Nicko langsung menggenggam erat kedua tangan Josephine. Dengan lembut ia mengusap punggung tangan istrinya.
Pemuda bermata hazel itu pun menggeleng, “Tidak Sayang, aku tak mungkin marah padamu. Aku mencintaimu.”
Jo merasa malu mendengar ucapan Nicko kali ini. Bagaimana mungkin Nicko mengatakan mencintai dirinya sementara ia telah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkannya.
“Nicko kenapa kau tak memarahiku, kenapa kau tak kecewa padaku. Aku telah diam-diam menemui kedua orang tuaku,” tanya Jo memberanikan diri.
Nicko tersenyum dan menggelengkan kepala tanda tidak setuju dengan ucapan Josephine.
“Sayang, kau pergi untuk menemui orang tuamu bukan lelaki lain untuk apa aku melarangmu. Aku tahu kau pasti ingin mengetahui keadaan ayahmu. Aku tahu kau begitu mengkhawatirkannya kan. Wajar jika seorang anak ingin bertemu dengan orang tuanya,” balas
Gadis-gadis cantik nan seksi masih saja mengerubungi Kyle. Mereka semua berteriak melayangkan protes pada pria paruh baya itu.“Kami sudah bersusah payah datang kemari, tapi tidak mendapatkan tanggapan apapun dari Tuan Muda. Apa maksud semua ini, kenapa Tuan Muda bersikap begitu tidak adil?” tanya salah seorang perempuan.Kyle hanya diam dan terus mendengarkan protes mereka. Hanya Barbara saja yang masih diam menunduk. Perempuan itu juga terlihat tidak sabar menunggu keputusan.Tadi Nicko sempat bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Barbara hingga mau melamar sebagai asisten pribadinya. Namun berita tentang kecelakaan Josephine membuatnya harus segera pergi dan mengurus keadaan istrinya.“Hei bagaimana ini? Kau bekerja untuknya kan? Kudengar kau adalah penasihat dari properti Lloyd, apa kau tak bisa memberikan solusi pada kami?” tanya pelamar pertama.
Seorang perawat pun masuk ke kamar Jo. Sudah menjadi tugasnya untuk memeriksa keadaan.pasien dan melaporkannya pada dokter."Bagaimana kondisi istri saya?" tanya Nicko kemudian pada perawat yang tengah memeriksa tekanan darah Josephine.Perawat menoleh ke arah Nicko dan mengangguk, kemudian mendatanginya. Lagi-lagi Nicko mendapatkan lirikan mata menggoda dari sang perawat.Siapa juga yang tak akan mengantri untuk berkencan dengan Nicko. Dia adalah sosok laki-laki sempurna idaman para wanita.Parasnya tampan, tubuh proporsional dan yang terpenting dia kaya dan berkuasa. Sebuah posisi impian bagi para wanita."Maaf Tuan, saya tidak memliki wewenang untuk menjelaskan, tapi Anda bisa menemui dokter yang menanganinya," kata perawat.Nicko menghela napas panjang. Memang yang dikatakan perawat itu benar, ia tak berhak untuk mendiagnosa penyakit dari pasien. Secara profesional dokterlah yang memberikan
"Hah kau?" tanya Nicko terkejut begitu melihat sosok yang berada di depannya.Dokter bukanlah sosok baginya. Dia sudah mengenal sebelumnya bahkan sempat terjadi insiden di apartemen itu membawa membuat hubungan mereka merenggang."Apa kabar Tuan Muda," sapa perempuan berseragam putih yang kini sudah menghadap ke arah Nicko."Dokter Dolores?" tegur Nicko yang tiba-tiba saja merasa tidak nyaman, karena ada kenangan buruk dengan dokter Dolores beberapa waktu lalu.Nicko gelagapan, tak tahu harus bersikap seperti apa . Tentu ini mengejutkannya, tapi dokter Dolores malah tersenyum dan mempersilakan Nicko untuk duduk.Nicko yang awalnya malas pun akhirnya tetap saja maju dan menemui dokter Dolores. Bukannya langsung mengatakan apa yang terjadi pada Josephine, tapi dokter Dolores justru memperbaiki riasan wajahnya dan menyemprotkan parfum pada leher dan tengkuknya."Dokter, cepat katakan apa yang terj
Nicko mengusap rambutnya dengan kasar. Ia tak henti memaki-maki dokter dan perawat yang baru ditemuinya.Kali ini ia bingung bagaimana harus menyampaikan pada istrinya. Lumpuh separuh badan tentu saja bukan hal yang mudah untuk diterima.Josephine memiliki perasaan yang begitu halus. Istrinya mudah sekali terharu dan terpancing emosi. Sudah pasti Jo akan merasa tertekan saat mendengar vonis yang menimpanya."Bagaimana Jo bisa menghadapi ini semua. Haruskah aku memakainya?" Pikir Nicko.Pemuda itu tiba-tiba teringat akan pertemuannya dengan lelaki misterius beberapa waktu lalu.Saat itu malam begitu gelap dan Nicko tengah menyetir sendirian. Ia melihat sekumpulan anak muda melempari batu pada seorang pria paruh baya berpenampilan kumuh.Nicko yang melihat hal itu pun tak sampai hati, tapi ia tak ingin buru-buru untuk mengambil kesimpulan. Pemuda kaya itu pun mulai mendekat pada keributan itu dan mendeng
Nicko langsung menelepon Jacklyn dan memintanya untuk menjaga sang istri."Nick, kau mau pergi lagi? Apa kata dokter?" tanya Josephine.Nicko hanya tersenyum singkat. Kemudian mengusap lembut rambut istrinya."Sayang maafkan aku. Aku hanya pergi sementara saja.""Kau mau kemana?"Nicko melirik Ian, dan saat itulah ia yakin anak ini akan menjadi alasan tepat baginya yang ingin mengambil batu itu."Aku harus mengambil pakaian gantimu di rumah serta mengantar Ian pulang. Bukankah anak sehat susianya dilarang untuk terlalu lama di rumah sakit?"Jo pun mengangguk, dan ia sangat kalau besok Ian harus sekolah di rumah lagi."Ya kau benar sayang. Apakah nanti kau yang akan menungguiku di sini?" tanya Jo.Nicko mengangguk dan mencium kening istrinya. Kemudian menggandeng Ian, untuk ikut dengannya.Anak kecil itu merengek, memaksa untuk menemani J
Josephine merasa tubuhnya begitu lelah, ia mencoba untuk mengganti posisi tidurnya agar tidak merasa nyeri pada punggung. Istri Nicko mencoba untuk mengangkat kaki dan menggeser tubuhnya menghadap ke samping. Namun ia merasa kebas, tak bisa memindahkan tubuh.Ia mencoba untuk mengangkat tubuhnya kembali, tapi tidak bisa. Jo pun mencoba untuk mengangkat selimut yang menutupi tubuhnya dan tak ada yang aneh di situ."Kakiku masih dua dan utuh, tapi kenapa aku tak bisa menggerakkan kakiku?" tanyanya dalam hati.Jo terus saja mencoba dan mencoba hingga akhirnya kelelahan dan tubuhnya penuh keringat. Jacklyn yang mengetahui hal ini pun berinisiatif untuk mendekatinya."Apa Anda membutuhkan sesuatu Nyonya?" tanya Jacklyn yang memang diminta untuk menjaga Jo selagi Nicko belum datang.Jo tak menjawab, hanya air mata menetes di pipinya. Jacklyn mendekatkan wajah pada Josephine."Nyonya, apa Anda perlu sesuatu?" Pengawal prib
Nicko berjalan dengan tergopoh-gopoh setelah ia mendapatkan telepon dari Jacklyn. Pengawal pribadi Jo itu mengatakan kalau Jo tengah mengamuk.Nicko yang mendengar hal itu pun langsung menengok sang istri. Alangkah terkejutnya Nicko saat mendapati istrinya tengah di atas ranjang sambil mengguncang-guncangkan tubuhnya sendiri.Jacklyn sendiri tampak sibuk mencoba untuk menenangkan Josephine."Apa yang terjadi?" tanya Nicko pada Jacklyn."Entahlah Tuan Muda, Nyonya tidak ingin bercerita, saya sudah memanggil tenaga medis tapi kata perawat dokter sedang tidak ada dan tak bisa dihubungi. Perawat hanya diam tak mengatakan apapun seolah ada yang disembunyikan," jelas Jacklyn.Nicko tak bisa lagi menahan amarahnya. Ia terus saja memakai dokter Dolores yang menurutnya bertanggung jawab akan hal ini."Kurang ajar! Kau ingin bermain-main denganku rupanya!" maki Nicko dalam hati.
Jo hanya memandang heran ke arah suaminya, apakah mungkin yang dikatakan olehnya benar? Dahinya berkerut dan memandang sosok lelaki menawan di hadapannya.Dia memang senang karena kakinya ternyata bisa digerakkan. Mimpi dan bayangan buruk kakinya yang tak bisa bergerak hilang sudah dalam semalam. Namun ini tampak aneh baginya, semalam ia benar-benar tidak bisa menggerakkan kakinya sama sekali.Nicko pun langsung membimbing istrinya kembali pada brankar dan membaringkan tubuhnya. Ia duduk di kursi tepat di samping Jo dan mengusap rambut pirang istrinya.“Istirahatlah, kau mungkin sedang lelah,” ucapnya sambil terus membelai rambut lurus Jo.Nicko sepertinya tahu kecurgan istrinya yang keheranan akan perubahan kondisinya. Jo sepertinya sangat yakin kalau semalam ia benar-benar lumpuh separuh badan.“Sayang, aku tidak bohong, semalam aku merasa tubuh dan kakiku san