Dengan berat hati, Denise pun mengemas barang bawaannya ke dalam koper. Lalu ia pelan-pelan memperhatikan seisi kamar di perkemahan. Berat rasanya untuk Denise meninggalkan kamar ini.Ia sangat menyukai perkemahan musim panas kali ini.Tak henti-hentinya anak kecil itu menangis sambil sesekali melirik ke arah ibunya yang menunggu di depan pintu sambil menggerakkan kakinya. Sylvia memang terlihat tidak sabar untuk menunggu anaknya.“Sepertinya percuma, Ibu tak akan peduli dengan keinginanku,” pikir Denise sambil melirik ke arah pintu.Ia pun akhirnya melanjutkan langkahnya menuju pintu kamar dan mengikuti ibunya. Denise hanya diam dan menunduk mengikuti ibunya.Sesekali ia melirik ke arah jendela dan mendapatkan teman-temannya tampak bersanda gurau, dan ia pun semakin menangis. Cepat-cepat Denise mengusap air matanya karena tidak ingin terlihat oleh ibunya.Namun tanpa disadari olehnya kedua teman karibnya justru melihat ke arah Denise yang sekarang sedang berjalan membawa koper. Saat
Denise menoleh ke belakang sejenak, dan ia menghembuskan napas panjang. Punggung dari kedua temannya sudah tak terlihat lagi. Sepertinya mereka sudah berbelok menjauh dan kembali menuju area bermain seperti sebelumnya.Denise ingin kembali dan bermain bersama dengan mereka, tapi mengingat apa yang dilakukan oleh Sylvia terhadapnya beberapa waktu lalu membuatnya berpikir ulang.“Tidak … aku tidak boleh pergi menyusul mereka, aku tak mau membuat ibu marah,” Denise bicara sendiri dan menyeret kopernya menuyusul ibunya.Namun tiba-tiba dua orang anak lelaki keluar dan menghadangnya. Denise tak begitu mengenal dua anak lelaki yang menghadangnya, bahkan nama pun masih sering tertukar.Yang diingat Denise hanyalah mereka memiliki fisik yang ukurannya lebih tinggi dibanding dirinya. Kedua anak itu tampak berdiri berkacak pinggang dan menghalangi jalan Denise untuk menyusul ibunya. Mereka adalah Kevin dan Billy. Kedua anak ini memang tak akrab dengan Denise, dan beberapa kali memang bersikap k
Langkah kaki yang terdengar jelas itu sangat dikenal oleh Denise. Itu adalah suara langkah ibunya. Wanita yang melahirkannya itu memang menggemari sepatu bertumit tinggi.Segera Denise menoleh ke arah wanita itu dan berharap kalau Ibunya akan memberi pertolongan padanya.“Ibu, tolong bantu aku,” pinta Denise sambil menunjukkan wajah yang memelas.Sylvia melirik sejenak ke arah dua anak yang ada di sekitar putranya. Kedua anak lelaki itu mendadak pucat dan menunduk, tak ingin bertatapan mata dengan wanita berpakaian minim itu. Namun apa yang terjadi selanjutnya sungguh tidak disangka-sangka.“Denise, kenapa kau masih di sini? Kita akan terlambat! Untuk apa kau berhenti lama-lama di sini?” tanya Sylvia dengan nada tinggi.Sylvia sepertinya tidak menghiraukan perkataan Denise saat itu. Ia langsung menarik tangan putranya tanpa peduli dengan apa yang terjadi pada anaknya.“Ibu, aku tidak bermaksud memperlambat, tapi mereka tiba-tiba datang dan menanyakan kenapa aku pergi. Aku mengatakan k
Enrique duduk di tepi sofa miliknya. Ia sudah tiba di Westcoast Town, beruntung ia masih memiliki penthouse yang pembayarannya sudah lunas, setidaknya di sini ia tidak perlu menjadi gelandangan dan bisa mencari pekerjaan.Ia pun memperhatikan siaran televisi dan melihat berita tentang kehancuran dirinya yang sudah sangat fatal. Ia pun kembali teringat akan Nicko yang telah membuatnya merasakan pengalaman tak menyenangkan ini.Dia langsung mengambil ponselnya dan melihat apa yang ada dalam memori galerinya. Foto saat bersama Sylvia dan juga membaca berita tentang berita yang sekarang sedang viral.Semenjak Enrique dipecat oleh Nicko ia hanya memikirkan satu hal, yaitu bagaimana caranya agar Nicko bisa merasakan kesusahan yang ia rasakan. Ia ingin Nicko bercerai dengan Josephine yang kecantikannya memang sudah terkenal.Sebetulnya jika dibandingkan dengan Josephine, Sylvia tidak ada apa-apanya. Josephine berusia lebih muda dan tubuhnya terlihat begitu kencang dan langsing. Sylvia memang
Daisy tak bisa tenang saat berada di Jade Center. Sejak tadi ia berdiri di sana dengan tidak nyaman. Pikirannya terus melayang kemana-mana. Rasa penasaran terhadap apa yang disampaikan Enrique begitu besar. Ia masih memikirkan apa yang dimaksud dengan kejutan besar dari Enrique."Kira-kira hadiah apa ya yang akan diberikan oleh Enrique, apa uang, perhiasan, properti atau mungkin hal lainnya?" tanya Daisy dalam hati.Kemudian ia pun menggeleng kepala memberi peringatan diri sendiri untuk tidak membayangkan hal yang tidak-tidak atau nanti akan kecewa.Daisy memang mata duitan, tiap mendengar kata hadiah, pasti pikirannya sudah kemana-mana. Tentu saja hadiah yang akan diberikan oleh Enrique sangatlah menarik dan berkelas.Terakhir kali ia mendapatkan hadiah dari putrinya Josephine, sebenarnya bukan hadiah, tapi Daisy memintanya dengan tipu muslihat. Daisy mengatakan pada putrinya tentang penderitaan suaminya hingga Jo memberikan kartu atm miliknya dengan maksud yang itu bisa dipakai pen
Melihat hadiah berkilauan yang diberikan oleh Enrique, Daisy pun berseri-seri. Ia tak berhenti untuk memperhatikan pergelangan tangannya yang kini tampak berkilauan oleh perhiasan barunya. Sementara Enrique hanya tersenyum sengit mengingat rencana yang akan ia lakukan setelah ini.Daisy memang dikenal sebagai wanita tamak dan mata duitan. Yang ada di pikirannya hanya uang, harta dan kemewahan. Ia tak pernah peduli dan berpikir panjang tentang apa yang akan diterima olehnya setelah ini.Dalam penilaian wanita berambut pirang ini yang paling utama dalam memilih menantu adalah uang dan kekuasaan. Namun bukan cuma sekedar uang dan kekuasaan saja, tapi seorang menantu yang baik adalah mereka yang rela menghabiskan uang untuk kesenangannya.Jika hanya soal uang dan kekuasaan, tentunya Nicholas Lloyd adalah sosok yang paling ideal sebagai seorang menantu. Hartanya melimpah, dan siapa yang tak kenal dirinya, ditambah lagi dia banyak melakukan kegiatan amal. Sayangnya Daisy tak mencicipi sedik
Siang ini Joesphine tengah duduk di meja makan bersama suaminya dan juga Ian. Nicko sengaja tidak pergi ke kantor karena memikirkan anaknya Ian yang telah ditinggal oleh Rodgie.Sejak pemakaman ayahnya, Ian memang sulit sekali untuk makan. Bahkan ia tak memiliki semangat untuk hidup. Ia lebih sering menangis mengingat-ingat tentang ayahnya.Josephine sendiri sibuk untuk membujuk putranya untuk menikmati makan siangnya. Jo dan Nicko tahu kalau kehilangan seseorang yang dicintai memang sangat berat.Saat mereka sedang memusatkan perhatian pada Ian yang belum menyentuh makanan sama sekali. Saat itulah ponsel Nicko berbunyi dan mendapati pesan dari Corrie, perawat yang disewa oleh Catherine untuk mengurus Edmund.“Jo, Correy menghubungiku, aku akan menjawab teleponnya dulu,” pamit Nicko sambil menunjukkan layar ponselnya.Selain Josephine dan Chad ada Correy yang juga mengetahui tentang kekuatan milik Nicko. Ilmu jari naga yang dikuasainya mampu untuk memberikan kesembuhan pada setiap pe
Tanpa ragu dan menoleh meminta persetujuan sang istri dan berkata pada Correy yang meneleponnya kalau ia akan datang ke sana sekarang.“Baiklah Tuan Muda, saya akan menunggu kedatangan anda dengan senang hati. Saya akan menyampaikan hal ini pada Tuan Edmund.Nicko pun mengakhiri panggilannya dengan Correy dan kembali pada istrinya. Saat bertelepin dengan Correy ia memang sedikit menjauh karena tak ingin Josephine kepikiran akan keadaan ayahnya.Namun saat Nicko berbalik, ia mendapati istrinya juga meletakkan ponselnya dengan malas.“Jo, apa yang terjadi?” tanya Nicko.Dengan napas yang berat Jo pun berkata, “Aku baru saja mendapatkan telepon dari Ibu, dan Ibu mengatakan padaku kalau sedang butuh bantuanku. Ibu berencana untuk mendirikan sebuah bisnis penginapan.””Bisnis penginapan?” tanya Nicko yang sedikit curiga.Bagaimana bisa Daisy berpikiran untuk memiliki bisnis penginapan, sementara ia sendiri tidak punya banyak uang untuk menjalani bisnis. Darimana Daisy bisa mendapatkan uang