Kami duduk saling berpandangan dengan meja bundar yang tidak terlalu besar, yang bahkan bisa menjangkau satu sama lain dengan mudah. Sambil mengobrol kami disuguhkan oleh secangkir teh yang ditemani oleh biskuit sebagai cemilan ketika kami mengobrol.“Jadi kita mulai pembicaraan kita. Apakah kalian tau mengenai Langit Palsu?”“Langit Palsu? Apa itu? Aku baru sekarang mendengarnya kak. Bagaimana denganmu El?”“Sama aku juga baru sekali ini mendengarnya.”“Ohh... Menarik, kalian bahkan belum pernah mendengar hal ini sebelumnya ya, padahal salah satu dari kalian datang dari Dunia Sana.”“Emm... Aku tidak bisa membantahnya kak, aku memang dari luar dunia ini. Tapi apa maksudnya dengan Langit Palsu itu? Bahkan sekalipun aku tidak pernah mendengarnya.”“Jadi begini nak, ada beberapa metode untuk seseorang dapat berpindah antar dunia. Sebelum kita masuk ke topik itu, kalian berdua sudah mengetahuinyakan bahwa kita sebagai makhluk hidup tidak mungkin hidup sendiri, selain dengan monster tentu
Tahun D199, 9 Bulan sebelum masa sekarang. Di sebuah tempat bernama Sky Garden atau Taman Langit, tempat kekuasaan salah satu Octagon, Soraki sang Dewa Langit.“Hoahm... Aku benar-benar bosan, sudah beberapa dekade tidak ada kejadian yang menarik untuk dilihat. Hm?”*tok**tok**tok*Terdengar suara ketukan pada ruangan Soraki.“Ya, masuk saja, lain kali ketuklah dan langsung saja masuk, jangan menungguku untuk memberikan jawaban. Sebelumnya aku sudah selalu bilang kan?”“Mohon maafkan saya Tuan Soraki, namun saya merasa tidak sopan jika langsung masuk begitu saja.”“Ya ya terserah kau sajalah... Tapi setidaknya jangan ulangi itu terus menerus. Lalu ada apa kau kemari?”“Ini tuan Soraki, perdana mentri Arelia meminta izin anda untuk menandatangani ini.”“Apa ini?”“itu adalah sebuah proposal ketidaksetujuan atas proposal yang diajukan oleh Tuan Igares mengenai Project Void.”“Void? Ruang Hampa ya... Mana biar kupahami detailnya terlebih dulu.” Aku berjalan menuju meja kerjaku dengan me
Tahun D199, 9 Bulan sebelum masa sekarang. Sky Garden, wilayah kekuasaanku Sang Dewa Langit.*sring*Lingkaran Sihir teleportasi mulai terlihat dan lama-lama bersinar di dalam ruangan kerjaku.*whush*Aku tiba di ruangan kerjaku disertai angin yang ikut terbawa masuk, karena perbedaan suhu angin cukup terasa ketika ikut terbawa dengan Sihir Teleportasi, rasanya cukup menghangatkan. Mengingat wilayah Sky Garden yang ada di langit yang cukup dingin, maka sangat menyegarkan ada angin hangat dari daratan bawah yang ikut terbawa.“Hm? Pakaianku tidak berganti ke semula ya... Sepertinya masih perlu perbaikan dengan Lingkaran Sihir Teleportasi di bagian penampilan kurasa, tapi hal itu bisa menyusul. Aku harus bertemu Arelia untuk memastikan kondisi saat ini.”“Tuan Soraki, anda tiba lebih awal ternyata pertemuan dengan nona Arelia akan segera dimulai tuan.”“Bukannya pertemuan itu sudah kubilang malam sebelum aku pergi tadi?”“Ma-maafkan saya tuan Soraki, namun nona Arelia memaksa untuk meng
