Josephine tampak termenung di tepi ranjang. Kejadian kali ini sungguh tak terduga olehnya.
Meski ia senang karena Adrian tidak bisa mengalahkan sang suami. Namun ada satu pertanyaan yang menggelitik bagi Josephine."Hmm bagaimana Nicko bisa mendapatkan hadiah itu? Bukankah lukisan Mueler yang asli sangat mahal," pikirnya sambil menghentak-hentakkan telapak kakinya yang telanjang pada lantai.Berbagai dugaan muncul pada istri Nicko, tentu ia khawatir kalau suaminya melakukan perbuatan yang tidak benar. Takut kalau Nicko mencuri, terlibat hutang rentenir, dan yang terparah ia ingat ucapan mendiang Armando."Bagaimana kalau suamiku menjadi seorang gigolo. Dia kan tampan, tubuhnya bagus, dan ianjuga sangat piawai di atas ranjang, tentu saja banyak wanita kesepian yang menginginkan dirinya," gerutu Josephine lirih.Namun tanpa ia sadari terdengar oleh suaminya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar."Hmm jadi menuWajah Josephine masih terlihat masam meskipun hari sudah berganti pagi. Ia masih mempertanyakan darimana sang suami bisa mendapatkan hadiah semahal itu.Melihat keadaan sang istri yang tampak suram, Nicko pun langsung mendekatinya. Ia sangat terganggu melihat sang istri yang bermuka masam. Tentu saja pemuda ini tak ada semangat untuk menjalani harinya.Ia pun merangkul pundak sang istri dengan mesra dan membimbingnya untuk beranjak keluar kamar. Namun tangannya ditepiskan oleh Josephine."Kenapa kau melepaskannya, apa.ada yang mengganggumu?" tanya Nicko.Josephine hanya mengangkat bahu dan mendengkus."Apa aku harus mengulangi pertanyaanku?" tanyanya."Pertanyaan yang mana?""Bagaimana kau bisa mendapatkan uang untuk membeli hadiah nenek?" tanya Josephine ketus."Bukankah sudah kukatakan aku diberi oleh seseorang."Namun tak semudah itu Josephine mempercayai. Ia menatap tajam ke arah
Sebuah kejutan kembali menyambut Nicko saat ia keluar dari kamar bersama sang istri. Meja penuh dengan hidangan yang lengkap untuk sarapan.Pemuda itu pun melirik ke arah jam dinding yang ada di ruang makan. Ia terlambat bangun, dan tak ada teriakan untuknya sama sekali."Selamat pagi Jo, Nicko. Ayo sarapan bersama," ajak Daisy yang membuat kedua putrinya heran.Namun tidak dengan Nicko. Ia tahu kalau wanita ini sengaja melakukan hal ini karena ingin sesuatu darinya.Nicko pun berpura-pura untuk memeriksa aneka hidangan yang ada. Ia ingin tahu, apalagi reaksi yang akan diberikan oleh Daisy dan Edmund."Kenapa Nicko, apakah sarapan yang kau inginkan tidak tersedia di meja? Jika tidak, aku bisa memesan menu baru," tawar Daisy dengan keramahan yang dibuat-buat, dan pastinya menimbulkan kecurigaan pada Josephine.Josephine berbisik pada sang suami yang duduk di sebelahnya. Ia curiga, takut kalau snag Ibu akan memberin
Seorang pria berdasi turun dari mobil sport mewahnya. Dengan gagah ia mulai memasuki sebuah dealer mobil BMW.Sudah pasti penampilannya yang mentereng mampu memberi kesan pada pramuaniaga. Seorang sales wanita dengan pakaian minim mencoba mendekati lelaki itu."Tuan mobil apa yang Anda cari?" tanyanya ramah."Hmm, apa yang bisa kudapat dengan uang segini?" tanyanya sambil menunjukkan angka pada layar ponselnya.Perempuan itu pun tersenyum dan mengangguk ramah. Dengan angka yang ditunjukkan oleh pemuda di hadapannya, maka laki-laki itu bisa membawa sebuah unit sedan BMW seri 5."Mari ikut saya Tuan," ajak perempuan itu ramah sambil berjalan berlenggak-lenggok, dan bermaksud mencari perhatian pada pelanggan dealernya.Perempuan berpakaian minim itu sudah membayangkan komisi yang akan ia terima jika mampu menjual satu mobil. Apalagi mobil itu adalah seri 5, yang hanya mampu dimiliki kalangan menengah atas.
Nicko hanya mengucapkan maaf secara singkat. Tanpa ada penjelasan apapun pada mertuanya, ia pun berlalu untuk masuk ke dalam kamarnya.Namun wanita paruh baya itu meraih lengan pemuda di hadapannya agar tak melanjutkan langkah. Tatapan penuh kekecewaan pun ditujukan pada menantunya seperti sedia kala."Apa kau tidak dengar aku bicara apa?" protes Daisy yang merasa tidak dihargai oleh menantunya."Ya, aku dengar, Ibu protes karena aku tak mengajak Ibu bertemu dengan Nenek kan?" balas Nicko."Itu kau tahu, tapi kenapa kau tak melakukannya?" tanya Daisy menantang.Nicko yang merasa dirinya telah melakukan hal benar pun tak setuju dengan keberatan mertuanya. Baginya Daisy telah melakukan hal konyol.Bukankah ia memiliki tugas mengantar Jo dan Cathy bekerja setiap hari? Catherine pun juga bekerja di hotel Windsor menggantikan posisi adiknya. Lalu untuk apa Nicko harus pulang ke rumah menjemput mertuanya.
