Tidak terasa waktu berlalu, jalan-jalan kami menelusuri kota setelah berkunjung ke toko peralatan telah berakhir, dan tibalah kami di depan Guild Petualang.“Jadi El, Guild Petualang itu apa?”“Hah? Sudah hidup bertahun-tahun di sini kau masih tidak mengerti apa itu Guild Petualang? Yang bener bro?”“Yah... Aku tau sih secara garis besar, mereka seperti organisasi yang menyediakan sarana bagi orang-orang untuk meminta pertolongan kan? Semacam membuat permintaan mencari kucing lah, menelusuri reruntuhan, bahkan mencari artefak kuno sepahamku begitu sih. Benar kan?”“Kau tidak sepenuhnya salah Azzo, namun fungsi mereka tidak hanya itu. Di Guild Petualang pekerjaan kita terjamin, setidaknya selama kita setor muka di sana, mereka akan memberikan kita pekerjaan. Tidak seperti petualangan kita sebelumnya, yang mana kita hanya seperti menjadi pedagang artefak dadakan karena baru saja menyelesaikan penelusuran di reruntuhan. Dan jika kita tidak menemukan
Bagian 1Setelah kami berjalan beberapa saat menjauh dari Guild Petualang, akhirnya kami sampai di perbatasan daerah pinggiran kota Sonnenstadt.“El, sampai kapan kau akan diam terus seperti ini? Jelaskan padaku apa yang terjadi tadi tentang batu keramat, dan mengapa mereka bisa tidak mengetahui cara penggunaannya? Aku tau batu keramat itu sangatlah langka, hingga kita hanya menemukannya bahkan bisa dihitung dengan jari selama beberapa tahun ini. Tapi apa maksudnya tadi itu?”“Sabar dulu Azzo, kita keluar sedikit lagi ke pinggiran kota. Di sini masih belum aman untuk aku menceritakannya.”“Apa sih? Kenapa harus sampai keluar kota segala? Dan lagi- eh... El, penghalangnya kau merasakannya? Seperti ada penghalang tambahan yang terpasang di kota ini.”“Aku tau, sudah dari sejak tadi aku merasakan aliran aura aneh di kota ini, sejak kita ada di guild aku mulai merasakan seperti ada aura aneh, mungkin lebih tepatnya aura kematian tiba-tiba mun
Setelah beberapa jam menelusuri reruntuhan pinggiran kota ini dan melihat beberapa keanehan. Aku akhirnya menyimpulkan bahwa reruntuhan di sini dulunya merupakan kota Sonnenstadt itu sendiri. Atau lebih tepatnya, bisa dikatakan bahwa tempat ini adalah salah satu fasilitas penting seperti kompleks pemerintahan kota Sonnenstadt. Aku mengamati sekitar dengan seksama dan melihat beberapa tulisan bekas reruntuhan kota yang terjatuh dan berterbangan dimana-mana, beberapa diantaranya seperti bertuliskan rumah sakit, dan dewan. Cukup sulit menemukan tulisan-tulisan yang telah terpecah belah kesana-sini di reruntuhan ini, namun dengan kata “Dewan” dan “Rumah Sakit” sepertinya memang ini kompleks perkantoran penting atau bahkan pemerintahan. “El, ada sesuatu di sana, sepertinya seseorang.”“Apa ada orang lain yang menyelidiki reruntuhan ini selain kita?”“Aku akan melihatnya, kau jangan jauh-jauh dariku El.”“Hah? Harusnya kau yang jangan jauh-jauh... Eh tunggu Azzo, jangan kesana sendirian, h
