Suasana restoran sudah mulai sedikit tenang. Para peserta reuni telah berkumpul di meja bundar sambil menikmati sajian makan siang di Restoran Cantaloup.
Insiden Rolls Royce tampaknya sudah tidak menjadi pemberitaan yang hangat bagi mereka. Terlebih tak ada yang menggoreng berita tentang mobil mewah suami Josephine.Meskipun begitu, masih saja ada yang membatin tentang kejadian barusan. Adalah Brenda Walsh, wanita single berkacamata yang dikenal dengan sebutan Gossip Girl.Brenda tampak merenung sejak tadi, tangannya mencengkeram peralatan dengan kuat seolah ia tengah menahan amarah. Sesekali gadis itu melirik ke arah Michael Van Basten yang masih bercengkrama dengan teman-temannya."Sial, gara-gara ulahmu aku jadi kehilangan berita besar," pikirnya.Beberapa waktu lalu saat kehebohan Rolls Royce tengah berlangsung. Semua alumnus mencoba untuk mendekat dan memastikan siapa pemilik mobil itu.Sayang, Micha
Seantero ruangan mulai menertawakan kecerobohan Brenda. Semuanya tampak tidak puas karena tak bisa mendapatkan hiburan yang selalu dijanjikan oleh si Ratu Gossip."Wah sayang sekali. Kami semua sangat mengandalkanmu.""Benar Brenda, aku sangat ingin tahu bagaimana reaksi Jo saat membaca berita darimu. Bahkan aku sudah memilihkan tagline yang tepat untuk beritamu. Bergaya Mewah Ternyata Pinjaman," timpal Cindy diikuti tawa seisi ruangan."Huh, mau bagaimana lagi, Mike menyenggolku hingga ponselku terjatuh, dan tak berfungsi seperti sedia kala," kata Brenda sambil melirik Mike.Laki-laki berambut panjang yang duduk di meja seberangnya pun hanya menoleh dan merasa tidak enak."Maafkan aku Brenda, aku kan tidak sengaja, nanti aku akan membelikanmu ponsel yang baru," kata Michael.Brenda memang sudah memberitahu Mike perihal ponselnya yang jatuh, dan pemuda ini berjanji untuk mengganti dengan yang baru. Namun y
Nicko tak berani melirik ke arah istrinya dengan alasan masih mengemudi. Perangai ini semakin dirasa aneh oleh Josephine yang memang mulai mencurigai suaminya."Sayang, katakan padaku apa kau mengenal Tuan Evans?" tanya Jo kembali menyelidik.Nicko mencoba untuk mengatur napasnya, dalam hati, dan berkata dalam diam."Aku tak boleh terus begini. Istriku tak boleh curiga tentangku.""Tentu aku mengenalnya. Bukankah kau mengenalkannya padaku saat kunjungannya ke Hotel Windsor," kata Nicko mencoba meyakinkan sang Istri.Namun ternyata tak semudah itu untuk meyakinkan sang istri. Mata indah Josephine masih saja menatap suaminya penuh curiga. Ia masih yakin kalau Nicko ada hubungannya dengan semua ini."Apa hanya itu? Kau begitu percaya diri memintaku untuk mencoba bicara dengannya mengenai masalah keluargaku, seakan kau mengenal dekat pria itu," kata Jo.Untuk menutupi kegugupannya, Nicko pun terta
Jo yang ada di samping Nicko pun menggandeng lengan suaminya dengan erat. Sambutan yang diberikan oleh Kyle Brenan terlihat menyeramkan di kedua matanya."Sayang, sepertinya dia marah karena kita terlalu lama menggunakan mobilnya," bisik Jo yang terlihat ketakutan."Ssst tenang saja, kucoba untuk bicara dengannya dulu agar beliau tidak salah paham," balas Nicko yang ikut-ikutan berbisik.Pemuda ini pun melangkah sedikit mendekat pada Kyle Brenan dengan lengan yang masih dipegangi istrinya sangat erat. Raut wajah yang kalem dan bersahabat tak ada lagi pada wajah pria yang telah lama mengabdi pada Phillip Lloyd ini."Maaf, kami baru bisa meninggalkan acara," kata Nicko kalem.Dengan langkah yang berwibawa, pria ini pun melangkah melewati Nicko dan Josephine tanpa menoleh ke arah mereka berdua. Ia seolah menganggap kalau Nicko dan Jo tidak ada, atau mungkin pengganggu untuknya.Kyle Brenan tampak memeriksa mo
Jo mendaratkan tubuhnya di tepi ranjang seketika mereka berdua tiba di rumah. Nicko yang duduk di sebelahnya pun segera meraih kaki istrinya dan ditumpangkan pada pangkuan dan memijatnya."Hmm lega sekali rasanya. Kukira pemilik mobil itu akan marah pada kita," kata Jo sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang."Yah, aku juga begitu. Mungkin Tuan Brenan terlalu lama menunggu kita," kata Nicko yang masih memijat betis istrinya."Kau pasti lelah," kata Nicko saat melihat istrinya menikmati tiap pijatannya."Huwaaa! Tidaaak!"Suara teriakan yang terdengar tiba-tiba pun merusak kemesraan antara Nicko dan istrinya. Josephine yang tengah menikmati waktu dimanja sang suami pun terpaksa menurunkan kakinya dan segera berdiri."Ada apa lagi dengan Ibu?" tanyanya yang memang sangat mengenal teriakan milik sang Ibu."Entahlah, lebih baik kota lihat saja apa yang terjadi," ajak Nicko.
