"Astaga," guman Kanaya seraya menepuk pipinya yang merona. Aktifitas yang baru saja mereka lakukan benar-benar membuat Kanaya malu. Cepat atau lambat Rey pasti akan meminta HAK-nya. Namun karena ini untuk pertama kalinya sehingga membuat Kanaya benar-benar gugup.Kanaya menatap pantulan nya didalam cermin. Sembari menyentuh tanda bintang yang baru saja Rey sematkan. Wajah nya memerah bak kepiting rebus, mengingat kejadian panas tadi.Gadis itu menghela nafas dalam, mencoba menguasai diri. Mungkin ini memang sudah saat nya ia menyerahkan diri kepada suaminya. Toh dia dan Rey sudah berjanji untuk memulai semuanya dari awal. Kanaya yakin, meski Rey seorang Abdi Negara namun dia tidak akan menghianatinya seperti Rama. Rey meletakan semua makanan yang dia pesan keatas meja. Pria itu tersenyum hangat, sungguh semua ini terasa seperti mimpi untuk Rey. Pernikahan yang awalnya hanya untuk menyenangkan kedua orang tuanya. Kini menjadi impin Rey dalam membangun Rumah Tangga. Dia tidak akan men
"Ya sayang," sahut Rey, pria itu menggendong Kanaya bak anak koala. Membawanya keatas ranjang. Sedangkan Kanaya mengalungkan tangannya di leher Rey.Rey kembali menyatukan bibir nya dan bibir Kanaya yang selalu terasa manis, sampai-sampai dia tidak pernah puas menyesap bibir mungil gadis itu. Melumat dengan rakus, Bahkan kini Kanaya membalas ciumannya, hingga sesapan itu semakin memabukan.Rey mendudukan Kanaya diatas ranjang, ciuman mereka terhenti. Pria itu memberi kesempatan untuk Kanaya menghirup oksigen sebanyak-banyak nya sebelum mereka kembali melanjutkan kegiatan itu."Kamu cantik sekali sayang," puji Rey tepat didepan wajah istrinya, deru nafas keduanya saling bersahutan. Pujian Rey membuat Kanaya menunduk malu. Melihat Kanaya seperti itu membuat Rey semakin gemas, pria itu mengangkat dagu istrinya. Membuat tatapan mereka saling beradu. Kabut gairah menguasa keduanya. Perlahan Rey membaringkan tubuh Kanaya tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh molek nan indah milik istri
Matahari pagi ini bersinar dengan sangat terik. Rey menyambut pagi dengan senyum manis nya. Pria itu sudah terjaga sedari tadi, namun ia sama sekali tidak beranjak dari ranjang. Rey hanya sibuk menatap wajah ayu istrinya yang masih terlelap.Entah berapa kali dia dan Kanaya melakukan pelepasan, hingga tubuhnya benar-benar terasa lelah. Mungkin jika Kanaya tidak mengeluh letih, Rey masih terus menggempur nya sampai pagi. Benar-bena kegiatan yang menguras tenaga, namun ingin terus dilakukan. Melihat Kanaya yang tidur pulas tanpa busana seperti ini membuat jiwa kelelakiannya kembali meronta.Kanaya mulai bergerak gelisah, mungkin karena pelukan Rey yang terlalu erat. Sehingga membuat wanita itu tidak nyaman. Melihat Kanaya yang mulai membuka mata, dengan cepat Rey kembali terpejam, dia ingin tahu seperti apa reaksi istrinya.Kanaya mulai mengerjapkan mata, ia merasakan nyeri disekujur tubuh, meski semalam Rey melakukan dengan penuh kelembutan, namun tetap saja Kanaya merasa tidak nyaman,
"Udah dong sayang ngambek nya, aku mau balik ke Cianjur lagi nih, masa iya kamu nya ngambek gitu," rayu Rey sembari menggenggam tangan istrinya.Sepanjang perjalanan pulang menuju kediaman Mahardika, Kanaya terus saja menggerutu dengan tingkah suaminya. Wanita itu begitu kesal, karena Rey terus saja berbuat mesum padanya."Tauk ahh," sahut Kanaya, wanita itu fokus memandangi jalanan yang mereka lewati."Mood boster sayang, dua hari kedepan kita nggak ketemu loh, aku yakin kamu bakalan kangen sama aku," ucap Rey dengan pedenya.Kanaya mendesis, dia tidak lagi menyahuti ucapan suami mesumnya. Bukannya Kanaya menolak melayani Rey, namun dia benar-benar tidak sanggup menjadi bahan ejekan Mama dan Kakaknya. Apa lagi kini cara berjalan nya bak anak itik. Rey terus mengecup punggung tangan Kanaya, meski wanita itu tengah merajuk, namun Kanaya tidak menolak perlakuannya. Andai dia tidak harus menyelsaikan tugasnya, mungkin Rey akan tetap mengurung kanaya di Hotel. Dua Puluh Lima menit berken
Dua hari berlalu pasca kepulangan Relawan, dan kini tiba giliran para Anggota Militer. Sedari membuka mata hingga Matahari bersinar terik begini, Rey terus menyunggingkan senyum. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istri cantik nya. Rasa Rindu sudah begitu membuncah dihati kedua anak manusia yang tengah dilanda asmara. Siapa sangka jika Kanaya lebih dulu mengutarakan kerinduan nya, tentu saja hal itu membuat Rey senang bukan main."Ya ampun happy banget yang mau ketemu istri," cibir Rian, kini mereka tengah dalam perjalan kembali ke Jakarta.Rey yang tengah bertukar pesan dengan Kanaya hanya tersenyum menanggapi ucapan sahabat sekaligus rekan kerja nya itu. "Sirik aja Yan, makanya buruan maried juga," ledek Rey, membuat Rian mendengus kesal."Kemarin-kemarin kamu suka nggak terima kalau ada yang tanya kapan maried, nah sekarang ngeledek aku, kamu kira aku bakalan terima," kesal Rian. Beberapa bulan ini Rian tengah patah hati karena ditinggal menikah mantan kekasih nya, sehingg
Greb..Rey menutup kedua mata Kanaya dengan telapak tangan nya. Namun Kanaya tidak bereaksi apa-apa, wanita itu hanya diam saja. Membuat Rey dengan terpaksa membuka telapak tangannya."Kok nggak kaget sih?" tanya Rey, pria itu berdiri tepat disamping Kanaya yang tengah duduk menatap layar laptop-nya. Rey memandangi wajah cemberut sang istri yang nampak sangat menggemaskan.Sebenarnya Kanaya sudah tahu jika Rey ada didalam kamar itu, siluet Rey yang tengah berjalan mengendap-endap dibelakang nya terlihat dengan jelas dari layar laptop."Kirain nggak bakal pulang, masih mau tinggal Di Cianjur, disana kan banyak Mojang cantik-cantik," ucap Kanaya menyindir.Rey terkekeh, merasa senang, karena Kanaya menghawatirkan dirinya, ditambah lagi wanita itu tengah cemburu, membuat Rey tidak tahan ingin menjahili Kanaya. "Ternyata seorang Dokter Kanaya bisa cemburu juga," ledek Rey, membuat Kanaya membulatkan matanya. Kanaya menunjuk dirinya sendiri. "Aku! cemburu?" tanya nya, membuat Rey mengang
Adzan Subuh berkumandang, membangunkan setiap insan beriman. Kanaya lebih dulu terjaga, pandangan nya langsung tertuju kepada Rey yang masih terlelap damai. Wanita itu tersenyum, seraya mengusap pipi Rey dengan lembut. "Mas, bangun," ucap Kanaya dengan lirih, namun sang suami sama sekali tidak terusik. Berkali-kali Kanaya membangunkan Rey, tetapi Pria itu tetap saja tidak membuka matanya. Hingga akhirnya Kanya berinisiatif membuat Rey terbangun dengan cara lain.Kanaya mengecup bibir sang suami, tanpa disangka Rey malah menahan tengkuk nya, dan memperdalam ciuaman itu. Ternyata Rey sengaja mengerjai Kanaya. Rey yang notabene seorang Anggota militer tentu lebih peka dan waspada akan gerakan sehalus apapun. Sehingga saat Kanaya terbangun, Rey juga ikut terjaga, namun dia sengaja ingin tahu apa yang akan Kanaya lakukan jika ia masih tertidur. Tanpa Rey duga, jika Kanaya akan mencium nya terlebih dahulu, hal yang dulu biasa Rey lakukan saat Kanaya belum bisa menerima kehadiran nya. Rey