Tahun D200 Saat ini, setelah kehilangan Dewa Samudra, Licht duduk termenung di ruang istirahatnya di daerah pegunungan Elendig tempat pertemuan The Octagon. Tenggelam dalam kesedihannya, mata pria tua itu yang tadinya keemasan pun perlahan berubah menjadi kemerahan karena kesedihannya yang mendalam serta amarahnya yang bercampur menjadi satu, kehilangan orang yang dia cintai sejak lama. Licht mengingat hari-harinya saat itu ribuan tahun yang lalu ketika Licht masih sangat ‘peduli’ dengan Elaine. Ia masih sangat muda saat itu.“Elaine! Dimana kamu? Aku udah mencarimu kemana-mana, sekarang sudah sore kita harus segera kembali ke ruang pertemuan. Gurumu mencarimu. Hmm... Kemana ya dia?”Aku berjalan mencari Elaine di sisi simpang empat tempat pertemuan di Elendig. Aku sedang melihat ke arah kanan, namun tiba-tiba dari arah kiri ada seseorang yang mengagetkanku ketika aku baru saja ingin melihat ke arah kiri.“Bwah!”“Woah!!!” aku pun sedikit melompat mundur terkaget karena dia tiba-tiba
Sesudah perjamuan makan yang sangat mewah, kenapa kubilang mewah? Karena kami sebelumnya belum pernah dijamu seperti ini. Makanannya luar biasa banyak dan rasanya sungguh sangat nikmat atau memang kami saja yang sudah kelaparan jadi semuanya terasa nikmat, entahlah aku tidak bisa membedakannya. Tapi yang pasti makanan ini adalah makanan khas perjamuan dari Emilia Rosa. Setelahnya kami dipandu menuju ruang istirahat dan dipersilahkan untuk beristirahat hingga besok.“Silahkan, kalian bisa memakai kamar di sini, dan di sana. Terserah kalian ingin memakai berapa kamar. Namun aku menyarankan kalian untuk benar-benar beristirahat dan bisa untuk tidur malam ini, karena besok akan menjadi hari yang berat.”“Baik kak Emi. Terima kasih juga atas perjamuannya, rasanya sungguh luar biasa...”“Tidak masalah nak. Nikmati saja selagi masih bisa kita menikmatinya.”Emilia pun meninggalkan kami berdua untuk membiarkan kami beristirahat di malam yang sudah larut ini.“Hei, apakah benar tidak masalah k
Di Pagi hari, beberapa saat sebelum rombongan Licht sampai. Setelah di malam harinya perjamuan luar biasa dengan Azzo dan Ellard yang tidak sengaja masuk ke wilayah Istana Langit. Emila bangun dengan perasaan sumringah serta riang gembira tidak seperti biasanya. Karena dirinya tau kalau sebentar lagi akan kedatangan tamu lagi yang tidak kalah penting yaitu penguasa Sonnenstadt, Sang Dewa Cahaya Licht. Mengapa dia bisa tau? Karena dia memiliki sebuah intuisi akan masa depan yang luar biasa akurat.“Hoahm... Hari ini adalah hari yang penting. Karena aku merasa akan mendapatkan tamu, seorang teman lama yang telah membuat pelindung sihir di daratan langit ini.” Tersenyum dengan sedikit mengerikan serasa ada dendam lama yang ikut terpancar keluar dari senyumannya itu.Dia bangun dari tempat tidurnya dan segera menatap jendela dan melihat ke arah luar. Dia benar-benar tidak sabar akan kedatangan teman lamanya itu.“Wah? Istana ini sudah dikelilingi oleh Sihir Deteksi, terlebih lagi ini...
