomer kontak dokter Irfan suami Karin."Hallo ada apa Bro?""Gue minta nomer Dokter Irfan suaminya si Karin sekarang! Buruan urgent!" ucap Damar tak sabar."Ada urusan apa Lo mau menghubungi Irfan? Lo sakit? Sakit—" Perkataan Riko terhenti saat Damar dengan cepat lan
Malam hari waktu Indonesia, tepatnya jam sebelas malam. Damar yang sudah sangat bersabar sedari tadi sore menahan diri untuk menelpon Karin. Pria itu benar-benar menahan rasa keingintahuannya. Tentang keberadaan wanita dalam foto yang di unggah oleh Karin di media sosialnya.Tut!Tut!Tut!Damar mencoba mulai menghubungi Karin. Namun, hasilnya rupanya sama dengan tadi sore saat ia menelpon wanita itu. Tak ada jawaban tapi, kali ini Damar sudah bertekad meski harus seratus kali menelpon. Damar akan terus mencoba menelpon sampai Karin mengangkat telponnya."Karin kemana sih! Harusnya disana itu udah enam pagi bukan?" Damar berujar kesal karena sudah kelima kalinya pria itu menelpon namun, tak kunjung diangkat oleh Karin."Ya udah coba telpon Irfan," usul Riko yang rupanya masih setia menemani Damar. Mereka kini berada di apartemen milik Damar."Mana nomernya?" Damar meminta nomer telpon Irfan pada Riko. Pria itu tak menjawab, Riko hanya menyodorkan ponselnya pada Damar. Pria itu dengan
"Mommy...." Kejora mengigau terbangun dari tidurnya. Mendengar panggilan Kejora. Sontak saja membuat keduanya tersentak kaget. Wulan dan Damar yang tengah diselimuti hasrat yang menggebu. Langsung berhambur mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuh polos mereka. Untung saja di meja dekat sofa ada dua handuk kimono yang disiapkan oleh pihak hotel. "Mommy sama Daddy, abis mandi ya? Kok pakai kimono?" tanya Kejora polos menatap kedua orang tuanya yang sama-sama hanya memakai handuk kimono. Belum lagi pandangan aneh gadis kecil itu yang menatap Ke arah pakaian yang berserakan dilantai. "Em, i-iya sayang Daddy dan Mommy tadi—" Wulan yang hendak menjelaskan langsung dipotong oleh Damar. "Mommy sudah selesai mandi, sekarang gantian Daddy yang mandi" jawab Damar memotong perkataan Wulan seraya memungut pakaian mereka yang tercecer. "Say-ang, Kejora kenapa bangun nak?" Kini Wulan bertanya seraya mendekat pada sang putri. "Tidur lagi ya sayang. Em ... Daddy ke kamar mandi dulu ya Nak," ujar
Jam 14.30 Tuan Leo dan Nyonya Nesa akhirnya tiba di bandara internasional Soekarno Hatta. Kedua orang tua itu langsung bergegas ke rumah sakit tempat sang putra di rawat. Diantar sopir kantor yang sudah disiapkan oleh Livi. Kedua orang tua paruh baya itu akhirnya sampai setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam. Dengan tergesa-gesa kedua orang tua itu langsung bergegas menuju ruangan tempat sang putra dirawat. "Rayan!" Panggil Nyonya Nesa begitu wanita paruh baya itu membuka pintu kamar rawat putranya. "Mommy?" Rayan berujar lirih melihat sang mommy yang baru saja masuk. "Bagaimana keadaan mu Nak?" tanya Nyonya Nesa dengan wajah penuh kekhawatiran. "Bagaimana luka mu Ray?" Tuan Leo berkata dengan wajah yang terlihat lebih tenang dari sang istri. "Aku baik Mom, Dad," jawab Rayan pada kedua orang tuanya. "Bagaimana bisa kau sampai dikeroyok oleh begal hem?" Tuan Leo langsung bertanya kronologi, bagaimana sang putra bisa bertemu dan dikeroyok oleh para begal. "B