“Sudah sembuh tuh, kepalamu sudah tidak bocor lagi, sudah tidak keluar lagi darahnya. Palingan masih sakit sedikit semacam memar begitu kurasa.”“Kau berhutang padaku ya El, karena aku yang memancingnya.”“Iya-iya ribut banget si. Bentar nih aku mau mencatat kode yang dia pancarkan terus dari tadi”“Aw, ini masih sakit El! Yang bener dong nyembuhinnya.” Aku memegang bagian samping kanan kepalaku yang tadinya berdarah, dan merasakan sakitnya.“Kan tadi udah kubilang kalau aku nyembuhinnya ga semuanya, tubuh itu butuh waktu untuk penyembuhannya sendiri, supaya dia memiliki resistensi serangan yang lebih tinggi. Apalagi kau kan seorang pendekar pedang, resistensi serangan sangat penting bagimu. Kalau kau seorang penyihir aku sudah menyembuhkanmu sampai tuntas. Jangan berlebihan ah, tahan dikit.”“Hm baiklah… Lalu apa isi pesan yang dikodekan di matanya itu?”“Sebentar.... Kelihatannya disekitar sini ada daratan langit kalau dari isi pesannya.”“Huft... El jangan mengada-ada kau lihat ka
“Baiklah sekarang sepertinya kita ada di atas langit, mau ngapain ya kita?”“Dasar kau Ellard bodoh tadi saat di bawah kau pintar sekali, sampai di sini jadi begitu, tujuan kita dari awal sampai ke sini kan untuk menginvestigasi area daerah pinggiran ini, jadi ya sesuai tujuan awal kita saja.”“Oh iya juga ya, dan kebetulan juga kita sampai ke daratan langit, lalu kenapa aku bisa sampai lupa hahaha- Azzo ada seseorang disini.”Tiba-tiba ada sesosok wanita misterius mendatangi kami. Wanita itu memakai semacam gaun putih yang cukup indah dan elegan, namun anehnya ia mempunyai tanduk, dari tingginya mungkin bisa dikatakan dia tergolong sebagai wanita yang cukup tinggi, wajahnya khas Asia mengapa aku bisa tau? Karena aku hidup di Indonesia, aku mengenal sangat baik karakteristik wajah seperti itu. Aku yang sempat merasakannya dari kejauhan juga terkejut, karena tiba-tiba saja hawa keberadaannya menghilang di jarak yang cukup jauh itu dan tanpa kusadari dia sudah ada di dekat kami. Lalu d
Kami berjalan memasuki area halaman Istana Langit. Namun kami melihat dari kejauhan bahwa pintunya masih tertutup.“Tunggu di sini, aku akan membuka segel pintunya terlebih dulu” sahut Emilia.“Baiklah kak Emi. Kami akan menunggu di sini sampai kakak kembali.”“Anak yang pintar.”*Whush*Aku yang sedang mengedipkan mata tiba-tiba tersadar bahwa kak Emi sudah menghilang. Cepat sekali, apakah itu sebuah teknik? Atau memang pergerakan tubuhnya yang sungguh sangat amat cepat? Aku tidak sempat melihatnya.“Azzo, kau lihat itu? Dia menghilang. Dan sekarang sudah ada di depan pintu gerbang istana itu.”“Aku tau, aku bahkan tidak bisa melihat gerakannya.”“Hey bro, ngomong-ngomong sampai kapan kau akan bertingkah seperti anak kecil begitu? Bertingkahlah sesuai umurmu, kau kan sudah bukan anak kecil lagi.”“Apa kau tidak lihat ini badanku sekecil begini? Kau mau aku bertingkah sok dewasa dan bijak dengan badan kecil begini? Aku mau bertingkah sesuai penampilanku. Jangan iri ya...”“Bukan itu y
Kami duduk saling berpandangan dengan meja bundar yang tidak terlalu besar, yang bahkan bisa menjangkau satu sama lain dengan mudah. Sambil mengobrol kami disuguhkan oleh secangkir teh yang ditemani oleh biskuit sebagai cemilan ketika kami mengobrol.“Jadi kita mulai pembicaraan kita. Apakah kalian tau mengenai Langit Palsu?”“Langit Palsu? Apa itu? Aku baru sekarang mendengarnya kak. Bagaimana denganmu El?”“Sama aku juga baru sekali ini mendengarnya.”“Ohh... Menarik, kalian bahkan belum pernah mendengar hal ini sebelumnya ya, padahal salah satu dari kalian datang dari Dunia Sana.”“Emm... Aku tidak bisa membantahnya kak, aku memang dari luar dunia ini. Tapi apa maksudnya dengan Langit Palsu itu? Bahkan sekalipun aku tidak pernah mendengarnya.”“Jadi begini nak, ada beberapa metode untuk seseorang dapat berpindah antar dunia. Sebelum kita masuk ke topik itu, kalian berdua sudah mengetahuinyakan bahwa kita sebagai makhluk hidup tidak mungkin hidup sendiri, selain dengan monster tentu
