“Dari dulu, aku tidak pernah keberatan untuk apa pun keinginan Anda, Pak Jun.” Senyum Fla masih seperti tadi, tidak berkurang, malah lebih lebar.Saat Jun ingin mengatakan bahwa dia berniat melakukan beberapa perubahan di kantor, Cosi muncul dengan tiba-tiba.“Jun, ayo pulang. Aku harus ke kantor dalam tiga puluh menit jika tidak ingin terlambat.”“Pak Jun akan pulang bersamaku, Bu.” Sangat sopan, Fla mengatakannya tanpa bertanya dulu pada Jun. Dia berinisiatif sendiri. Akan cocok bila dia dan Jun bersama, karena status mereka yang atasan dan bawahan. Sementara sangat tidak pantas jika kakak ipar perempuan terus menempel pada adik ipar laki-laki. Menurut Fla begitu.“Begitu, Jun?” Tidak serta merta langsung percaya, Cosi menatap Jun tanpa ekspresi apa pun yang bisa dimaknai oleh adik iparnya itu. Dia butuh jawaban.“Ya. Ada beberapa hal yang masih perlu kubicarakan dengan manajer Fla.” Membenarkan, Jun bukan sekedar ingin bicara, tapi dia merasa tidak nyaman jika sampai orang rumah me
Cosi menangis tanpa suara. Air matanya benar-benar membanjiri pipinya. Dia merasa bersalah. Tidak sekalipun menyalahkan Jun, apalagi Kun, karena telah jadi begini.“Cosi, tolong lakukan. Jangan buat aku semakin merasa bersalah padamu. Kita bisa buat aturan yang akan kita sepakati bersama. Harus adil. Ketiga belah pihak tak boleh merugi. Jika rugi, semua harus mendapat satu sama. Bagaimana?” Kun masih tetap tidak berhenti membujuk. Rasanya aneh, memang ini gila, tapi baginya lebih baik begini daripada bercerai atau membiarkan Cosi diam-diam melakukan seks dengan pria di luaran sana atau pria bayaran yang tidak jelas.Di sini, ada Jun yang tanpa berat hati bersedia menggantikan perannya, menutup rahasia dan ikut aturan mereka berdua.Kun tahu bahwa meski Cosi bersikeras akan menahan diri dan tidak jatuh ke rayuan di luar sana, tapi dia ragu. Setahun tidak disentuh, sementara Cosi hampir setiap hari berinteraksi di kantor dengan rekan pria, tidak serta merta meredam hasrat normalnya begi
Meski sudah tahu, tidak akan ada perubahan apa pun, jadi Jun tidak bertanya pada manajer Fla tentang Sidney Rubeus.“Manajer Fla, agendaku hari ini?” Jun merapikan dasinya, mungkin ini bukan dirinya yang biasa, sebab Tiska maupun Fla begitu terpana pada penampilannya hari ini.“Tidak ada agenda keluar, Pak. Biasanya Anda memeriksa sendiri ke dapur untuk memastikan bahwa bahan baku sesuai standar kualitas yang Anda inginkan,” jelas Fla sambil melirik Jun dengan senyum. Memang bagus sekali jika keadaan serba baru seperti ini.Fakta bahwa Jun adalah pemilik Hong-J tak bisa dibantah, tapi kenyataan lainnya lebih unik. Bos mereka tidak ingat apa pun. Semua berjalan seumpama hidup baru baginya. Seperti sudah diatur, tinggal menjalankannya saja.Namun sejauh ini, Fla tidak berniat mengambil kesempatan apa pun karena kondisi bosnya.“Hanya kau yang tahu soal keadaan Jun. Meski nantinya karyawan lain akan menyadari ketidakmampuan Jun dalam mengingat banyak hal, terutama kinerjanya yang lalu se
