Happy Reading*****Fandra menggaruk kepalanya. Tersenyum kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan oleh pujaan hatinya. "Nanti saja ceritanya, sekarang kita istirahat dulu sekalian sarapan. Aku sudah lapar banget, Mbak," rengeknya seperti bayi yang harus dituruti permintaannya oleh sang ibu.Lelaki itu kemudian memanggil Bu Amanah yang sudah masuk terlebih dulu ke dalam."Bu, sarapan pesanan saya sudah siap, kan?" tanya Fandra, "sudah lapar banget soalnya. Tadi, cuma sempat makan camilan saja.""Lho, kok, kamu nggak ngomong kalau lapar, Nak. Padahal Bulik juga sudah nyiapin makanan berat untuk sarapan kita, tapi kamu malah mengambil makanan ringan yang kamu siapkan sendiri. Makanan yang Bulik siapkan jadinya nggak kemakan." Damayanti memajukan bibirnya."Tenang Bulik, nanti pasti dimakan, kok. Saya punya banyak pasukan di sini. Tinggal manggil, mereka pasti datang apalagi kalau mendengar ada banyak makanan." Fandra mengedipkan mata ke arah Catra yang sedang berbincang dengan Rahmat
Happy Reading*****Mengikuti arah pandang sang pujaan, Fandra melihat seseorang anak perempuan yang sedang menari dengan bahagianya walau sendirian. "Sebentar, aku tanya dia.""Aku ikut," kata Wening dan Silvia. Rahmat dan Catra juga mengekor.Mendekati gadis cilik itu, Fandra dan Wening berjongkok. "Sayang kenapa main sendirian," tanya Wening."Teman-teman yang lain lagi seru main bareng-bareng. Ayo, kita gabung bersama yang lain," tambah Fandra."Aku nggak papa di sini saja, Om. Sendirian saja sudah bahagia kok, aku nggak mau diolok-olok sama mereka semua. Mending aku main sendiri."Wening dan Fandra saling pandang. Lalu, si gadis bertanya lagi, "Masalahnya apa sampai mereka mengolok-olok kamu."Gadis kecil itu mengngkat roknya setinggi lutut. Semua orang dewasa yang ada di dekatnya membelalakkan mata melihat banyaknya luka bernanah pada kaki si bocah."Karena aku kayak gini. Mereka jijik dan nggak mau main bareng." Raut wajah si kecil seketika berubah sedih. Matanya mulai mengemb
Happy Reading*****Tanpa berniat membalas pesan yang dikirimkan oleh Fahri, Wening membaca chat tersebut.Sebuah foto dengan latar belakang pantai dan batu karang terlihat. "Aku datang ke sini lagi tanpamu. Rasanya sangat aneh. Tidak seperti setahun lalu ketika bersamamu. Apa kabarmu, Sayang?"Wening menghela napas panjang membaca chat yang dikirimkan sang mantan. Foto pantai yang dikirimkan oleh Fahri adalah tempat yang paling sering dikunjungi oleh keduanya. Terakhir mereka akan pergi ke pantai tersebut, tetapi Fahri membatalkannya tanpa alasan.Diam-diam, Fandra menyadari perubahan wajah Wening yang semula terlihat bahagia menjadi galau."Mbak, ada apa?" tanya Fandra. "Hmm," ucap Wening. Mencoba menyembunyikan ponsel ke dalam sakunya kembali. "Ada apa, Dek?"Catra dan Silvia melongo mendengar panggilan Wening pada Fandra. Sementara orang yang dipanggil malah senyum-senyum sendiri dan terkesan sangat menikmati sebutan baru untuknya. "Mbak, nggak salah manggil Fandra, Adek?" tanya
Happy Reading*****Langkah kaki Wening terhenti. Dia diam mematung dan semakin yakinlah Fandra jika panggilan di ponsel si gadis berasal dari Fahri. "Kenapa nggak diangkat? Apa Mbak Ning masih punya perasaan pada saudaraku itu?"Jawaban Wening adalah dengan menggelengkan kepala. Dia kemudian merogoh saku gamisnya dan mengeluarkan benda pipih pintar yang dia simpan."Angkat saja supaya kamu tahu apa yang dia inginkan," kata Wening. Tangan kanannya yang menggenggam ponsel dia julurkan pada Fandra.Si lelaki melanjutkan langkah kakinya. Wening terpaksa mengikuti. Ponselnya terus saja berdering tanpa henti."Dek, kamu marah?" Setengah berlari, gadis itu menyejajari langkah Fahri."Nggak." Fandra menoleh pada sang gadis. "Cuma berpikir saja, mengapa Mas Fahri masih menelpon Mbak Ning.""Nggak tahu, tapi aku nggak pernah menanggapi. Tadi saja, dia ngirim foto sama chat nggak jelas."Fandra menghentikan langkahnya lagi padahal mereka sudah sangat dekat dengan Silvia dan Catra yang sedang b
