Happy Reading*****"Kenapa Pak Ibra suka sekali marah-marah seperti ini? Salah saya apa? Bukankah pembicaraan sudah selesai. Kalau nggak segera ditutup akan membuang-buang waktu. Bapak pasti memarahi saya lagi," ucap Wening menanggapi kemarahan Ibra yang langsung masuk ke ruangannya."Sudah mulai pintar menjawab sekarang." Tatapan Ibra begitu tajam menghunus pada Wening.Si gadis mengumpat dalam hati. Mengapa dia selalu salah di mata sang atasan. Tidak bisakah lelaki di depannya ini bersikap manis seperti bos-bos di novel-novel yang sering Wening baca."Ada yang ingin disampaikan lagi pada aya, Pak?" tanya Wening tak mau menambahkan kalimat-kalimat yang akan memacu perdebatan dengan Ibra."Kamu mau ninggalin aku begitu saja?""Saya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum makan siang. Jika memang nggak ada lagi yang ingin dibicarakan, saya mau ke bawah mengecek sample-sample orderan milik Pak Wijaya." Wening mulai memberesi mejanya sambil menunggu jawaban sang atasan. "K
Happy Reading*****Masuk tanpa berani memprotes ucapan Ibra, Yasna duduk di kursi belakang kemudi. Wening mau tak mau menuruti perintah sang atasan, duduk si sebelahnya. Setelah semua masuk, Ibra menjalankan kendaraan roda empat dengan perlahan sesuai standar kecepatan yang ditetapkan dalam berkendara.Sepanjang perjalanan menuju kafe tak satu pun dari ketiganya membuka suara. Ibra fokus menyetir dan Wening lebih menikmati pemandangan jalanan di luar sana. Yasna sendiri sibuk dengan benda pipih pintar miliknya. Masuk ke kafe WEFA yang sering Wening datangi bersama Silvia sekedar menikmati makanan ringan serta bercengkrama dengan Catra sang manajer kafe. Beberapa pegawai yang mengenalnya langsung menyapa."Tumben, Mbak. Datang pas jam makan siang gini?" ucap salah satu dari pegawai kafe tersebut.Wening cuma tersenyum dan membiarkan si bos serta sepupunya berjalan terlebih dahulu. Lalu, dia pun berbisik pada sang pegawai kafe. "Lagi ada traktiran dari bos," ucapnya."Oh, kirain ada j
Happy Reading*****Seketika, Wening menegang. Matanya terbuka sempurna. Pertanyaan Fandra sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya. Bagaimana mungkin seorang lelaki seperti Ibra akan melamarnya. Keseharian saja si bos begitu menjengkelkan. "Bukan. Nggak mungkin aku, perempuan yang akan Pak Ibra lamar. Kami bahkan nggak dekat satu sama lain," sanggah Wening, "mungkin Yasna adalah gadis yang dimaksud."Si gadis berjilbab melirik perempuan di sebelah Ramadani. Yasna bahkan tersenyum penuh kemenangan, sementara lelaki yang memberi pengumuman terlihat tidak suka dengan perkataan sang akuntan. "Tentu saja akulah orangnya. Mau siapa lagi?" Yasna bahkan sampai berdiri demi memperkenalkan dirinya sebagai perempuan yang paling dicintai Ibra."Yas, duduk," kata Ramadan, "bukan kamu yang akan menjadi calon menantu kami.""Kami sudah menganggapmu sebagai putri tidak mungkin kami akan menjadikanmu menantu. Mas Ibra, hanya menganggapmu sebagai adik, tidak lebih," tambah Ramadani.Fandra mencerm
Happy Reading*****Ibra tak tahan dengan drama yang diperankan oleh dua orang di depannya. Dia memilih masuk dan mengabaikan apa yang Wening katakan. Baginya, sudah tak ada lagi harapan untuk bisa melamar gadis itu.Mencoba tersenyum di hadapan semua orang, Ibra kembali duduk di meja orang tua dan juga Yasna. Papa-mamanya bertanya ke mana Wening pergi tadi. Ibra menjawab jika si akuntan pergi ke toilet,"Cowok yang bertanya tadi, adiknya Fahri, kan, Ib?" tanya Ramadani."Iya, Ma. Dia Fandra, adiknya Fahri sekaligus pemilik kafe ini. Mama lupa?" kata Ibra. Tangannya sibuk memasukkan makanan ke mulut. Selain lapar, dia juga ingin mengusir rasa sedih dan galau akibat percakapan dua orang tadi.Sementara itu, di luar ruangan yang di sewa Ibra. Fandra masih menunggu Wening untuk menjawab pertanyaannya tadi. Si gadis masih diam dengan posisi sama seperti ketika Ibra meninggalkannya. "Jadi, apa jawaban Mak Wening?" Fandra mendekati gadis pujaannya. Seseorang yang akan menjadi kekasih dan
