Bagaimana Tristan bisa tahu? Oh ya Tuhan. Astaga, iya aku baru inget, Gilang memposting banyak foto di akunnya dan ngetag akunku. Emang sialan tuh bocah! Batin Ressa.
“Cuma tunangan woi bukan nikahan,” jawab Ressa sewot. Terbawa sama perasaan batinnya.
“Slow Ress, ga usah ngegas.” Tristan menepuk-nepuk pundak Ressa.
Ressa menekuk mukanya, “kamu lagian aneh banget sih.” Nada bicaranya terdengar kembali normal.
“Boleh nanya nggak Ress? Kamu kenapa mau diajak jalan aku? Secara kan ya kamu baru aja tunangan?” tanya Tristan sangat penasaran.
“Lagi suntuk banget di rumah. Lagi malas ketemu ayah, atau nanti sore pasti bakal ketemu Gilang. Jadi tambah semakin malas,” jelas Ressa dengan jujur.
“Gilang? Dia tunangan kamu kan? Aku tau soalnya liat di instagram kalau dia ngetag akunmu dan posting banyak foto tunangan sama kamu itu kayaknya ya. Aduh dek,
Matahari terus berjalan ke arah barat dan hendak kembali ke peraduannya. Warnanya berubah sedikit jingga. Pertanda hari sudah mulai petang.Tuan Sanjaya berkali-kali menelepon Ressa tapi tidak aktif nomornya. Ia menjadi semakin khawatir sebab sejak ia pulang kerja tidak didapati anaknya. Ditambah WA nya hanya dibalas iya dan setelah itu tidak ada kabar lagi.Sebuah mobil masuk ke halaman rumah. Tuan Sanjaya berharap yang datang anaknya, Ressa. Tapi ternyata bukan. Seorang pemuda turun dari mobilnya.“Permisi, Om,” sapa Gilang yang baru saja datang.“Oh, kamu, Nak Gilang, silakan masuk.”“Om Sanjaya kenapa? Kelihatannya khawatir sekali?” tanya Gilang.“Om lagi nunggu Ressa, dia tidak bisa dihubungi nomornya.”“Ressa pergi dari kapan, Om?”“Kata Wati pergi sejak pagi setelah Om berangkat kerja. Wati bilang sih pake taxi online.”
Semakin berbicara pada diri sendiri, Ressa semakin over thinking. Ia yang putus asa akhirnya keluar kamar. Meski tidak nafsu makan, ia tetap harus makan. Ia hanya mencoba berusaha agar tetap hidup untuk memperjuangkan cintanya. Ia tidak ingin hidup dengan orang yang sama sekali tidak dicintainya. Yang diinginkan Ressa hanyalah Arya dan tidak ada yang lain.“Ress, lama sekali kamu mandinya, ayah dan Gilang sudah selesai makan,” ujar Tuan Sanjaya.Tuan Sanjaya dan Gilang sudah selesai makan tapi mereka masih berbincang di meja makan.Masih ada Gilang. Malas sekali. Batin Ressa.“Gilang, temani saya ngobrol di ruang keluarga ayo, biarkan Ressa makan.”“Siap, Om.”Keduanya pergi meninggalkan Ressa sendirian.Bagus. Begitu lebih baik. Batin Ressa.Ressa tak sedikit pun menoleh pada Gilang. Masa bodo dengan sikapnya barusan, ia hanya fokus pada makanannya. buru-buru ia
Berhari-hari, berminggu-minggu, terlewat begitu saja. Setiap detik, setiap embusan nafasnya, menahan perih luka di dada. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar. Semua terjadi karena takdir Yang Maha Kuasa.Arya berjuang dengan caranya, Ressa pun berjuang dengan caranya sendiri. Tapi mereka berjuang untuk hal yang sama.Arya menyerahkan semua urusannya pada Ressa sebab hari-hari ke depan yang akan menjalaninya Ressa sendiri. Arya merasa ia cukup mendampingi sampai mantan kekasihnya itu menikah. Cukup menghadirkan diri ketika Ressa membutuhkan sandaran. Begitu lebih baik, dari pada statusnya digantung.Awalnya Ressa menginginkan untuk kabur bersama Arya. Tetapi Arya menolak dengan alasan yang menurut Ressa terlalu menjadi anak baik. Ada sedikit rasa kesal pada Arya karena telah menolak idenya untuk kabur.Ressa yang terlanjur membenci Gilang karena telah menjadi sosok antagonis yang menjadi penghalang antara dirinya dan Arya,
Pagi ini mentari bersinar cerah, menebarkan senyum pada seluruh alam. Ressa mulai membuka matanya perlahan setelah mabuk berat semalam. Ketika ia membuka matanya, ia terperanjat, bingung dan linglung.Aku sedang di mana? Batin Ressa.Bola matanya menyapu setiap sudut ruangan. Ruangannya sangat asing baginya. Belum juga mengerti tentang apa yang terjadi, netranya beralih menatap pakaiannya, itu bukan pakaian yang semalam dipakai. Damn.Tiba-tiba pintu kamar diketuk dan terbuka. Tristan masuk ke kamar, “kamu udah bangun?”“Tristan, kamu?”Seolah paham apa yang dipikirkan Ressa, ia langsung menjelaskan tanpa ditanya.“Semalem kamu mabuk berat, karena udah malem banget jadi aku bawa kamu ke rumahku.”Ressa melongo, “ini baju?”Tristan tersenyum, “Ah, iya, baju kamu kotor kena muntahan kamu.”“Yang gantiin siapa? Kamu?”Tris
Malam ini Gilang tidak bisa tidur. Tidak peduli seberapa banyak ia mencoba untuk memejamkan matanya, tetap saja tidak bisa.“Aargh... Ayolah tidur Gilang!” serunya pada diri sendiri.Ia mencoba menghitung domba, karena kata orang, menghitung domba bisa membuatmu mengantuk. Tapi dombanya malah jadi Ressa.Sial. Batinnya.“Ressa lagi Ressa lagi!” Gilang berteriak di kamarnya.Pikiran Gilang berkelana terus menerus memikirkan Ressa. Sepertinya rasa cinta sudah terlanjur tumbuh subur di hati Gilang.Meski cintanya bertepuk sebelah tangan, tapi ia sangat yakin sekali bisa bersanding dengan Ressa dan hidup bersamanya. Bagaimana tidak, kedua orang tuanya dan kedua orang tua dari Ressa mendukung penuh hubungannya dengan Ressa.Jika bisa mengungkapkan perasaannya, saat ini ia merasakan sakit hatinya. Gadis yang dicintainya secara terang-terangan jalan bersama laki-laki lain. Bagaimana
Di pagi hari Minggu, seperti biasanya jika tidak ada pekerjaan yang sangat urgen, tuan Sanjaya akan duduk santai bersama istrinya. Minum teh dan mengobrol apa saja. Tapi di pagi hari Minggu kali ini, tuan Sanjaya dan istrinya harus dikejutkan dengan kabar yang beredar di media sosial tentang hanyutnya seorang gadis bersama kekasihnya. Gadis itu bernama Ressa Adha Ayuningtyas.Kabar itu dengan cepat sampai di grup keluarga Sanjaya. Semua anggota keluarga menanyakan kebenarannya. Tuan Sanjaya dengan sigap menghubungi polisi yang menangani kasus laka air anaknya.“Bu, kita harus segera ke kota saat ini juga!” ajak tuan Sanjaya pada istrinya.“Ke kota apa ke daerah selatan?” tanya nyonya Mira yang belum mengerti seratus persen kronologi kejadiannya. Ia masih begitu shock.“Ke kota, Bu. Polisi sudah mengabari kalau Ressa sudah di bawa ke rumah sakit di kota. Ayo, Bu!”“Iya, Yah.”
Di kafe, Arya sedang rebahan di pagi menjelang siang hari. Ia menggulirkan layar ponselnya untuk sekedar melihat feed akun yang diikutinya. Jempolnya berhenti menggulirkan layar kala melihat headline berita tentang kecelakaan seorang gadis. Ia sangat terkejut ketika membaca beritanya, apalagi ditampilkan foto KTP korban yang tidak lain adalah Ressa. Ia merasa sangat khawatir dengannya, namun tidak bisa bertanya pada siapa pun, dan kebetulan ia sendiri jadi tidak ada yang bisa diajak cerita.Setelah melihat dan membaca berita di sosial media miliknya, rasanya ingin langsung menuju ke kota dan menjenguk Ressa. Tapi apa daya, saat ini dia bukan siapa-siapa.Tok tok tok. Pintu kafe ada yang mengetuk. Ketukannya sangat keras dan berulang. Arya bergegas bangun dan melihat siapa yang datang. Ternyata itu Kak Tania.Ada apa sih Kak Tania datang ke sini. Batin Arya.Ia segera membukakan pintu dan mempersilakan kakaknya untuk masuk.&
Setelah satu jam di perjalanan, akhirnya tuan Sanjaya dan nyonya Mira telah sampai di rumah sakit di mana Ressa mendapatkan pertolongan. Begitu turun dari mobil, mereka langsung berlari menuju ke resepsionis untuk menanyakan pasien baru atas nama Ressa Adha.Di depan ruangan, sudah ada Gilang yang setia menunggu. Dari Gilang lah mereka tahu perkembangan kondisi Ressa. Puji syukur terucap di bibir mereka kala mengetahui anaknya, Ressa, sudah melewati fase kritisnya.“Gilang, om berterima kasih dengan kamu sebab kamu telah menemani Ressa di sini selama Masa kritisnya.”“Tidak apa-apa Om, Gilang juga khawatir sama Ressa makanya Gilang berada di sini.”“Setelah Ressa sembuh total, Om harap kalian bisa segera menikah. Agar Ressa ada yang menjaga ketika jauh dari Om. Dan tidak jalan lagi dengan teman laki-lakinya yang tidak bisa menjaganya itu,” ujar Tuan Sanjaya.Dalam hati Gilang tersenyum penuh kem
Erik.Ternyata laki-laki yang baru saja mengaburkan pandangan Ressa tentang laki-laki manis yang dengan tiba-tiba mengajaknya menikah kini menelepon dirinya. Deg.“Haruskah diangkat?” Gumam Ressa memutar ponselnya dengan jari-jari lentiknya sembari menimbang-nimbang keputusannya.Jika boleh jujur, sebenarnya Ressa merasa malas jika harus memencet tombol terima di teleponnya. Tetapi jika teleponnya tidak diangkat, pasti dikira cemburu karena kejadian siang tadi yang sangat mencengangkan dan di luar dugaannya. Karena alasan itulah Ressa akhirnya mengangkatnya.“Halo,” sapa Ressa mendahului.“Halo Ress, aku sudah ada di depan. Bisakah kamu turun ke bawah menemuiku?”Mendengar Erik sudah berada di depan rumahnya, Ressa langsung terbangun dari posisi telentangnya.“Hah? Serius?”“Iya, Ressa.”“Oke, tunggu sebentar.”Ressa berpikir mungkin saja Erik mau menjelaskan soal tadi. Jika ia menghindar, bukankah Erik akan semakin yakin jika Ressa benar-benar telah jatuh cinta padanya dan memiliki s
Sepulang bekerja dan beberapa kali bertemu dengan klien yang berbeda-beda sikapnya, Ressa merasa sangat lelah dan letih. Berhubungan dengan banyak orang itu sungguh melelahkan. Tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya tentang bekerja kantoran.“Akhirnya bisa masuk kamarku. Pegel banget rasanya,” gumam Ressa.Seluruh tubuhnya terasa pegal. Begitu juga dengan kakinya yang seharian menggunakan high hills terasa sangat letih.“Mana minyak urutnya ya?” tanyanya pada diri sendiri, “oh, iya itu dia.”Diliriknya minyak urut yang berdiri tegak di samping lampu tidur. di dalam benaknya, tubuhnya jelas akan terasa hangat jika mengaplikasikan minyak itu ke tubuh yang otot-ototnya mengencang. Ressa berjalan menuju nakas di samping ranjangnya. Tapi tiba-tiba langkahnya berhenti. Ia pikir akan sia-sia karena beberapa menit lagi akan mandi. Akhirnya ia urungkan niat itu.“Nanti saja lah setelah mandi,” gumamnya.Matanya menangkap ranjangnya. Ia merasa ranjang miliknya terlihat sangat adem. Sejurus k
“Gimana? Sudah siap?” tanya Erik pada Ressa yang melangkah keluar rumah.“Sudah sih, tapi ….” Ressa terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan kalimatnya.Seolah tahu apa yang dirasakan Ressa, Erik mencobaa meyakinkan Ressa, “jangan ragu, aku akan selalu ada di smapingmu. Lagi pula ini pesta ulang tahun kecil yang diadakan di rumah sendiri, jadi aku pikir kamu tidak perlu merasa khawatir yang berlebihan.”Erik langsung menggandeng tangan Ressa dan masuk ke mobil. Masih ada waktu lima belas menit dari dimulainya pesta. Ressa nurut saja ikut ke mobil, pikirnya, ini hanya pesta ulang tahun orang tua. Tapi kemudian pikirannya kembali berontak.“Pasti di sana banyak juga ibu-ibu yang seumuran dan keluarga besarnya. Jika mereka tahu dirinya datang bersama Erik, apa yang akan ada di pikiran mereka semua?” pikirnya.“Ress, kamu mikirin apa? Kok bengong?” tanya Erik sembari tetap terus menyetir.“Rik, kenapa kamu bawa aku sejauh ini, sih? Kamu tahu kan aku bahkan belum pernah menerima cintamu?” tany
Sehari setelah mendatangi pesta pernikahan Vera dan Adit, Ressa sudah mulai bekerja di kantor ayahnya. Kali ini, ia langsung mendapatkan tugas untuk meeting bersama Erik. Entah ini suatu kebetulan, atau tuan Sanjaya sengaja untuk mendekatkan mereka berdua. Atau bahkan ini merupakan tanda bahwa keduanya berjodoh? “Kamu mau langsung pulang?” tanya Erik setelah seluruh staff meninggalkan tempat meeting dan menyisakan dirinya serta Ressa yang sedang mengemasi berkas-berkasnya. Ressa mengangguk, “iya Rik.” “Setelah ini ada acara lagi nggak?” tanya Erik yang terlihat sangat antusias. Ressa menggelengkan kepalanya beberapa kali, “tidak ada sih, memangnya kenapa?” Pandangannya beralih dari berkas-berkasnya ke wajah laki-laki yang tanpa henti mengejarnya meski Ressa tidak pernah mengatakan kata iya pada ungkapan cinta Erik. “Ikut aku!” “Kemana?” “Sudah, ikut saja, yuk!” Erik menggandeng tangan Ressa keluar dari ruang meeting yang kebetulan berada di kantornya sendiri. Ressa berusaha me
Tiga Tahun Kemudian“Hei, Ar, kamu kesini sama siapa?” tanya Dika yang menggandeng wanita cantik disampingnya.Arya terlihat seorang diri berdiri sembari menatap pelaminan megah yang di sana berdiri sahabatnya, Adit, dan seorang wanita yang baru saja pagi tadi sah menjadi istrinya, Vera. Ya, hari ini adalah hari pernikahan Vera dan Adit.Otaknya tiba-tiba saja berjalan-jalan. Khayalan demi khayalan melintas bolak-balik di dalam kepalanya. Seandainya dan seandainya, terus saja mengisi otak Arya hingga rasanya hampir meledak. Untung saja ia sanggup mengendalikannya.“Eh, kamu Dik, aku sama satu keluarga. Ternyata diundang semua. Jadi deh rame-rame,” jawab Arya cengengesan.“Kamu nggak makan dulu?” tanya Dika pada Arya sembari menunjuk meja prasmanan dan stand-stand makanan tradisional yang berjejer rapi siap melayani para tamu undangan, “atau jajan gitu?”“Eh, nanti saja. Masih lama juga pestanya. Kamu kalau duluan nggak apa-apa. Kasian itu Winda,” jawabnya santia bergurau.Sejak pertik
“Gilang, stop!” teraik Bu Nani.Bagaimanapun juga, ia tidak ingin putranya melakukan kesalahan terus menerus. Ia tidak ingin Gilang mengucapkan kata cerai dalam keadaan marah.“Berhenti mengatakan apapun. Tolong ini permintaan ibumu,” lirik bu Nani.“Satu kata cerai yang keluar dari bibirmu, adalah dihitung talak satu. Seharusnya kamu tahu itu Gilang,” jelas Pak Budiman.“Pikirkanlah anak kalian. Kalian bisa memperbaiki semuanya. Gilang, perlakuakn Siska dengan baik. Kamu sendiri yang telah memilih Siska. Jadikan dia istrimu yang kamu cintai seperti kamu mencintainya dulu. Perceraian adalah hal yang sangat dibenci Tuhan,” ujar Bu Nani mencoba menyadarkan anaknya.Gilang masih diam bergeming. Ia memikirkan perkataan ibunya.“Aku udah nggak tahan dengan sikap Mas Gilang yang acuh tak acuh denganku dan anaknya sendiri, Bu. Aku yang menyerah,” aku Siska dengan deraian air mata.“Siska, ibu mengerti bagaimana sakitnya kamu. Tapi, pikirkanlah tentang anak kalian.”Bu Nani masih saja mencoba
“Jadi kamu sudah tahu masalah aku sama Ressa?” tanya Winda pada Dika setelah mendengar penjelasan dari Dika terkait alasannya kenapa menjauhi dirinya.Dika mengangguk. Matanya tidak berani menatap Winda. Tatapan matanya terus ke mejanya atau terkadang ke lantai. Sesekali melihat ke arah jauh. Dika benar-benar menghoindari kontak mata dengan Winda.“Dik! Tolong lihat aku!” seru Winda karena melihat Dika yang tidak fokus kepadanya.“Dik!”Tangan Winda meraih dagu Dika dan mengarahkan ke depan dengan setengah memaksa agar Dika menatapnya.“Win, maafin aku jika aku terkesan menghindari kamu. Aku kecewa dengan sifatmu.”“Tapi Dik, semua orang bisa berubah. Apa kamu tidak bisa menerima masa lalu orang lain?”“Tapi yang kamu lakuin ke Ressa itu sangat keterlaluan. Kamu merusak rumah tangga kakakmu sendiri. Ressa sampai depresi gara-gara kamu dan keluargamu. Dia harus bolak-balik psikiater untuk berobat. Jiwanya terguncang. Bagaimana nanti jika aku terus dekat dengan kamu? Hal tega apa yang a
“Kedatangan saya kemari hendak mengucapkan terima kasih atas pencabutan laporan Pak Sanjaya terhadap kedua anak kami.”“Kami sangat menyesal atas semua yang telah terjadi. Saya mengakui jika kelakuan kedua anak kami memang sangat di luar batas kewajaran. Perbuatan mereka sangat-sangat salah. Karena itu saya tidak membela mereka di hadapan Pak Sanjaya. Saya malu dengan Pak Sanjaya. Saya merasa gagal mendidik kedua anak saya, Pak.”“Tetapi setelah mengetahui jika Pak Sanjaya mencabut laporannya terhadap Gilang, terlebih kepada Winda, Saya sujud syukur, sangat bersyukur atas kebaikan hati Pak Sanjaya. Saya sangat berterima kasih kepada Pak Sanjaya. Saya menunggu waktu yang tepat untuk datang kemari. Saya harap, ke depan, hubungan kita masih baik-baik saja.”Akhirnya, keluar juga kalimat yang telah dirancang Pak Budiman sejak sebelum melangkah keluar rumah menuju rumah mantan besannya itu. Pak Budiman menghela napas panjang. Ia merasa seperti baru saja selesai berperang. Sementara Bu Nani
Bruk.Dika berlari dengan cepat sampai terengah-engah hingga menabrak sebuah kursi yang sedari tadi diam bergeming.“Ada apa sih Dik lari-lari gitu? Nggak bisa santai saja?” tegur Arya yang melihat sahabatnya menabrak kursi.“Gawat Ar. Kamu harus cepat ke kota. Kamu harus segera ke bandara!” seru Dika dengan napas yang masih terengah-engah.“Bandara? Buat apa? Aneh kamu!” ujar Arya tak menghiraukan Dika. Ia berbalik badan melangkah ke lantai atas kafenya.“Ressa, Ar. Ressa. Dia hari ini mau berangkat ke luar negeri. Dia mau kuliah di luar negeri. Dia tidak mengabari kamu?” jelas Dika dengan cepat.Deg. Terang saja Arya terkejut. Beberapa hari ini ia memang sempat mengabaikan pesan masuk dari Ressa karena kesibukannya yang seakan tidak pernah berhenti.Kakinya yang baru saja hendak menaiki anak tangga pertama diurungkannya.“Apa kamu bilang?”“Iya Ar. Ressa … ““Kamu handle semua urusan kerjaan di sini, aku mau nyusul Ressa,” ujar Arya terburu-buru. Tangannya dengan cepat menyambar kun