Rosaline terkejut saat mendengar bel pintu apartemennya berbunyi. “Malam-malam begini siapa yang datang?” gumam Rosaline seraya melihat ke arah jam yang menempel di dinding menunjukkan pukul sembilan malam.
Rosaline mendesah lega setelah melihat jika Jasmine-lah yang datang. Ia pun langsung membuka pintunya.
“Kak.” Jasmine langsung masuk melewati Rosaline yang berdiri di ambang pintu.
“Malam-malam gini kamu kenapa ke sini?” tanya Rosaline. Ia kembali menutup pintunya lalu menuju ke dapur untuk membuatkan minum adiknya ini.
“Kamu mau aku bikinkan minum apa?”
“Terserah yang penting dingin.” Jasmine menghempaskan dirinya di atas sofa dan menyalakan TV.
Rosaline datang dengan dua gelas es jeruk di tangannya. “ Nih minum dulu.”
“Makasih, Kak.” Jasmine langsung meneguk setengah gelas es jeruknya.
“Ada apa kamu malam-malam datang ke sini? Emangny
Setelah Adhikari keluar, Roaline buru-buru mengunci pintunya. Ini salahnya sendiri karena terlalu ceroboh membuka pintu untuk sembarang orang dan tidak melihatnya terlebih dulu dari lubang pintu.Rosaline menyandarkan tubuhnya pada daun pintu seraya memegang dadanya yang berdetak kencang. Ia merasa marah pada dirinya sendiri, meski sudah bertahun-tahun lalu namun entah mengapa jantungnya kembali berdetak kencang saat pria dari masa lalunya itu kembali muncul bahkan kembali mengusik hidupnya.“Kenapa dia bisa sampai sini? Dari mana dia tahu kalau aku tinggal di sini?” Rosaline terus saja bertanya-tanya.Ponsel Rosaline berdering hingga ia buru-buru mencari keberadaan ponselnya itu.“Nomer tak dikenal? Siapa?” gumam Rosaline. Meski begitu ia tetap mengangkatnya.“Halo.”&nbs
“Aku diam bukan karena aku mau ya! Aku terpaksa ikut kamu karena aku nggak mau kita menjadi pusat perhatian orang.” Rosaline berkata tanpa melihat ke arah Adhikari yang saat ini sedang mengemudikan mobilnya.“Kita mampir ke restoran dulu kan ini?”Rosaline langsung menolehkan kepalanya menghadap Adhikari. “Ngapain?!”“Loh tadi bukannya kamu mau makan malam dulu sama orang itu?”“Iya, tapi kan itu udah gagal gara-gara kamu. Terus sekarang apa hubungannya sama kita ke restoran?” tanya Rosaline. Lama-lama ia merasa jika kelakuan pria di sebelahnya ini semakin tak masuk akal.“Yaa maksudku aku mau ajak kamu makan malam sebagai gantinya.”“Enggak! Gila aja aku mau makan malam sama kamu. Kita nggak ada hubungan apapun selain hubungan pekerjaan dan ini sudah di luar jam kerja.”“Ya nggak pa-pa dong kalau kita makan malam. Emang nggak boleh?”
Rosaline tak bisa tidur bahkan sampai lewat tengah malam. Sedari tadi yang ia lakukan hanya menggulingkan badannya ke kanan dan ke kiri.“Hhh ... apa-apaan ini? Kenapa aku nggak bisa tidur?” Rosaline beranjak dari pembaringannya. Ia menggulung rambut panjangnya asal seraya berjalan ke luar kamar.Rosaline membuka pintu kulkas untuk mencari minuman dingin dan sebuah kue. Perutnya kini terasa lapar, ia butuh sesuatu untuk mengganjal perutnya. Ia sedikit melirik ke arah masakannya yang tak ia sentuh sedikit pun hingga akhirnya ia masukkan ke dalam kulkas.Rosaline mendengus, “gara-gara kejadian tadi aku sampai nggak selera makan. Tapi sekarang aku malah lapar. Dasar!” Rosaline membawa satu potong besar kue dan satu minuman dingin menuju sofa depan TV. Saat berdiri di depan sofa ia malah teringat dengan kejadian beberapa jam yang lalu saat Adhikari mengambil ciuman pertamanya.Rosaline duduk di sofa lalu meletakkan piring dan gelasnya
“Cerah amat itu wajah kayaknya?”Rosaline langsung mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang mengatai dirinya itu.“Dini? Kamu belum pulang?” tanya Rosaline.“Iya, aku belum pulang. Aku perhatiin dari tadi wajah kamu ceria deh, nggak seperti kayak biasanya. Ada apa?” Dini menatap Rosaline penuh selidik seraya terseyum.“Nggak ada apa-apa.” Rosaline memasukkan barang-barangnya ke dalam tasnya dan bersiap untuk pulang.“Masa sih? Tapi kayaknya aku mencium aroma bunga hati yang lagi mekar nih,” goda Dini.“Bunga hati mekar apaan?! Ngomong yang jelas deh,” gerutu Rosaline.“Kamu kayak orang yang lagi jatuh cinta, Rose. Sekarang ngomong sama aku, siapa laki-laki beruntung itu?” desak Dini.“Nggak ada. Udah ah, aku mau pulang.” Rosaline beranjak darin kursi kebesarannya.“Tumben kamu buru-buru pulang?”&nb
