Beranda / Rumah Tangga / Terbelahnya Rindu / Bab 97 - Perjalanan yang Canggung

Share

Bab 97 - Perjalanan yang Canggung

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 13:08:45

Hari kedua liburan dimulai dengan pagi yang cerah, tetapi suasana hati Laras terasa berat. Meskipun hari pertama liburan mereka berakhir dengan kebahagiaan anak-anak dan senyuman yang sempat ia lihat di wajah mereka, pagi ini segalanya terasa berbeda.

Laras terbangun dengan perasaan yang tak menentu, dan di dalam hati kecilnya, ia tahu bahwa perjalanan ini, meski dimaksudkan untuk menyembuhkan, mungkin malah membuka luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

Saat mereka berkumpul untuk sarapan di restoran penginapan, Laras dan Dimas duduk berseberangan di meja yang sama.

Anak-anak duduk di tengah-tengah, menikmati sarapan mereka sambil bercanda dan tertawa. Raka, yang masih kecil dan polos, tampak senang bisa bersama kedua orang tuanya. Sementara itu, Sarah dan Naya tampak mulai mengamati ketegangan yang mulai terasa

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terbelahnya Rindu    Bab 98 - Bertemu Orang Baru

    Pagi itu, setelah beberapa hari yang penuh ketegangan dan keheningan canggung antara dirinya dan Dimas, Laras memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian di tepi pantai. Udara pagi yang sejuk dan angin laut yang lembut memberinya sedikit ketenangan yang ia butuhkan untuk menata pikirannya. Anak-anak masih tidur di penginapan, sementara Dimas juga memilih untuk beristirahat.Laras berjalan sambil menikmati pasir lembut di bawah kakinya, merasa sedikit lebih tenang setelah percakapan mendalam dengan Dimas semalam. Meskipun masih ada luka yang belum sepenuhnya sembuh, ia merasa lega bahwa mereka mulai bisa berbicara secara terbuka, bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga demi anak-anak.Saat ia berjalan menyusuri pantai yang sepi, Laras melihat seorang wanita dudu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Terbelahnya Rindu    Bab 99 - Andi yang Terpinggirkan

    Andi duduk di mejanya, menatap layar ponsel dengan perasaan cemas yang sulit dijelaskan. Sudah beberapa hari sejak Laras dan anak-anaknya kembali dari liburan, tetapi ia merasakan ada sesuatu yang berbeda. Laras tidak lagi sering menghubunginya seperti sebelumnya, dan setiap kali mereka berbicara, ada jarak yang terasa semakin lebar. Laras seolah-olah sedang menjauh, dan Andi tidak tahu apakah ia harus berusaha mendekat atau melepaskannya begitu saja.Liburan bersama Dimas dan anak-anak tampaknya telah membawa perubahan dalam hidup Laras. Andi tahu bahwa Dimas mungkin akan selalu menjadi bagian dari hidup Laras sebagai ayah dari anak-anak mereka, namun ia tidak menyangka kehadirannya akan berdampak sebesar ini. Andi mulai merasa dirinya terpinggirkan, dan ini menimbulkan keraguan di hatinya—apakah ia sebaikn

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Terbelahnya Rindu    Bab 100 - Konfrontasi Sarah

    Suasana sore itu begitu hening. Laras sedang duduk di ruang tamu sambil memeriksa berkas-berkas pekerjaan yang perlu ia selesaikan. Ia mencoba fokus, tetapi pikirannya terus terganggu oleh perasaan tak menentu yang mengintip di sudut hatinya. Sejak liburan mereka, Laras merasakan bahwa hubungannya dengan anak-anak, terutama Sarah, semakin sulit dijalani. Meskipun mereka berusaha bersikap normal, ada ketegangan yang terus berputar di antara mereka, seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.Tiba-tiba, Laras mendengar suara langkah kaki cepat di lorong. Sarah muncul di ruang tamu dengan wajah yang merah karena marah. Ia berdiri di depan ibunya, tatapannya penuh dengan kemarahan yang selama ini ia pendam.“Mama, aku nggak tahan lagi!” seru Sarah, suaranya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Terbelahnya Rindu    Bab 101 - Keterlibatan Dimas

