Revan terdiam sesaat. Dia menatap dalam manik mata yang saat ini menuntutnya untuk segera menjawab pertanyaan.Priia itu bisa mengerti posisi kedua anak ini. Perpisahan kedua orang tuanya, di tambah lagi penikahan orang yang paling mereka cinta terlalu cepat membuat keduanya mendewas sebelum usia."Kenapa kalian bertanya seperti itu?" tanya Revan mencoba menyelam lebih dalam ke dasar hati anak itu.Key dan Rey terdiam. Mereka menundukkan kepoalanya. Mengigat ucapan sang nenek yang bilang kalau Momy mereka membutuhkan seseorang untuk selalu membantunya."Kalau memang iya, apakah kalian menyetujuinya?" lanjut revan bertanya."Den Revan, Nyonya sudah siap," ucap si Mbok yang baru saja menuruni tangga.Pria itu menoleh ke belakang. Matanya tertuju pada wanita cantik yang sedang duduk di kursi roda. Revan bangkit dari duduknya dan melepas jasnya. Kancing lengan dan dua kancing bagian atas kemeja dia lepas. Memberi ruang agar tidak begah saat membantu Flora.Mata Flora sedikit terkontamin
Flora dan Revan sudah sampai di rumah sakit. Pria itu mendorong Wanita yang duduk di kursi roda. Bibir Flora masih menagtup rapat. Melihat hal ini Revan semakin gemas.Kenapa Wanita di dunia ini penuh misteri. Jelas-jelas dia menolaknya. Tapi dia juga yang marah karena Revan dekat dengan wanita lain."Mau sarapan dulu?" tanya Revan memecah keheningan."Nggak perlu, udah kenyang," jawab Flora sewot."Udah dong ngambeknya," ucap Revan menghentikan kursi roda dan duduk di kursi yang tertata rapi di pinggir lorong.Revan mencubit hidung mancung Flora dan tersenyum kecil. Dia menataap dalam wajah yang sedang marah itu."Kalau kamu gini terus, aku jadi makin semangat ngajak kamu nikah loh," ucap Revan menatap dalam wanita yang duduk di hadapannya.Wanita itu masih bungkam. Dia tidak memeberi reaksi apapun, padahal biasanya dia akan berontak dan bilang tidak dengan pernikahan.Flora melempar pandangannya ke arah lain. Dia menahan air mata yang hampir menetes di pipi. Dadanya masih sesak men
Revan menginjak pedal rem. Dia melempar tatapan tajam pada Wanita yang duduk di sampingnya. "Katakan sekali lagi?" ucap Revan masih tidak percaya. "Aku mau jadi istrimu," jawab Flora malu, pipinya mulai merah merona.Revan tersenyum bahagia. Matanya berkaca-kaca ketika mendengar jawaban mantap Flora. Pria itu hendak memeluk Wanita di hadapannya, tapi suara klakson di belakang memecahkan suasana haru ini."Kenapa mereka tidak tau situasi," kekeh Revan yang mengurungkan niatnya.Pria itu menginjak pedal gas dan melaju dengan kecepatan sedang. Senyum ceria tak henti menghiasi wajah tampannya.Begitupun Flora. Dia melempar pandangan ke arah jendela, menyembunyikan rona merah yang menghiasi wajah cantiknya.Bibir tipisnya berdoa, semoga keputusan yang dia ambil tidak salah. Dirinya berjanji, saat dia sudah sampai di rumah. Tujuan utamanya adalah bertemu anak-anak."Tenanglah, aku tidak terburu-buru untuk mengadakan resepsi," ucap Revan melihat Flora yang termenung."Aku hanya bingung, ke
Jam menunjukkan puluk dua dini hari. Rebecca masih terjaga. Matanya sudah tidak dapat di buka lagi, tapi bayi mungil di pangkuannya masih ingin berada di dalam gendongan."Lydora, tidur yuk, kamu nggak ngantuk. Bunda ngantuk nih," ucap Rebecca memebelai bayi mungil yang masih terjaga.Sepasang mata bulat menatap dalam wajah Rebecca, seolah sedang mengajaknya mengobrol malam ini."Bunda capek, tidur yuk," ucap Rebecca perlahan merebahkan tubuh mungil itu ke kasur. Garis senyum ceria terpampang di wajah Rebecca. Sudah dua jam gendongan bayi menggantung di bahunya. Dia lega saat putrinya sudah mau berbaring di kasur.Rebecca merebahkan punggungnya yang kaku, seolah ada linggis yang tertanam di sumsum tulangnya."Akhirnya, terima kasih ya Sayang," ucap Rebecca menepuk lembut bedong putrinya.Hanya membutuhkan waktu lima menit Rebecca sudah masuk ke alam mimpi. Rasa lelah yang menyelimutinya berhasil membuatnya dengan cepat terlelap.Sayangnya lima belas menit kemudian bayi Rebecca terba
Hati Rebecca semakin pedih mendengar ucapan sang suami. Dia sudah berusaha sekuat tenaga menjadi seperti Wanita yang dia ingin. Tapi kenapa semuanya sia-sia.Rebecca mengigit bibir bawahnya. Menahan agar isaknya tidak terdengar oleh dia seseorang yang sedang mengobrol lewat telepon.Setelah Flora menjawab dengan tegas keputusan yang dia pilih. Sambungan terputus. Demian menaruh putrinya perlahan di kasur.Rebecca mencoba mendalami peran. Dia menutup rapat matanya walau terasa pedih karena air mata terus mendesak keluar.Demian merebahkan tubuh mungil yang sudah terlelap. Rebecca merasakan belaian lembut sang suami. Bila dulu dia amat merindukan belaiannya itu. Saat ini belaiannya malah menjadi belati yang mengulitinya."Aku janji akan menjagamu, tidak akan pernah meninggalkanmu sama seperti Flora." Demian mengecup pucuk kepala Rebecca.'Semoga itu benar Mas, aku nggak tau apa yang harus aku lakukan saat berada di posisi Flora kelak,' batin Rebecca pedih.Demian bangun dari tidurnya d
Demian dan Rebecca duduk di kursi makan. Keduanya menikmati sarapan pagi hasil karya Demian. Masakan ini terbilang lumayan untuk seorang suami.Untungnya bayi mungil masih terlelap. Jadi Keduanya bisa sarapan bersama. Tapi semua tidak sesuai harapan, hanya hening yang menyelimuti sarapan pagi kali ini.Demian terus menatap Sang istri yang menatap lurus sarapannya. Mulutnya hanya sibuk dengan makanan yang berada di piring."Kau baik-baik saja?" tanya Demian mengelus rambut Rebecca."Baik, emang kenapa?" Rebecca balik bertanya. Dia sedikit bersyukur karena Demian cukup peka dengan keadaan. Meskipun dia tidak melakukan apapun. Kepekaan adalah hal yang sangat berarti bagi kaum hawa. Wanita akan lebih merasa berarti bila pasangan lebih peka.Namun, apakah dia bisa dikatakan berarti setelah obrolan yang dia dengar semalam?"Kalau kamu capek, jangan ragu buat bangunin aku yaa. Aku juga capek, tapi kita bisa saling mendukung kok," ucap Demian melempar senyum teduh dan menggenggam tangan Rebe
Flora duduk di ruang tamu. Berulang kali dia melempar tatapannya pada jarum jam dinding. Sudah lewat satu jam. Tapi orang yang di nantikan tidak kunjung datang.Suara deru mobil yang baru saja datang menghentikan kegelisahannya. Flora segera memutar kursi rodanya dan mendekati pintu.Wajahnya sudah sumringah, Sayangnya yang datang bukanlah orang tersebut."Agnes?" ucap Flora terkejut."Bu Flora, Maaf Pak Revan tidak bisa datang. Ada urusan mendesak yang membuat beliau tidak datang," ucap Agnes membungkukan badan.Dengan menahan rasa kecewa, Flora memutar kursi roda kembali ke rumah tamu. Dia kembali menatap layar laptop yang sedari tadi menyala."Baik, file mana yang perlu saya tanda tangani. Oiya, sama lihat statistik perusahaan juga," ucap Flora berusaha untuk tetap biasa saja. Sejujurnya melihat Wanita ini saja semangat kerjanya sudah hilang. Apalagi harus bersama dia untuk dua jam kedepan."Ini Bu, file yang harus di tandatangani dan ini laporan statistik perusahaan," ucap Agnes
Revan duduk di sebuah sofa. Di hadapannya ada seorang Wanita yang sedang sibuk dengan tas dan bajunya."Kau bisa meninggalkanku, bukankah kau cukup sibuk?" Yasmin tersenyum kecil."Ya, lalu dalam waktu sepuluh detik aku akan kembali ke sini lagi," ucap Revan jengah.Wanita itu tak mampu menahan tawanya. Dia pikir acara perjodohan untuk mengembangkan bisnis hanya ada di dalam film atau novel. Ternyata ini semua terjadi padanya.Dia merasa kalau pria di hadapannya memiliki tekanan yang sama seperti dirinya. Tertekan oleh masalah perjodohan."Baiklah, kalau begitu. Duduk dan patuh, karena kita tidak memiliki pilihan," ucap Yasmin santai.Revan hanya diam. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Dia mengeluarkan benda pilih dari balik jas dan menelfon seseorang."Rey dan Key sudah di jemput Tuan, kami perjalanan pulang," ucap Seseorang di ujung sambungan saat sambungan tersambung."Baiklah, ajak mereka beli ice cream dan bilang aku minta maaf," ucap Revan kemudian memutuskan sambungan.Al