Tak ada penyesalan bagi Nicko saat melakukan ini. Perlakuan buruk seperti ini sudah terbiasa ia terima. Catherine yang melihat kejadian ini rasanya ingin berdiri dan membantu adik iparnya. Namun saat melihat Jo, ia pun mengurungkan niatnya."Jangan Cathy, kau tak perlu berlaku berlebihan. Ingat, dia adalah suami adikmu, jangan rusak rumah tangganya," pikirnya.Wanita yang status pernikahannya kini tak jelas pun kembali pada Ibunya. Kembali mencoba menenangkan. Sementara adiknya tampak menggerutu akibat ulah Ibunya."Ibu, kenapa harus kasar dengan Nicko?" tanya Jo menunjukkan protes atas perlakuan Ibunya."Ini semua gara-gara lelaki tak berguna yang kau nikahi. Coba dari dulu kau menurut pada Ibu dan menceraikannya lalu menikah dengan Adrian Law, pasti kehidupan kita tak akan seperti ini," omel Ibunya yang tak dapat dimengerti oleh Jo.Sementara Catherine meremas-remas ujung roknya. Ia mencoba untuk menahan diri a
Mendengar apa yang dikatakan oleh Daisy membuat Jo mulai bertanya-tanya. Perempuan muda yang belum membersihkan tata riasnya pun menyipitkan mata dan menatap Ibunya."Ibu beli perhiasan pada Nyonya Brighton?" tanya Josephine tak percaya.Mendengar ucapan Jo, tentu saja menbuat Daisy mendadak kikuk. Wanita paruh baya ini pun menoleh ke kanan dan kiri, mencari-cari sesuatu yang bisa ia bicarakan sebagai pengalihan."Bu, jawab Bu! Apa Ibu membeli perhiasan yang ditunjukkan Nyonya Brighton saat makan siang di Hotel Emerald beberapa waktu lalu?" tanya Jo menyelidik dan membuat Ibunya semakin kikuk.Tentu saja hal ini menimbulkan kecurigaan pada Josephine, karena sepengetahuannya Ibunya tak memiliki banyak uang. Ditambah lagi Ibunya pernah berkata kalau tabungannya hanya tiga ratus juta, dan tabungan itu adalah milik Jo, bukan Ibunya.Daisy kembali menunduk dan mengigit bibir bawahnya. Ia tengah bingung dengan apa yang harus
Tiga jam sebelumnya .... Dengan baju terusan sepanjang lutut, wanita paruh baya itu mendatangi kediaman keluarga Brighton. Maksud hati, Daisy ingin membawakan makanan untuk sahabatnya. Sambil tersenyum wanita itu berkhayal kalau putrinya akan tinggal di rumah mewah dua lantai di hadapannya. "Pasti menyenangkan untuk Jo tinggal di rumah ini, apalagi jika ia mengajakku dan Edmund untuk turut serta," ungkapnya dalam hati. Dengan langkah yang penuh percaya diri, wanita lima puluh tahunan itu pun mendekati pagar rumah keluarga Brighton. Rumah dengan dominasi warna putih yang berdiri begitu kokoh. Ia tak berhenti mengungkapkan kekaguman dalam hati. Rangkaian bunga liar dan topiari yang ada di halaman seolah-olah memanggil Daisy untuk segera masuk. Tanpa ragu lagi ia mulai menekan bel, hingga muncul dua orang pria berpakaian hitam keluar menemuinya. "Wow, hebat sekali. Mereka bahkan memepekerjan penjaga rumah," batinny
Suasana asing sangat terasa begitu Daisy turun dari taxi. Kali ini ia datang ke lingkungan pasar, yang seumur hidup hanya beberapa kali dikunjungi olehnya.Aroma amis dari ikan dan daging yang bercampur dengan sampah sayuran menusuk-nusuk hidungnya. Membuat wanita ini terpaksa menggunakan saputangannya untuk menutup hidung.Sesekali tubuhnya tersenggol pedagang dan buruh angkut yang ada di sana. Membuat Daisy harus mengusap bagian bajunya yang tersenggol, karena tak rela baju mahalnya terkontaminasi kuman."Huh, kenapa juga aku harus ke tempar ini? Tapi kalau tidak kesini, tentu aku akan terus penasaran," pikirnya. Daisy berbelok ke arah kiri, memasuki sebuah gang mengikuti petunjuk yang ada pada secarik kertas pemberian penjaga rumah Brighton. Namun baru beberapa langkah memasuki gang, ia sudah dikejutkan oleh sesuatu.Seorang pemuda dengan rambut hitam tampak memotong-motong daging, dengan ditemani wanita seumurannya yang m