"Sayang ayo kita pulang! Kamu lagi ngapain sih?" teriak Yuni.
Yuni adalah perempuan yang kini dekat dengan Yuda, mereka bertunangan setelah perusahaan keluarga Yuda hampir bangkrut.
"Kamu menginginkan aku untuk jauh dari kamu dan melupakan semua yang sudah terjadi dengan kita," ungkap Agista.
"Kalau memang iya kenapa Gis? Aku sekarang punya kehidupan baru yang tidak mungkin bisa kamu pahami," sahut Yuda.Agista menahan mulutnya dengan tidak mengeluarkan kata-kata ketika sang perempuan yang tadi bermadu kasih dengan Yuda menghampirinya seraya berujar.
"Sayang, dia siapa?" dengan wajah ketus Yuni mengelilingi tubuh Agista dan kembali menggandeng tangan dan mencium pipi Yuda. "Seharusnya aku yang harus bertanya seperti itu!" Namun kata-kata itu hanya terucap dalam hatinya. Yuda menjawab pertanyaan perempuan itu dengan gelagapan ,"I- ini Agista tetangga nenekku yang mau bekerja di rumah sebagai asisten rumah tangga," "Yuda, apa kau sadar dengan apa yang kau ucapkan itu? Sehina itu kah aku dihadapan kamu setelah aku berhari-hari mencari kamu keliling Jakarta dan setelah berbulan-bulan aku menunggu kabar. lagi-lagi Agista hanya bicara dalam hati saja. Tubuh Agista tersungkur ke bawah mendengar Jawaban Yuda atas pertanyaan Yuni. Yang terakhir diketahuinya adalah tunangan Yuda."Sayang, dia kenapa lagi?" Yuni menunjuk ke arah tubuh Agista yang tergulai lemah menyender ke ban mobil milik Yuda.
Tangan Agista terkepal, badannya merapat ke paha dan kepalanya tertunduk karena menahan suara tangis. "Bangun kamu!" dengan kasar dan kejam Yuni menarik tangan Agista lalu menyuruhnya untuk berdiri.
"Kamu ini datang ke Jakarta mau cari kerja atau mau cari perhatian calon suami saya?" pertanyaan Yuni membuat hati Agista semakin tercabik-cabik. Setelah beberapa hari berjuang mencari keberadaan Yuda, alih-alih ingin mengajak Yuda untuk mewujudkan semua yang diwacanakan ketika terakhir mereka memadu kasih namun hati Agista malah hancur berkeping-keping.
Bukan sekedar karena Yuda tidak mengakui jika dia adalah kekasihnya namun Yuni tunangan Yuda menghinanya habis-habisan.
Yuda tidak mampu berbuat apa-apa, karena Yuni adalah Puteri dari sahabat papanya yang menanam saham terbesardi perusahaannya. Jika dia macam-macam perusahaan keluarganya akan bangkrut. "Sayang, mungkin Agista belum makan makanya dia lemah begitu. Bagaimana kalau kita ajak makan dia!" cetus Yuda.Yuda kasihan sama Agista ketika diperlakukan sehina itu oleh Yuni, Yuda memang play boy tapi Yuda tidak pernah berbuat kasar pada perempuan.
Kebangkrutan perusahaan yang hampir terjadi setahun lalu membuat Yuda tidak berdaya di depan Yuni. Karena berkat keluarga Yuni lah perusahaan keluarga Yuda bisa bangkit kembali.
"Apa kamu bilang? Kita ajak makan dia!" teriak Yuni. "Iya sayang," jawab Yuda dengan memeluk mesra Yuni. Yuda memejamkan mata mencari ide bagaimana caranya supaya bisa kasih makan untuk Agista. Dan setelah beberapa menit Yuda mengacungkan telunjuknya ke atas pertanda jika idenya sudah ditemukan."Sayang, mama sudah nunggu di rumah. Ayo kita pulang saja!" Yuda menyeru Yuni. "Kamu juga cepat naik mobil, nanti kita lanjut bicara di sana!" bisik Yuda pada Agista. Mereka bertiga naik mobil Yuda. Di dalam mobil hati Agista kembali hancur karena melihat Yuni terus nyosor ke tubuh Yuda dengan mengalungkan kedua tangannya ke leher Yuda.
