Josephine cuma menunduk mendengar perkataan kakak perempuannya. Hari ini sudah dua kali dirinya mendengar ungkapan kalau ia beruntung memiliki suami seperti Nicko.
Perempuan ini kemudian tersenyum dan memandang ke arah kakaknya. Kemudian mengusap pundaknya agar merasa lebih baik."Sudahlah, kau di sini saja dulu."Sedikit kekecewaan terpancar pada Josephine saat mengetahui Ayah dan Ibunya tak ada di rumah. Andai saja mereka ada, tentu saja kejadian tadi tak akan ada."Kau tahu Jo, aku berhutang pada suamimu," kata Catherine sambil menggenggam kedua tangan adiknya."Berhutang?" tanya Jo tak mengerti. Ia mencoba untuk mencerna maksud dari kakaknya."Pasti hutang yang dimaksud adalah nyawa. Suamiku kan tak punya uang," pikir Jo.Melihat ekspresi adiknya, Catherine akhirnya menceritakan apa yang terjadi padanya hari ini. Dengan tatapan yang lurus ke arah dinding.Mendengar pengakuan CHari sudah gelap, Catherine sudah tertidur pulas setelah menangis seharian sambil ditemani oleh Jo. Malam ini Daisy dan Edmund tidak pulang karena harus menghadiri jamuan di tempat temannya."Huh, paling-paling berjudi," pikir Jo saat mendapatkan pesan dari Ibunya.Setelah yakin kalau Catherine benar-benar tenang, Jo pun bangkit dan menatap bayangannya di depan cermin, lalu menatap ke jendela."Semuanya aman, kurasa."Jendela kamar Josephine memiliki dua lapisan penutup. Bagian dalam adalah kaca, sedangkan bagian luar berupa daun jendela dari kayu. Suaminya pun sudah mengganjal stick golf pada handle bagian dalam dengan posisi saling bersilangan.Jo pun mengganti pakaiannya dengan gaun tidur satin berwarna merah maron. Kemudian menuliskan pesan untuk kakaknya kalau ia bersama Nicko, dan meletakkannya di atas nakas.***Jo membuka pintu kamar Catherine secara perlahan dengan maksud mengejutkan
Kedua pasangan muda itu tampak bahagia pagi ini. Jo tampak bermanja sambil menemani suaminya memasak. Sementara Catherine hanya duduk dan memandangi mereka.Saat mereka sedang asyik menikmati kehangatan sebelum sarapan pagi, saat itulah mereka mendengar teriakan dari arah depan."Nickoooo! kemari kau menantu tak berguna!"Semuanya sudah tahu siapa pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan Daisy."Huh, ada apa Ibu berteriak seperti itu," keluh Jo."Sudahlah, biar kulihat dulu. Bisa kau teruskan ini?" tanya Nicko sambil menunjuk pada pancake yang dibuatnya.Jo pun mengangguk, dan saat itu Catherine ikut berdiri dan mendekat pada adiknya."Aku akan membantumu, aku terbiasa membuatkan sarapan untuk Armando dan keluarganya," balas Catherine."Kau membuat sarapan untuk mereka?" tanya Jo tak percaya. Sebab setahu Josephine, keluarga Blanc memiliki banyak pelayan."Ya, Armand
Nicko yang berada dibelakang Edmund pun melihat mertuanya dengan pandangan heran. Apa yang dilakukan oleh Ayah Josephine ini sungguh aneh. Pria ini memperhatikan koleksi batu-batuan yang tak berharga.Dalam hati ia berpikir bagaimana mungkin orang yang katanya dari keluarga terhormat dan kaya tak bisa membedakan permata yang asli dan palsu.Sementara Jo masih saja mencerca Daisy dengan pertanyaan dari mana mereka semalam."Katakan padaku, darimana Ibu semalam?" tanya Jo mendesak Ibunya, dan membuat wanita yang pernah melahirkannya terlihat gugup."Apa Ibu dan Ayah pergi berjudi lagi?" tanya Jo mencerca.Akibat desakan-desakan yang terus menerus itulah akhirnya Daisy mengaku kemana mereka pergi. Mereka diajak oleh perkumpulan sosialita Daisy untuk mencoba keberuntungan. Saat itu pun, Daisy dan Edmund mendapatkan kemenangan yang melimpah, hingga mampu berbelanja banyak dan Edmund mengikuti lelang permata.Jo merem
Mendengar keputusan Nicko yang meminta Jo untuk tidak bekerja tentu membuat Daisy merasa kecewa. Wanita itu justru mengkhawatirkan kesusahan yang akan mereka dapat."Kau ini semakin lama semakin kurang ajar saja, berani benar mempengaruhi Jo untuk ikut-ikutan menjadi pemalas sepertimu!" protes Daisy.Kali ini Jo dan Catherine hanya saling pandang, kemudian melirik ke arah Nicko. Hampir saja Jo membuka mulut untuk melakukan pembelaan pada suaminya. Namun sayang ia kalah cepat dengan ocehan Ibunya."Kau ini kan pengangguran, makan pun kami yang mengurus. Sangat tidak pantas bagimu menyuruh Jo untuk tidak bekerja hari ini. Memangnya kalau Jo tidak bekerja kau mampu memberinya makan?" tambah Daisy."Jika aku tak bekerja hari ini atau besok kita masih bisa makan Bu, bahkan sampai satu bulan ke depan. Lagipula aku kan masih memiliki tabungan tiga ratus juta," sanggah Josephine yang menganggap kekhawatiran Ibunya ini berlebihan.