Para pengawal yang panik karena tidak menyadari arah datangnya serangan Emilia, mereka hanya menyadari bahwa tuannya yang tadinya sedang berbicara dengan seseorang yang ada di atas Istana Langit tiba-tiba terdiam. Namun ketika mereka sadar akan keberadaan Emilia yang terlihat cukup jauh dari pandangan mereka, Emilia langsung sudah ada di hadapan mereka, melancarkan serangan mematikan dengan kecepatan diluar nalar manusia dan mengarahkannya ke Tuan mereka Licht.“Tuan Licht?!”Serangan Emilia dari sisi kiri menggunakan tangan kanannya digeser oleh Licht menggunakan pedangnya Sword of Revealing Light agar tidak mengenai tubuhnya. Namun Emilia yang cukup terkejut dengan serangannya yang dibelokkan, langsung merespon dengan serangan kedua dengan menggunakan tangan kirinya yang dikuatkan yang bahkan bisa membelah besi sekalipun. Serangan kedua itu berupa tusukan menggunakan tangan yang mengarah langsung ke leher Licht. Licht yang menyadarinya langsung saja mengarahkan pedangnya ke sisi kan
“Apakah kau tidak ingin mengatakan sesuatu tentang kedatanganmu kesini hingga menghancurkan pelindung Istanaku Licht?”“Waktuku tidak selonggar itu untuk berbincang denganmu, aku hanya ingin melampiaskan amarah ini selain menanyaimu tentang calon penerusku.”“Wow hebatnya... Kau juga sadar rupanya mengenai penyusup yang masuk kemari. Namun, terlepas dari itu kemarahanmu itu sangat tepat untuk mengarahkannya padaku Licht! Sudah lama aku tidak pemanasan. Dan nampaknya kau dikendalikan oleh amarahmu ya terlihat jelas dari matamu memerah. Sungguh disayangkan seorang di level sepertimu jatuh ke dalam emosinya seperti itu.”Roagh!Licht mendorong Emilia dengan aura yang digunakannya sebagai pendorong, saat ini ia melompat dari kuda pegasusnya itu untuk menyerang Emilia.“Cih... Tenagamu sepertinya bertambah karena efek dari amarah itu. Namun teknikmu sepertinya menumpul karenanya!”Hiyah!Emilia menggunakan tenaganya untuk mendorong balik Licht dan ditambah dengan serangan menggunakan kakin
Azzo menggenggam tangan Selene dengan erat, air mata pun mengalir di pipinya. "Kami tidak akan pernah melupakanmu, Selene. Aku juga akan menyelesaikan labirin ini demi dirimu." Kata Ellard dengan suara bergetar. Dia seperti ingin menangin namun ditahannya, karena situasi saat ini yang tidak memungkinkan untuk berhenti dan berduka sejenak.“Selene... Hiks... Hiks...” Azzo menangis tersedu-sedu karena ini pertama kalinya menyaksikan seseorang yang dia kenal dengan sangat dekat pergi dari sisinya.Selene mengangguk pelan, lalu menutup matanya untuk terakhir kalinya. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam di hati Azzo dan Ellard. Ellard yang melihat Selene seperti ingin menyerahkan tasnya kepadanya, segera memungut tas itu, dan membukanya.“El... Kenapa kau begitu?! Tidakkah itu kurang terhormat mengambil sesuatu dari mayat seseorang? Apalagi itu teman kita, apa kau sudah gila?!” Teriak Azzo protes terhadap tindakan Ellard.“Aku tau itu, tetapi tadi dia sepertinya berusaha menyerahkan t
Azzo meraba dinding labirin dengan tangan gemetar. Udara di dalamnya terasa lembap dan berbau pengap. Cahaya lilin yang mereka bawa hanya menerangi sedikit sekitar mereka. Azzo, yang biasanya penuh semangat, kini tampak lemah dan pucat. Dia masih terguncang oleh peristiwa tadi ketika Selene diculik oleh seseorang dengan kekuatan misterius.“Kita harus cepat menemukan Selene,” ucap Ellard dengan suara rendah. “Dia adalah kunci untuk mengungkap rahasia piramid ini.”Azzo mengangguk. Dia merasa bertanggung jawab atas nasib Selene, karena dahulu dialah yang menguji kekuatan dari Selene langsung saat pertama dia bergabung ke dalam kelompok. Mereka berjalan lebih dalam, mengikuti lorong-lorong gelap yang bercabang-cabang. Suara langkah mereka bergema di dinding-dinding batu. Tiba-tiba saja seiring mereka melangkah, mereka dihadapkan pada persimpangan tiga jalan.“Kita harus memilihnya dengan hati-hati,” kata Azzo. “Satu jalan bisa membawa kita ke Selene, yang lain mungkin mengarah pada sesu