Sesekali Yuni mengecup leher Yuda, walau beberapa kali Yuda menghindar karena menjaga perasaan Agista namun sikap Yuni seperti kelaparan cinta.
Agista hanya menunduk dan meneteskan air mata, dia meratapi nasib yang begitu pahit. Dia merasa benci pada dirinya sendiri karena sudah memberikan keperawanannya pada Yuda.
Tidak terasa perut Agista keroncongan, Agista mencari sesuatu di dalam tasnya barang kali ada sedikit makanan. Dia tersenyum bahagia rupanya roti sobek yang dia beli dari kantin rumah sakit masih tersisa satu. Baru satu gigit saja roti itu dimakan oleh Agista, Yuni menoleh ke arah belakang tempat duduk Agista. Matanya langsung menyolot dan kembali nada bicaranya meninggi. "Heh Pembantu! Kamu nggak sopan amat makan di dalam mobil majikan, berhenti atau saya turunkan di tengah jalan!" dengan nada yang sangat tinggi dan kasar Yuni menyuruh Agista untuk berhenti makan. Agista mengikuti himbauan Yuni, dan ironisnya Yuda tak sedikit pun membela Agista. "Ya Allah jalan apa yang tengah ku alami ini?" gerutu Agista dalam batinnya karena dia merasa aneh dengan sikap Yuda yang dia kenal tiga tahun yang lalu. Agista merasa terjebak oleh situasi, tapi dia tetap penasaran dengan apa yang sebenarnya dirasakan oleh Yuda kepadanya. Sesampainya di rumah Yuda, Agista segera dibawa oleh Yuda ke kamar pembantu. "Sayang, kamu tinggal dulu di sini sementara. Kamu jangan macam-macam! Ikuti semua petunjuk ku!" di belakang Yuni, Yuda memanggil Agista dengan sebutan sayang yang membuat Agista kembali bingung. Yuda membuka pintu kamarnya Agista dan kembali menutupinya, Yuda berusaha membuka kerudung Agista dan semua pakaiannya. "Tidak Yud! Aku datang ke sini bukan untuk kembali melakukan dosa tapi aku ingin menuntut pertanggungjawaban kamu!" Ucap Agista sambil melepaskan tangan Yuda yang hampir nakal melucuti pakaiannya. "Sayang, aku itu kangen banget, kok kamu seperti nggak percaya lagi sama aku," Yuda kembali merayu Agista namun kali ini Agista tidak mau diperbudak oleh perasaannya dia ingat dengan pesan Bu Murni jika seorang wanita harus mempertahankan kehormatannya. Meski telah ternoda Agista tidak mau dosanya terus bertambah. Makanya dia rela jauh-jauh datang ke Jakarta untuk mencari Yuda dan meminta pertanggungjawaban. "Kamu itu nggak sadar juga, sudah bikin aku hamil dan keguguran. Kamu masih bersikap biasa saja dan menganggap jika aku ini pelampiasan hawa nafsumu," Agista berusaha tegas untuk menolak sentuhan Yuda. Di tempat yang berbeda Yuni mencari keberadaan Yuda yang sedari tadi hilang dari penglihatannya. Dia menyisir semua tempat yang ada di rumah Yuda. "Terakhir kali kulihat jika Yuda ngantar Agista ke kamar pembantu, aku coba ke sana saja," gerutu Yuni. Sambil berjalan matanya menengok ke kiri dan kanan barangkali Yuda ada di sekitar tempat yang dia lewati, namun lima langkah menuju kamar Agista Yuni mendengar suara percakapan manusia. Tanpa berpikir panjang Yuni langsung mendobrak pintu kamar Agista, spontan Agista dan Yuda tercengang. "Sayang ini tidak seperti yang kamu lihat!" otak picik Yuda kembali berputar karena kedapatan tangan Yuda sedang memegang tangan Agista. Menghampiri Yuni dengan wajah tanpa dosa, Yuda mengatakan jika Agista lah yang memaksa dia untuk menutup pintu kamar dan menggodanya. "Agista menggoda aku supaya pintu kamar ditutup dan membuka bajunya," ucapan Yuda tersebut memancing tangan Yuni untuk menampar wajah Agista."Prak ,"Suara tamparan keras itu terdengar sampai ke ruang tamu, yang pada saat itu ada Sukma mamanya Yuda.