Kini giliran Edmund yang mendekat pada menantunya. Meskipun sempat ia berpikir tentang kebaikan Nicko yang mencegah Howard melayangkan tamparan pada putrinya. Namun tampaknya gengsi sebagai seseorang yang berstatus lebih tinggi dari menantunya telah mengalahkan image baik tentang Nicko.Harga dirinya sungguh jatuh saat menantunya menyinggung soal permata yang ia beli. Permata itu dibeli pada perkumpulan pengagum batu mulia. Adalah kebanggaan tersendiri bagi Edmund yang telah mampu mengalahkan Tuan Bernard Bass yang selalu memenangkan lelang permata.Edmund berpikir kalau Bernard Bass sudah mulai bangkrut hingga tak berani mengalahkan penawarannya sebesar lima puluh juta. Walau sebenarnya saat itu Bernard Bass sedang mendapatkan suatu kabar yang mengharuskannya undur diri dari acara lelang, alhasil Edmund lah yang jadi pemenang.Kemenangan Ayah Josephine saat itu membawanya pada sebuah kejayaan. Ia tampak dikagumi dan diberikan tepukan tangan me
Mendengar tantangan menantu kurang ajar itu membuat Daisy dan Edmund merasa kesal. Mereka berdua saling pandang dengan napas yang sama-sama memburu."Ya Bu, bagaimana jika Nicko benar?" tambah Jo ikut-ikutan bertanya.Dengan santai Daisy pun menjawab tantangan putrinya dengan mengatakan jika Nicko yang menang, maka Nicko akan bebas tugas rumah tangga selama seminggu. Sementara pekerjaan sehari-harinya akan dilakukan oleh Daisy dan Edmund, tapi ternyata hal ini tidak disetujui oleh Jo."Satu bulan!" tegas Josephine membuat kedua orang tuanya terkejut. Meski mereka berdua yakin akan kemenangan mereka, tapi tetap ada ketakutan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sebab semasa hidup mereka pasangan paruh baya ini tak pernah sekalipun mengerjakannya.Nicko tersenyum bangga saat menangkap kekhawatiran pada wajah mertuanya. Saat itulah ia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mengorek informasi tentang uang tiga ratus juta milik istrinya
Nicko mematikan mesin mobilnya begitu tiba di kawasan pusat jual beli emas dan batu mulia. Mereka berlima sepakat untuk berjalan kaki dan mengikuti arahan Edmund yang menentukan dimana permata itu akan diperiksa."Kita akan ke First Gems," kata Edmund memimpin.First Gems adalah toko permata terbesar di kawasan ini, sekaligus toko permata paling tersohor di westcoast town. Toko yang selalu menjadi incaran bagi para kolektor batu permata.Bersama mereka memasuki bangunan dengan dominasi kaca berwarana gelap. Dari luar bangunan itu memang tampak seperti tak ada tanda-tanda kehidupan. Namun di dalam ternyata menyimpan aura yang berbeda.Gambaran keindahan dan kemewahan batu mulia mampu menyilaukan mata Daisy dan Catherine. Namun putri sulungnya tak seantusias sang Ibu.Dengan diikuti pelayan yang menyambut mereka, Edmund pun mulai menuju satu counter dan menceritakan maksud kedatangannya kemari."Selamat pagi
Wajah mertua Nicko tampak memerah dan tak henti bersungut-sungut begitu keluar dari First Gems. Hinaan dan pengusiran yang dilontarkan oleh Tuan Hudson tentu saja tak bisa mereka terima."Kau ini bodoh sekali Edmund, bagaimana bisa kau tidak mengetahui kalau permata itu palsu," umpat Daisy pada suaminya."Mana mungkin aku mencurigai benda itu palsu. Benda itu dilelang oleh ketua perkumpulan pengagum permata, bahkan membuat Bernard Bass kecewa karena kalah denganku. Kalau kau tahu bagaimana kami berebutan lelang harga," bantah Edmund tak mau kalah."Tapi buktinya, benda itu pecah saat terjatuh dan membentur lantai marmer. Kenapa kau tak memeriksa permata-permata itu lebih dulu sebelum membelinya."Sepasang suami itu terus saja bertengkar di dalam mobil. Membuat Catherine yang bersama mereka merasa tidak nyaman karena keributan itu. Sebab Ibunya tak hanya mengumpat, tapi juga beberpa kali memukul suaminya dengan kipas tangan yang mem