“Apa aku nggak usah dateng ya?” gumam Rinai seraya menatap refleksinya di cermin, yang sudah merias wajah dan memakai gaun rancangan Shua.
Hari ini adalah hari pernikahan Ipang. Rinai sebenarnya mulai maju-mundur akan keputusannya untuk hadir di resepsi pernikahan Ipang dan Priska, calon istrinya.
Apalagi penyebabnya kalau bukan karena Ksatria dan perintah Leona yang berbanding terbalik.
Sejak minggu lalu Leona sudah mewanti-wanti Ksatria untuk datang dengan Aleah. Aleah sendiri sempat menelepon ke kantor dan melewati Rinai dulu, untuk mengatakan pada Ksatria kalau mereka akan pergi bersama karena keluarga Aleah juga diundang.
Ksatria yang sudah susah payah memblokir nomor Aleah sampai kesal setengah mati dan menggerutu kalau Aleah gila, karena perempuan i
“Ini acara nikahan atau pemakaman sih? Suram ya.”“Kayak nikahan Badai yang pertama dong.” Yogas menjawab pertanyaan Kalu dengan spontan.Ksatria, Nara, Kalu, Rinai, dan Shua langsung menoleh pada Yogas yang mengatakan hal tersebut. Beruntung Badai dan Padma sedang tak bersama mereka, jadi nyawa Yogas masih ada di tubuh lelaki itu—belum melayang keluar dari tubuhnya karena dihajar Badai.“Aku kan cuma ngomongin fakta.” Yogas membela dirinya ketika sadar kalau semua orang tengah memelototinya.Ksatria menggeleng. “Susah juga temenan sama orang yang otaknya tinggal setengah.”Yogas mendesis kesal, tapi menahan diri untuk tidak meninju Ksatria di tengah-tengah resepsi antara Ipang dan perempuan yang bukan calon istrinya i
“Yang nikah siapa, yang keliatan kayak pasangan jatuh cinta malah siapa,” ujar Kalu begitu Ksatria dan Rinai kembali usai menyanyikan dua lagu—Lucky-nya Jason Mraz dan Colbie Caillat pilihan Ksatria dan I Still Love You dari The Overtunes yang diminta khusus oleh Suri.“Iri bilang, Bos,” sahut Ksatria dengan santai. “Yang lain pada ke mana?”“Shua sama Padma ke toilet, Badai nyamperin ayah mertuanya, Yogas dipanggil kakeknya, Nara di sini—” Kalu langsung celingukan saat menyadari kalau ia benar-benar sendirian saat ini.Padahal sampai tadi Ksatria dan Rinai turun bersama dari panggung, Nara masih ada di sebelahnya dan mengomentari bagaimana modusnya Ksatria hari ini berjalan cukup lancar.Tetapi, lelaki itu kini malah menghilang entah ke mana.
“Apa tujuan Mama jodohin aku dengan Aleah?”“Biar kamu bisa berpikir berhenti main-main dan menikah.”Ksatria tentu saja mendengus begitu mendengar jawaban Leona. Ia sudah sering mendengar alasan tersebut dan rasanya hal itu saja tidak cukup untuk menjadi landasan, dari tingkah ibunya yang menyodorkan Aleah ke depan hidungnya setiap hari.“Bukan karena Mama yang ngincer sesuatu dari Time Indonesia?” tanya Ksatria dengan santai. Setelah menyesap kopinya, Ksatria kembali berkata, “Kayak hak retail untuk brand tertentu atau apa gitu?”“Kamu ngeliat Mama serendah itu?” tanya Leona dengan tajam.Awalnya Leona senang karena Ksatria bergabung dengannya di meja makan saat Minggu siang seperti ini. Suaminya sedang
Ksatria berlalu dari teras dengan Aleah yang langsung menggandeng tangan lelaki itu seakan tidak ada masalah di antara mereka. Secepat itu Aleah menggandengnya, secepat itu juga Ksatria mencampakkan lengan Aleah dari lengannya.“Kamu kasar banget sama aku, Yang.”“Yang?” Ksatria berhenti di depan pintu penghubung antara dapur rumah utama dan berbalik menghadap Aleah sambil mengerjap jijik. “Aku tahu ini terdengar kasar, tapi kamu benar-benar nggak tahu diri ya, Al.”“Aku selalu punya tujuan dan tahu apa yang aku mau, Ksatria,” jawab Aleah dengan tegas. “Kita punya restu orangtua, keluarga yang setara, dan kesempatan yang ada. Kenapa kamu nggak mau coba buka hati untuk aku sama sekali?”“Karena emang aku nggak mau.”