Sukma pun lari tergopoh-gopoh menghampiri keributan yang ada di kamar pembantu. Agista segera mencium tangan mamanya Yuda tanpa bertanya terlebih dahulu dia siapa.Namun sikap hormatnya Agista justru menarik simpati mamanya Yuda. Sukma mengangkat tubuhnya yang tengah membungkuk seraya menatap wajahnya dan berujar.
"Kamu siapa dan dari mana nak?" tanya Sukma pada Agista. "S-saya ....,"Belum juga Agista melanjutkan bicara Yuda segera memotongnya.
"Dia Agista Bu, tetangga nenek dari kampung. Dia ke sini mau bantu tugasnya bi Tuti," ucap Yuda.
"Kenapa nenek tidak memberi tahu mama?" Sukma balik bertanya. "Ceritanya panjang mah, sudahlah kasian kan kalau kita nggak terima dia,"Sukma mengerutkan dahinya, dia curiga ada sesuatu hal yang Yuda sembunyikan padanya. Namun Sukma tak bereaksi apa pun, karena Sukma terkesima dengan sikap hormatnya Agista pada dia.
Agista pun akhirnya menemukan Yuda dan diterima di rumahnya. Namun bukan sebagai kekasih melainkan sebagai asisten rumah tangga. Seburuk apa pun Yuda memperlakukan Agista. Dia tetap setia sampai mendapatkan sebuah jawaban yang pasti.Pagi ini cuaca sangat cerah sekali, Agista memulai aktifitas di rumah Yuda dengan memasak di dapur membantu bi Tuti. Dia melihat ada beberapa stok sayur di dalam kulkas, ketika tangannya ingin meraih beberapa sayuran dan bumbu-bumbu. Tiba-tiba ada tangan yang menggenggam tangannya. Agista langsung membalikkan badannya dan segera melepaskan tangan itu. "Kamu!" suara Agista pelan namun matanya melotot tajam ke arah wajah Yuda yang tadi memegang tangannya. "Tanganmu sangat dingin, sedingin ruangan kulkas itu!" pekik Yuda dengan tatapan sinis. Agista tidak menghiraukan perkataan Yuda, dia terus melanjutkan niatnya untuk mengeksekusi resep masakan andalan ibunya di kampung. Yuda tidak beranjak dari tempat duduknya, dia terus memandang wajah polos Agista yang tengah memotong sayuran. &nbs
"Sepertinya kamu sudah paham dengan apa yang saya jelaskan barusan, saya akan membantumu semampunya namun kamu jangan berharap banyak karena yang menentukan hasil akhir dari sebuah usaha adalah do'a!" Bu Sukma menyimpulkan pertemuan mereka sudah cukup. Demikian pula dengan Agista, dia berniat untuk mengurungkan niatnya untuk menuntut Yuda tapi Bu Sukma terlanjur simpati pada Agista. "Bu, kalau begitu saya mohon pamit untuk pulang kampung saja. Percuma juga saya berlama-lama di sini, sekeras apa pun saya memohon tidak akan mengubah pendirian Yuda," keluh Agista. "Tidak, Kamu tidak boleh pergi dulu! Tunggu komando dari saya!" Bu Sukma mencegah Agista pulang. Bu Sukma lebih simpati pada Agista dari pada Yuni, namun Agista tidak tahu apa yang direncanakan Bu Sukma hingga menahannya untuk pergi. "Jika saya harus memilih antara kamu dan Yun
Nggak biasanya pak Handoko sepagi ini sudah rapi dan duduk di meja makan. Sedangkan Yuda masih terjaga dari tidurnya karena semalam benar-benar matanya tidak bisa terpejam meski hanya sedetik karena harus menjaga kamar Agista dari laki-laki mata keranjang yang tiada lain adalah papanya sendiri. "Pagi pah?" sapa Bu Sukma kepada pak Handoko dengan wajah cerianya. Namun pak Handoko tidak menjawab meski sepatah kata pun, dia asyik dengan benda pipih yang ada di tangannya. Namun ketika sang bunga teratai muncul dan menyuguhkan makanan di meja, seketika pak Handoko langsung melepaskan handphonenya dan menyapa nya dengan bahasa genitnya. "Sayang sekali wajah cantik mu harus ditutupi, berapa lama kamu pacaran sama anak saya?" tanya sang mata keranjang Handoko. Agista tidak menjawab dan langsung permisi ke dapur,"Maaf Pak, Bu, pekerjaan saya masih banyak. Saya permisi!"
"Yud, benarkah apa yang kau katakan itu?" Agista seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya, karena dari pertama dia ke Jakarta. Hanya pengkhianatan dan pengkhianatan yang dia lihat. "Aku bicara jujur di depan mama, bagaimana kamu bisa meragukan itu?" Yuda menjawab dengan sedikit mengangkat bahunya. Reaksi Bu Sukma pun tersenyum bahagia, dan memberi semangat pada anaknya untuk memperjuangkan apa yang menjadi haknya. "Nak, kamu berhak bahagia," ucap Bu Sukma. "Yuda akan bahagia hidup bersama aku Tante!" Yuni datang dan menyanggah pernyataan Bu Sukma. Yuda,Agista dan Bu Sukma terkejut dengan kedatangan Yuni yang secara tiba-tiba. "Kenapa kalian terkejut?" tanya Yuni. "Bukankah itu benar sayang?" Yuni langsung bert
Di dalam mobil Agista tidak bicara sepatah kata pun, meski Yusuf sebatas bertanya. "Apakah kamu sehat?" Agista tidak bergeming, dia hanya diam dengan pandangan kosong lalu meneteskan air mata. Yusuf pun paham dan mencoba mengikuti alurnya dia. Mungkin Agista ingin merasakan ketenangan meski hanya sejenak. Lama kelamaan Agista tertidur lelap, dan dia tidak sadar kepalanya jatuh di bahu Yusuf. Yusuf senyum dan hanya mengusap kepalanya berharap Agista bangun dalam keadaan bahagia. "Tidurlah! Temukan ketenangan meski hanya lewat mimpi!" ucap Yusuf sambil mengelus kepala Agista. Bahu Yusuf sudah sangat pegal, namun dia tidak tega untuk membangunkan Agista. Dia memarkirkan mobil ke pinggir jalan yang dia rasa aman untuk sekedar menghilangkan sedikit rasa pegal. Diangkatnya kepala Agista secara perlahan dari ba
Setelah melaksanakan pernikahan mewah, Yuda dan Yuni akan segera pergi ke Paris Perancis untuk bulan madu. Namun tak seperti pasangan suami istri lainnya yang sangat bahagia menikmati momen bahagia ini. Wajah Yuda nampak muram, yang ada di memorinya cuma Agista. Dia merasa benci pada dirinya sendiri, di saat dia membutuhkan seseorang untuk menyandarkan kesedihan dia malah bahagia di atas penderitaannya. Yuda tahu jika kini, Agista tengah berduka atas meninggalnya kedua orang tuanya. Walau pun dia sudah sedikit mambantu meringankan beban biaya rumah sakit namun sesungguhnya Agista membutuhkan lebih dari sekedar materi. Yuni segera mengalihkan perhatian Yuda agar terfokus hanya pada dia seorang. "Sayang, coba pegang perutku! Di sini ada buah cinta kamu!" Yuni memegang tangan Yuda lalu menemp