    Dimas duduk di ruang tamunya yang sepi, menatap dinding kosong dengan pikiran yang bercampur aduk. Pikirannya kembali pada percakapan dengan Sarah di telepon pagi itu. Suara putrinya terdengar berat, penuh kebingungan dan kemarahan yang terpendam. Sarah menceritakan betapa frustrasinya dia setelah pertengkaran hebat dengan Laras, tentang bagaimana ia merasa terjebak di antara orang tuanya, dan bagaimana semua ini membuatnya merasa bersalah untuk mencintai kedua orang tuanya.Dimas merasa ada pukulan kuat yang menghantam hatinya, sesuatu yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi. Ia tahu bahwa perpisahan dengan Laras adalah keputusan yang tepat untuk mereka berdua, tetapi ia tidak pernah benar-benar mempertimbangkan dampak panjang yang akan dirasakan anak-anak mereka.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Terbelahnya Rindu    Bab 102 - Andi Mengambil Jarak

    Hari-hari berlalu dengan keheningan yang terasa berat bagi Andi. Setelah percakapan terakhirnya dengan Laras di kafe, ia memutuskan untuk benar-benar menjaga jarak. Ia sadar bahwa cintanya pada Laras adalah sesuatu yang tulus, namun ia juga tidak ingin terus berada di pinggir kehidupan Laras, menunggu dan berharap tanpa kepastian. Keputusan itu terasa sulit, tetapi Andi tahu bahwa ia harus melangkah menjauh agar Laras bisa benar-benar menemukan apa yang ia inginkan, tanpa tekanan atau tuntutan darinya.Andi mulai mengurangi intensitas pesannya kepada Laras. Jika dulu ia selalu menghubungi Laras setiap hari, kini ia membatasi diri untuk hanya menanyakan kabar sesekali saja. Dia juga memilih untuk tidak terlalu sering berkunjung, menghindari pertemuan yang mungkin akan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Terbelahnya Rindu    Bab 103 - Sarah yang Meninggalkan Rumah

    Malam itu, Laras duduk di meja makan, merasakan kekosongan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Sarah telah pergi meninggalkan rumah dengan mata yang penuh kemarahan, tekad bulat terlihat jelas di wajahnya saat ia mengucapkan niatnya untuk tinggal bersama Dimas, ayahnya. Keputusan ini bukan sesuatu yang Laras bayangkan akan terjadi secepat ini, apalagi di saat hubungan mereka mulai sedikit membaik setelah percakapan-percakapan penuh pengertian yang mereka lalui.Namun, percikan pertengkaran kecil baru-baru ini tampaknya menjadi pemicu bagi Sarah. Meskipun Laras tahu bahwa ia tidak bisa terus menahan anaknya, keputusan Sarah tetap membuatnya merasa hancur.Suara langkah kaki Sarah yang terburu-buru, kata-kata tegas yang mengungkapkan keinginannya untuk tinggal bersama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Terbelahnya Rindu    Bab 104 - Kebingungan Naya

    Malam itu, Laras sedang menyiapkan makan malam di dapur ketika ia mendengar suara langkah kaki kecil mendekat. Naya berdiri di ambang pintu, wajahnya terlihat sedikit pucat dan lelah. Matanya menyiratkan kecemasan yang sulit disembunyikan, dan Laras segera menyadari ada sesuatu yang salah.“Naya, kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Laras, mencoba menangkap pandangan putrinya.Naya mengangguk pelan, tetapi ekspresi wajahnya tidak meyakinkan. “Aku cuma… aku cuma mau lihat Mama,” jawab Naya, suaranya terdengar pelan dan sedikit gemetar. Ia berjalan mendekati ibunya, lalu memeluk Laras erat-erat, seolah takut jika ibunya akan menghilang.Laras merasakan pelukan itu begitu erat, penuh dengan kebutuhan akan perhatian dan keamanan yang mungkin semakin jarang dirasakan Naya sejak perpecahan ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Terbelahnya Rindu    Bab 105 - Andi yang Kembali