Happy Reading*****"Hah?!" kata Wening terkejut mendengar ucapan Ibra. Dia segera menggelangkan kepala dengan kuat. "Saya nggak pernah cemburu dengan teman-teman wanita Bapak. Perkataan saya tadi adalah sebagai perempuan. Mengapa Bapak harus memilih dan mencari perhatian saya, sedangkan di sekeliling Bapak ada begitu banyak perempuan."Tawa Ibra seketika berhenti. Raut wajah yang semula berbinar kini meredup. Bak pemadaman listrik, gelap menyelimuti. Jawaban Wening sungguh di luar ekspetasinya. Namun, lelaki itu masih berusaha tenang walau hatinya mendidih saat ini."Apa kamu tahu bahwa cinta itu hadir begitu saja tanpa aku ketahui, kita tidak bisa memaksa suatu perasaan. Dia jatuh begitu saja pada seseorang yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Andai aku tahu bahwa apa yang aku lakukan selama ini adalah cinta dan membuatmu tidak nyaman. Tentu aku tidak akan pernah membuatmu jengkel." Ibra menyandarkan punggung dan kepalanya. Dia seperti seseorang yang kalah saat berper
Happy Reading*****Membereskan peralatan kerja yang berserakan di meja, Wening tak lagi menanggapi chat yang dikirimkan Fandra. Tak lama berselang, lelaki itu melakukan panggilan video padanya."Biarin, salah sendiri ngerjain aku," gumam Wening setelah melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya.Membiarkan panggilan Fandra berhenti dengan sendirinya, Wening menuju musala kantor. Rutinitas yang selalu dia lakukan setiap hari sebelum pulang. Salat Asar terlebih dahulu sebelum meninggalkan kantor.Tak seperti biasa yang selalu sepi ketika waktu salat asar datang, Wening melihat Ibra sudah duduk menghadap kiblat. Enggan mengganggu ibadah yang tengah dijalankan atasannya, si gadis segera mengucapkan niat dan bertakbiratul Ikhram. Setelahnya, dia larut dalam kewajiban pada sang pencipta.Menengok ke rah belakang, Ibra mendapati Wening tengah duduk di antara dua sujud. "Lelaki mana pun pasti akan tertarik dengan kepribadianmu yang seperti ini, Ning. Wajar jika aku berusaha untuk me
Happy Reading*****"Anu, Paklik," sahut Wening. Gadis itu terlihat gugup sekali saat ini. Jari telunjuknya bahkan mencolek paha sang sepupu."Bukan siapa-siapa, Pak. Catra itu salah satu pegawai yang bekerja bareng Fandra di kafe," kata Silvia."Oh, jadi Nak Fandra itu kerja di kafe. Pantesan tiap hari bawain kamu bekal, Mbak." Raut muka Rahmat seketika berubah. Entah mengapa, Wening merasa ada yang aneh ketika Rahmat mengetahui jika Fandra bekerja di kafe. Namun, si gadis segera membuang pikiran buruk yang sempat terlintas tadi. Rahmat tidak seperti ibunya yang selalu memandang remeh pekerjaan seseorang di bawah mereka."Benar, Paklik. Catra itu manajernya kafe WEFA yang terkenal itu, lho. Yang biasanya Bulik sama Paklik minta dibeliin minuman di sana," jelas Wening."Oh," Rahmat membuka lebar mulut dan juga matanya. "Kalau Catra manajernya terus jabatan Fandra di sana sebagai apa?""Sebagai orang penting, Pak. Nggak bisa dijelaskan jabatan dia sebagai apa. Adik tahunya semua karya
Happy Reading*****Penjelasan singkat terpaksa Fandra berikan. Sama seperti ketika menjelaskan pada Wening, si lelaki cuma mengatakan apa yang harus diceritakan tanpa melebih-lebihkan apa yang sudah dia capai saat ini. Rahmat pun menjadi tahu siapa dan apa profesi lelaki yang mendekati keponakannya.Berdoa dalam hati supaya Wening dan Fandra segera disatukan dalam ikatan pernikahan. Rahmat melihat ketulusan dan cinta yang begitu besar di mata Fandra untuk Wening."Mbak, bapakmu tadi telpon. Katanya, bosmu itu nggak jadi datang berkunjung hari ini," ucap Rahmat setelah beberapa waktu mereka terdiam."Iya, Paklik.""Memangnya ada urusan apa sampai bosmu mau datang berkunjung ke rumah?" Kali ini, Damayanti yang membuka suara."Mau melamar Mbak Wening, Bulik," sahut Fandra. Dia sampai membalik kepalanya menghadap belakang serta menatap sang pujaan penuh senyuman."Lho, kalau Mbak Ning sampai dilamar sama bosnya kamu gimana, Nak Fandra?" Damayanti malah mengajukan pertanyaan seperti itu.