Ini adalah daftar beberapa karakter yang pertama kali dibuat, sebelum akhirnya cerita dimulai. ------------------------------------------------- Nama : Azzo El-Hassan Alias : Pendekar Abadi, Pendekar Tanpa Suara Ras : Manusia Tidak Sempurna Jenis Kelamin : Laki-laki Umur Tubuh : 13 Tahun Hampir 14 Tahun (Saat Pertama Kali Tiba di Donya) Umur Asli : 24 Tahun (Saat ini) Tinggi Badan : 163cm Pekerjaan : Petualang Pekerjaan Sebelumnya : Pencari Artefak Independen Teknik : Ilmu Pedang Hampa Posisi : Pendekar Pedang Garis Depan Status : Abadi Sihir : - Aura : Abu-abu Tingkat Kekuatan : Perak 2 (Episode 1) Emas 2 (Sekarang, Belum Diukur Lagi) Peralatan : 1 Set Perlengkapan Petualang Warna Hitam Pedang Khas Elendig (Rusak/Diperbaiki) Silver Sword atau Pedang Silver (Sekarang) Kerabat : Ellard Vahran (Sahabat) Selene Aurelia (Sahabat) Seltsam Pioneer Nomor 3 - Iter ‘The Myth’, Larissa, Luna, Lisa (Guru) ------------------------------------------------- Nama : Ellard V
Saat ini kami tengah bersiap untuk menjelajah reruntuhan di dekat perbatasan antara daerah netral pegunungan Elendig dengan wilayah Mili wilayah dari Dewa Samudra Elaine ‘The Octagon’. Kami seringkali bertemu pengelana seperti kami yang memburu artefak dari dalam reruntuhan. Mereka bilang di daerah pegunungan ini terdapat semacam piramid yang menarik perhatian kami. Namun sebelum sampai di sana kami memutuskan untuk berkemah kembali di desa sekitar labirin itu.Malam itu, di bawah langit yang berkilauan, kami berkumpul di sekitar api unggun. Cahaya gemerlap memantul dari wajah-wajah kami yang lelah. Selene, dengan matanya yang tajam dan rambut hitamnya yang terurai, menatapku dengan sedikit kesal. Dia selalu lebih waspada, lebih cerdas dalam membaca tanda-tanda alam. Aku, Azzo, lebih suka bertindak dulu dan berpikir kemudian. Itu sebabnya kami sering berbenturan. Ini adalah kisah sebulan setelah kami bertualang dengan Selene.“Selene, kau bilang apa tadi mengenai daerah ini?” tanyaku.
Di sebuah desa yang diberkahi oleh para pemuda yang sangat berbakat untuk menjadi pendekar ataupun kesatria, terdapat seorang pemuda berambut merah yang sama sekali tidak menunjukkan bakatnya akan menjadi pendekar. Fisiknya sangatlah lemah, dia adalah Ellard Vahran. meskipun dia menyandang keturunan rambut merah yang kebanyakan dari mereka menjadi seorang pendekar.Dia hidup dengan rasa penasaran yang tak terpuaskan, kemana kekuatan pendekar dari keturunan rambut merah miliknya? Pertanyaan itu selalu berputar di benaknya. Meskipun fisiknya lemah dan tidak menonjolkan bakat sebagai pendekar, ada sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya. Di mata orang lain, dia hanyalah seorang pemuda biasa yang tidak memiliki potensi. Dia tidak dianggap oleh sekelilingnya. Keluarga besarnya bahkan menolaknya, karena dia dianggap tidak berguna karena tidak bisa meneruskan keturunan pendekar rambut merah keluarga mereka. Meskipun Ellard menghadapi penolakan dari keluarga besarnya dan desa, ada dua orang y