Edmund hanya melirik sang istri yang tampak uring-uringan. Berkali-kali wanita yang ia nikahi selama puluhan tahun itu memukuli bantal sofa."Ini tak bisa dibiarkan. Ayo Edmund kita harus melakukan sesuatu," gerutunya.Pria paruh baya ini pun meletakkan majalah yang tengah ia baca, kemudian berpaling pada Daisy."Kenapa kau tak berhenti marah sejak tadi?" tanyanya."Huh tentu saja aku sangat kesal akan ulah menantu tak tahu diuntung itu," keluh Daisy."Memang apa yang ia lakukan?" tanya Edmund.Daisy pun menceritakan apa yang dilakukan oleh Nicko pada suaminya dengan penuh emosi. Ia ingin agar sang suami setuju dengan pendapatnya."Hmm, jadi itu masalahnya. Sudah lupakan saja masalah ini. Justru lebih baik kan kalau dia segera pergi dari rumah ini," balas Edmund santai.Mendengar jawaban sang suami, Daisy pun naik pitam. Tentu ia tak setuju dengan ucapannya."Kau ini,
"Hmm jadi kalian menganggap ku akan menjual villa itu?" tanya Nicko memastikan apa yang diucapkan oleh Damian."Ya benar, dasar kau serakah. Dia memang sengaja tidak ingin mengajak bibi saat menjual villanya. Dia ingin agar menikmati uangnya sendirian. Atau lebih parah lagi, dia akan menggunakan uangnya untuk mencari perempuan lain dan meninggalkan Josephine," tambah Damian memperparah keadaan.Apa yang diucapkan oleh cucu pria satu-satunya dalam keluarga Windsor itu benar-benar membuat Daisy panas. Bukan masalah Nicko yang akan meninggalkan Josephine dan mencari perempuan lain. Namun karena villa yang ia idam-idamkan dijual begitu saja.Sama hal nya dengan Edmund yang benar-benar tahu akan sejarah villa mewah itu pun tak terima. Villa itu dibuat oleh mendiang Ayahnya saat baru meraih kesuksesan. Bisa dibilang villa itu adalah simbol kejayaan keluarga Windsor.Bicara tentang nilai, tentu saja bangunan itu memiliki nilai yang tinggi
Daisy berdiri berkacak pinggang menghadap ke arah menantunya yang dinilai semakin kurang ajar. Kedua mata aqua wanita itu membulat dan menatap tajam. Ia sangat geram."Dengar ya menantu tak tahu diri! Kau ini sudah melakukan suatu kesalahan, tapi kau malah meminta persyaratan pada kami," katanya sengit sambil menunjuk-nunjuk ke arah menantunya."Hei pecundang, kami semua menginginkan yang hasil penjualan itu agar kami bisa membeli villa itu kembali dan mengembalikannya pada Nenek. Beliau kecewa sekali karena telah salah memberikan hadiah padamu yang justru menjual simbol kejayaan keluarga kami," balas Damian."Nenek mau mempertaruhkan villa itu padamu karena kau masih dianggap sebagai bagian dari keluarga Windsor. Meskipun statusmu hanya seorang menantu yang tak berguna. Namun karena jasamu sebagai pengantin pengganti untuk menutupi aib keluarga, maka beliau mempercayaimu. Justru kau mengecewakan harapan Ibuku," tambah Edmund.Keti
Sekali lagi Nicko menatap tajam ke arah Damian. Membiarkan pria itu semakin terlihat pucat dan salah tingkah."Tuan Damian Windsor, sekali lagi apakah benar kau mengkhawatirkan keadaan Nenek? Atau kau juga menginginkan,-" Nicko sengaja tak melanjutkan ucapannya.Ia ingin bermain tarik ulur pada putra Howard Windsor. "Aku melihat villa nenek memiliki luas lebih dari satu hektar," kata Nicko kemudian.Sengaja ia membicarakan keunggulan villa di depan mertuanya. Membuat pasangan suami istri itu semakin emosi dan ingin segera memilikinya."Bukankah jika villa itu tidak boleh dijual karena simbol keluarga Windsor. Kupikir seharusnya neneklah yang paling berhak atas uang itu. Lalu kenapa kau menghalangi niatku untuk mengundang nenek?" tanya Nicko menyelidik.Melihat sang menantu bersikeras meminta sang Nenek untuk tetap hadir, Edmund pun mulai angkat bicara. Sepertinya ayah mertuanya sudah terpengaruh oleh perkataan Da