Para penghuni dapur bergerak cepat untuk membantu. Keadaan yang mulanya tegang, kembali tenang.Bagus sekali karena Jun bisa menyembunyikan raut wajahnya yang hampir tidak terkendali, saat semua orang mengerumuninya dan wanita itu.“Pak, Anda tidak apa-apa?”“Pak, sebaiknya Anda kembali ke ruangan saja dulu. Nanti bisa dilanjutkan kembali.”“Apa Anda mau kubuatkan kopi?” Segala pertanyaan dari orang-orang dapur membuat Jun merasa begitu diperhatikan. Entah dia terlalu naif, tapi koma dengan mimpi panjang seperti sebuah perjalanan hidup, seakan membuat perbedaan jelas dalam kepalanya.Di sini lebih menyenangkan. Sejauh ini.“Sid, sebaiknya kau ajak Pak Jun keluar dulu dari dapur.” Seorang pria tambun yang rupanya kepala atau pemimpin di dapur, memberi saran.Wanita itu mengangguk pelan, langsung setuju karena saran kepala dapur memang selalu didengarkan olehnya, selaku senior dan paman. “Sid, lenganmu berdarah.” Seorang pekerja dapur yang adalah pria muda, mengambil lengan wanita ber
Cosi tidak menginginkan kehadiran Kun, apalagi Tiska di pernikahannya bersama Jun. Rasanya terlalu memalukan disaksikan oleh suami sekaligus ibu mertuanya. Pada Kun, dia merasa bersalah karena seperti sedang mengkhianati pria itu. Pada Tiska, dia benar-benar tak tahu diri dengan mengambil kedua putra wanita penyayang itu secara sekaligus. Dia berdiam diri cukup lama setelah janji pernikahan terucap dari bibirnya. Dia juga sudah berganti pakaian dari gaun pernikahan, ke pakaian biasa. Berdiam diri di situ, menatap langit mendung, sampai akhirnya Jun menepuk pelan pundaknya. “Ayo, pulang.” Dan Cosi tidak perlu repot menjawab pertanyaan apa pun dari Jun, karena adik ipar, ah, maksudnya ... suami sekaligus apa sebutan tepatnya? Tidak mengajukan pertanyaan apa pun padanya. Mereka mendadak bisu. Bahkan sudah saling diam sejak perjalanan menuju ke tempat pernikahan mereka berlangsung. Seperti kembali ke hubungan mereka setahun lalu. Berbedanya, kini Cosi harus benar-benar bisa bebas me
Jun tidak menjawab. Perkataan manis tidak dibutuhkan oleh mereka. Hasrat dan naluri serta pemenuhan. Itu yang keduanya perlukan.Tidak ada kalimat penuh cinta dari Jun atau balasan akan hal itu dari Cosi.Jun datang mendekat untuk mencium. Sesuai apa yang diminta Cosi darinya.Cosi lebih membuat kewalahan daripada sebelumnya. Bahkan wanita itu sengaja menggesekkan perutnya di kejantanan Jun yang tegang dan menusuknya.“Jun, tolong lepaskan pakaianku.” Cosi meminta, dalam damba dan serak suaranya.Jun menurut. Menurunkan pandangan dan tangannya dari Cosi ke pakaian wanita itu. Mudah saja. Terusan Cosi langsung meluncur turun dalam sekali tarikan.Belum melepas kaus dan celana pendeknya, Jun menunggu aba-aba dari Cosi. Dia tidak akan bertindak, sebelum kakak iparnya itu memintanya melakukan sesuatu.Dalam sekejap, Jun sudah berhasil menelanjangi Cosi. Membiarkan dirinya menatap tubuh indah Cosi meski sudah melahirkan satu putra yang kini berusia empat tahun.Masih sangat bagus. Payudara
Jun tidak perlu bertanya ‘apa kau baik-baik saja?’ Atau ‘katakan jika kau merasa tidak nyaman’ pada Cosi. Permainan mereka bahkan belum dimulai.Bukan kekerasan yang akan coba diberikan oleh Jun, tapi permainan kasar yang mendominasi.Setelah menindih, Jun turun ke bawah. Membuka kedua kaki Cosi lebar-lebar dan menaikkan salah satu ke pundaknya. Desahan Cosi tertahan mana kala mulut Jun mencicipinya. Mendapatkan semuanya dalam sekali hisap.Minim suara. Tidak ada kalimat manis yang terlontar, sampai Cosi merasa resah sebab Jun cuma terus mengasarinya dengan mulut dan jari secara bergantian. Kapan penyatuan dimulai? Dia sungguh gelisah menunggu.“Jun, masuki aku. Kumohon.” Cosi menahan lengan Jun yang siap menggali lewat lidahnya lagi.Mereka saling tatap dalam kabut gairah dan hasrat membara. Deru napas yang menggebu dan tidak teratur berganti erangan akhirnya lepas, ketika Jun menyentak masuk tanpa hambatan. Cuma sedikit kesulitan diawal, sebab Cosi yang sudah lebih dari setahun tida
Memperhatikan Cosi yang tidurnya tidak cantik sama sekali, membuat Jun menahan tawa.Setelah lelah semalaman, Cosi akhirnya tumbang dengan kondisi hati senang bahkan tidak sempat membersihkan diri dari sisa seks panjang mereka.Dan lihatlah sekarang. Sepertinya, kualitas tidur Cosi meningkat beberapa persen. Terbukti dari nyenyaknya wanita itu tidur saat ini.Mulut sedikit terbuka, kedua tangan terentang lebar seperti ingin terbang, lalu kedua kaki yang bebas menendang ke sana kemari, sesekali.Jun bersabar ketika satu ranjangnya menjadi milik Cosi. Dia duduk ditepi, memperhatikan ‘istri’-nya tertidur.Kenikmatan yang didapatkan Cosi adalah kerja keras Jun. Tanpa keluhan, apalagi protes, dia mengikuti semua kemauan Cosi. Dengan begitu, rasa bersalah yang terus bersarang di dalam dirinya, perlahan-lahan terkikis.Turun dari tempat tidur, Jun pergi ke kamar mandi. Membiarkan tubuhnya tersiram di bawah tetesan air dingin pagi hari.Jun terkejut saat pintu tergeser ke samping. Cosi muncul
“Apa kau tidak lelah denganku, Jun?”Bukan lelah, malah Jun merasa tidak boleh mengenal apa itu lelah saat bersama Cosi. Hal itu justru menjadikannya seperti sekarang ini. Bahkan tanggungjawabnya terasa makin ringan dijalankan.“Jika aku lelah, aku yang memulai pasti akan mengakhiri. Tidak perlu alasan lain selain aku ingin menyerah. Namun tidak kulakukan. Itu artinya kau bisa menyimpulkan sendiri apa aku lelah denganmu atau tidak.” Jun berkata sambil menarik selimut untuk menutupi mereka bersama, tapi Cosi menahan tangannya.“Kau rindu padanya?”Jun terdiam sejenak, sampai akhirnya balik bertanya. “Sebelum kujawab. Aku ingin tahu, dari mana kau tahu bahwa aku sudah mengetahui tentang kunjunganmu ke rumah Sid?”Cosi menggenggam erat tangan Jun tanpa berani menatap mata pria itu, sebab dia takut jika nanti sampai melihat ekspresi Jun yang sedang membicarakan Sid. Raut wajah penuh kerinduan, tersiksa karena tidak bisa berjumpa.“Karena kau terlihat semakin kosong, Jun.”“Kau menebak?”Co
Cosi berhasil mengguncang Sid, sampai ke tulang-tulangnya. Wanita muda itu jatuh sakit keesokan harinya. Dalam keadaan hamil muda yang diketahui Matrix, dia dirawat di rumah sakit terdekat nyaris sepekan.Selama itu Sid terus mempertimbangkan banyak hal, segalanya. Meski Cosi datang dengan kabar yang sangat mengejutkan dirinya, apa dia berhak untuk merusak kebahagiaan pria yang dicintainya? Apa ini salah Jun? Tidak. Bahkan Jun tidak tahu menahu tentang benih di pertemuan terakhir yang ditanamkan telah menjadi calon bayi.Lalu, bagaimana dengan Cosi? Wanita itu menjadi tidak tenang setiap malam menjelang Jun masuk ke kamarnya. Dia cemas andai suami keduanya itu tahu tentang semua perbuatannya pada Sid.Namun dibalik rasa takutnya itu Cosi yakin, bahwa Sid tidak memiliki keberanian apa pun. Dia sudah mengancam akan mengupayakan segala cara jika Sid sampai berani bertindak untuk semua hal. Apa saja. Apa pun yang menyangkut tentang Jun adalah urusannya. Dia tidak ragu-ragu saat bertindak.
Sid suka berkebun di belakang rumah, setelah Matrix setiap pagi pergi berolahraga lari keluar masuk hutan.Dia sedang mual dan muntah saat Cosi muncul dengan raut wajah murung. Melihat Sid benar seperti foto yang dilihatnya dari Fla.Sid merasa tidak asing dengan wajah wanita dihadapannya. Namun tidak ingat pernah melihat, apalagi berinteraksi di mana dan kapan.Cepat-cepat membersihkan mulut dan mencuci wajahnya dari air yang mengalir di keran, Sid segera menegakkan tubuhnya untuk menghampiri Cosi dan menyapa dengan ramah.“Halo, Anda mencari—”Satu tamparan untuk Sid. Mendarat cepat dan kuat, hingga membuat wajah wanita itu sepenuhnya terlempar ke sisi arah samping.Telinga Sid yang berdenging seketika mengingatkannya pada siapa wanita yang rasanya tidak asing itu. Istrinya Kun Yongli. Kakak ipar dari pria yang dicintainya dan dicintainya.Tapi, kenapa?“Ternyata tidak rugi jauh-jauh aku datang ke sini.” Cosi mengepalkan tangan kanan yang tadi digunakan untuk menampar Sid. Meski gem
Sejak kapan ponsel Jun ada pada Cosi? Dan sejak kapan juga mereka boleh ikut campur sejauh itu antara satu sama lain?Sampai pada titik ini, sekalipun Jun belum pernah melanggar. Justru dia berusaha untuk menjauhi hal-hal yang bisa membuat kesepakatan jadi tidak bermakna lagi, jika salah satu dari mereka ada yang curang.Cosi menjadi satu-satunya pihak yang bermain curang, tidak aman.Jun membaca pesan balasan dari Sid. Sekilas, dari notifikasi.Sid: Hari-hariku tidak menyenangkan tanpa Anda, Pak Jun. Sejauh ini Ayah masih baik-baik saja. Aku rindu padamu.Menyimpan ponsel di sisi kanan yang bukan berarti aman, tapi tidak akan dijangkau Cosi lagi, Jun sekarang menghela napas nyaris teramat pelan.“Saatnya tidur, Cosi.”Ajaib. Cosi menurut. Namun tetap dalam posisi memunggungi Jun. Wanita hamil itu merajuk. Tentu saja.Kehilangan minat untuk membalas pesan dari Cosi, Jun memilih memejamkan mata. Ada alasan kenapa belakangan ini dia mulai memburu semua pekerjaan, bahkan siap menyelesaik
Dan setelah sekian lama rasanya, walau mungkin tidak selama dugaan mereka, Jun dan Kun berpelukan. Tidak berkata-kata. Hanya berpelukan dengan bergantian menepuk-nepuk punggung sebagai ciri khas para pria saat saling ingin memberikan dukungan satu sama lain.***Sid menangis keras dalam pelukan Jun. Harus berpisah. Dia dan ayahnya akan berangkat ke ujung dunia, besok. Negara yang jauh, desa terpencil.Dan rupanya Matrix tidak cuma sekedar memenuhi janjinya pada Kun, tapi memberitahu rahasia besar pada putrinya, pagi ini sebelum Sid pergi menemui Jun.“Karena aku adalah seorang peneliti, bukan hal yang mengejutkan bahwa aku tanpa sengaja terminum racun.Dan racun itu memicu kanker yang selama ini cukup pasif di dalam tubuhku, karena sebelumnya, aku bisa menanggulanginya berkat ilmu yang kupunya.Namun yang kali ini terlambat kusadari. Kankernya sudah menyebar ke seluruh tubuhku. Sulit kujelaskan padamu, sebab kau tidak turun ke duniaku. Yang ingin kuberitahukan adalah tentang hidupku y
Tidak ada kata menolak bagi Jun. Juga tidak perlu berpikir. Ini seperti sebuah keharusan. Tanggungjawab.Namun penting baginya untuk tidak melukai perasaan Kun.Lakukan cepat. Sebelum kakaknya kembali.Bibir dan pelukan mereka baru terlepas, ketika Kun masuk dengan terburu-buru. Terkesan menyimpan emosi.“Apa-apaan ini?” Kun meletakkan lembaran hasil tes ke pangkuan Cosi. “Bisa kalian jelaskan padaku?”Jun coba meraih kertas itu lebih dulu, tapi Cosi lebih cepat.“Ini salahku.”Kun dan Jun bersamaan menatap Cosi. Di benak mereka yang berbeda, pemikiran tertuju pada hal yang sama. Cosi melanggar kesepakatan.“Aku melarang Jun menggunakan pengaman. Biasanya, aku selalu minum pil pencegah kehamilan setelah melakukan hubungan. Namun beberapa waktu lalu, aku melupakannya.”Bukan lupa, tapi sengaja. Jun yakin itu. Namun dia akan diam saja sampai Kun mengambil keputusan. Kehamilan Cosi baru berusia satu minggu. Berarti artinya tidak lama setelah wanita itu mengungkapkan keinginan untuk memil
Fla bukan menghindari Jun, tapi memang begitu cemas andaikan atasannya itu kehilangan ‘minat’ padanya. Jaga jarak adalah cara teraman agar membuat suasana yang biasanya nyaman, menjadi canggung seketika.“Bisa tolong panggilkan Manajer Fla?” Jun membutuhkan wanita itu sekarang. Meminta salah satu karyawan lain agar memanggilkan Fla untuknya.“Ada yang bisa kubantu, Pak?” Harap dan cemas disingkirkan oleh Fla. Sikap profesional kerja harus diutamakan.Jun mengangkat wajah dari tatapannya pada dokumen dihadapannya. “Tidak biasanya kau begini. Atau mungkin saja aku yang keliru. Periksa laporanmu di sini. Temukan kesalahannya.”Fla melangkah lebih dekat ke mejanya Jun. Membungkukkan setengah tubuh dan memeriksa apa yang di maksud oleh pria itu.“Pak ... maaf. Ini kesalahanku. Akan kuperbaiki.”Jun mengangguk. Membiarkan Fla menarik laporan di mejanya dan dibawa pergi.Dugaan Fla berkata bahwa Jun sepertinya akan kembali menjadi atasan yang dikenalnya sebelum pria itu mengalami kecelakaan.
Tiba di rumah, Jun pikir semua orang pergi ke mana sepagi itu, rupanya Cosi ada di dapur sendirian.“Di mana ibu?”“Bersepeda keliling perumahan bersama El dan Kun.” Cosi tidak mengalihkan perhatiannya dari adonan untuk membuat pancake.Jun bersiap meninggalkan dapur, tapi ucapan Cosi menunda langkahnya.“Kemari dan ciumlah aku, Jun.” Cosi melepaskan fokus dari apa yang tadi dikerjakannya, berbalik tubuh kemudian bersandar dekat wastafel untuk menunggu.Jun menghampiri dalam sekejap. Cosi dengan cepat meraih wajah suami pemuasnya itu lebih dulu.“Oh, Jun. Aku merindukan bibir ini.” Segenap perasaan Cosi mencumbu dan menghisap.Awalnya Jun pasif, tapi ketika Cosi mulai meraba tubuhnya, dia terbawa hasrat menggebu yang sama besar. Setara, seimbang.“Bercintalah denganku, Jun.” Cosi berjinjit cuma untuk meminta hal itu selagi memberi bekas di leher sang suami pemuas.“Mereka akan kembali sebentar lagi.” Bukan alasan. Memang itu kenyataannya. Sekarang hampir jam delapan, Kun tidak mungkin
Itu ... benar.Jun tidak dapat mengendalikan dirinya saat tengah menghadapi tubuh Sid. Terlalu bebas dan menyenangkan.“Kau—maaf, Sidney aku ....”“Lanjutkan, Pak. Jangan berhenti karena Anda telah mengetahui bahwa aku masih perawan.”Jun menggeleng muram. “Aku telah merampasnya darimu. Harusnya kutanyakan—”“Jangan, Pak Jun. Jangan salahkan diri Anda. Aku yang menginginkan Anda. Aku ingin tidur dengan Anda. Siapa yang salah? Tidak ada. Kemarilah, Pak. Kumohon jangan berhenti. Satukan diri kita lagi. Seperti tadi.” Sid mengulurkan tangan, sebab Jun menjauh darinya. Jantungnya berdebar karena tidak ingin berpisah.Jun masih tertegun. Bajingan! Dia telah mengambil keperawanan Sid dengan santainya.“Pak Jun. Sayangku,” lirih Sid dengan keberanian yang diusahakannya sepenuh hati. Dia menyukai, bahkan sangat mencinta pria yang tengah berada di atas tubuhnya itu. Ungkapan cinta pertamanya lewat sebutan, panggilan.Jun mendekat. Tidak tega karena dipanggil dengan begitu putus asanya oleh Sid