Yuda dan Yuni sudah seminggu di Paris, mereka menghabiskan banyak waktu untuk berdua tanpa ada seorang pun yang mengganggu termasuk keluarganya sendiri. Bersikeras Yuda untuk melupakan Agista dengan terus menyetubuhi Yuni yang kini jadi istrinya, sekali pun Yuni sadar jika Yuda melakukannya tidak sepenuh hati. Di lain kesempatan di kala Yuni terus berusaha memiliki hati Yuda sepenuhnya, diam-diam Yuda menemukan sebuah chat WhatsApp yang muncul di layar handphone Yuni. Mungin Yuni lupa mengunci layar handphonenya sehingga Yuda begitu mudah membuka semua yang ada di handphone istrinya tersebut. "Yuni sayang, bagaimana kesannya bulan madu dengan laki-laki yang bukan ayah kandung dari anakmu itu?" Yuda tersentak hatinya untuk menghancurkan handphone Yuni, tapi ia urungkan. Isi chat WhatsApp tersebut dia kirimkan ke WhatsApp dia dan menghapus
Yuda dan Yuni sudah seminggu di Paris, mereka menghabiskan banyak waktu untuk berdua tanpa ada seorang pun yang mengganggu termasuk keluarganya sendiri. Bersikeras Yuda untuk melupakan Agista dengan terus menyetubuhi Yuni yang kini jadi istrinya, sekali pun Yuni sadar jika Yuda melakukannya tidak sepenuh hati. Di lain kesempatan di kala Yuni terus berusaha memiliki hati Yuda sepenuhnya, diam-diam Yuda menemukan sebuah chat WhatsApp yang muncul di layar handphone Yuni. Mungin Yuni lupa mengunci layar handphonenya sehingga Yuda begitu mudah membuka semua yang ada di handphone istrinya tersebut. "Yuni sayang, bagaimana kesannya bulan madu dengan laki-laki yang bukan ayah kandung dari anakmu itu?" Yuda tersentak hatinya untuk menghancurkan handphone Yuni, tapi ia urungkan. Isi chat WhatsApp tersebut dia kirimkan ke WhatsApp dia dan menghapus
Berita tentang rencana pernikahan Agista sampai juga di telinga Yuda, dia ingin sekali menggagalkan pernikahannya namun dia punya cukup bukti jika anak yang dikandung Yuni bukanlah darah dagingnya."Gue bisa gila jika Agista nikah sama Gino, gue cari bukti ke mana lagi yah jika Yuni sudah jebak aku!" Yuda bicara pada dirinya sendiri."Sayang!" bisik Yuni sambil memeluk Yuda dari belakang dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Yuda.Bibirnya melumat daun telinga Yuda dan kedua tangannya membelai dada bidangnya. Setelah itu badannya berputar ke depan hingga berhadapan dengan wajah Yuda.Yuda yang tengah duduk di atas kursi putar ruang kerjanya merasa jengah dengan sikap Yuni yang terus menguasai dirinya."Kamu ngaku saja jika kamu sudah bayar orang untuk mrnjebak Agista, supaya Agista tercoreng namanya!" sarkas Yuda.Yuni sangat murka dengan pertanyaan Yuda, semua benda
"Mah!" panggil Gino pada ibu Monika.Monika yang sedang tidur dengan posisi miring ke kiri segera membalikkan posisi badannya ke arah sumber suara."Kenapa kamu bawa wanita murahan ini ke hadapan Mama Gino?" Monika malah tak terima jika Agista ada di depannya.Gino meraih tangan Monika lalu menciumnya, lalu berujar."Aku membawa bukti jika Agista sudah dijebak oleh seseorang! Mama tolong lihat dulu! Aku mohon Mah aku sangat sayang pada Agista aku ingin segera menikahinya!" bujuk rayu Gino pada Monika sang Mama, wanita yang sama-sama disayangi oleh Gino.Meski agak lama menunggu Monika pun mau melihat video Andika yang dia rekam."Coba Mama lihat!" seru Monika dengan mengubah posisinya menjadi duduk.Kurang lebih lima menit video itu diputar, Monika luluh dan akhirnya mau menerima Agista sebagai menantunya."Kala
"Kamu makan dulu, biar aku suapi yah!" tawar Gino sambil menyodorkan satu sendok nasi goreng ke mulut Agista.Agista terharu mendapat perlakuan spesial dari Gino. Perhatiannya membuat Agista benar-benar membunuh rasa cintanya pada Yuda."Gin, terimakasih yah!" lirih Agista."Kamu jangan bicara apapun selain fokus makan, aku tidak mau kamu sakit!" respon Gino yang terlalu fokus nyuapi Agista karena sudah lama menahan lapar.Agista pun diam dan fokus menghabiskan nasi gorengnya sampai habis."Maafkan aku Gis, aku tidak mau memperlihatkan rekaman kedua Andika tentang jebakan Yuni pada Yuda. Aku takut kehilanganmu jika kamu kembali simpati pada Yuda," Gino bergumam dalam batinnya.Makan telah usai, Agista dan Gino segera bersiap untuk berangkat ke rumah ibu Monika. Dengan hati yang masih belum stabil, Agista pasrah karena Gino sudah berhasil meyakinkan dirinya jika dengan rekama
"Oke gue mau jujur, tapi aku minta tambahkan nominalnya!" tawar Andika."Lo belum buka tabir itu meski sekata pun, lantas sekarang lo minta gue tambahin! Lo anggap gue sebodoh itu!""Jika kejujuran itu lo ungkapin ke media sosial, image lo juga bakal bersih! Jadi terserah lo, lebih memilih gue lapor polisi atau bicara jujur?"Andika memang jiwa penipunya sangat handal, namun Gino sangat cerdas dan tidak mau dikelabuhi begitu saja. Dia sangat ingin Agista jadi miliknya tanpa bayangan image buruk."Gue disuruh oleh seseorang untuk mengerjai Agista seolah-olah Agista sudah gue tiduri, padahal aku sumpah demi ibuku jika aku tidak menyentuhnya. Aku hanya mengambil scan foto memeluknya tapi tidak lebih itu,"Gino merekam pernyataan Andika untuk barang bukti."Siapa yang memyuruh lo?" Gino masih penasaran."Tambahkan dulu nominalnya! Baru gue bicara!" p
Gino segera menyusul ke rumah sakit, karena asisten Monika sigap mengantarnya ke sana. "Dok, Mama saya kenapa?" tanya Gino pada dokter yang ada di IGD. "Ibu anda mengalami tekanan darah tinggi, setelah sadar anda boleh membawanya pulang kembali! Saya kasih resep obat tapi anda harus tetap mengawasi ibu anda agar tidak menemukan tekanan pikiran yang berat yang memicu hypertensinya kembali naik!" ungkap dokter. Gino tak mampu berkata-kata. Monika pingsan karena tekanan berpikir tentang hubungannya dengan Agista. Dia kembali ke ruang IGD untuk melihat perkembangan selanjutnya. "Mah, aku sayang Mama tapi aku juga tidak mau kehilangan Agista. Agista adalah hidupku!" lirih Gino sambil memegang tangan Monika. Agista merasa bersalah dengan kondisi kesehatan Monika. Dia naik taksi untuk menemui sekaligus mohon maaf. "Gis! Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Agista. "Kenap