Kinanti mulai merasakan perbedaan dengan sikap Adhikari padanya. Entah mengapa ia merasa bahwa sikap suaminya sekarang terkesan lebih dingin padanya. Bahkan akhir-akhir ini pun suaminya itu semakin sibuk dengan pekerjaannya di kantor dan meski sampai rumah pun suaminya itu masih sibuk dengan ponselnya. Jika ia tanya suaminya itu pasti akan menjawab jika sedang mengerjakan urusan kantor. Beberapa hari yang lalu Adhikari juga pergi pagi-pagi sekali sebelum ia menyiapkan sarapan.“Mas.” Kinanti berjalan menghampiri Adhikari yang sedang duduk di ruang tengah seraya fokus dengan layar laptopnya.“Heem.”“Kamu kapan ada waktu, Mas?”“Waktu buat apa?&rdquo
Kinanti duduk di tepi ranjang Ivana, begitu juga dengan Ivana.“Aku semakin curiga setelah melihat reaksi kamu yang janggal kayak gini, Kak. Aku mohon ceritakan sama aku. Di awal pernikahanku dengan Mas Adhi, aku juga merasa kalau kalian semua aneh dan aku juga merasa jika Mama kurang suka sama aku. Aku juga sempat berpikir kalau Mama nggak setuju sama pernikahan aku dan Mas Adhi,” ucap Kinanti.“Itu kan dulu, Kinan. Sekarang Mama kan sayang banget sama kamu, selayaknya Mama sayang sama aku dan anaknya yang lain.”“Iya aku tahu itu, Kak. Tapi kenapa di awal menikah sebelum aku hamil Mama kurang suka sama aku?”“Aku nggak tahu harus cerita yang kayak gimana ke kamu, Kinan. Sebenarnya aku pun juga nggak berhal menceritakan ini sama kamu,” sahut Ivana.“Aku mohon, Kak. Aku nggak mau ada yang ditutup-tutupi lagi.”“Kamu mau aku cerita soal apa?”
Seharian ini Rosaline terus saja uring-uringan setelah tadi pagi ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Adhikari bersama istrinya. Dari pada tak berkonsentrasi di kantor, saat jam kantor usai, ia langsung bergegas pulang ke apartemennya.Sampai di apartemen, Rosaline langsung mengguyur tubuhnya dengan air dingin dengan tujuan agar pikiran dan tubuhnya tak lagi merasa panas. Usai mandi, Rosaline langsung memakai dress tidurnya karena ia pikir tak akan pergi ke mana-mana dan tak akan ada yang datang untuk bertamu ke apartemennya.Duduk di depan layar televisi tak lantas membuat Rosaline terhibur meski hanya sedikit. Ia malah terus mengganti saluran televisi hingga berkali-kali tiada henti. Hingga ia mendengar bel pintu apartemennya berbunyi.“Hhhh ... siapa sih ini yang datang?! Heran deh, bikin orang jadi tambah kesel aja!” Rosaline menghentakan kalinya menuju pintu.“Siapa?!” Seru Rosaline seraya membuka daun pintu dengan cukup k
Rosaline hanya memakai dress rumahan karena hari ini ia tak berniat berangkat ke kantor. Meski rambutnya masih sedikit basah, ia tetap menggulung rambutnya secara asal agar tak mengganggunya memasak di dapur. Semalam ia tak sempat makan malam karena perasaannya yang sedang marah tak menentu hingga membuat ia kehilangan selera makannya. Kini ia merasa sangat lapar setelah semalaman ia mengeluarkan banyak energi.Rosaline memasak nasi lalu ia tinggal menyiapkan lauk dan sayurnya. Sepertinya hanya dengan roti isi saja tak akan bisa membuat perutnya merasa kenyang kali ini.“Baunya harum.” Adhikari berjalan menghampiri Rosaline di dapur.Rosaline menyerngit melihat Adhikari yang bertelanjang dada dan hanya memakai celana panjang yang kemarin ia gunakan. “Kamu ngapain nggak pakai baju?” “Nggak nyaman pakai baju bekas kemarin. Ini aja kalau aku nggak takut kamu ngamuk aku nggak bakal pakai celana ini lagi.”
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek