Happy Reading*****"Jangan aneh-aneh kalau bicara, Mas. Aku bukan istri atau kekasihmu sehingga kamu menyematkan kata selingkuh. Kamu sudah punya istri dan aku nggak pernah berselingkuh dengan siapa pun. Cabut kembali kata-katamu tadi. Jangan menyebarkan gosip yang nggak bener," ucap Wening meluruskan keadaannya. Gadis berjilbab dusty dengan gamis berwarna hitam tersebut kemudian menatap salah satu rekan kerjanya yang tadi berbincang. "Untuk kamu, Mas. Jangan suka mengatakan hal yang bukan ranahmu untuk menjelaskan. Permisi." Wening meninggalkan kedua lelaki itu.Fahri malah tersenyum melihat kemarahan Wening. Mungkin, pikirannya sudah bergeser atau dia sudah tidak waras. Jelas-jelas si gadis berjilbab sedang marah, tetapi mengapa saudaranya Fandra itu malah tertawa seperti orang yang bahagia."Kenapa Mbak Wening marah? Bukankah apa yang aku katakan tadi adalah kebenaran. Pak Ibra sendiri yang kemarin mengumumkan tentang pertunangan mereka. Aneh," gumam si lelaki. Menggaruk kepala y
Happy Reading*****Tak tahan dengan tatapan marah Wening, Fahri tersenyum. "Sayang, jangan takut. Aku tidak marah asal kamu membatalkan lamaran dia," tunjuknya pada Ibra.Ramadan dan Ibra serempak menatap Fahri. Aneh rasanya, seseorang yang sudah menikah dan memiliki pasangan masih berkata seperti itu pada seorang gadis."Diam!" ucap Wening keras. Wajahnya sudah memerah marah. Kata-kata Fahri sungguh sangat melecehkannya saat ini. "Jangan gila, kamu. Kita memang pernah memiliki hubungan, tapi sudah berakhir saat kamu bertunangan dengan Bu Wening. Apa kamu nggak ingat? Aku pernah meminta penjelasan saat itu, tapi kamu mengabaikan semuanya. Apa maumu sebenarnya, Ri? Aku bukan perempuan tangguh yang akan tetap tegar saat begitu banyak badai kamu berikan. Sekarang, saat aku sudah mulai bisa hidup dengan tenang dan mengikhlaskan semuanya, kamu datang merusak semua." Suara sedih dan menahan tangis tak lagi dapat disembunyikan oleh gadis tersebut. Tangannya bahkan sampai ikut bergetar. "Ap
Happy Reading***** Fandra menutup panggilannya dengan wajah cemberut. Wening menyadari perubahan suasana hati si lelaki. "Siapa yang menelepon? Kenapa harus berbohong? Apakah sudah sifatmu seperti itu?" tanya Wening."Bukan siapa-siapa. Aku terpaksa berbohong untuk melindungi perasaan Mbak Ning. Sekarang aku tahu, kenapa kamu tadi menangis. Pasti Mas Fahri datang ke garmen dan menemuimu, ya?"Makanan yang semula terasa enak dan lezat, mendadak hambar ketika pertanyaan Fandra terlontar begitu saja. Sang gadis bahkan meletakkan sendok serta garpunya. Dia benar-benar menghentikan kegiatan makan siangnya ketika mendengar nama Fahri. "Apa tebakanku benar? Apa dia menyakitimu lagi, Mbak?" Fandra mulai mendesak dengan segala pertanyaan. Melihat reaksi Wening yang akan menangis. Lelaki itu berdiri dan menarik sang pujaan ke dalam pelukannya. Merasa terlindungi, Wening melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Fandra. Tubuhnya mulai bergetar dan isakan itu terdengar oleh indera Fandra.
Happy Reading*****Tubuh Wening menegang, melirik lelaki di sebelahnya yang malah tersenyum tanpa rasa takut sama sekali. "Menurut, Mas? Kegiatan apa yang paling sering dilakukan oleh sepasang insan berbeda jenis dalam satu kamar yang hanya ada kami berdua." Fandra menarik pergelangan tangan si gadis yang sudah terlepas tadi. merengkuh kembali dalam pelukannya. Tatapan Fahri begitu tajam menghunus jantung Wening, tetapi elusan tangan Fandra di kepala membuat gadis itu tidak merasa takut sama sekali. Wening menyembunyikan diri di balik dada bidang Fandra. Sepertinya, seluruh tubuh lelaki itu akan menjadi tempat favorit si gadis untuk menenangkan diri. Wening teringat jika sebelum ini, dia memeluk pinggang si lelaki dan sekarang berakhir di kamar."Mungkinkah aku tertidur saat memeluknya tadi," pikir Wening dalam hati. "Kamu tidak pantas berhubungan dengan Wening, Dik," kata Fahri, "kamu bisa mendapatkan gadis yang lebih baik dari dia. Tidak masalah jika kalian sudah melakukan hub
Happy Reading*****Wening terpaksa kembali ke kamar yang tadi dia tempati dengan menutup pintu sangat hati-hati. Setelahnya, dia duduk di meja rias. Di samping ranjang. Teringat kembali perkataan Fandra yang melarangnya untuk keluar sebelum lelaki itu menjemput ke kamar lagi."Apa maksud perkataan Fandra dan Fahri tadi? Mungkinkah mereka sebenarnya bukan saudara atau bagaimana? Ya Allah, beri hamba petunjuk. Apakah jalan yang sudah hamba pilih ini benar dengan menerima Fandra dalam hidup hamba," dia Wening di kamar itu.Lelah dengan apa yang dia pikirkan karena tidak menemukan jawaban, Wening menuju kamar mandi. Mencoba mendinginkan kepala dengan mandi, si gadis mendapati semua barang-barang yang ada di sana ada dua jenis. Satu jenis untuk dipakai lelaki dan barang-barang lainnya adalah peralatan mandi yang sering digunakan Wening. Sabun, shampo dan segala produk kecantikan lainnya adalah barang-barang yang dipakainya sehari-hari."Fandra yang aneh. Kenapa dia bisa tahu aku memakai s
Happy Reading*****"Mbak, kenapa keluar? Padahal adek sudah pesen, jangan keluar kamar sampai adek datang menjemput," kata Fandra mencoba mengalihkan semua perkataan Fahri yang mungkin Wening dengar tadi.Si gadis masih menatap Fandra dan Fahri bergantian. Paling sinis ketika melihat sang mantan, semua keributan hari ini terjadi karena ulahnya. "Jahat," kata Wening yang terdengar jelas oleh kedua bersaudara itu. "Mengapa kamu masih terus menggangguku, Mas. Aku sudah memaafkan semua kesalahan dan rasa sakit yang kamu berikan bahkan aku sudah ikhlas melepasmu menikah dengan Tiara." Suara si gadis mulai bergetar, kedua kelopak mata dipenuhi embun tebal. Fandra jelas tidak akan membiarkan Wening sekali lagi menangis. Lelaki itu menggenggam tangan Wening dan menuntunnya untuk kembali ke kamar.Namun, baru dua langkah si gadis berhenti dan berbalik. "Biarkan aku mendengar apa yang sebenarnya dia inginkan, Dik. Mau sampai kapan Mas Fahri akan menyakitiku?" Tatapan Wening mengarah tajam p
Happy Reading*****Wening merenung sambil menonton televisi, tak sadar jika Fandra sudah duduk di sebelahnya. "Nonton apa sampai bengong gitu?" Fandra menyentuh lengan si gadis tanpa menyentuh kulit karena pakaian yang dikenakan Wening membungkus seluruh tubuhnya."Hah?" tanya Wening. Langsung mengubah posisi duduk menyamping sehingga wajahnya berhadapan dengan Fandra. "Kapan adek duduk sini?""Serius banget nontonnya sampai nggak tahu aku sudah duduk di sini." Fandra tersenyum ramah. "Ngelamunin apa coba sampai bengong gitu?""Nggak melamun, cuma lagi mikir saja." Wening berusaha mengubah posisi duduknya lebih nyaman."Mikir apa? Tentang Mas Fahri lagi?" Fandra akan mengambil jemari tangan Wening untuk disatukan dengan jemarinya, tetapi si gadis mengelak. Lelaki itupun tersenyum kecut, berusaha tak kecewa saat ditolak.Menggelengkan kepala dengan cepat. "Kenapa mikirnya ke dia terus? Aku malah mikir kamu." "Kenapa sama adek?" Fandra memainkan kedua alisnya. "Aku baik-baik saja, Mb
Happy Reading*****"Mbak yakin nggak masalah kalau adek yang angkat panggilannya?" tanya Fandra mengulang kalimat yang sempat dia tanyakan tadi."Nggak masalah. Katakan saja kalau aku sedang di kamar mandi atau apalah. Dia juga nggak bakalan tahu kalau kamu yang mengangkat telponnya." "Siap, laksanakan." Fandra memegang benda pipih pintar milik Wening dan menggulirkan ikon hijau telepon ke atas. "Halo," sapanya pada si penelepon."Halo, kalau boleh tahu ini siapa?" tanya seseorang di sebrang sana yang tak lain adalah Tiara. "Ponsel ini, miliknya Wening, kan?""Benar. Apakah ibu sedang mencari Mbak Wening?" Fandra sengaja berpura-pura tidak mengenal kakak iparnya. Padahal saat ini, dia tengah tersenyum sangat manis pada sang pujaan."Jelas saya mencari Wening, dia kan pemilik HP ini. Siapa, sih, kamu? Pacarnya?" Suara Tiara sedikit meninggi dibandingkan tadi."Gitu, ya?" Fandra menampilkan deretan gigi putihnya. Pada gadis yang masih setia duduk di sebelahnya. "Saya bukan pacarnya,