"Selamat siang Komandan." Rey memberikan hormat kepada Antoni dan beberapa Anggota Militer lain yang ada didalam ruangan itu."Selamat siang Kapten Rey!" jawab Antoni."Wah, pantas kemarin dirahasiakan, ternyata Pendamping Kapten Rey sangat cantik ya," puji Komandan Lukman.Mendengar itu Rey hanya tersenyum tipis, begitupun dengan Kanaya yang nampak malu mendapat pujian dari atasan Suaminya."Dr. Kanaya Anggraini Mahardika, Sp.PD - KGEH, usia 27 tahun?" Lukman nampak terkejut membaca biodata Kanaya. "Iya benar," sahut Kanaya."Kapten Rey memang pandani mencari pendamping, sudah cantik, Dokter lagi ya," canda Komanda Antoni, namun lagi-lagi Rey hanya menanggapi dengan senyuman. Pria itu selalu bersikap tegas jika didepan orang lain, namun sangat mesum dan kekanakan didepan Kanaya.Mereka sedikit berbincang-bincang, dan mulai mengisi berkas-berkas yang sudah disiapkan. Komandan Lukman mulai mengajukan beberapa pertanyaan kepada Kanaya, tentu dengan mudah Kanaya mampu menjawab. Hingga t
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Sirine Ambulance begitu nyaring mengiri perjalanan mereka menuju Rumah Sakit. Seperti tidak ada habisnya, air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. Satu tangannya mengusap wajah Rey, sementara tangan lain menggenggam jari jemari Suaminya begitu erat. Sakit ketika melihat suaminya tak berdaya seperti ini, namun ada setitik rasa syukur karena Rey bisa bertahan. Tidak tergambar seperti apa perasaan Kanaya, di satu sisi dia bahagia bisa melihat Rey selamat, namun di sisi lain ia pun terluka karena keadaan Rey seperti ini."Bertahan Mas!" Kanaya terus mengecup punggung tangan suaminya, wajah tampan yang sangat ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Wajah tampan yang selalu tergambar di malam-malam sunyi yang ia rasakan, malam penuh dengan sejuta rindu yang haus akan bertemu."Anak kita sudah lahir, dia sangat tampan seperti kamu Mas. Dia terus menangis, pasti karena dia ingin bertemu ayahnya." Lagi Kanaya terus membisikan kata-kata di telinga Rey, berharap pria itu merespon apa
"Rey.."Pandangan semua orang tertuju pada dua buah Brankar yang mendorong Rey dan Rio. Sesat semua orang yang ada disana termangu, diam dan tak mengatakan apapun. Otak mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi."Tuan Adit.." sapa Lukman, pria yang bertugas menyambut kedatangan para anggota Militer itu nampak menghampiri Keluarga salah satu prajuritnya."Komandan Lukman, Rey masih selamat?" tanya Adit dengan raut kagetnya.Lukman mengernyitkan dahi. "Apa Rian belum memberi tahu. Rey memang selamat," jelasnya.Seketika tangis Kanaya kembali pecah, ia yang semula tak percaya buru-buru mengejar Brankar yang tengah di dorong menuju sebuah Ambulance. Disusul Amy yang turut mengejar putrinya. "Jadi Rey masih selamat? Rian bilang dia tidak selamat," sahut Adit.Flashback.."Bertahan Rey, inget Kanaya, anak kalian sudah lahir.." Terus saja Rian membisikan sesuatu ke telinga sahabatnya, berharap Rey bisa bertahan sebelum mereka tiba di Rumah Sakit yang ada di Wamena.Sudah dipastikan t
Matahari bersinar begitu cerah di hari ini. Namun tak secerah wajah Kanaya dan seluruh keluarganya. Dua buah mobil melaju beriringan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma, sebab siang ini seluruh korban tragedi meledaknya Helikopter yang tengah bertugas di Irian Jaya akan segera tiba.Semua perisapan pemakaman dan hal lainnya di siapkan oleh Anggota Militer. Karena mereka akan di kuburkan mengikuti prosedur kemiliteran.Pandangan Kanaya terlihat kosong, wanita itu hanya diam memandangi luar jendela. Tidak lagi ada air mata yang mengalir di Pipinya. Semua telah ia tumpahkan ketika dirinya baru tersadar beberapa jam lalu. Tidak ada yang tahu apa yang tengah wanita itu fikirkan, sebab dirinya hanya diam dan enggan membuka suara. Bayi yang baru Kanaya lahirkan pun tak diperdulikannya.Di dalam mobil itu ada Arga kakak iparnya, Amar sang Papa, serta Amy mamanya. Sementara mertuanya membawa mobil lain yang di kemudikan sopir mereka. Sedangakn Bayi Kanaya dan Rey sengaja di tinggalkan bersama
