"Apa jangan-jangan kamu cemburu?" "Apa?" Mata Azelyn membelalak, apa bertanya mengenai urusan Kean dengan Nona Marvino termasuk ke dalam kategori cemburu? Azelyn mendorong tubuh Kean agar sedikit menjauh kemudian bangkit dari kursi kerja pria itu. "Tentu saja tidak, aku hanya penasaran dengan pertemuan sesama pengusaha besar," ucap Azelyn beralasan.Jawaban Azelyn justru semakin membuat Kean mengangkat sebelah alisnya bingung. "Aku sudah menawarimu untuk ikut, kalau kamu penasaran, seharusnya kamu menerima tawaran untuk pergi bersamaku." Azelyn langsung menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "Tidak, aku memang penasaran, tapi aku tahu batasanku," kata Azelyn sembari tersenyum simpul. "Karena semua berkas sudah selesai diperiksa, aku izin pergi," lanjutnya sambil sedikit membungkuk memberi hormat lalu melangkah meninggalkan ruangan. Kean memandangi punggung Azelyn yang berjalan menuju pintu ruangan, kemudian merapikan berkas-berkas tersebut kemudian menghubungi Lino agar datang me
Azelyn berjalan keluar perusahaan sambil melamun, dirinya mengenal Kevin lebih dari 8 tahun, dan pria itu adalah cinta dan pacar pertama Azelyn. Dulu Azelyn sangat tak bisa melihat Kevin bersedih, karena menginginkan pria itu selalu bahagia di setiap harinya dan mencoba mencari segala cara untuk menghiburnya. Namun, ketika berpapasan dengan Kevin tadi dan melihat raut wajah Kevin yang hendak menangis, Azelyn tak merasakan perasaan apa pun lagi. Dia merasa tak peduli dengan apa yang akan terjadi pada pria itu selanjutnya. Sepertinya perasaannya pada Kevin memang sudah tak tersisa lagi. Azelyn memilih untuk tak terlalu memikirkan itu lagi, mencoba melihat sekeliling perusahaan mencari mobil Kean, tetapi tak terlihat tanda-tanda mobil itu di sekitar situ. Dia berpikir mungkin pria itu sudah pulang lebih dulu untuk beristirahat. Ketika Azelyn hendak pergi menuju halte bus, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat di hadapannya. Kaca mobil itu mulai turun dan terlihat Allen berad
Kean berniat untuk menghampiri mereka, tetapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya lalu segera berbalik membelakangi mereka berdua yang belum menyadari kehadirannya. "Kenapa aku marah?" gumam Kean merasa heran dengan sikapnya sendiri, lalu mengurungkan niat untuk menghampiri Azelyn lalu segera keluar dari restauran tersebut. Meski mengatakan itu, Kean tetap menunggu Azelyn dan Allen yang masih mengobrol di dalam restauran. Dia duduk di dalam mobil sambil memperhatikan pintu restauran menunggu mereka untuk keluar. Tepat saat itu Azelyn dan Allen keluar dari restauran lalu kembali menjalankan mobil mereka menuju ke tempat selanjutnya. Kean mengikuti ke mana tujuan mereka berdua selanjutnya dari belakang. Allen mengendarai mobil kemudian tak sengaja melihat kaca spion mobilnya, dan menyadari mobil yang berada di belakangnya sedang mengikuti mereka. Allen mencoba berbelok ke arah lain dan mobil itu tetap mengikuti arah yang dia tuju. "Mau ke mana? Apartemenku bukan ke arah si
Allen melirik pada Azelyn sembari mencoba menahan tawanya. Dia merasa tak percaya dengan situasi yang dia hadapi sekarang. Rumor yang diketahui Allen selama ini adalah Kean memiliki sifat yang dingin. Sebelumnya juga banyak yang mengatakan bahwa Kean adalah pria yang tak berperasaan. Namun, apa ini? Kean justru terlihat sangat posesif pada Azelyn. "Maafkan saya atas sikap saya selama ini, Tuan Kean," kata Allen sambil sedikit membungkuk sebagai tanda permintaan maafnya. "Karena saya sudah berpisah cukup lama dengan Azelyn, saya masih ingin bertemu dan mengobrol dengannya lebih lama lagi, tapi sepertinya saya sudah melewati batas," lanjutnya sembari melirik wanita bermanik biru itu. Kean mengeratkan rangkulannya ketika mendengar perkataan Allen. Perasaannya terasa berdenyut sakit mendengar kalimat itu. Apa itu memiliki arti bahwa pria itu masih menyimpan perasaan pada istrinya? "Saya harap ini tidak terjadi lagi, saya merasa tak nyaman jika istri saya bertemu dengan pria lain t
