Daisy yang saat itu baru pulang membeli makanan beku pun langsung mendekat ke arah Jo dan juga menantunya. Wanita itu sepertinya tak sabar untuk mendapatkan sesuatu.
"Jadi kau berhasil meminta uang suamiku?" tanyanya dengan mata yang berbinar."Ya Bu, aku berhasil membuat mereka mengembalikan uang Ayah. Sekarang mereka tak akan berani menipu Ayah lagi," kata Nicko meyakinkan mertuanya."Baguslah kalau begitu. Sekarang kemarikan uangnya!" perintah Daisy sambil menadahkan tangannya."Ibu, bisakah Ibu tak hanya memikirkan uang dan uang saja?" tegur Jo yang terlihat kesal dengan perangai Ibunya."Tidakkah Ibu lihat bagaimana susahnya Nicko meminta kembali uang itu? Gara-gara kalian suamiku harus terluka," protes Jo lagi."Buat apa kau memprotes, sudah sewajarnya ia membela mertuanya. Lagipula suamimu masih hidup kan, jadi untuk apa dikhawatirkan?" balas Daisy enteng sambil tetap menadahkan tangan.Diam-diam Catherine mengamati adiknya yang menuju ke kamar sambil dirangkul oleh suaminya. Tak dapat dipungkiri, ada rasa iri yang memenuhi pikirannya saat melihat pemandangan itu.Diam-diam ia meletakkan kembali nampan berisi minuman dingin yang barusan ia buat untuk Nicko."Huh kenapa aku jadi memikirkan dia ya? Tidak aku tak boleh melakukannya. Dia itu suami adikku," batin Catherine.Ia masih ingat bagaiamana sosok pemuda itu menolongnya dan bagaimana penampilannya saat bertelanjang dada. Nalurinya sebagai wanita tak dapat diingkari kalau ia terpesona akan semua itu.Perempuan mana yang tak akan terpesona melihat tubuh pria yang terpahat dengan sempurna. Ditambah lagi sikap romantis yang terus-terusan ditunjukkan pada pasangannya. Terlebih bagi mereka yang baru saja mendapat perlakuan buruk dari pasangannya.Dalam hati ia sangat ingin bertukar tempat dengan adiknya. Ia tak keberatan jika harus menjadi tulang punggun
"Jo, Nenek ingin kau menemuinya di hotel Windsor setelah pulang kerja," kata Edmund pada Jo dan membuat putri bungsunya terpaksa membatalkan menyuap pancake pada bibir merah mudanya."Untuk apa?" tanya Jo pada Ayahnya."Entahlah, kau datang saja!""Hmm," jawab Josephine sedikit malas.Permintaan Ayahnya membuat suasana sarapan pagi ini semakin tidak enak. Semenjak tadi ia berharap agar sang Ayah membahas kebaika. Suaminya, tapi ternyata itu semua percuma.Pria yang disebut Ayah itu sama sekali tak membahas masalah uang lima puluh jutanya, atau mengucapkan terima kasih pada menantunya. Diam-diam ia berpikir apa mungkin Ibunya belum mengembalikan uang milik Ayahnya."Ayah, kemarin Nicko telah mengambil kembali uang Ayah dari Tuan Bass, apa Ayah tak ingin mengucapkan sesuatu," tanya Jo.Edmund hanya mengernyitkan dahi dan melihat kedua putrinya."Jo, jangan sampai terlambat untuk dat
Wajah Daisy mulai sedikit pucat saat mendapati putri bungsunya menatapnya tajam. Wanita yang selalu berpenampilan wah ini sama sekali tak berani menatap sosok Jo di depannya, melainkan piring serta alat makan."Bu, apa Ibu tidak memberikannya pada Ayah?" ulang Jo.Edmund yang memang tak tahu menahu soal uangnya yang kembali pun ikut-ikutan menanyai istrinya."Daisy, apakah benar yang dikatakan oleh Jo?"Tak ingin harga dirinya runtuh. Ibu dua anak ini pun berdiri dan berkata dengan nada tinggi, bermaksud untuk menyembunyikan kegugupannya dengan kemarahan."Edmund, bukankah uangmu adalah uangku. Apa kau juga ingin ikut-ikutan tak menafkahi istrimu seperti laki-laki bodoh ini!" seru Daisy sambil menunjuk ke arah Nicko."Ibu, Ayah tak bermaksud begitu. Ayah hanya bertanya pada Ibu, apakah benar yang dikatakan oleh Jo," jawab Catherine tiba-tiba."Hei, kau kenapa jadi begini! Kenapa malah ikut-iku
Sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Nicko untuk menunggu istrinya di dalam mobil saat perempuan cantik itu menemui Nyonya Besar. Beberapa kali ia menemani Jo untuk berada dalam hotel Windsor, tapi tak satupun dari keluarga bahkan karyawannya yang bersikap ramah pada Nicko.Sementara itu di dalam Board Room Hotel Windsor ....Josephine tampak duduk dengan enggan sambil dikelilingi oleh keluarga besarnya. Entah apa yang membuat mereka memanggil dirinya kemari."Kau tahu kenapa kami memanggilmu kemari Jo!" kata Nenek masih dengan gaya khasnya yang menunjukkan kalau beliau adalah wanita berkelas yang memiliki kuasa.Jo menggeleng dengan malas."Kau sekarang kan sudah bekerja dengan Richmond, apa kau tak bisa meminta bantuan pada direktur untuk memberi keringanan pinjaman?" tanya Nenek."Maaf Nek, kalau soal itu aku tak bisa ikut campur," kata Josephine penuh harap agar keluarganya mengerti."Ka