Tahun D194, kami masih berada di daerah netral pegunungan Elendig. Pada suatu hari Aku dan Ellard bertemu dengan seorang petualang perempuan ketika kami sedang berkemah di salah satu puncak gunung di pegunungan Elendig di dekat kota kecil Vreven. Saat itu, angin malam membuat tubuhku menggigil ketika aku dan Ellard berkemah di puncak gunung. Api unggun kami berjuang melawan dingin yang menusuk tulang. Di antara gemuruh angin, sebuah bayangan muncul dari kegelapan. Seorang perempuan, langkahnya ringan seperti hembusan angin, mendekati kami.“Azzo, sepertinya kita kedatangan tamu tak diundang.” Ellard waspada“Beruang atau manusia El?” tanyaku.“Dari ukurannya yang kurasakan dengan sihir deteksiku sepertinya manusia. Hei kau keluarlah aku tau kau ada di sana!” teriak Ellard berusaha menghalau musuh.Bayangan orang yang muncul dari kegelapan itu semakin mendekat. Langkahnya ringan, seolah-olah dia menyatu dengan angin malam. Rambut biru langitnya tergerai, dan matanya memancarkan kecerda
Di tengah hutan yang lebat, dua pemuda Azzo dan Ellard memutuskan untuk beristirahat. Mereka sudah berjalan selama seharian dan rasanya hari mulai gelap. Cahaya matahari tembus melalui dedaunan sore hari, memberikan sentuhan hangat pada kulit mereka. Mereka melepas beban ransel dan duduk di atas akar yang menjulang. Ellard mengeluarkan peralatan makan mereka.“Azzo,” ujar Ellard.“Kita sudah lama berpetualang bersama, tapi ada satu hal yang belum pernah kita coba. Bagaimana kalau kita membuat sate di sini? Aku ingin kau mengajariku bagaimana cara membuatnya, apalagi bumbu yang kau gunakan itu... Apa namanya, saus sambal kacang ya? Itu benar-benar lezat.”Azzo tersenyum pada Ellard, mengangguk setuju. “Baiklah, Ellard,” katanya dengan semangat. “Kita akan membuat sate di tengah hutan ini. Tapi ingat, kita harus berhati-hati agar api tidak merembet ke sekitar dan mengganggu alam.”Mereka berdua mencari kayu-kayu kering untuk membuat api unggun. Azzo mengajari Ellard cara menyusun kayu s
Tiga tahun telah berlalu, tepatnya tahun D193. Kami tengah berada di Daratan Netral di pegunungan Elendig, wilayah yang tidak termasuk teritori dari Delapan Dewa Surgawi. Aku telah memutuskan untuk melakukan perjalanan bersama dengan temanku yang sekarang menjadi sahabatku Ellard. Dia adalah orang pertama yang kutemui dan dia mengajariku semuanya yang ada di dunia ini atau tempat yang disebut sebagai Donya. Dia bahkan mengajariku berbicara menggunakan bahasa di sini juga dengan membaca maupun menulis. Dia benar-benar orang baik yang sudah menyelamatkan hidupku.Aku dan Ellard terus melanjutkan perjalanan kami meskipun aku belum mengingat apapun yang terjadi dengan diriku yang sampai terlempar ke Donya, namun kami menyadari sesuatu hal baru. Seiring berjalannya waktu, tubuhku sama sekali tidak berubah meskipun sudah 3 tahun berjalan. Hal ini sering membuatku menjadi pusat perhatian dan menimbulkan banyak pertanyaan dari orang-orang yang kami temui, mengingat kami sempat sing
Sepuluh tahun yang lalu pada tahun D190, adalah kisah saat pertama kali aku tiba di Donya. Saat itu, aku hanyalah seorang anak biasa yang tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Aku membuka mataku perlahan, dan cahaya matahari yang menyilaukan membuatku menyipitkan mata. Aku merasakan tanah yang lembut di bawah tubuhku dan mendengar suara burung-burung berkicau di kejauhan. Aroma segar dedaunan dan tanah basah memenuhi hidungku, memberikan rasa tenang yang aneh. Aku mengedipkan mata beberapa kali, mencoba memahami di mana aku berada. Ini bukanlah tempat yang kukenal. Pepohonan tinggi menjulang di sekelilingku, disertai dengan langit biru cerah membentang tanpa awan. Aku merasa seperti berada jauh dari rumah.Aku bangkit dengan bersusah payah, merasakan tubuhku yang lemah dan kepala yang berdenyut. Di sekelilingku, pepohonan tinggi menjulang dengan dedaunan yang berwarna-warni, sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi ingata