Revan semakin mendekat. Wajah mereka sangat dekat saat ini. Bahkan hembusan nafas hangat satu sama lain bisa mereka rasakan saat ini. Hingga Pria itu mulai sadar.Pria itu reflek mendorong sang wanita dan mundur lima langkah ke belakang. Revan menarik napas panjang saat melihat wanita itu terjatuh."Maaf, saya ganti baju sebentar. Kau bisa siapkan semua berkasnya di dalam." Revan melangkah pergi meninggalkan Wanita itu begitu saja.Rasa tidak berdaya ini telah membuatnya hampir melakukan hal gila yang tidak pernah dia bayangkan. Semoga saja Wanita itu tidak membuat rumor di kantor seperti kebiasaanya.Pria itu seger mengayunkan kakinya menuju ke kamar. Dia masih sibuk bersiap. Tanpa dia ketahui sudah banyak pesan masuk di ponselnya yang tergeletak di atas kasur....Demian menggndong bayi cantik yang masih merah. Matanya masih terpejam, wajah tenangnya membuat pria itu gemas.Di sampingnya, Rebecca masih terdiam dan menahan rasa sakit pada tubuhnya. Bekas oprasiu di pangkal perutnya
Agnes duduk di ruang tamu. Matanya menatap sekelilingnya. Semua barang di susun rapi, hal ini membuat rasa tertariknya pada Atasannya semakin kuat.Dia bersyukur Bos Janda itu izin selama sepekan. Dengan seperti ini dirinya bisa berjuang untuk mendekati Pria tampan dengan segudang kesempurnaan ini.Seorang Pria baru saja keluar dari kamar. Masih sama seperti biasanya. Pria itu tampak begitu gagah dan mempesona di balik balutan setelan jas berwarna coklat."Apakah berkasnya sudah siap?" tanya Revan yang duduk di hadapan Agens."Sudah Pak, Anda bisa mengeceknya," ucap Agnes terbata dan mengulurkan beberapa map yang ada di tangannya.Dengan wajah datar Revan meraih map itu dan menelitinya. Agnes benar-benar tidak bisa berkedip saat melihat paras tampan itu menunjukkan pose serius.Hidung mancung, bibir tipis merona, mata tajam, dan di tambah dengan kharisma yang begitu melekat pada dirinya membuat semua Wanita meleleh saat di dekatnya."Jadi setelah ini kita harus ke mana?" tanya Revan d
Flora menatap kepergian Revan dan Agnes dari teras lantai atas. Entah mengapa hatinya tersa pedih. Di bawah, kedua anaknya melambaikan tangan dan melempar senyum cerah.Mobil itu melaju perlahan menjauh dari rumah yang memiliki pagar hitam tinggi menjulang. Sesekali Revan menoleh ke belakang. Berharap bisa melihat sosok Flora walau hanya sekejab.Sayangnya, bayangan wanita itu tiidak dapat dia lihat. Hatinya tidak bisa berdusta kalau dia cukup khawatir.Dia bisa melihat dengan jelas bagaimana perubahan ekspresi Flora saat meliht kehadiran Agnes. Dan kini, dia cukup mersa bersalah."Ibu Flora sakit apa Pak?" tanya Agnes membuyarkan lamunan Revan."Keseleo," jawab Revan singkat.Melihat sang atasan sedang tidak dalam keadan mood yang baik, membuat Wanita yang duduk di kursi depan menutup mulutnya rapat.Mereka akan melakukan kujungan konsumen, oleh karena itu Agnes tidak mau memicu masalah....Sedangkan di rumah sakit. Dion dan Demian duduk bersama di kantin. Rebecca sedang istirahat
Flora menatap dua pasang mata bulat yanng menatapnya lekat. Seolah ingin mendengar jawaban sang Momy segera."Momy tidak akan seperti Dady," ucap Flora lembut.Kedua anak itu menarik garis bibir ke atas. Secara bersaman Rey dan Key mencium pipi Flora. Mereka senang mendengar jawaban sang Momy."Momy istirahat dulu, kami mau main di bawah," ucap Key yanng menarik selimut menutupi tubuh Flora."Kalau butuh apa-apa Momy panggil kami ya," ucap Rey tidak kalah semangat.Keduanya turun dari ranjang dan berlarian keluar kamar. Tidak lupa keduanya menutup pintu dan melempar senyum bahagia sebelum menghilang dibaliknya.Flora menarik napas kasar. Dia menyandarkan punggungnya ke ranjang. Angannya melayang jauh. Bisakah dia menepati janjinya barusan.Bahkan dia tidak tau apakah Revan bisa menyayangi kedua anak Demian itu atau tidak. Mungkin saat ini Revan bisa menerima kedua anaknya karena dia ingin mendapatkan hatinya. ...Di tempat berbeda. Ada empat orang sedang mengobrol serius. Seorang
Revan terdiam sesaat. Dia menatap dalam manik mata yang saat ini menuntutnya untuk segera menjawab pertanyaan.Priia itu bisa mengerti posisi kedua anak ini. Perpisahan kedua orang tuanya, di tambah lagi penikahan orang yang paling mereka cinta terlalu cepat membuat keduanya mendewas sebelum usia."Kenapa kalian bertanya seperti itu?" tanya Revan mencoba menyelam lebih dalam ke dasar hati anak itu.Key dan Rey terdiam. Mereka menundukkan kepoalanya. Mengigat ucapan sang nenek yang bilang kalau Momy mereka membutuhkan seseorang untuk selalu membantunya."Kalau memang iya, apakah kalian menyetujuinya?" lanjut revan bertanya."Den Revan, Nyonya sudah siap," ucap si Mbok yang baru saja menuruni tangga.Pria itu menoleh ke belakang. Matanya tertuju pada wanita cantik yang sedang duduk di kursi roda. Revan bangkit dari duduknya dan melepas jasnya. Kancing lengan dan dua kancing bagian atas kemeja dia lepas. Memberi ruang agar tidak begah saat membantu Flora.Mata Flora sedikit terkontamin
Flora dan Revan sudah sampai di rumah sakit. Pria itu mendorong Wanita yang duduk di kursi roda. Bibir Flora masih menagtup rapat. Melihat hal ini Revan semakin gemas.Kenapa Wanita di dunia ini penuh misteri. Jelas-jelas dia menolaknya. Tapi dia juga yang marah karena Revan dekat dengan wanita lain."Mau sarapan dulu?" tanya Revan memecah keheningan."Nggak perlu, udah kenyang," jawab Flora sewot."Udah dong ngambeknya," ucap Revan menghentikan kursi roda dan duduk di kursi yang tertata rapi di pinggir lorong.Revan mencubit hidung mancung Flora dan tersenyum kecil. Dia menataap dalam wajah yang sedang marah itu."Kalau kamu gini terus, aku jadi makin semangat ngajak kamu nikah loh," ucap Revan menatap dalam wanita yang duduk di hadapannya.Wanita itu masih bungkam. Dia tidak memeberi reaksi apapun, padahal biasanya dia akan berontak dan bilang tidak dengan pernikahan.Flora melempar pandangannya ke arah lain. Dia menahan air mata yang hampir menetes di pipi. Dadanya masih sesak men
Revan menginjak pedal rem. Dia melempar tatapan tajam pada Wanita yang duduk di sampingnya. "Katakan sekali lagi?" ucap Revan masih tidak percaya. "Aku mau jadi istrimu," jawab Flora malu, pipinya mulai merah merona.Revan tersenyum bahagia. Matanya berkaca-kaca ketika mendengar jawaban mantap Flora. Pria itu hendak memeluk Wanita di hadapannya, tapi suara klakson di belakang memecahkan suasana haru ini."Kenapa mereka tidak tau situasi," kekeh Revan yang mengurungkan niatnya.Pria itu menginjak pedal gas dan melaju dengan kecepatan sedang. Senyum ceria tak henti menghiasi wajah tampannya.Begitupun Flora. Dia melempar pandangan ke arah jendela, menyembunyikan rona merah yang menghiasi wajah cantiknya.Bibir tipisnya berdoa, semoga keputusan yang dia ambil tidak salah. Dirinya berjanji, saat dia sudah sampai di rumah. Tujuan utamanya adalah bertemu anak-anak."Tenanglah, aku tidak terburu-buru untuk mengadakan resepsi," ucap Revan melihat Flora yang termenung."Aku hanya bingung, ke
Jam menunjukkan puluk dua dini hari. Rebecca masih terjaga. Matanya sudah tidak dapat di buka lagi, tapi bayi mungil di pangkuannya masih ingin berada di dalam gendongan."Lydora, tidur yuk, kamu nggak ngantuk. Bunda ngantuk nih," ucap Rebecca memebelai bayi mungil yang masih terjaga.Sepasang mata bulat menatap dalam wajah Rebecca, seolah sedang mengajaknya mengobrol malam ini."Bunda capek, tidur yuk," ucap Rebecca perlahan merebahkan tubuh mungil itu ke kasur. Garis senyum ceria terpampang di wajah Rebecca. Sudah dua jam gendongan bayi menggantung di bahunya. Dia lega saat putrinya sudah mau berbaring di kasur.Rebecca merebahkan punggungnya yang kaku, seolah ada linggis yang tertanam di sumsum tulangnya."Akhirnya, terima kasih ya Sayang," ucap Rebecca menepuk lembut bedong putrinya.Hanya membutuhkan waktu lima menit Rebecca sudah masuk ke alam mimpi. Rasa lelah yang menyelimutinya berhasil membuatnya dengan cepat terlelap.Sayangnya lima belas menit kemudian bayi Rebecca terba