Entah sudah berapa lama Varisha menunggu Arshaka. Sekarang sudah larut malam dan pria itu sama sekali tidak menghubunginya, bahkan ponselnya tidak aktif karena Varisha juga tidak bisa menghubunginya. Varisha mencoba menahan kantuknya dengan membuat segelas kopi susu. Sesekali matanya menatap jam dinding di ruang tamu, tetapi menit demi menit berlalu pria itu masih juga belum kembali sampai rasa kantuknya sudah tidak tertahan lagi dan akhirnya ia terlelap di sofa.Varisha terbangun ketika merasakan tubuh seseorang menindihnya. Ia membuka matanya perlahan dan samar-samar melihat Arshaka yang berada di atas tubuhnya. Aroma alkohol menyeruak ke indera penciumannya. Sebelum Varisha bisa bergerak, tangan Arshaka menahan tubuhnya. Pria itu mulai mencium bibir, wajah, dan bagian tubuh Varisha dengan kasar. Varisha hanya pasrah saat tangan Arshaka dengan kasar mengoyak gaun malamnya. Varisha mencoba menahan mualnya ketika aroma alkohol yang kuat itu menguar di mulutnya. Tangan Arshaka mulai
Lambat laun, setelah dua tahun lebih pernikahan mereka, segalanya mulai berubah. Setiap harinya Varisha berusaha menyentuh hati dan perasaan Arshaka. Dengan penuh kesabaran ia menerima segala perlakuan Arshaka. Tidak peduli bagaimana pria itu mencari cara untuk menyakitinya, Varisha tidak pernah menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. Ditelannya bulat-bulat semua perbuatan Arshaka padanya dan hanya ia balas dengan senyuman.Varisha terus menunjukkan tekadnya, bahwa dirinya buka Varisha yang mudah menyerah seperti dulu. Kali ini, Varisha benar-benar memperjuangkan Arshaka semampunya. Varisha terus akan menunjukkan cintanya pada pria itu. Setiap hari ia berharap ada keajaiban dan semuanya bisa kembali lagi dan Arshaka bisa memaafkannya.Akhirnya setelah penantian yang cukup lama, segalanya itu berbuah manis, kebencian Arshaka kepadanya mulai terkikis. Sedikit demi sedikit Varisha bisa merasakan kasih sayang dan cinta yang mungkin tidak pernah hilang dari hati pria itu. Pria itu selalu
Varisha baru saja selesai menjalani pemeriksaan untuk mendonorkan ginjalnya. Terangnya cahaya lampu memancarkan suasana yang tenang, tetapi di wajah Varisha terpancar kegelisahan yang mendalam. Seorang Dokter profesional berpenampilan serius dan penuh empati, duduk di hadapannya dengan berkas medis di tangan. Wajahnya menunjukkan ketegasan yang diselingi dengan kelembutan saat dia menghadapi situasi sensitif ini. “Maaf, Varisha. Saya memiliki beberapa kabar yang sulit untuk disampaikan. Kami tidak bisa melanjutkan rencana transplantasi ginjal Anda untuk Marissa.”“Kenapa, Dok? Apakah ada masalah dengan kesehatan saya?” tanya Varisha dengan sedih.“Varisha, saat ini Anda sedang hamil. Proses donor ginjal sangat mempengaruhi tubuh, dan dalam kondisi kehamilan, itu bisa membawa resiko besar bagi Anda dan janin yang Anda kandung."Tapi, bagaimana dengan Marissa? Apa yang harus saya lakukan sekarang?" desah Varisha, dengan air mata mengalir di pipinya.“Saya paham perasaan Anda, Varisha.
