"Tuan muda Lloyd?" Daisy bergumam.
Nama itu cukup familiar, tapi tak ada yang mengetahui seperti apa orangnya. Kecuali mereka yang menjadi suruhan Tuan Muda."Benar Nyonya, kami melihat iklan yang ditampilkan dalam situs jual beli, dan kebetulan sekali Bos kami tengah mencari villa di dekat pantai," aku Raymond Evans.Daisy menghela napas kemudian melirik ke arah menantu dan putrinya. Ia salah tingkah, tadi ia begitu menghina mereka dan dianggap tak peduli pada kondisi Edmund.Ibu dari Josephine hanya menunduk sambil meremas telapak tangannya sendiri. Perasaannya kacau saat ini, terlebih setelah menampar putrinya."Jo pasti sangat marah kepadaku," pikir Daisy."Tuan Muda adalah seorang yang sangat pemurah, mendengar tujuan villa itu dijual, beliau pun langsung memintaku untuk memeriksa kebenarannya. Beliau memintaku untuk mencari tahu apa penyakit dan berapa biaya yang dibutuhkan," jelas wakil direktur Ric"Apakah seperti ini sudah selesai Tuan Evans?" tanya Nicko sembari menyodorkan dokumen yang telah ia tanda tangani pada pria berpakaian rapi di hadapannya.Sejenak wakil direktur Richmond ini memeriksa dokumen yang ditanda tangani menantu keluarga Windsor. Ia tersenyum-senyum sendiri melihat ulah majikannya yang dirasa tak biasa ini."Hmm saya rasa ini cukup, saya permisi dulu Tuan," pamitnya pada Nicko dan mengangguk lalu tersenyum pada seluruh anggota keluarga Windsor."Terima kasih Tuan, sampaikan salam dan ucapan terima kasih saya pada Tuan Muda Lloyd," balas Nicko sambil mengangguk penuh hormat agar sandiwara mereka terlihat benar-benar nyata.Daisy dan Damian masih diam saja melihat percakapan dua orang itu. Mungkin mereka sudah merasa kalah dan menunggu apa yang akan mereka terima.Melihat keadaan ini, Nicko pun langsung melirik ke arah mertuanya. Ia ingin melihat wanita paruh baya itu semakin memerah karena mal
Adrian hanya menunduk saat berhadapan dengan keluarga Windsor, terutama saat melihat ada pesaingnya. Bukan karena merasa bersalah, tapi dendam yang membara pada laki-laki itu.Dirinya kini tampak seperti seorang kriminal yang tertangkap oleh polisi. Dia merasa hina sekali digiring oleh dua orang perempuan, terutama Joephine."Sial, Josephine ternyata mempermainkanku, pasti itu semua karena disuruh laki-laki tak berguna itu," amuk Adrian dalam hati.Harga diri Adrian jadi semakin terinjak-injak saat melihat suami Josephine memicingkan mata ke arahnya. Menghadiahi dirinya dengan sebuah tatapan yang remeh, seolah mengejek kalahan yang ia terima kali ini."Pasti ia tengah mentertawaiku dalam hati, dan menantikan Ibu dari Josephine memaki-makiku lalu mengelu-elukan dirinya adalah palawan karena telah berhasil menggandeng Tuan Muda Lloyd," batin Adrian.Josephine dan Catherine masih diam sambil memegangi kedua lengan Adrian.
Adrian langsung mendongak mendengar tatangan dari Josephine. Tanpa perlu menunggu dan basa-basi, ia pun mulai buka suara dan mengugkapkan kekecewaannya. Ia tentu tak mau dipersalahkan atas ayang terjadi kali ini."Apa kalian akan menyalahkanku atas kesalah pahaman yang terjadi kali ini?" tanya Adrian menantang.Melihat sikap Adrian yang tak biasa dan dianggap tidak sopan, Daisy pun langsung mengamuk, pada lelaki itu."Jadi maksudnya kau ingin menyalahkanku?" tanya Daisy dengan nada tinggi.Ibu Josephine pun langsung berdiri berkacak pinggang, lalu menuding ke arah pemuda yang tadi begitu ia sanjung."Apa maksudnya kau mengaku-ngaku pada kami? Agar mendapatkan simpati dariku?" tanya Daisy menyalahkan Adrian.Tak terima, Adrian pun membalas ucapan wanita paruh baya ini dengan nada tinggi pula."Siapa yang mengaku-ngaku. Anda dan Damian lah yang mengatakan hal itu padaku, padahal aku tak berkata
Pemuda berambut pirang itu pucat seketika. Kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi semua percuma. Tak ada lagi tempat baginya untuk lari."Kalau begini caranya jelas aku tak bisa kemana-mana. Melarikan diri atau tidak semua pasti akan mencecarku," keluh Adrian dalam hati."Kau bicara apa Cathy, apa hubungan kecelakaan ayahmu denganku?" tanya Adrian. Entah dia tak tahu atau pura-pura tidak tahu.Catherine langsung membeberkan semua yang ia ketahui pada Ibunya. Ia memperdengarkan percakapan telepon yang ia rekam diam-diam dengan sales deler mobil.Daisy tak tahu harus bersikap bagaimana setelah mendengar berita ini. Yang jelas ia punya kemarahan yang harus segera diungkapkan.Dada wanita ini kembang kempis oleh napasnya yang memburu. Matanya melotot tajam ke arah Adrian. Apa yang telah dilakukan oleh pemuda itu benar-benar penghinaan untuknya.Tak hanya Daisy, Damian yang notabene adalah karibnya pun mer