Tahun D199, 9 Bulan sebelum masa sekarang. Di sebuah tempat bernama Sky Garden atau Taman Langit, tempat kekuasaan salah satu Octagon, Soraki sang Dewa Langit.“Hoahm... Aku benar-benar bosan, sudah beberapa dekade tidak ada kejadian yang menarik untuk dilihat. Hm?”*tok**tok**tok*Terdengar suara ketukan pada ruangan Soraki.“Ya, masuk saja, lain kali ketuklah dan langsung saja masuk, jangan menungguku untuk memberikan jawaban. Sebelumnya aku sudah selalu bilang kan?”“Mohon maafkan saya Tuan Soraki, namun saya merasa tidak sopan jika langsung masuk begitu saja.”“Ya ya terserah kau sajalah... Tapi setidaknya jangan ulangi itu terus menerus. Lalu ada apa kau kemari?”“Ini tuan Soraki, perdana mentri Arelia meminta izin anda untuk menandatangani ini.”“Apa ini?”“itu adalah sebuah proposal ketidaksetujuan atas proposal yang diajukan oleh Tuan Igares mengenai Project Void.”“Void? Ruang Hampa ya... Mana biar kupahami detailnya terlebih dulu.” Aku berjalan menuju meja kerjaku dengan me
Azzo menggenggam tangan Selene dengan erat, air mata pun mengalir di pipinya. "Kami tidak akan pernah melupakanmu, Selene. Aku juga akan menyelesaikan labirin ini demi dirimu." Kata Ellard dengan suara bergetar. Dia seperti ingin menangin namun ditahannya, karena situasi saat ini yang tidak memungkinkan untuk berhenti dan berduka sejenak.“Selene... Hiks... Hiks...” Azzo menangis tersedu-sedu karena ini pertama kalinya menyaksikan seseorang yang dia kenal dengan sangat dekat pergi dari sisinya.Selene mengangguk pelan, lalu menutup matanya untuk terakhir kalinya. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam di hati Azzo dan Ellard. Ellard yang melihat Selene seperti ingin menyerahkan tasnya kepadanya, segera memungut tas itu, dan membukanya.“El... Kenapa kau begitu?! Tidakkah itu kurang terhormat mengambil sesuatu dari mayat seseorang? Apalagi itu teman kita, apa kau sudah gila?!” Teriak Azzo protes terhadap tindakan Ellard.“Aku tau itu, tetapi tadi dia sepertinya berusaha menyerahkan t
Azzo meraba dinding labirin dengan tangan gemetar. Udara di dalamnya terasa lembap dan berbau pengap. Cahaya lilin yang mereka bawa hanya menerangi sedikit sekitar mereka. Azzo, yang biasanya penuh semangat, kini tampak lemah dan pucat. Dia masih terguncang oleh peristiwa tadi ketika Selene diculik oleh seseorang dengan kekuatan misterius.“Kita harus cepat menemukan Selene,” ucap Ellard dengan suara rendah. “Dia adalah kunci untuk mengungkap rahasia piramid ini.”Azzo mengangguk. Dia merasa bertanggung jawab atas nasib Selene, karena dahulu dialah yang menguji kekuatan dari Selene langsung saat pertama dia bergabung ke dalam kelompok. Mereka berjalan lebih dalam, mengikuti lorong-lorong gelap yang bercabang-cabang. Suara langkah mereka bergema di dinding-dinding batu. Tiba-tiba saja seiring mereka melangkah, mereka dihadapkan pada persimpangan tiga jalan.“Kita harus memilihnya dengan hati-hati,” kata Azzo. “Satu jalan bisa membawa kita ke Selene, yang lain mungkin mengarah pada sesu
Ini adalah daftar beberapa karakter yang pertama kali dibuat, sebelum akhirnya cerita dimulai. ------------------------------------------------- Nama : Azzo El-Hassan Alias : Pendekar Abadi, Pendekar Tanpa Suara Ras : Manusia Tidak Sempurna Jenis Kelamin : Laki-laki Umur Tubuh : 13 Tahun Hampir 14 Tahun (Saat Pertama Kali Tiba di Donya) Umur Asli : 24 Tahun (Saat ini) Tinggi Badan : 163cm Pekerjaan : Petualang Pekerjaan Sebelumnya : Pencari Artefak Independen Teknik : Ilmu Pedang Hampa Posisi : Pendekar Pedang Garis Depan Status : Abadi Sihir : - Aura : Abu-abu Tingkat Kekuatan : Perak 2 (Episode 1) Emas 2 (Sekarang, Belum Diukur Lagi) Peralatan : 1 Set Perlengkapan Petualang Warna Hitam Pedang Khas Elendig (Rusak/Diperbaiki) Silver Sword atau Pedang Silver (Sekarang) Kerabat : Ellard Vahran (Sahabat) Selene Aurelia (Sahabat) Seltsam Pioneer Nomor 3 - Iter ‘The Myth’, Larissa, Luna, Lisa (Guru) ------------------------------------------------- Nama : Ellard V
Saat ini kami tengah bersiap untuk menjelajah reruntuhan di dekat perbatasan antara daerah netral pegunungan Elendig dengan wilayah Mili wilayah dari Dewa Samudra Elaine ‘The Octagon’. Kami seringkali bertemu pengelana seperti kami yang memburu artefak dari dalam reruntuhan. Mereka bilang di daerah pegunungan ini terdapat semacam piramid yang menarik perhatian kami. Namun sebelum sampai di sana kami memutuskan untuk berkemah kembali di desa sekitar labirin itu.Malam itu, di bawah langit yang berkilauan, kami berkumpul di sekitar api unggun. Cahaya gemerlap memantul dari wajah-wajah kami yang lelah. Selene, dengan matanya yang tajam dan rambut hitamnya yang terurai, menatapku dengan sedikit kesal. Dia selalu lebih waspada, lebih cerdas dalam membaca tanda-tanda alam. Aku, Azzo, lebih suka bertindak dulu dan berpikir kemudian. Itu sebabnya kami sering berbenturan. Ini adalah kisah sebulan setelah kami bertualang dengan Selene.“Selene, kau bilang apa tadi mengenai daerah ini?” tanyaku.
Di sebuah desa yang diberkahi oleh para pemuda yang sangat berbakat untuk menjadi pendekar ataupun kesatria, terdapat seorang pemuda berambut merah yang sama sekali tidak menunjukkan bakatnya akan menjadi pendekar. Fisiknya sangatlah lemah, dia adalah Ellard Vahran. meskipun dia menyandang keturunan rambut merah yang kebanyakan dari mereka menjadi seorang pendekar.Dia hidup dengan rasa penasaran yang tak terpuaskan, kemana kekuatan pendekar dari keturunan rambut merah miliknya? Pertanyaan itu selalu berputar di benaknya. Meskipun fisiknya lemah dan tidak menonjolkan bakat sebagai pendekar, ada sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya. Di mata orang lain, dia hanyalah seorang pemuda biasa yang tidak memiliki potensi. Dia tidak dianggap oleh sekelilingnya. Keluarga besarnya bahkan menolaknya, karena dia dianggap tidak berguna karena tidak bisa meneruskan keturunan pendekar rambut merah keluarga mereka. Meskipun Ellard menghadapi penolakan dari keluarga besarnya dan desa, ada dua orang y
Tahun D194, kami masih berada di daerah netral pegunungan Elendig. Pada suatu hari Aku dan Ellard bertemu dengan seorang petualang perempuan ketika kami sedang berkemah di salah satu puncak gunung di pegunungan Elendig di dekat kota kecil Vreven. Saat itu, angin malam membuat tubuhku menggigil ketika aku dan Ellard berkemah di puncak gunung. Api unggun kami berjuang melawan dingin yang menusuk tulang. Di antara gemuruh angin, sebuah bayangan muncul dari kegelapan. Seorang perempuan, langkahnya ringan seperti hembusan angin, mendekati kami.“Azzo, sepertinya kita kedatangan tamu tak diundang.” Ellard waspada“Beruang atau manusia El?” tanyaku.“Dari ukurannya yang kurasakan dengan sihir deteksiku sepertinya manusia. Hei kau keluarlah aku tau kau ada di sana!” teriak Ellard berusaha menghalau musuh.Bayangan orang yang muncul dari kegelapan itu semakin mendekat. Langkahnya ringan, seolah-olah dia menyatu dengan angin malam. Rambut biru langitnya tergerai, dan matanya memancarkan kecerda
Di tengah hutan yang lebat, dua pemuda Azzo dan Ellard memutuskan untuk beristirahat. Mereka sudah berjalan selama seharian dan rasanya hari mulai gelap. Cahaya matahari tembus melalui dedaunan sore hari, memberikan sentuhan hangat pada kulit mereka. Mereka melepas beban ransel dan duduk di atas akar yang menjulang. Ellard mengeluarkan peralatan makan mereka.“Azzo,” ujar Ellard.“Kita sudah lama berpetualang bersama, tapi ada satu hal yang belum pernah kita coba. Bagaimana kalau kita membuat sate di sini? Aku ingin kau mengajariku bagaimana cara membuatnya, apalagi bumbu yang kau gunakan itu... Apa namanya, saus sambal kacang ya? Itu benar-benar lezat.”Azzo tersenyum pada Ellard, mengangguk setuju. “Baiklah, Ellard,” katanya dengan semangat. “Kita akan membuat sate di tengah hutan ini. Tapi ingat, kita harus berhati-hati agar api tidak merembet ke sekitar dan mengganggu alam.”Mereka berdua mencari kayu-kayu kering untuk membuat api unggun. Azzo mengajari Ellard cara menyusun kayu s
Tiga tahun telah berlalu, tepatnya tahun D193. Kami tengah berada di Daratan Netral di pegunungan Elendig, wilayah yang tidak termasuk teritori dari Delapan Dewa Surgawi. Aku telah memutuskan untuk melakukan perjalanan bersama dengan temanku yang sekarang menjadi sahabatku Ellard. Dia adalah orang pertama yang kutemui dan dia mengajariku semuanya yang ada di dunia ini atau tempat yang disebut sebagai Donya. Dia bahkan mengajariku berbicara menggunakan bahasa di sini juga dengan membaca maupun menulis. Dia benar-benar orang baik yang sudah menyelamatkan hidupku.Aku dan Ellard terus melanjutkan perjalanan kami meskipun aku belum mengingat apapun yang terjadi dengan diriku yang sampai terlempar ke Donya, namun kami menyadari sesuatu hal baru. Seiring berjalannya waktu, tubuhku sama sekali tidak berubah meskipun sudah 3 tahun berjalan. Hal ini sering membuatku menjadi pusat perhatian dan menimbulkan banyak pertanyaan dari orang-orang yang kami temui, mengingat kami sempat sing
Sepuluh tahun yang lalu pada tahun D190, adalah kisah saat pertama kali aku tiba di Donya. Saat itu, aku hanyalah seorang anak biasa yang tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Aku membuka mataku perlahan, dan cahaya matahari yang menyilaukan membuatku menyipitkan mata. Aku merasakan tanah yang lembut di bawah tubuhku dan mendengar suara burung-burung berkicau di kejauhan. Aroma segar dedaunan dan tanah basah memenuhi hidungku, memberikan rasa tenang yang aneh. Aku mengedipkan mata beberapa kali, mencoba memahami di mana aku berada. Ini bukanlah tempat yang kukenal. Pepohonan tinggi menjulang di sekelilingku, disertai dengan langit biru cerah membentang tanpa awan. Aku merasa seperti berada jauh dari rumah.Aku bangkit dengan bersusah payah, merasakan tubuhku yang lemah dan kepala yang berdenyut. Di sekelilingku, pepohonan tinggi menjulang dengan dedaunan yang berwarna-warni, sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi ingata