Varisha tidak mau menyia-nyiakan waktunya yang tidak banyak. Setelah turun dari pesawat, ia segera memesan taksi yang mengantarnya ke alamat yang sudah ia tunjukkan pada sang supir. Butuh waktu satu jam, hingga akhirnya Varisha sampai di sebuah apartemen mewah di kota tersebut. Kemegahan apartemen itu segera mencuri perhatian Varisha begitu ia tiba. Penjagaan yang ketat menambah aura eksklusif di sekitarnya. Setelah beberapa menit, Varisha diberi izin untuk masuk. Tanpa banyak menunggu, ia naik ke lantai apartemen tempat Arshaka berada. Ia melangkah keluar dengan harap-harap cemas. Semoga harapannya untuk bertemu dengan pria itu bisa terjadi tanpa banyak drama lagi.Merasa tegang, Varisha menghela napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengetuk pintu dengan tegas. Detak jantungnya berdegup kencang ketika pintu terbuka, mengungkap seorang wanita berambut pirang dengan postur tubuh yang memikat, melengkung indah dengan pesona yang tak terbantahkan. Wanita tersebut jauh lebih tinggi dari Va
“Adikmu datang untuk mencarimu,” kata Sophia yang kini sudah kembali ke meja makan bersama dengan Varisha. Arshaka terdiam dengan wajah yang dingin dan pandangan tajamnya. Ada amarah yang cukup besar dalam sorot matanya ketika melihat Varisha dan wanita itu sangat menyadarinya.“Aku akan keluar sebentar. Kalian bisa mengobrol dengan nyaman.” Sophia segera meninggalkan ruangan dan pergi keluar. “Siapa yang menyuruhmu masuk?” Arshaka melontarkan setiap perkataannya dengan tajam. “Jangan salahkan Sophia, dia tidak tahu siapa aku.”Arshaka tersenyum mengejek. “Tentu saja dia tidak tahu siapa kamu. Kalau dia tahu… saya yakin kamu tidak akan pernah bisa melewati pintu itu.”“Aku tahu… tapi aku datang bukan untuk itu,” ujar Varisha dengan suara yang dibuat setenang mungkin. Berurusan dengan Arshaka tetap membuat tubuhnya gemetar. Apalagi saat melihat sorot matanya yang seolah bisa berbicara. Varisha tahu jika amarah dan kebencian pria itu belum hilang sepenuhnya. “Saya tidak peduli apa p
Varisha termenung di samping ranjang Marissa. Sudah satu bulan sejak putrinya dirawat di rumah sakit dan juga kepulangannya dari Spanyol yang ternyata malah semakin menambah rasa bersalahnya. “Mama mikirin apa?” Marissa membuka matanya perlahan lalu memandang wajah Varisha.“Mama nggak mau lihat Marissa sakit lagi. Kalau bisa biar Mama saja yang menggantikannya, Sayang.” Varisha mengecup kening Marissa cukup lama.“Rissa akan baik-baik saja, Ma. Mama jangan khawatir. Rissa kuat seperti Mama,” balas Marissa dengan nada menennagkan yang justru membuat air mata Varisha meleleh.“Maafkan Mama, Sayang. Maaf karena Mama belum bisa menjadi ibu yang terbaik untuk Rissa,” lirih Varisha dengan suara gemetar. Marissa menggeleng. “Mama adalah ibu terhebat di hati Rissa. Nggak ada yang kayak Mama. Rissa sayang Mama.” “Apa kamu masih mau bertemu dengan Om yang menyelamatkan kamu, Rissa?” tanya Varisha setelah mengusap air matanya dan menenangkan hatinya.Marissa terdiam sejenak, anak itu tampak
“Untuk apa lagi kau datang menemuinya?” tanya Sophia saat melihat Varisha sedang menunggu di ruang kerja Arshaka.“Aku minta maaf soal malam itu. Tapi, hari ini aku datang karena ada hal yang harus aku bicarakan dengannya.” Varisha menatap wajah Sophia dengan serius.“Hal apa yang masih perlu kalian bicarakan?” tuntut Sophia dengan ketus.“Aku tidak bisa memberitahukannya padamu. Tapi, percayalah aku tidak akan mengganggu hubungan kalian,” kata Varisha dengan lelah. Rasanya sudah tidak ada tenaganya yang tersisa untuk berdebat. Varisha mengosongkan jadwalnya untuk menemui Arshaka di Paris. Dia sama sekali belum istirahat sedikit pun. Tubuhnya terasa lemah, apalagi kalau dirinya harus menghadapi hal diluar perkiraannya. Varisha tidak menyangka akan bertemu dengan Sophia lagi setelah apa yang terjadi malam itu. “Dasar wanita bodoh dan tidak tahu malu. Aku heran kenapa kau masih berani datang menemuinya setelah rasa sakit yang kau tinggalkan untuknya.” Kata-kata Sophia keluar dengan
