Happy Reading*****Tubuh Wening menegang, melirik lelaki di sebelahnya yang malah tersenyum tanpa rasa takut sama sekali. "Menurut, Mas? Kegiatan apa yang paling sering dilakukan oleh sepasang insan berbeda jenis dalam satu kamar yang hanya ada kami berdua." Fandra menarik pergelangan tangan si gadis yang sudah terlepas tadi. merengkuh kembali dalam pelukannya. Tatapan Fahri begitu tajam menghunus jantung Wening, tetapi elusan tangan Fandra di kepala membuat gadis itu tidak merasa takut sama sekali. Wening menyembunyikan diri di balik dada bidang Fandra. Sepertinya, seluruh tubuh lelaki itu akan menjadi tempat favorit si gadis untuk menenangkan diri. Wening teringat jika sebelum ini, dia memeluk pinggang si lelaki dan sekarang berakhir di kamar."Mungkinkah aku tertidur saat memeluknya tadi," pikir Wening dalam hati. "Kamu tidak pantas berhubungan dengan Wening, Dik," kata Fahri, "kamu bisa mendapatkan gadis yang lebih baik dari dia. Tidak masalah jika kalian sudah melakukan hub
Happy Reading*****Wening terpaksa kembali ke kamar yang tadi dia tempati dengan menutup pintu sangat hati-hati. Setelahnya, dia duduk di meja rias. Di samping ranjang. Teringat kembali perkataan Fandra yang melarangnya untuk keluar sebelum lelaki itu menjemput ke kamar lagi."Apa maksud perkataan Fandra dan Fahri tadi? Mungkinkah mereka sebenarnya bukan saudara atau bagaimana? Ya Allah, beri hamba petunjuk. Apakah jalan yang sudah hamba pilih ini benar dengan menerima Fandra dalam hidup hamba," dia Wening di kamar itu.Lelah dengan apa yang dia pikirkan karena tidak menemukan jawaban, Wening menuju kamar mandi. Mencoba mendinginkan kepala dengan mandi, si gadis mendapati semua barang-barang yang ada di sana ada dua jenis. Satu jenis untuk dipakai lelaki dan barang-barang lainnya adalah peralatan mandi yang sering digunakan Wening. Sabun, shampo dan segala produk kecantikan lainnya adalah barang-barang yang dipakainya sehari-hari."Fandra yang aneh. Kenapa dia bisa tahu aku memakai s
Happy Reading*****"Mbak, kenapa keluar? Padahal adek sudah pesen, jangan keluar kamar sampai adek datang menjemput," kata Fandra mencoba mengalihkan semua perkataan Fahri yang mungkin Wening dengar tadi.Si gadis masih menatap Fandra dan Fahri bergantian. Paling sinis ketika melihat sang mantan, semua keributan hari ini terjadi karena ulahnya. "Jahat," kata Wening yang terdengar jelas oleh kedua bersaudara itu. "Mengapa kamu masih terus menggangguku, Mas. Aku sudah memaafkan semua kesalahan dan rasa sakit yang kamu berikan bahkan aku sudah ikhlas melepasmu menikah dengan Tiara." Suara si gadis mulai bergetar, kedua kelopak mata dipenuhi embun tebal. Fandra jelas tidak akan membiarkan Wening sekali lagi menangis. Lelaki itu menggenggam tangan Wening dan menuntunnya untuk kembali ke kamar.Namun, baru dua langkah si gadis berhenti dan berbalik. "Biarkan aku mendengar apa yang sebenarnya dia inginkan, Dik. Mau sampai kapan Mas Fahri akan menyakitiku?" Tatapan Wening mengarah tajam p
Happy Reading*****Wening merenung sambil menonton televisi, tak sadar jika Fandra sudah duduk di sebelahnya. "Nonton apa sampai bengong gitu?" Fandra menyentuh lengan si gadis tanpa menyentuh kulit karena pakaian yang dikenakan Wening membungkus seluruh tubuhnya."Hah?" tanya Wening. Langsung mengubah posisi duduk menyamping sehingga wajahnya berhadapan dengan Fandra. "Kapan adek duduk sini?""Serius banget nontonnya sampai nggak tahu aku sudah duduk di sini." Fandra tersenyum ramah. "Ngelamunin apa coba sampai bengong gitu?""Nggak melamun, cuma lagi mikir saja." Wening berusaha mengubah posisi duduknya lebih nyaman."Mikir apa? Tentang Mas Fahri lagi?" Fandra akan mengambil jemari tangan Wening untuk disatukan dengan jemarinya, tetapi si gadis mengelak. Lelaki itupun tersenyum kecut, berusaha tak kecewa saat ditolak.Menggelengkan kepala dengan cepat. "Kenapa mikirnya ke dia terus? Aku malah mikir kamu." "Kenapa sama adek?" Fandra memainkan kedua alisnya. "Aku baik-baik saja, Mb
Happy Reading*****"Mbak yakin nggak masalah kalau adek yang angkat panggilannya?" tanya Fandra mengulang kalimat yang sempat dia tanyakan tadi."Nggak masalah. Katakan saja kalau aku sedang di kamar mandi atau apalah. Dia juga nggak bakalan tahu kalau kamu yang mengangkat telponnya." "Siap, laksanakan." Fandra memegang benda pipih pintar milik Wening dan menggulirkan ikon hijau telepon ke atas. "Halo," sapanya pada si penelepon."Halo, kalau boleh tahu ini siapa?" tanya seseorang di sebrang sana yang tak lain adalah Tiara. "Ponsel ini, miliknya Wening, kan?""Benar. Apakah ibu sedang mencari Mbak Wening?" Fandra sengaja berpura-pura tidak mengenal kakak iparnya. Padahal saat ini, dia tengah tersenyum sangat manis pada sang pujaan."Jelas saya mencari Wening, dia kan pemilik HP ini. Siapa, sih, kamu? Pacarnya?" Suara Tiara sedikit meninggi dibandingkan tadi."Gitu, ya?" Fandra menampilkan deretan gigi putihnya. Pada gadis yang masih setia duduk di sebelahnya. "Saya bukan pacarnya,
Happy Reading*****Rahmat menatap Wening, demikian juga Damayanti. Baru kali ini, mereka melihat kemarahan dalam diri Fandra. Sosok lelaki yang tak sekalipun pernah terlihat kemarahan pada wajahnya. Kini, seperti menahan geram.Ingin sekali bertanya, siapa gerangan orang yang dimaksud oleh Fandra. Namun, melihat amarah dalam diri Fandra. Wening menyimpan semua pertanyaan tersebut."Lalu, kamu antar ke mana?" tanya Fandra. Nada suaranya mulai merendah. "Beliau memberikan alamat rumah yang ditinggali, Mas.""Ya, sudah. Pastikan dia baik-baik saja dan ada yang menjaga di rumah itu. Segera antar Silvia pulang setelahnya." Fandra menutup panggilannya pada Catra dengan salam.Menatap seluruh keluarga Wening yang terlihat tegang. Fandra tersenyum. "Maaf, jika ada perkataan kasar saya tadi. Ada sesuatu yang membuat saya melakukannya, Paklik," kata Fandra, "Catra sedang mengantar salah satu saudara saya. Jadi, dia sedikit terlambat mengantar Silvia padahal mereka sudah selesai belanja sejak
Happy Reading*****Wening terdiam, tetapi hatinya bergejolak hebat. Saat ini, Rahmat sudah bereaksi seakan menolak Fandra. Lantas, bagaimana keluarganya?Jelas, Mahmud dan Fatimah akan bereaksi lebih keras lagi. Membayangkan hal itu, kepala Wening tiba-tiba berputar hebat. "Fandra itu beda dengan saudaranya, Paklik. Wening tahu betul bagaimana sikap dan sifat keduanya yang sangat berbeda. Fahri lebih ambisius, sedangkan Fandra adalah tipe ikhlas dan sabar," jawab Wening setelah cukup lama berpikir."Kalau kamu yakin dengan pilihanmu, Paklik manut saja, Mbak," kata Rahmat, "dilihat dari sikap dan tingkahnya pas liburan kemarin, Paklik yakin dia tipe lelaki yang penyabar dan penyayang.""Emang, Pak. Fandra itu penyayang, semua karyawan kafe diperlakukan seperti saudara dan keluarga. Kata Catra, dia tidak pernah mau dipanggil Pak atau diistimewakan saat ada di garmen. Justru dengan sikapnya yang seperti itu, Fandra banyak meraih simpati dari karyawannya," tambah Silvia."Wis, pokokmen.
Happy Reading*****Silvia diam mematung karena sang pemilik rumah yaitu Mahmud dan Fatimah sudah keluar diikuti oleh kedua saudara Wening. Orang tuanya juga terlihat di samping orang tua sang pemilik hajat. "Ada apa ini ribut-ribut?" Mahmud menatap pada Fandra. Sebelum duduk, semua orang menjadi tegang. Tatapan mereka mengarah pada Fandra sebagai tamu karena belum mengenal anggota keluarga yang lain. Rahmat bahkan sudah berbisik pada putrinya, menanyakan apa gerangan yang terjadi. "Saya minta maaf, Pak. Terjadi kesalahpahaman sedikit dengan kakak ipar saya," jelas Fandra."Oh," jawab Fatimah. Dia sudah melirik perempuan yang dikatakan ipar oleh Fandra. Berkata dalam hati jika wajahnya sangat menakutkan. "Silakan duduk. Saya akan panggilkan putri kami.""Fan, Ibu tidak akan duduk sebelum kamu menjelaskan siapa sebenarnya gadis yang akan kamu lapar ini. Kakak iparmu tidak mungkin berkata sembarangan dan menuduh seseorang seenaknya tanpa ada kejadian dan fakta yang dia ketahui." Kar
Happy Reading*****Fandra membawa istrinya ke pelaminan. Sambil menunggu dokter datang, Wening memaksa untuk tetap berada di acara tersebut demi menghormati para tamu. Acara demi acara pun berlangsung walau tak sesuai dengan jadwal dan susunan yang sudah dibuat."Yang, sebaiknya kamu istirahat di kamar saja. Nggak papa, kok," kata Fandra."Nggak papa, Yang. Nggak enak sama tamu-tamu yang sudah kita undang.""Tapi wajahmu pucat sekali."Saat itu juga suara MC yang mengatakan bahwa sudah waktunya mereka berdua untuk berdansa. Membuat Wening berdiri."Yang, kalau nggak kuat jangan dipaksa." Fandra benar-benar cemas dengan keadaan istrinya. Senyum itu ditampilkan Wening demi semua orang. Padahal kondisinya benar-benar buruk saat ini. "Jadi, kamu nggak mau kita berdansa berdua?" "Bukan begitu, tapi kesehatanmu sedang terganggu.""Nggak papa. Ayo," ucap Wening.Bergerak mengikuti alunan musik, Wening tampak bahagia. Seluruh tamu undangan menatap ke arah kedua pasangan itu. Semakin lama,
Happy Reading*****Fahri mengusap lembut tangan sang istri. "Kita hadapi bersama ujian ini," ujarnya.Tiara mengangguk dan tersenyum ke arah Wening. "Dokter mengatakan aku memiliki kista yang cukup besar sehingga menyebabkan sulit mendapatkan keturunan. Tolong maafkan semua salahku selama ini, Ning. Aku sudah mencurigaimu tanpa alasan. Mungkin dengan kata maafmu, bisa membantu mengurangi sakit yang aku derita."Terenyuh, Wening melepaskan pegangan tangannya dari sang suami. Lalu, menangkupkan tangan kanannya pada telapak tangan Tiara. "Kita manusia biasa. Tempatnya salah dan khilaf. Jauh sebelum Bu Tiara minta maaf, saya sudah memaafkan dan melupakan kejadian nggak mengenakkan di masa lalu." Perempuan di samping Fandra itupun tersenyum."Kalau sudah memaafkan kenapa masih memanggilku Ibu? Kita kan saudara ipar sekarang," jawab Tiara. Senyumnya lebih tampak daripada tadi."Bener kata Mbak Tiara, Yang. Jangan panggil dia ibu, panggil saja Mbak. Sama seperti aku memanggilnya," kata Fand
Happy Reading*****Tak banyak pertanyaan, Wening mengikuti perintah sang suami. Membersihkan diri cuma dengan berwudu. Lalu, keduanya berangkat ke rumah sakit yang katakan oleh Catra. Sesampainya di parkiran rumah sakit, Fandra meminta sang istri turun. "Sayang, aku harap kamu nggak kecewa karena malam pertama kita gagal," kata sang suami. "Ish, jangan bahas itu. Aku malu."Tawa Fandra menggema di lorong rumah sakit. "Sebenarnya, kita mau menjenguk siapa?" "Silvia, dia terpeleset di kamar mandi dan sekarang perutnya terasa sakit. Kata Catra, kemungkinan besar Silvia kontraksi. Entah mengapa, sejak tadi dia mencarimu.""Eh, kenapa mencariku?""Si janin ngidam pengen ditungguin tantenya kali." Fandra menampilkan deretan gigi putihnya. Setelah tadi cukup tegang mendengar kabar dari Catra. "Awas saja kalau ini cma akal-akalannya Silvia sama Catra." Wening menghela napas kesal.Fandra meraih perempuan yang sangat dicintanya itu ke pelukan. "Kita akan menghukum mereka jika sampai ha i
Happy Reading*****Jawaban terkejut Wening membuat Fandra sudah mengangkatnya ke ranjang. Lelaki itu kini berada tepat di atas sang istri. "Yang, buka mata, dong."Perlahan, Wening membuka mata. Tangan Fandra menyusuri wajah yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. "Buka jilbabnya, ya. Aku pengen lihat," kata si bos lirih. Lagi-lagi, Wening tidak bisa mengeluarkan suara untuk memprotes permintaan sang suami."Masya Allah, persis seperti yang aku impikan selama ini. Rambut panjang dan berwarna hitam," ucap Fandra. Matanya mulai berkabut dan entah siapa yang memulai, keduanya larut dalam ciuman memabukkan. Wening berusaha melepas himpitan sang suami. Tangannya memberi kode pukulan ringan supaya bibir Fandra segera menjauh karena dia mulai kekurangan pasokan oksigen.Melepas pagutannya, Fandra tersenyum penuh kemenangan. "Manis sekali. Akan jadi tempat favoritku nantinya." Telunjuk kanannya bergerak mengusap bibir sang istri penuh gairah.Napas Wening memburu. Dia hampir tid
Happy Reading*****"Tapi," ucap Wening. Suaranya bergetar seperti orang ketakutan. "Nggak apa-apa. Mungkin, dia ingin mengucapkan selamat pada kita," bisik Fandra pada sang istri. Lelaki yang tak lain adalah Anshori, berjalan mendekati pasangan yang tengah berbahagia itu. Bersama seorang perempuan dan Widi yang menggendong adik bayinya. Tangan kanan rekan kerja Fandra terulur padanya. "Selamat Pak Fandra. Akhirnya bisa menikah dengan pujaan hatinya," ucap Anshori. Fandra tersenyum. "Terim kasih, Pak. Sudah menjaga jodoh saya dengan sangat baik," balas si pengantin pria. Anshori tak menjawab perkataan rekan kerjanya, dia langsung melepaskan jabatan mereka. Lelaki itu kini beralih akan menyalami Wening, tetapi tangan Fandra bergerak lebih cepat sehingga mereka bersalaman kembali. "Wening sudah menjadi istriku. Jadi, jangan coba-coba untuk menyentuhnya walaupun dengan alsan bersalaman." Fandra menatap Anshori penuh ancaman dan peringatan. Anshori menaikkan sebelah bibirnya, menc
Happy Reading*****Senyum lelaki yang memakai pakaian senada dengan Wening tercetak jelas. Perempuan berjilbab itu menatap sekelilingnya. Catra, Akbar, Fatur, Mahmud dan keluarga lainnya ada di belakang lelaki yang tadi membacakan doa pengantin untuknya."Pak," panggil Wening pada Mahmud. "Kenapa bisa?"Mahmud tersenyum, lalu menganggukkan kepala. "Tanyakan padanya. Bapak nggak bisa cerita apa-apa.""Ngobrol sama suamimu, Dik," kata Fatur, "ayo, Pak. Di bawah banyak tamu yang menunggu."Seluruh keluarga meninggalkan dua orang yang baru saja resmi menjadi pasangan halal. Silvia bahkan sengaja menyenggol tubuh Wening, menyebabkan perempuan itu terhuyung ke depan. Sang suami segera menahan bobot tubuhnya dengan gesit."Nakal," ucap suami Wening. Silvia menjulurkan lidah. Sangat canggung, tubuh Wening menegang ketika sentuhan tangan sang suami menempel di bahunya.Lelaki itu menutup pintu dengan kaki kanannya. Merengkuh sang istri untuk duduk di tepian ranjang. Dia sendiri, kemudian men
Happy Reading***** Selesai salat Subuh, Wening sudah didandani oleh seorang perias. Nanti, tepat pukul tujuh, pengucapan akad oleh duda dua anak itu akan dilakukan. Widi bahkan sejak semalam sudah menginap di rumahnya. Walau gadis ABG itu tidak setuju dengan keputusan Wening tetap menikah dengan papanya, tetapi dia juga tidak bisa berbuat apa pun juga.Wening diam seribu bahasa ketika wajahnya mulai dipoles oleh sang perias. Sejak semalam, tidurnya tidak tenang sama sekali. Salat subuh pun, bayangan wajah Fandra berseliweran. Istigfar, selawat, zikir-zikir penenang hati sudah dia rapalkan. Namun, hatinya tetap tidak tenang. Si gadis selalu mengingat wajah Fandra. Sekarang pun, saat matanya terpejam, senyum si bos muda hadir begitu saja."Kamu itu kenapa sih, Dek. Kok selalu saja menggangguku," kata Wening."Mbak, ngomong apa?" tanya si perias. Dia terkejut ketika Wening mengeluarkan kalimat-kalimat aneh. Membuka mata, si gadis yang sebentar lagi berganti status tersebut tersenyum.
Happy Reading*****Catra menghela napas panjang. Setelah berkata supaya Fandra tidak datang ke pernikahannya besok, sng gadis berlalu begitu saja meninggalkan adik iparnya. "Dia siapa, Mas?" tanya pengacara di kantor Fandra."Dia calon istrinya Pak Anshori. Dia juga Mbak tersayangnya Mas Bos. Bapak tahu kan, kenapa mas bos sampai sekarang menjomblo. Ya, semua karena menunggu dan mencari Mbak Ning," jelas Catra.Pengacara yang hampir dua tahun ini bekerja dengan Fandra, manggut-manggut. Sekarang, dia tahu mengapa si bos tampan dan mapan itu tidak pernah mau dekat dengan seorang perempuan sekalipun banyak yang mendekati. Tahu juga, mengapa bosnya itu selalu menyebut nama Mbak tersayang. "Cantik dan terlihat sangat pinter," puji legal hukum yang bekerja di kantor Fandra. "Jangan sampai mengatakan hal demikian di depan Mas Bos, Pak. Bisa kena semprot sama bogeman nanti," peringat Catra. Keduanya lantas menuju ruangan Anshori karena sudah ditunggu oleh Fandra. Tanpa mengetuk pintu Cat
Happy Reading*****Sejak kejadian itu, Fandra tak pernah mau untuk pulang ke Malang maupun Banyuwangi. Dia ingin menetap di daerah sama yang ditinggali Wening, meski sang pujaan akan bersatus sebagai nyonya Anshori. Catra, terpaksa mengikuti bosnya tinggal di pulau garam, tetapi seminggu sekali lelaki itu akan pulang ke rumahnya menjenguk sang istri. "Mas, hari ini ada jadwal ketemu sama Pak Anshori untuk pembukaan kafe baru bersama anaknya yang cewek itu. Mas bos sendiri yang datang atau aku wakili?" Catra masuk ke ruangan Fandra saat lelaki itu tengah termenung menatap pantai dengan deburan ombaknya.Menoleh, Fandra tersenyum pada sng asisten. "Biarkan aku saja yang ketemu sama dia. Sekalian mau mengucapkan selamat. Bukankah besok, dia akan menikah sama Mbak tersayangku?""Mas," panggil Catra, "bisakah melupakan Mbak Wening dan mulai buka hatimu untuk cewek lain?"Fandra menggeleng, "Nggak bisa, Cat. Hatiku sudah diisi sepenuhnya oleh Wening. Sampai kapan pun, cinta ini tetap unt