"Kanaya..."Pandangan semua orang tertuju pada Sarah dan Kanaya, rupanya apa yang mereka bahas sedari tadi didengar pula oleh kedua wanita berbeda usia itu."Kalian bohong kan? mas Rey nggak kenapa-napa kan?" Lagi Kanaya mengulangi apa yang sudah ia tanyakan. Berharap jika semua itu hanya candaan seluruh keluarganya.Buru-buru Amy memghampiri putrinya, begitupun dengan Adit yang turut mendekati Sarah."Sayang, bangun nak!" Air mata Amy tak mampu ia tahan lagi, melihat putrinya yang histeris seperti ini membuatnya sedih."Pah, Rey nggak kenapa-napa kan Pah? Dia sudah di temukan dalam keadaan selamat kan?" tanya Sarah penuh harapan.Lidah Adit terasa kelu, mulut nya tak mampu menjawab apa yang istrinya tanyakan. Sungguh dia pun syok dan sedih mengetahui Rey telah ditemukan, namun dalam keadaan tak bernyawa.Perkataan ibu mertuanya sontak membuat Kanaya terdiam, mencerna maksud ucapan wanita paruh baya itu. Dia mulai memahami jika memang telah terjadi sesuatu pada Rey. Namun seluruh kelu
Penyusuran terus dilanjutkan setelah Jenazah Deri di efakuasi menggunakan Helikopter. Rasa sedih mereka belum menghilang, namun tugas harus tetap berjalan, terus melanjutkan pencarian di tengah duka yang di rasa. Namun kali ini tidak seperti sebelumnya, sebab semangat mereka terkikis oleh penemuan Jenazah salah satu rekan mereka."Kap, bagaimana kalau ternyata Kapten Rey sudah tidak ada juga?" Tiba-tiba saja Yanto mengatakan sesuatu yang membuat Rian kesal. "Bicara apa kamu To? Berdoa yang baik-baik, jangan asal bicara," sergahnya tak suka.Yanto menghela napas dalam, terus saja dia teringat akan rekannya Ari yang hingga kini belum juga di temukan.Penemuan tadi seakan menjadi pertanda bahwa tidak akan ada anggota lain yang masih hidup. Apa lagi dihari ke tiga ini.Suara anggota Militer terus saja bersahutan menggema didalam hutan itu. Namun nihil, tetap tidak ada respon, maupun tanda yang menunjukan dimana keberadaan Rey dan tiga rekan lainnya. Jujur, jika sebenarnya Rian pun mulai m
"Hati-hati sayang." Amy membantu putrinya turun dari mobil, sementara Sarah menggendong cucunya. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Mariana memperbolehkan Kanaya pulang. Sedari kemarin kondisinya pun sudah membaik, namun pihak keluarga sengaja menunda kepulangan nya. Ketiga wanita itu berjalan beriringan memasuki kediamana Amar, sementara mereka memutuskan Kanaya untuk tinggal disana. Sebab disana Anita bisa menemani, agar Kanaya tidak terlalu memikirkan suaminya. Tiga hari berlalu, nyatanya hingga kini keberadaan Rey dan ke-4 anggota lain nya tak juga di temukan. Namun mereka tidak menyerah begitu saja, sampai saat ini penyusuran terus dilakukan, bahkan sengaja di perluas.Sempat beberapa kali keluarga memergoki Kanaya menangis seorang diri dikala malam, wanita itu menatap ponselnya seraya terus menghubungi Rey. Membuat keluarga tidak kuasa membendung kesedihan mereka. Pastilah Kanaya sangat hawatir dengan kondisi Rey yang hampir lima hari ini tidak ada kabar beritanya.Perlahan A
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka