"Owh, Tuhaaannn ... Dia sangat lucu dan menggemaskan," puji Ambar yang sedang menggendong anak Jessi. Setelah operasi berhasil, Jessi harus melalui observasi terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke ruang perawatan. Sedangkan bayinya ada di ruangan bayi untuk memantau perkembangan awal bayi. Berharap tidak ada tanda bahaya pada bayi. Sekarang Jessi sudah ada di ruang perawatan, begitu juga dengan bayinya. Ambar dan Bagas juga sudah ikut memasuki ruangan. Bayi mungil tersebut berada dalam gendongan Ambar. Hati Ambar dan Bagas sedikit terobati karena kehadiran anak Jessi. Bahkan Ambar seperti tidak ingin melepaskan bayi cantik tersebut dari gendongannya. Membuat hati Bagas ikut bahagia melihat ibunya. Perasaan Jessi jadi campur aduk. Dirinya sangat bahagia atas kelahiran anaknya. Apalagi mereka berdua telah selamat. Hanya saja, tidak ada yang tahu bagaimana sedihnya hati Jessi. Di saat seperti ini, justru orang lainlah yang menyambut kebahagiaannya. Memberikan sedikit penenang d
Betapa terkejutnya Dania saat mengetahui kalau perempuan yang selalu dipertanyakan oleh Farrel pada Rika adalah pekerja kebersihan di perusahaan ini. Membuat Dania sedikit lebih tenang. Namun, saat Rika mengatakan kalau mungkin saja sudah ada hubungan khusus antara Farrel dan Jessi membuat Dania menjadi was-was. 'Apa aku sudah melewatkan sesuatu?' batin Dania yang sudah ada di dalam mobil. Awalnya Dania datang ke kantor untuk mengajak Farrel makan siang bersama. Namun, setelah bicara dengan Rika, Dania memilih mengurungkan niatnya. Sekarang perempuan tersebut sudah melajukan mobilnya meninggalkan perusahaan. 'Tapi aku sudah menyelidikinya. Farrel memang tidak memiliki kedekatan dengan perempuan manapun.' Meski selalu dikecewakan oleh Farrel karena hubungan sex mereka yang tidak memuaskan. Namun, wajah rupawan Farrel membuat Dania berusaha memaklumi. Apalagi Farrel anak tunggal kaya raya. Yang paling penting lagi, Farrel tidak pernah menyelingkuhinya. 'Apakah saat aku mas
Karena mengira kalau Farrel adalah atasan Jessi, membuat Dania berinisiatif memanggil Farrel dengan sebutan 'Pak'. Namun, sekarang Dania jadi menyesal. Padahal baru saja dirinya merasakan sesapan kasar bibir Farrel. Belum lagi remasan Farrel di dadanya begitu terasa sempurna. Dan sekarang semuanya jadi berantakan karena dirinya sudah salah memanggil. 'Sial! Seharusnya sekarang aku sedang menikmati perbuatan Farrel!' batin Dania kecewa pada diri sendiri. Baru opening saja permainan Farrel sudah terasa kasar dan menuntut. Lalu bagaimana jika mereka sudah berada di permainan utama? "Kamu menggunakan parfumku?" tuntut Farrel tidak terima. "Siapa Jessi?" tuntut Dania kecewa. Perasaannya sekarang menjadi campur aduk. Dan tidak bisa sepenuhnya marah karena yang lebih mendominasi adalah penyesalan ucapan mulutnya sendiri. "Aku paling tidak suka jika pertanyaanku di kembalikan dengan pertanyaan. Kenapa kamu menggunakan parfumku?" Farrel masih merasa tidak rela hanya karena parfum. P
Meski hidup Jessi tidak kesulitan dalam masalah ekonomi, tapi bukan sesuatu yang mudah juga menjadi Jessi. Hamil tanpa dampingan siapapun. Hidup sendiri, bahkan setelah melahirkanpun tetap sendiri. Setelah melahirkan, hanya beberapa hari saja Jessi bisa meng-asi Rhona. Karena Jessi melahirkan bertepan dengan tetangganya yang melahirkan 1 hari setelahnya. Meski Jessi berusaha baik-baik saja melihat tetangganya yang di dampingi suami dan keluarga, tapi Jessi tidak bisa pungkiri hati yang merasa iri. Hati yang terus membatin, diam-diam membuat pikiran Jessi menjadi setres. Hingga akibatnya membuat asi Jessi menjadi tidak keluar lagi. Jessi sempat menyalahkan diri sendiri. Ia juga sampai konsultasi pada bidan yang memantau perkembangan kehamilannya selama ini. Akhirnya Jessi berusaha menenangkan pikirannya. Meski pada akhirnya, Jessi harus relakan Rhona tidak bisa menikmati asinya lagi. Yang terpenting saat itu adalah Rhona tetap mendapatka nutrisi yang terbaik. Hal yang patut Jes
"Saya permisi sebentar," ucap Dania. Siang ini, Dania menuruti Carla untuk ikut ke acara arisan Carla bersama geng sosialitanya. Sebenarnya Dania tidak mau. Karena ia tahu pembahasan apa yang akan dibicarakan dan bisa saja menyudutkannya. Namun, pada akhirnya bujuk rayu Carla membuat Dania mengalah. Dania melangkah cepat meninggalkan ruangan VIP yang ada di sebuah restoran. Hatinya terasa geram. Bahkan jantungnya seperti ingin meledak. Bagaimana mungkin Dania tidak pusing jika para orang tua tadi hanya membahas soal cucu. Sedangkan dirinya dan Carla seperti kambing congek yang hanya bisa mendengarkan saja. "Sengaja sekali mama bikin aku sakit hati begini," gerutu Dania. Ia membasahi wajahnya. Tidak perduli make upnya yang bisa saja rusak. "Memangnya siapa sih yang tidak ingin hamil? Aku juga ingin. Tapi bagaimana aku bisa hamil kalau Farrel saja jarang sekali menyentuhku." Sudah hampir 4 tahun usia pernikahan Farrel dan Dania. Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda Dania ham
Inilah yang paling tidak Jessi sukai saat berkumpul dengan para tetangga. Pada akhirnya, hal pribadi yang akan dipertanyakan. Mau tidak keluar juga tidak mungkin, apalagi Rhona sedang senang-senangnya bermain. Selain itu, dirinya juga memiliki warung. Jadi sudah pasti bisa menjadi tempat nongkrong ibu-ibu saat sore hari. "Apa sampai sekarang ayahnya Rhona belum kasih kabar juga, Jessi?" tanya seorang tetangga. "Belum, Bu!" Jessi tersenyum kecil untuk menutupi hatinya yang tiba-tiba terasa tidak nyaman. "Mbak Jessi tidak curiga kalau mungkin saja ayahnya Rhona tenggelam saat berlayar? Siapa yang tahu kan?" "Ibu ini bicara apa sih," ucap tetangga yang lain. "Tapi mungkin saja ayah Rhona kena guna-guna perempuan lain, Jessi." "Soal itu saya tidak tahu dan tidak mau mempermasalahkannya, Bu. Saya hanya berharap, beliau di sana baik-baik saja." 'Yeah! Semoga kamu baik-baik saja dengan segala penyesalan yang kamu tanggung sendiri,' ungkap hati Jessi. Tanpa terasa, hati yang aw
Malam ini, orang tua Dania datang ke kediaman orang tua Farrel untuk makan malam bersama. Tentunya atas undangan Carla, meski ini adalah ide Dania. Setelah makan malam, semua orang berkumpul di ruang keluarga untuk bercengkrama. "Maaf semuanya," ucap Dania yang baru saja kembali, setelah perempuan tersebut undur diri sebentar guna ke kamar mandi. "Aku punya sesuatu hal yang sangat penting untuk di sampaikan." Semua orang beralih menatap Dania. Membuat para orang tua jadi berharap kalau mungkin saja sekarang Dania membawa kabar seperti yang mereka harapkan selama ini. "Ada apa, Dania? Cepat katakan!" perintah Carla yang sudah tidak sabaran lagi. Dania menatap Farrel yang duduk santai tanpa menatapnya. Ia tersenyum kecil dan mengandung banyak arti. "Farrel, hasil pemeriksaan kesuburan kita sudah keluar." "Benarkah?" "Yah. Agar tidak ada kesalah pahaman di antara kita, biarkan orang tua kita saja yang membuka hasilnya. Mereka juga perlu tahu kesehatan kita kan?"