“Om nggak istirahat?”Sandy menoleh kepada Ksatria yang bertanya dengan pelan. Hari mulai beranjak malam, tapi Ksatria tidak beranjak sedikit pun dari kamar rawat inap Rinai sejak siang tadi tiba di rumah sakit.“Kamu sendiri nggak pulang?”Ksatria langsung menegakkan tubuhnya. Sebenarnya Ksatria ingin bermalam di sini, tapi ia tahu tidak akan semudah itu bagi Sandy untuk mengizinkannya.Walau begitu, Ksatria tetap mencoba peruntungannya. “Saya boleh tetep di sini nemenin Om dan Rinai nggak?”Kedua lelaki beda generasi itu bertukar tatap, lalu Sandy bangkit dari kursi di samping ranjang anaknya.“Kayaknya ada coffee shop yang buka 24 jam di sini,” gumam Sandy seraya kembali memaka
“Kamu udah pikirin pertanyaanku waktu itu, Nai?”“Pertanyaan—oh.” Rinai mengatupkan bibirnya saat ingat apa yang barusan dimaksud Atlas.Di hari ketiga Rinai dirawat, Atlas kembali menjenguknya saat jam besuk. Ksatria sedang pergi ke coffee shop dan ayahnya baru saja izin pergi sebentar. Jadilah hanya tinggal mereka berdua di kamar ini.Pertanyaan yang dimaksud Atlas adalah pertanyaan yang diajukan Atlas ketika lelaki itu datang ke rumahnya hari Minggu lalu, saat Aleah juga datang mengikutinya ke rumah Rinai.“Aku mau kita bisa menjalani hubungan yang lebih dari temen, Nai, dan tentu aja ke jenjang yang lebih serius. Kamu mau nggak?”Pertanyaan sederhana dengan jawaban yang sulit Rinai dapatkan.
“Kamu nggak dandan aja cantik ya, Nai. Nyesel juga sih dulu nggak usaha banget nyingkirin Ksatria.”Rinai tersenyum malu mendengar pujian tersebut, “Makasih lho, Nara.”“Stop it, Bastard,” tegur Ksatria sambil memicingkan matanya kepada Nara. “Nggak usah genit sama Rinai.”“Posesif,” cibir Nara. “Kukasih tahu aja, kalau kamu posesif nanti Rinai kabur, Sat.”Ksatria mendengus pelan dan berniat menjauhkan Nara dari ranjang Rinai, karena Nara kebetulan duduk di kursi yang tak jauh dari ranjang perempuan itu.Tetapi, Kalu dengan isengnya menahan bahu Ksatria supaya lelaki itu tetap bertahan di sampingnya, di sofa.Hari ini giliran semua sahabat Ksatria yang men
“Kamarnya di mana, Sayang?”“Itu, yang paling ujung.” Leona menunjuk pintu kamar yang sudah terlihat semakin dekat. “Tapi Pak Anwar tadi bilang, Mas Sandy lagi pulang buat istirahat.”“Oh, iya? Bagus dong, bisa gantian kita yang jagain Rinai,” sahut Haydar. “Papa juga hari ini nggak ada meetingkok. Kamu abis ini ada perlu, Yang?”“Nggak.” Leona menggeleng. “Aku emang udah niat mau di sini sampai nanti Mas Sandy dateng.”Kalau sedang tidak di kantor suaminya atau bicara dengan suaminya, Leona memang kerap kali menyebut Sandy dengan panggilan ‘Mas’. Karena lelaki itu memang lebih tua darinya setahun dan di luar hubungan kerja pun, mereka sangat akrab.“Berarti yang