"Sayang, aku udah bayar kosan kamu untuk tiga bulan pertama. Semoga semuanya dimudahkan jadi kamu nggak usah mikirin biaya kosan yah! Yang paling utama kamu nyaman di sini!" ungkap Gino.Fasilitas kosan tersebut lumayan agak mewah karena ada Ac, sping bad, WC, dapur mini, sofa dan CCTV.Gino duduk terlebih dahulu di tepi ranjang sembari menunggu Agista merapikan barang-barangnya."Sayang, hari ini kita nggak ada jadwal kuliah. Jadi kamu bisa santai-santai!" ujar Gino sambil tiduran di sofa."Tapi Gin, aku harus ke butik!" timpal Gino.Baru saja Gino rebahan di atas sofa sambil nungguin Agista beres-beres, notifikasi ponsel dari aplikasi WA berbunyi.Timbunan beberapa pesan chat dari WA grup kampus yang membuat mata Gino tersulut emosi kembali.Beberapa foto dan video adegan mesra antara Agista dan Andika juga dengan dirinya.Kemaraha
"Aku percaya kamu!" Gino bicara dengan nada pelan tapi dengan posisi kepala dan tangan menunduk ke setir mobil.Agista yang mendengar hal itu langsung tersenyum dan mengangkat bahu Gino agar dia bangkit dari posisinya."Gin!" panggil Agista.Setelah posisi Gino duduk tegap kedua pasang mata kekasih itu saling bertatapan, Gino mengelus wajah Agista dan mengusap air matanya."Gis!""Bolehkah aku mencium keningmu!" pinta Gino.Agista mengangguk dan bibir Gino pun mendarat untuk yang pertama kalinya dengan manis di dahi Agista.Setelah Gino mencium dahi Gino, bibirnya seperti magnet untuk turun ke bibir Agista. Namun Agista menahan bibir Gino dengan kelima jarinya."Aku mohon jangan dulu Gin, aku belum siap!"Gino tidak bisa memaksanya, Gino sangat mencintai Agista dari pertama kali berjumpa. Gino
"Kamu sudah diberi uang tapi belum ada aksi apa pun, coba kamu hubungi Mona tingkat 1 mungkin bisa kerjasama dengan kamu!" Yuni ngomel sama Andika karena tidak ada aksi sama sekali meski sudah diberi imbalan. "Sayang, aku itu baru diangkat jadi ketua BEM dua bulan lalu. Jadi aku benar-benar harus hati-hati!" jawab Andika. *** "Gue menyimpulkan jika Gino itu pura-pura culun, padahal dia sebenarnya punya banyak modal untuk membuat style dia untuk semenarik mungkin. Kok Agista yang kucel itu bisa jadi pacarnya juga, duh gue jadi bsnyak PR begini sih," gerutu Mona. "Padahal gue cantik, tinggi, styleku juga oke. Gue dong yang harusnya jadi pacar Gino!" dengan melenggak lenggokan tubuhnya di depan cermin Mona bicara sendiri. "Ya gue harus jadi pacar Gino!" Mona meyakinkan dirinya jika Gino bakal balik arah pada Mona. Keesokan harinya seperti biasa, Mona sudah ada di kelas dengan mempersia
Ketika Wini sedang menyimak apa yang diterangkan oleh Agista tentang style fashionnya. Gino tiba-tiba menghampiri Agista untuk mengajaknya makan siang."Sayang, kamu belum makan nih," ujar Gino sambil menempelkan dagu di bahunya Agista.Sontak semua karyawan dibikin baper dengan kelakuan Gino termasuk Wini sendiri."Aku kerja dulu Gin," Agista menolak ajakan Gino dengan nada pelan karena malu sama Wini.Agista tidak sadar jika ponsel Wini mengabadikan momen manis Gino dan Agista tersebut untuk bahan laporan pada Mona."Bang Gino nih nakal banget kalau ada Mamanya pasti udah dijewer!" celoteh salah satu karyawan Bu Monika.Wini mencuri kesempatan untuk cari informasi tentang posisi Gino itu siapa di butik itu."Mba itu yang lagi ngobrol mesra sama cowok itu siapa sih?" tanya Wini."Itu si cowok anak yang punya butik ini, dan kar