    Pagi itu, Laras duduk sendirian di ruang tamu, menatap kosong ke arah jendela yang memancarkan cahaya matahari pagi. Hari-hari belakangan ini terasa semakin berat baginya. Kepergian Sarah untuk tinggal bersama Dimas telah menciptakan kekosongan dalam hatinya yang tak mudah diisi, dan kecemasan Naya yang semakin nyata membuat Laras merasa semakin terpuruk. Ia merasa seolah-olah terjebak dalam lingkaran emosi yang tidak berujung, antara rasa kehilangan, kecemasan, dan keinginan kuat untuk tetap tegar bagi anak-anaknya.Di tengah kebingungannya, suara notifikasi pesan di ponsel tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Nama Andi muncul di layar, dan Laras merasakan dorongan perasaan yang sulit diungkapkan. Pesan itu sederhana, namun penuh perhatian:"Laras, apa kabar? Aku sed

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29

Bab terbaru

  • Terbelahnya Rindu   Bab 150: Cinta yang Tak Terduga

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui tirai putih tipis di ruang tamu rumah baru Laras. Cahaya hangatnya menyentuh dinding-dinding yang dihiasi foto keluarga, menggambarkan momen-momen penuh tawa bersama anak-anaknya.Rumah ini tidak megah, tetapi penuh dengan kehangatan dan rasa aman. Di tengah ruangan, Naya dan Raka bermain, tawa mereka menggema, sementara Sarah duduk di sofa, membaca buku cerita kesukaannya. Suara ceria mereka membawa kehidupan yang sudah lama Laras rindukan.Laras berdiri di depan jendela besar, memandang halaman kecil di luar yang mulai dipenuhi tanaman hijau.Hari ini berbeda, terasa lebih segar, lebih ringan. Rumah itu adalah simbol babak baru dalam hidupnya—sederhana, namun penuh dengan cinta dan harapan. Di saat itulah, pintu depan berderit pelan dan suara langkah yang dikenalnya memasuki ruangan.“Selamat pagi, semuanya!” suara Andi bergema di ruangan, membuat Raka berlari kecil sambil tertawa, mengh

  • Terbelahnya Rindu   Bab 149: Kebebasan Dimas

    Matahari pagi memancar lembut di atas jalanan berdebu yang membentang menuju desa kecil di pinggiran kota. Dimas memandangi pemandangan dari jendela bus yang bergetar pelan.Perjalanan ini bukan sekadar perpindahan tempat, tetapi perjalanan untuk mencari kembali dirinya yang hilang di tengah deru kesalahan dan penyesalan. Tas ransel di pangkuannya terasa berat, bukan karena isinya, melainkan beban emosi yang masih menggantung di dalam hati.Ia menatap keluar jendela, melihat petak-petak sawah yang membentang hijau dan rumah-rumah kayu dengan atap miring.Tempat ini adalah destinasi yang ia pilih untuk memulai lembaran baru, tempat di mana ia pernah menghabiskan waktu bertahun-tahun lalu saat masih menjadi mahasiswa yang penuh semangat.Proyek sosial yang dulu ia cintai, sebuah program pendidikan dan pengembangan masyarakat, kini memanggilnya kembali.Sesampainya di desa, Dimas turun dari bus dan merasakan angin pagi yang segar menyentuh wajahnya.