Adrian pun memberanikan diri untuk menanyakan maksud Josephine. Bukan karena dia tak tahu maksd dari perempuan berambut pirang ini, melainkan ingin melobi agar tidak perlu diperpanjang."Apa maksudmu dengan mempertanggung jawabkan perbutanku. Kalian seharusny berterima kasih padaku karena aku telah memberikan hadiah mobil yang mewah dan memberikan kalian kenyamanan. Bukan mobil butut yang selama ini mengantar kalian kemana-mana?"sanggah Adrian yang sengaja bersikap angkuh untuk menutupi kesalahannya.Lelaki ini memang tak prenah bermaksud untuk mencelakai Edmund. Namun melihat kesengajaan dalam memilih mobil dengan keamanan yang kurang memadai jelas merupakan sebuah kesalahan baginya. Apalagi ia telah mengatakan pada sales kalau mobil ini hanya menjadi pajangan saja bukan untuk berkendara.Menurut aturan perundangan yang berlaku, apa yang dilakukan Adrian merupakan suatu tindakan yang abai. Segala tindakan abai yang menyebabkan terjadin
"Hei kau bangun!" perintah petugas pada Adrian yang masih duduk di pojok sel. Berada dalam sel selama sembilan jam benar-benar siksaan baginya. Ruangan yang sempit, pengap dan bau, belum lagi alas tidur yang tidak nyaman sama sekali.Perlahan lelaki berambut pirang itu bagun dari posisi tubuhnya. Sejenak ia melepaskan otot-otot punggungnya yang kaku. Ia tak tidur semalaman, karena kondisiyang tak nyaman.Hoahem! sambil menguap, Adrian pun melangkah menuju palang jeruji dan melihat petugas yang ada di sana."Ini sarapan untukmu!" seru petugas melalui sela-sela jeruji yang tersedia.Sebuah celah yang berukuran sepanjang nampan dan setinggi satu jengkal pria dewasa. Dengan ragu Adrian menerima makanan yang diberikan oleh petugas itu.Tak ada aroma penggugah selera sama sekali pada nampan yang ia terima. Hanya sebuah roti lapis yang sepertinya sudah dingin, dan sekotak susu plus sebotol air mineral."Hanya ini?" tanya
"Kau tak akan ke kantor? Ada apa memangnya?" tanya Nicko yang tak terkejut dengan istri dan kakak iparnya yang menguping di balik dinding.Diam-diam ia sudah menduga kalau istrinya bisa menebak maksud kedatangan kelaurga Law kali ini."Aku harus memperhatikan sikap Ibu, jangan sampai Ibu melakukan tindakan gegabah yang jelas merugikan," kata Jo."Hmm baiklah, terserah kau saja. Aku yakin bos mu pasti mengerti keadaanmu saat ini. Kau tinggal katakan pada sekretarismu kalau kau tidak bekerja hari ini," kata Nicko kemudian melangkah menuju pantry.***"Selamat pagi Nyonya Daisy Windsor, sebelumnya kami mohon maaf telah mengganggu Anda di pagi-pagi ini.Kami juga ingin menyampaikan rasa prihatin kami atas apa yang terjadi pada suami Anda Edmund Windsor," kata Louis Law membuka percakapan di pagi hari.Daisy hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Kemudian Louis pun mengmbil satu dari tump
Daisy pun sontak menoleh ke arah suara putrinya yang nyaring. Seketika itu matanya membulat, tapi dibalas oleh kedua putrinya dengan tak kalah garang.Mau tak mau ia pun memasang wajah yang manis pada kedua putrinya. Berharap mereka tak menyuruhnya mengembalikan hadiah."Kalian berdua, perkenalkan ini adalah Tuan Louis dan Nyonya Caroline Law," katanya seolah tak terjadi apa-apa.Kemudian mengalihkan pandangan pada pasangan suami istri Law yang tampak berbisik dengan pengacara mereka. Sudah pasti mereka membicarakan tentang dua putri yang mencegah keinginan kedua orang itu."Tuan dan Nyonya Law, ini adalah putriku, yang berbaju hijau itu Catherine sedangkan yang berpakaian merah adalah Josephine," lanjutnya memperkenalkan."Ibu tak usah memperkenalkan. Kami berdua sudah tahu," balas Jo sengit."Kami juga tahu apa maksud mereka dengan hadiah yang mereka bawa. Jelas mereka berusaha untuk menyuap Ibu agar mem