“Jadi, apa yang kamu mau kali ini?” tanya Arshaka tanpa basa-basi setelah Varisha menghabiskan seluruh makanannya. Varisha terdiam untuk sejenak, mencoba memproses segala sesuatu yang sedang terjadi. Otaknya seperti semakin lambat untuk berpikir. Beberapa kali ia meremas ujung roknya atau menggigit bibir bawahnya. Namun, belum ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.“Katakanlah, Varisha!” seru Arshaka dengan sangat tegas.“Apa hubunganmu dengan Sophia?” Varisha langsung memejamkan matanya dan merutuki dirinya karena kata-kata yang keluar dari mulutnya sangat tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan. “Apa kamu datang hanya untuk ini?” tanya Arshaka dengan pandangan dan nada mengejek.“Aku cuma nggak mau merusak hubungan kalian. Aku nggak mau dia salah paham dengan kehadiranku di sini.”“Memangnya apa yang akan terjadi? Apa kita akan bercinta di sini?”“Mas! Aku serius!”“Kamu pikir saya sedang bergurau,” balas Arshaka dengan tatapan dinginnya. “Apa sebenarnya tuju
Varisha segera kembali ke Jerman, setelah kembali dari Paris ia langsung mengurus beberapa pekerjaan dan datang ke rumah Ibu Sebastian untuk melihat Stefan. “Mama dari mana saja? Stefan kangen, Mama.” Stefan langsung memeluk Varisha begitu melihatnya.“Mama juga kangen sekali sama kamu. Maaf, ya, Mama baru datang.” Varisha berlutut untuk membalas pelukan Stefan sambil mengusap punggungnya.“Stefan mau pulang, Mama. Stefan mau main di rumah sama Kakak,” ujar Stefan setelah melepaskan pelukannya.“Sebentar lagi, Sayang. Stefan di sini dulu. Kalau Kakak sudah sehat nanti kita main sama-sama lagi.”Stefan hanya mengangguk, meskipun ada segurat kekecewaan di matanya. Varisha yang mengerti perasaan Stefan langsung mengajaknya main, memasak makanan kesukaannya, dan menemaninya tidur. Setelah Stefan tertidur pulas, Varisha kembali menitipkannya pada Mama mertuanya. Wanita itu kembali ke rumahnya untuk menyegarkan diri lalu pergi ke rumah sakit untuk menemui Marissa.Sesampainya di rumah sa
Varisha terdiam seribu bahasa. Kata-kata itu menyambarnya seperti kilatan petir. “Aku nggak salah dengar kan, Mas?” “Kita akan menikah, Varisha. Dan saya rasa itu lah satu-satunya cara supaya kita bisa merawat Marissa bersama.” Arshaka menegaskan kata-katanya dengan seksama. “Tapi, Mas, apa ini nggak terlalu cepat?” Arshaka menatap ibu dari anaknya itu dengan pandangan jijik. “Apa lagi yang mau kamu tunggu? Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu akan melakukan apa saja demi Marissa! Nah, kalau begitu buktikan sekarang. Berkorbanlah untuk anakmu, seperti saat kamu memilih laki-laki itu dulu.”“Lakukanlah, Mas, kalau memang itu yang terbaik menurutmu. Asalkan anak-anakku bisa bahagia aku akan melakukannya,” balas Varisha dengan pasrah. Menurutnya sudah tidak ada lagi yang tersisa. Dirinya harus menebus kesalahannya pada Arshaka dan Marissa. Arshaka tersenyum puas. “Siapkan dirimu, kita akan menikah satu minggu dari sekarang. Dan sebaiknya juga kamu memikirkan kata-kata untuk memberi
“Maafkan aku, Soph. Kita benar-benar tidak bisa bersama. Aku akan kembali dengannya demi anak kami.” Arshaka mengusap punggung Sophia dengan lembut. “Kenapa? Kenapa kau selalu jatuh kepada wanita bodoh itu untuk kesekian kalinya?” Sophia membenamkan wajahnya di dada Arshaka. “Aku iri dengannya, Shaka. Berulang kali dia menyakitimu, tapi kau tetap kembali padanya.”“Kali ini aku kembali hanya untuk anakku. Dia sedang sakit dan sangat membutuhkanku.”“Apa aku bisa memegang kata-katamu ini? Kau tidak kembali dengannya karena masih menginginkannya?”“Carilah pria lain, Soph. Kau masih muda dan sangat cantik. Carilah yang mencintaimu, pasti tidak akan sulit. Aku sudah tua. Jangan berharap padaku. Karena aku pun tidak bisa berjanji masih bisa memberikan hatiku untuk wanita lain. Akan kubiarkan perasaanku mati bersama dengannya. Maafkan aku, Soph.” Sophia terdiam, tidak menangis, tidak berkata kasar. Dia mendongakkan wajahnya menatap Arshaka. Sophia menyatukan bibirnya dengan bibir Arshaka