  • Terbelahnya Rindu   Bab 148: Kehidupan Baru Laras

    Matahari pagi menyinari ruang tamu rumah Laras, menciptakan bayangan indah di dinding berwarna krem yang hangat.Di sudut ruangan, rak buku yang penuh dengan koleksi cerita anak dan novel dewasa milik Laras tampak teratur, menambah kehangatan suasana. Di tengah kesibukan pagi itu, suara tawa anak-anak bergema, membawa semangat baru yang kini menyelimuti rumah mereka.Sarah duduk di meja makan, menyuapi Raka yang cerewet tapi ceria. Naya berlarian dengan boneka kelincinya, sementara Laras mengamati mereka dengan senyum lembut.Pagi yang sibuk seperti ini telah menjadi bagian dari rutinitas baru yang membuatnya merasa lebih hidup. Di balik segala kesulitan yang ia hadapi, kehidupan kini mulai terasa stabil, meski tidak sempurna.“Ma, bisa bantu buka ini?” suara Sarah memecah lamunan Laras. Ia menunjuk tutup botol susu yang sulit dibuka. Laras berjalan mendekat, mengambil botol itu dan membukanya dengan mudah.“Terima kasih, Ma,&rdqu

  • Terbelahnya Rindu   Bab 147: Pertemuan Terakhir dengan Dimas

    Langit sore berwarna oranye lembut, memayungi kafe kecil di sudut kota yang sepi. Hembusan angin sore membawa aroma kopi dan daun basah yang segar.Laras duduk di meja dekat jendela, memandang keluar sambil memainkan cangkir kopinya yang setengah kosong. Jantungnya berdegup dengan ritme yang tenang tapi berat. Hari ini, pertemuan terakhir dengan Dimas terasa seperti babak penutup yang sudah lama dinantikan.Pintu kafe terbuka, dan suara lonceng kecil terdengar menggema. Dimas masuk dengan langkah yang mantap, meski wajahnya menyiratkan kelelahan.Rambutnya lebih pendek daripada terakhir kali mereka bertemu, dan ada garis-garis halus di wajahnya yang membuatnya tampak lebih tua. Mata mereka bertemu sesaat, saling membaca rasa canggung yang perlahan mencair menjadi senyuman kecil.“Hai, Laras,” sapanya, suaranya terdengar serak tapi tulus.“Hai, Dimas,” jawab Laras dengan nada lembut. Dimas duduk di kursi seberangnya, meletakk

  • Terbelahnya Rindu   Bab 146: Sarah yang Menerima Kenyataan

    Hujan gerimis membasahi jendela kamar Sarah, membuat pola-pola acak yang bergerak pelan seiring tetesan air turun.Di kursi dekat jendela, Sarah duduk dengan kepala bersandar pada kaca yang dingin, matanya menerawang ke taman kecil di halaman rumah.Meski langit tampak suram, ada rasa damai yang aneh menyelimuti dirinya. Hari-hari yang penuh dengan kebingungan dan rasa kecewa perlahan berubah menjadi penerimaan yang lembut, seperti gerimis yang menyejukkan setelah badai panjang.Di sudut ruangan, terdengar suara langkah kecil yang mendekat. Naya muncul dengan boneka kelincinya, wajahnya memancarkan senyum polos yang khas. “Kak Sarah, mau main sama aku?” tanyanya dengan mata berbinar, suaranya penuh harapan.Sarah menoleh, menatap adiknya dengan senyum kecil yang mulai muncul di bibirnya. Selama ini, Naya adalah adik kecil yang selalu berusaha mengisi suasana dengan tawa, meski ketegangan di rumah kerap membuat suasana berubah-ubah.Sara

  • Terbelahnya Rindu   Bab 145: Pemulihan Naya

    Sinar matahari pagi menembus jendela kamar Naya, menyebar lembut di atas dinding bercorak bunga-bunga berwarna pastel.Naya terbangun perlahan, matanya yang besar berkedip beberapa kali sebelum melihat sekelilingnya. Di meja belajarnya, sebuah buku gambar terbuka, memperlihatkan coretan-coretan berwarna cerah.Gambar itu menunjukkan dirinya, Sarah, Raka, dan Laras berdiri di bawah pohon besar dengan senyum lebar. Meskipun gambar itu sederhana, ada perasaan hangat yang mengalir dari sana.“Naya, sudah bangun, Sayang?” suara Laras terdengar dari ambang pintu. Ia melangkah masuk, membawa nampan berisi segelas susu hangat dan roti panggang dengan selai stroberi. Wajah Laras tampak lebih cerah, senyum lembut menghiasi bibirnya.Naya mengangguk, bangkit perlahan dari tempat tidur dan tersenyum kecil. “Iya, Ma,” jawabnya, suaranya masih serak oleh sisa-sisa tidur. Laras duduk di tepi tempat tidur, mengusap rambut Naya yang halus dengan se