Malam itu juga, Damar beserta seluruh keluarga kecilnya akhirnya pergi menyusul Nyonya Nesa dan Tuan Leo ke Indonesia. Damar tersenyum semringah manakala rencananya kini berhasil dengan sempurna. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Jika Damar dan kedua putra putri begitu bahagia. Lain halnya dengan Wulan, wanita itu sejak tadi hanya diam. Bukan karena tidak ingin ke Indonesia dalam lubuk hati Wulan sebenarnya ingin sekali pulang dan menjenguk papah dah mamahnya. 'Rencana pertama berjalan mulus semoga rencana berikutnya akan berjalan mulus juga," gumam Damar dalam hati. Pria itu begitu itu yakin dengan rencana keduanya yang telah ia susun sedemikian rupa. Sementara di lain tempat, "Zetta cukup! Aku harap kau sadar posisi mu saat ini!" ujar Steven menarik pergelangan tangan Zetta seraya menatap tajam gadis berambut indah itu. "Kak Steve, tapi kita tidak bisa meninggalkan Om ini sendiri, kita tunggu keluarga Om ini datang dulu ya." Zetta menolak pelan keinginan Stev
Damar memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit. Senyum cerah masih awet menghiasi wajahnya. Pria itu begitu yakin jika kali ini dirinya bisa membawa Wulan pulang ke Indonesia. "Daddy apa kita akan pergi menyusul Oma dan Opa ke Indonesia bersama Mommy?" tanya Kejora polos ketika mereka berjalan menuju ruang Wulan. "Of course sayang, kita akan ke Indonesia bersama Mommy menyusul Oma dan Opa dan bertemu Nenek dan Kakek." Damar tersenyum membuat kedua buah hatinya pun ikut tersenyum. Kini mereka telah sampai di depan ruangan Wulan. "Hi suster Catlin apa kabar?" sapa Wulan pada suster Catlin suster yang biasa menjadi pendamping sang mommy. "Hai, Kejora cantik, kabar ku baik, em ... hai Bintang." Suster Catlin membalas seraya menyapa Bintang. Namun pandangan suster Catlin juga tak luput memandang Damar yang berdiri menggendong Kejora. Suster Catlin masih ingat betul dengan sosok Damar yang kala itu membuat Wulan bereaksi keras terhadapnya saat dirinya tengah merawat Damar. 'Siapa s
Damar akhirnya membawa putra putrinya pulang terlebih dahulu kerumah keluarga Fernando. Bagaimana pun, pria itu tak bisa serta merta membawa si kembar ke Indonesia tanpa berbicara terlebih dahulu pada mommy dan Daddy mertuanya. Damar masih memiliki akal sehat dan sopan satun. Pria itu akan mendiskusikan terlebih dahulu pada mertuanya dan meminta pendapat kedua mertuanya itu. "Assalamualaikum Oma!" "Assalamualaikum!" ucap si kembar dan Damar yang baru saja tiba di rumah keluarga Fernando. "Waalaikumsalam sayang cucu Oma, sayang kalian ganti baju dulu ya, ada hal penting yang mau Oma bicarakan sama Daddy kalian." Nyonya Nesa memberi titah pada si kembar yang langsung diiyakan oleh keduanya. "Damar nak, kebetulan mommy mau bicara," ujar Nyonya Nesa kemudian membawa menantunya ke halaman samping rumah. Seketika, Damar pun mengangguk seraya mengikuti mommy mertuanya. "Ada apa Mom? Apa ada hal yang penting?" Damar bertanya dengan raut wajah penuh kebingungan. "Begini Mar, mommy dan Da
Nyonya Nesa begitu terkejut. Saat mendapati telpon yang mengabarkan jika putranya mengalami insiden yang mengakibatkan sang putra dirawat. Dengan panik Nyonya Nesa kemudian menghubungi sang suami. "Dad, Rayan mengalami insiden pengeroyokan begal Dad, dan sekarang dia di rawat di rumah sakit! Dad kita harus ke Indonesia sekrang Dad, Mommy akan berangkat malam ini Daddy susul saja ya kalau Daddy masih ada urusan disini," cecar Nyonya Nesa dengan paniknya. Sementara itu Tuan Leo hanya bisa terdiam mendengarkan perkataan sang istri. "Sayang, tolong tenang ok, coba ceritakan dengan perlahan, hem." Tuan Leo berkata pada sang istri agar lebih tenang menceritakan apa yang terjadi pada putra mereka. "Daddy, tadi mommy telpon Rayan, panggilan mommy sedari tadi siang tidak diangkat dan baru saja mommy telpon lagi, ternyata yang angkat itu wanita, dia memberitahu jika putrinya menemukan Rayan sedang dikeroyok oleh sekelompok begal Dad. Rayan terluka dan dia sedang dirawat di rumah sakit sek
Rayan tengah mendapat penanganan insentif. Sebab luka di kepala terus mengeluarkan darah. Rupanya ada luka robek pada kepala bagian belakangnya membuat darah segar terus keluar. Sementara gadis yang mengantar Rayan juga masih setia menunggu pria itu. Gadis berambut indah itu, bahkan belum mengganti seragam sekolahnya yang kini terlihat kotor karena noda darah Rayan yang menempel disana. "Keluarga pasien! teriak dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan. "Em ... saya Dok, saya yang membawa Om itu kesini," ujar gadis berambut indah itu menjawab panggilan sang dokter. "Nona, pasien membutuhkan transfusi darah kebetulan stok darah sedang habis jadi kami mencari keluarga pasien agar bisa mendonorkan darah mereka untuk pasien." Dokter itu berkata pada gadis berambut indah itu, jika Rayan sedang membutuhkan transfusi darah. "Em ... Golongan darahnya apa Dok? Mungkin saya bisa menyumbangkan darah saya untuk Om itu?" ujar sang gadis menawarkan diri. "Golongan darahnya AB."
Ardan mengepalkan tangannya. Amarahnya membuncah kala melihat Wulan yang pergi bersama Damar dan anak-anaknya. Sungguh tadinya Ardan sudah merasa menang namun, ternyata pria itu justru semakin menelan kekalahan. Bagaimana tidak, Ardan berpikir ketika ia mempublikasikan hubungannya dengan Wulan. Itu akan membuat Damar menyingkir perlahan. Alih-alih membuat Damar menyingkir. Rupanya pria itu justru malah semakin menunjukan kepemilikannya atas Wulan. Alhasil kini Ardan begitu kecewa. Karena nyatanya statusnya sebagai kekasih Wulan tidak bermakna apa-apa semua tidak ada artinya. Sementara di dalam mobil Wulan, Damar dan si kembar sedang menempuh perjalanan ke sekolah. Damar mengantarkan si kembar terlebih dahulu setelah itu barulah ia akan mengantar Wulan kerumah sakit. "Mommy, Mommy leher Mommy kenapa? Kok merah-merah? Apa Mommy sedang alergi?" tanya Kejora polos ketika melihat tanda merah di leher sang mommy. "Humm ...." Senyum Damar tertahan mendengar pertanyaan polos dari san
Malam ini adalah malam yang begitu indah bagi Dokter Ardan. Karena malam ini rencanaya menyatakan cinta pada Wulan wanita pujaannya berakhir bahagia. Enam tahun yang ia tunggu akhirnya mengalami kemajuan. Karena Wulan, kini sudah menjadi kekasihnya. Itu semua tak luput dari campur tangan Rayan, sahabat sekaligus kakak Wulan. Iya, Rayan yang tidak menyukai Damar merencanakan semua skenario drama penyakit Ardan. Karena Rayan yakin Wulan akan percaya dan menerima Ardan. Benar saja rencana mereka akhirnya berhasil. Wulan akhirnya mau menerima dokter Ardan. "Thanks Bro, kalau nggak gara-gara lu pasti nggak akan terwujud," ujar Ardan pada Rayan. Kini mereka tengah mengobrol lewat panggilan telepon. "Ya Dan, aku harap kau bisa menjaga Wulan dan membahagiakannya." Rayan meminta pada Ardan dengan tulus. "Itu sudah pasti Vi, kau jangan khawatir," jawab dokter Ardan bersungguh-sungguh. Sementara di kamar Wulan, Damar yang tengah emosi begitu bringas. Damar tidak peduli lagi jika Wulan akan