Happy Reading*****Masih terkikik saat membaca pesan Fandra, pintu ruangan Wening diketuk. Terpaksa perempuan itu meminta sang pengetuk untuk masuk. Suara kenop pintu diputar ke bawah membuat Wening menatap dan menghentikan tawa. Wajahnya menegang ketika mengetahui siapa lelaki yang ada di ambang pintu tersebut."Assalamualaikum, Sayang," kata lelaki berkemeja biru muda. "Waalaikumsalam." Wening menjawab dengan sangat lirih. Tentu saja dia sangat malas bertemu dengan lelaki itu. "Kamu tidak suka melihat kedatanganku? Sudah hampir tiga bulan, kita tidak bertemu. Tidakkah kamu merindukan aku?" Masuk dengan gaya khasnya, lelaki yang tak lain adalah Fahri. Langsung duduk di sofa dengan santai."Kalau ngomong yang bener. Untuk aku merindukanmu. Kita sudah tak ada hubungan apa pun. Ingat statusmu!" peringat Wening. Dia membuang muka ketika Fahri menatap intens dirinya.Wening sudah sangat jengkel melihat sang mantan kekasih. Lagaknya benar-benar memuakkan. Mengapa harus memanggil sayang
Happy Reading*****"Jangan aneh-aneh kalau bicara, Mas. Aku bukan istri atau kekasihmu sehingga kamu menyematkan kata selingkuh. Kamu sudah punya istri dan aku nggak pernah berselingkuh dengan siapa pun. Cabut kembali kata-katamu tadi. Jangan menyebarkan gosip yang nggak bener," ucap Wening meluruskan keadaannya. Gadis berjilbab dusty dengan gamis berwarna hitam tersebut kemudian menatap salah satu rekan kerjanya yang tadi berbincang. "Untuk kamu, Mas. Jangan suka mengatakan hal yang bukan ranahmu untuk menjelaskan. Permisi." Wening meninggalkan kedua lelaki itu.Fahri malah tersenyum melihat kemarahan Wening. Mungkin, pikirannya sudah bergeser atau dia sudah tidak waras. Jelas-jelas si gadis berjilbab sedang marah, tetapi mengapa saudaranya Fandra itu malah tertawa seperti orang yang bahagia."Kenapa Mbak Wening marah? Bukankah apa yang aku katakan tadi adalah kebenaran. Pak Ibra sendiri yang kemarin mengumumkan tentang pertunangan mereka. Aneh," gumam si lelaki. Menggaruk kepala y
Happy Reading*****Tak tahan dengan tatapan marah Wening, Fahri tersenyum. "Sayang, jangan takut. Aku tidak marah asal kamu membatalkan lamaran dia," tunjuknya pada Ibra.Ramadan dan Ibra serempak menatap Fahri. Aneh rasanya, seseorang yang sudah menikah dan memiliki pasangan masih berkata seperti itu pada seorang gadis."Diam!" ucap Wening keras. Wajahnya sudah memerah marah. Kata-kata Fahri sungguh sangat melecehkannya saat ini. "Jangan gila, kamu. Kita memang pernah memiliki hubungan, tapi sudah berakhir saat kamu bertunangan dengan Bu Wening. Apa kamu nggak ingat? Aku pernah meminta penjelasan saat itu, tapi kamu mengabaikan semuanya. Apa maumu sebenarnya, Ri? Aku bukan perempuan tangguh yang akan tetap tegar saat begitu banyak badai kamu berikan. Sekarang, saat aku sudah mulai bisa hidup dengan tenang dan mengikhlaskan semuanya, kamu datang merusak semua." Suara sedih dan menahan tangis tak lagi dapat disembunyikan oleh gadis tersebut. Tangannya bahkan sampai ikut bergetar. "Ap
Happy Reading***** Fandra menutup panggilannya dengan wajah cemberut. Wening menyadari perubahan suasana hati si lelaki. "Siapa yang menelepon? Kenapa harus berbohong? Apakah sudah sifatmu seperti itu?" tanya Wening."Bukan siapa-siapa. Aku terpaksa berbohong untuk melindungi perasaan Mbak Ning. Sekarang aku tahu, kenapa kamu tadi menangis. Pasti Mas Fahri datang ke garmen dan menemuimu, ya?"Makanan yang semula terasa enak dan lezat, mendadak hambar ketika pertanyaan Fandra terlontar begitu saja. Sang gadis bahkan meletakkan sendok serta garpunya. Dia benar-benar menghentikan kegiatan makan siangnya ketika mendengar nama Fahri. "Apa tebakanku benar? Apa dia menyakitimu lagi, Mbak?" Fandra mulai mendesak dengan segala pertanyaan. Melihat reaksi Wening yang akan menangis. Lelaki itu berdiri dan menarik sang pujaan ke dalam pelukannya. Merasa terlindungi, Wening melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Fandra. Tubuhnya mulai bergetar dan isakan itu terdengar oleh indera Fandra.