Lino tak menduga bahwa Reliza akan mengatakan itu. Dia melirik ke arah Kean yang masih terdiam sembari menyisir rambutnya ke belakang. "Sepertinya Anda sangat mengenal saya, Nona Reliza," ucap Kean dingin. Dia menatap tajam pada gadis itu kemudian melanjutkan kalimatnya, "Karena Anda terlihat sangat mengenal saya, Anda pasti tahu bagaimana sikap saya pada wanita selama ini, kan?" tanyanya. Reliza terdiam, tentu saja dia sangat mengetahui itu. Karena dia adalah salah satu wanita yang mengejar Kean, tetapi pria itu tak pernah meliriknya sedikit pun. "Saya akan langsung mengatakan tidak suka dan sangat membenci wanita yang selalu ingin menempel pada saya. Jadi, apa Anda masih menganggap saya berbohong dan meragukan pernikahan saya sebagai pernikahan palsu yang diatur?" kata Kean yang langsung membuat Reliza terdiam. Reliza menggenggam erat ujung gaunnya mendengar penuturan Kean. Tentu saja wanita yang selalu menempel pada pria itu yang dimaksud adalah dirinya. Kean melirik ding
Laura berdiri diam di tengah jembatan. Di belakangnya beberapa motor dan mobil berlalu lalang tanpa memedulikan dirinya yang sedang berdiri sendirian. Dia menatap kosong ke arah air sungai yang mengalir dengan deras. Gadis bermanik coklat itu sudah mengirimkan lamaran pekerjaannya ke berbagai tempat setelah dia dipecat dari Perusahaan Adhlino, tetapi satu pun tak ada yang menghubunginya untuk interview. Laura mengacak-acak rambutnya kesal. Dia meremas dokumen lamaran pekerjaannya dengan perasaan penuh emosi. "Azelyn! Ini semua gara-gara kamu! Berani-beraninya kamu menghancurkan karirku! Aku tak akan tinggal diam, aku pasti akan membalasmu!" teriak Laura emosi. Suara teriakannya tenggelam karena suara mobil dan motor yang mengebut. Laura melampiaskan emosinya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tanpa sengaja dokumennya terlepas dari genggaman dan terjun jatuh ke bawah sungai. Laura secara spontan menaikkan kaki kanan ke penghalang jembatan mencoba untuk menangkap dokumen
Keesokan harinya Allen langsung menyuruh Laura untuk datang ke perusahaan Marvino. Laura menggunakan kemeja putih dengan rok sepaha untuk pergi ke perusahaan Marvino, pakaiannya benar-benar mencerminkan seorang karyawan wanita di perusahaan. Dia tak tahu posisi apa yang akan diberikan Allen padanya, tetapi dia tak terlalu memikirkannya karena tujuan sebenarnya adalah untuk mendekati pria itu. Laura memesan taksi untuk pergi ke perusahaan tersebut. Ketika taksinya sudah datang, dia lansung meluncur tanpa menunda waktu lagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke perusahaan tersebut. Jarak perusahaan Marvino lebih jauh dibanding perusahaan Adhlino, tetapi Laura meyakinkan semangatnya karena dia sudah terlalu lelah untuk mencari pekerjaan dan tak akan membuang kesempatan emas ini. Laura berjalan memasuki perusahaan, tiba-tiba seisi perusahaan meliriknya kemudian berbisik-bisik membuatnya merasa risih. Sepertinya berita tentang dirinya yang dipecat di perusahaan Adhlino secara tak t
Kean mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendelanya. Dia mencoba mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia bangun kesiangan karena kelelahan sejak kemarin.Kean segera bangkit kemudian berjalan keluar kamar dan melewati kamar Azelyn, dia mencoba mencari tahu apa yang dilakukan gadis itu, tetapi ketika membuka pintu, sosok gadis itu tak terlihat.Kean berjalan masuk ke kamar Azelyn kemudian melihat secarik kertas yang berada di meja tersebut. Dia mengambil kertas itu kemudian membaca setiap kalimatnya.Azelyn menulis di kertas tersebut bahwa hari ini dia izin untuk pergi karena ada masalah yang terjadi pada temannya. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tak tahu apa akan pulang atau tidak.Kean meremas kertas tersebut, bisa-bisanya Azelyn lagi-lagi pergi tanpa sepengetahuannya. Dia mencoba melihat ponselnya dan membuka aplikasi pelacak, kali ini aplikasinya tak berfungsi lagi karena gadis itu mematikan po