"Hei teman-teman, coba lihat apa yang kutemukan," Seseorang dengan nama Brenda Walsh menuliskan pesan setelah jam makan malam tadi, saat mayoritas anggota grup tengah stand by karena tak ada kegiatan lain.Tentu saja apa yang dituliskan Brenda mengundang rasa penasaran anggota yang lain. Semua mendesak Brenda untuk segera menceritakan berita temuannya pada mereka.Sejak dulu, Brenda memang dikenal sebagai tukang gosip di sekolah. Entah darimana ia bisa mendapatkan berita yang sebenarnya sifatnya rahasia atau bukan konsumsi anak remaja.Brenda dengan mudah bisa menemukan berita tentang siswa yang membeli produk fashion dengan diskon besar-besaran. Atau tentang orang tua salah satu siswa yang dipecat, perselingkuhan orang tua dll. Berita miring itu tak hanya berkutat tentang siswa, guru pun tak luput dari sasarannya.Sebuah foto tentang Josephine yang tengah dicium keningnya oleh Nicko pun muncul dalam grup chat itu. Di foto itu juga
Nicko masih bersandar pada sandaran kasurnya. Tangan kirinya mengusap rambut sang istri lembut, sementara tangan kanannya memegang ponselnya sendiri."Raymond, tolong cari tahu tentang salah satu direktur di anak perusahaan kita, namanya Kevin Stoner. Kirim file tentangnya di emailku besok!" tulis Nicko pada waki direktur Richmond.Pria itu kemudian menghubungi Kyle Brenan asisten ayahnya. Ia meminta untuk menggunakan mobil Rolls Royce untuk acara reuni bersama istrinya."Tolong antarkan mobil itu di hotel Emerald ya!" pinta Nicko."Kenapa tidak diantar ke tempat Anda saja Tuan Muda?" tanya Kyle yang saat itu memang belum tertidur."Tidak, keluarga istriku tak perlu tahu kalau aku memilikinya. Katakan saja kalau kau pemilik mobil itu dan bermaksud meminjamiku sementara waktu sebagai ucapan terima kasih karena telah membantumu memperbaiki sistem aplikasi di perusahaanmu!" kata Nicko."Baik Tuan Muda."
"Jo, ada yang mencarimu!" seru Nicko dari pintu depan.Josephine yang sedang menegak teh pagi harinya pun mengangkat bahu. Ia tak tahu siapa yang mencarinya hingga ke rumah.Kuat dugaannya kalau yang datang kali ini bukanlah Adrian ataupun Nate. Ia mengetahuinya dari nada suara sang suami yang tidak ada nada kesal atau mengejek sama sekali.Dengan langkah santai, Jo pun melangkah ke pintu depan.Perempuan berambut pirang itu tampak mengernyitkan dahi saat mendapati suaminya sedang duduk bersama seorang laki-laki yang sepertinya seorang pengantar barang."Apa dia mencariku?" tanya Josephine langsung duduk di samping suaminya."Yah, dia ingin mengirimkan ini, dan membutuhkan tanda tanganmu kalau kau sudah menerimanya," kata Nicko sambil menyodorkan sebuah amplop pada istrinya."Ini apa?" tanya Jo pada laki-laki pengantar barang."Saya tidak tahu Nyonya, tugas saya hanya mengantarkan
Suasana yang berbeda terjadi di kediaman keluarga Blanc. Kali ini mereka tengah mengadakan acara jamuan di rumah mewah mereka.Armando yang terkadang masih suka merasakan nyeri akibat benturan pada tulang ekornya pun berjalan perlahan. Ia mendekati salah satu pelayan yang tengah bekerja."Ada acara apa ini?" tanya Armando yang memperhatikan kesibukan di ruang keluarganya."Tuan Roberto memerintahkan kami untuk mengadakan jamuan karena akan ada seseorang yang datang," kata pelayan itu."Seseorang, siapa?"Pelayan yang tengah menata alat makan pun hanya mengangkat bahu kemudian undur diri. Pelayan itu juga mengatakan kalau ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang akan datang."Apakah ada tamu besar yang akan datang ya? Kalau iya kenapa aku tidak diberi tahu?" pikir Armando.Pria bertubuh kekar itu pun segera mencari sosok Ayahnya dan meminta penjelasan. Berdasarkan yang sudah-sudah, jamuan sep