Tak ada yang bisa mereka lakukan selain menunggu adanya donor ginjal yang cocok untuk Marissa. Sebenarnya sudah ada beberapa pendonor yang mau memberikan ginjalnya untuk Marissa, tetapi dari beberapa orang itu belum ada satu pun yang lolos dari pemeriksaan. Di tengah penderitaan yang seakan tidak berujung ini, Varisha dan Arshaka sepakat untuk tidak menyerah dan putus asa. Setiap hari mereka berdoa dan berharap akan ada keajaiban datang untuk Marissa. Mereka masih percaya bahwa Tuhan akan mengabulkan doa mereka.Dan sepertinya Tuhan sudah menunjukkan kuasanya ketika Dokter mengatakan jika sudah ada pendonor yang bersedia memberikan ginjalnya. Kabar baiknya pendonor tersebut sudah menjalani pemeriksaan dan hasilnya cocok dengan ginjal Marissa.“Ada seorang pendonor yang telah menjalani pemeriksaan dan hasilnya cocok dengan kebutuhan ginjal Marissa!”Sesaat Arshaka dan Varisha termenung mendengar kabar itu, semuanya terasa seperti mimpi. Mereka memang sering memimpikan hal itu. Satu da
Varisha terus memikirkan kata-kata Sophia yang sangat mengusik benaknya. Tidurnya menjadi tak nyenyak dan gelisah. “Ada apa, Sayang? Susah tidur?” tanya Arshaka yang langsung berbalik ke arahnya. Varisha tidak menjawab dan hanya mengangguk. Arshaka mendekatkan tubuhnya dan membawa tubuh istrinya ke dalam pelukan hangatnya. Kalau biasanya Varisha merasa nyaman dan mungkin langsung tertidur. Kali ini, pelukan itu seakan tidak mempan untuknya. “Kenapa? Masih mikir tentang pendonor Marissa?” tuntut Arshaka seolah menyadari kegelisahan istrinya.Pertanyaan Arshaka membuat Varisha semakin gelisah. “Kamu… kamu sudah tahu siapa yang mendonorkan ginjalnya untuk Marissa?” tanya Varisha sambil menahan suaranya yang gemetar.Arshaka menggeleng pelan. “Masih belum. Rey masih belum kasih kabar.” “Mas…” panggil Varisha lembut. “Iya, Sayang,” balas Arshaka.“Kalau misal suatu saat aku ninggalin kamu… apa yang akan kamu lakukan?” “Jujur dulu saya marah sekali saat kamu meninggalkan saya begitu s
Varisha kembali ke rumah setelah seharian menemani Marissa di rumah sakit. Besok adalah hari yang sangat-sangat ditunggu olehnya. Hari tercerah di mana Marissa akan menjalani tahapan baru dalam kehidupannya. Jadi, dirinya memutuskan untuk istirahat karena mertuanya dan Arini yang memaksanya. Awalnya Varisha menolak, tetapi sejak tahu dirinya hamil, Varisha berusaha untuk tidak memaksakan diri dan menjaga kondisinya. Tetapi entah mengapa, hari itu rasanya ia begitu gelisah. Apa lagi saat Arshaka masih juga belum pulang. Pria itu belum memberi kabar, ponselnya tidak aktif, dan Arshaka sama sekali tidak muncul di rumah sakit. Alhasil, Varisha kembali ke rumah dengan taxi. Varisha mencoba memejamkan matanya. Namun, semuanya terasa sia-sia. Pikirannya terlalu berisik, perasaannya tak karuan. Semuanya menjadi serba salah. Pandangannya beralih ke sampingnya, kosong dan dingin. Arshaka sama sekali belum pulang dan tidak dapat dihubungi. Rasa cemas mulai menghampirinya. Varisha langsung me
Operasi pencangkokan ginjal itu berlangsung dengan sukses dan lancar. Satu ginjal Sophia sudah berada di dalam tubuh Marissa.Sementara itu keadaan Sophia sudah berangsur membaik pascabedah. Kondisi tubuhnya cepat pulih. Begitu Sophia memperoleh kembali kesadarannya, Arshaka sudah berada di samping wanita itu. Varisha sendiri lah yang memintanya menemani Sophia kalau wanita itu sudah sadar. “Terima kasih, Soph. Terima kasih karena kau telah membantu anakku. Satu ginjalmu sudah berada di tubuhnya.”Sophia tersenyum dengan lemah. Ia sangat senang karena Arshaka lah orang yang pertama kali ia lihat setelah bangun. “Bagaimana keadaannya sekarang?”“Dia belum sadar. Tapi dokter mengatakan kalau dia akan segera pulih.”“Semoga ginjalku diterima baik oleh tubuhnya,” ujar Sophia dengan lemah.“Pengorbananmu tidak akan sia-sia, Soph,” balas Arshaka dengan tenang. Namun tetap saja pria itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Pilihan sulit yang Sophia berikan membuatnya tersiksa. Tetapi i
Varisha menoleh ke arah pintu kamarnya saat Marissa masuk dengan raut wajah murung. Raut wajah yang seringkali Varisha lihat ketika Marissa baru saja bertemu dengan Arshaka dan Sophia. Sakit sekali rasanya melihat kesedihan yang terpancar dalam wajah putrinya itu. Namun, tidak ada yang bisa Varisha lakukan selain menabahkan hatinya dan terus memberi perhatian. Meskipun awalnya sulit karena Marissa tidak bisa menerima begitu saja penjelasan Varisha saat itu. Ketika sebulan setelah Marissa sembuh, Arshaka sudah tidak tinggal bersama mereka dan beberapa hari kemudian datang bersama wanita lain.“Kenapa Daddy tidak tinggal lagi bersama kita, Ma? Kenapa Daddy pergi?” tanya Marissa dengan lirih dan kecewa. “Daddy tidak pergi, Rissa. Daddy hanya tidak tinggal lagi bersama kita.” “Tapi kenapa, Ma? Kenapa Daddy tidak mau tinggal di sini?” tuntut Marissa dengan suara meninggi. “Daddy mau tinggal di sini, Rissa. Tapi dia tidak bisa,” teriak Varisha dalam hatinya. “Daddy tidak tinggal di sin