  • Terbelahnya Rindu   Bab 144: Kejutan Pekerjaan untuk Laras

    Pagi itu, sinar matahari menembus kaca jendela ruang kerja Laras, menerangi tumpukan berkas dan dokumen di atas mejanya.Matanya tertuju pada layar laptop, di mana email berisi tawaran pekerjaan di luar negeri masih terbuka. Ia membaca paragraf demi paragraf dengan hati yang berkecamuk.Kesempatan untuk bekerja di perusahaan ternama di Singapura, posisi yang menjanjikan kenaikan karier dan pendapatan yang menggiurkan. Namun, setiap kata dalam email itu seperti menambah beban di dadanya.Suara anak-anak terdengar dari ruang tengah. Naya tertawa renyah karena candaan Raka, dan Sarah terdengar menceritakan sesuatu dengan semangat.Laras menghela napas panjang, mengalihkan pandangannya ke arah pintu terbuka yang menghubungkan ruang kerja dengan ruang keluarga. Wajah anak-anaknya muncul dalam pikirannya, memaksanya mempertimbangkan apa yang benar-benar penting.Dengan tangan gemetar, Laras menutup laptopnya. Tawaran itu memang menggiurkan, namun perasaa

  • Terbelahnya Rindu   Bab 143: Nina yang Menguat

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela kecil apartemen Nina, menyinari sudut-sudut ruangan dengan kehangatan yang lembut.Di meja dapur, Nina duduk dengan rambut yang disanggul rapi, mengenakan kaus putih dan celana jeans longgar.Tangan kanannya sibuk menggambar sketsa bunga-bunga di buku catatan kecilnya, sementara di sampingnya, sepiring roti panggang dan secangkir teh hangat menemani. Ruangan itu dipenuhi aroma harum teh melati, membawa kedamaian yang tak terlukiskan.Di dekat Nina, bayi kecilnya, Aidan, tertidur pulas di kursi bayi. Wajahnya yang mungil dan polos membuat hati Nina terasa penuh, meskipun letih sering kali membayangi.Setiap kali ia melihat Aidan, rasa cinta yang begitu kuat mengalir dalam dirinya, memberinya alasan untuk terus melangkah maju. Tidak ada lagi bayangan Dimas di balik senyumnya, hanya ada dirinya dan Aidan, serta tekad kuat untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.Nina menutup buku catatannya, menghela napa

  • Terbelahnya Rindu   Bab 142: Dimas yang Melepas

    Hujan rintik-rintik mengguyur jalanan kota, menciptakan suara gemericik yang menyusup ke dalam apartemen Dimas yang sepi.Udara dingin dan lembap merayap melalui celah-celah jendela yang sedikit terbuka, mengisi ruangan dengan aroma tanah basah.Dimas duduk di meja kerjanya, tatapannya kosong memandangi selembar kertas putih di depannya.Tangannya yang gemetar menggenggam pena, namun tulisan yang tertoreh di atas kertas itu baru separuh jadi. Di sebelahnya, secangkir kopi yang sudah dingin tak disentuh, melengkapi suasana kesendirian yang membungkus dirinya.Sore itu, Dimas merasa keheningan menggerogotinya, namun entah mengapa, ada kedamaian samar yang merayap di antara rasa penyesalan dan kelelahan.Setelah berminggu-minggu diliputi kebingungan dan konflik batin, akhirnya ia menemukan titik terang di tengah kekacauan ini—sebuah keputusan yang terasa pedih namun perlu. Ia harus merelakan Laras, bukan hanya untuk kebaikan Laras, tetapi untuk

DMCA.com Protection Status