Apa yang terjadi malam ini, sudah masuk ke dalam perkiraan Farrel. Dirinya hanya bisa tersenyum sinis karena merasa rencana busuk Dania terlalu mudah untuk di tebak. "Setelah kamu mendapatkan aku, apa seperti ini cara kamu memperlakukan aku?" tuntut Dania sambil menangis. "Jujur saja, aku mencoba kamu, karena aku ingin memiliki anak, untuk memenuhi keinginan orang tuaku. Tapi aku merasa tidak nyaman. Apalagi aku telah mencoba barang bekas banyak orang." "Jangan fitnah aku, Farrel!" teriak Dania. "Lancang sekali ucapanmu ini," tuntut Yosua. Sebagai orang tua, dirinya jelas tidak terima karena merasa harga diri anaknya telah direndahkan. "Sebenarnya siapa yang fitnah dan siapa yang difitnah, Dania?" Farrel menatap tajam Dania. "Apa perlu aku memanggil dokter yang bertanggung jawab atas pembuatan hasil palsu itu? Atau apa perlu aku menunjukkan semua bukti bagaimana liarnya kamu saat masih di luar negeri?" Nyali Dania mulai menciut. Namun, dirinya tidak ingin kehilangan F
"Mas!" Jessi meraih tangan Bagas. "Saya tidak berniat kembali padanya. Sebenarnya saya dan dia ..." ucapan Jessi terhenti. Hatinya kembali menolak untuk memberitahu orang lain terkait hubungannya dengan Farrel. Karena pada akhirnya berkaitan dengan Rhona. "Terkadang hati dan mulut itu memberikan pernyataan yang berbeda, Jessi. Coba tanyakan pada dirimu sendiri. Ini berkaitan dengan Rhona. Kalaupun kedepannya kamu memilih mengakhiri pernikahanmu dengan suamimu, maka jangan memaksa diri untuk bersamaku. Aku tidak mau terlibat dalam kisah kalian bertiga. Karena aku lebih mementingkan perasaan Rhona."Jessi melepaskan genggamannya pada Bagas. "Terima kasih karena Mas sudah sangat menyayangi Rhona begitu tulus. Saya pasti tidak akan punya muka kalau nanti ibu datang dan bertemu dengannya." "Saya belum memberitahu ibu soal hubungan singkat kita yang baru berakhir. Karena sejak awal, saya tahu ini akan berakhir seperti apa. Kamu tenang saja. Sekarang pikirkan kebahagiaanmu dan juga Rhona."
"Mas." Waktu sudah pagi. Semalaman Jessi dibuat kebingungan sendiri. Beruntungnya di desa ini sudah ada klinik yang buka 24 jam. Sehingga Jessi nekat membawa Rhona keklinik dengan mengendarai motor. Sekarang Jessi dibuat terkejut akan kedatangan Bagas. Lelaki yang datang seorang diri sambil membawakan rantang. Sudah pasti itu sarapan yang dipersiapkan Ambar untuk dirinya. "Saya terkejut saat tahu kabar kalau tengah malam kamu membawa Rhona ke sini seorang diri. Kenapa tidak memanggil saya dulu?" Wajah Bagas nampak sekali khawatir. Ia meletakkan rantang di atas nakas. "Semalam saya sangat panik, Mas. Apalagi suhu tubuhnya hampir 40°. Yang saya pikirkan semalam hanya Rhona segera dapat portolongan. Bodohnya saya juga tidak menyimpan obat penurun panas dirumah." "Tapi sekarang suhu tubuhnya sudah turunkan?" Bagas menyentuh kening Rhona perlahan. Ia takut mengusik Rhona yang masih lelap. "Syukurnya sudah, Mas." "Itu ibu buatkan sarapan buat kamu. Makan dulu. Kamu harus
8 tahun memang sudah berlalu. Meski rasa kecewa dan benci itu memenuhi hati Jessi, tapi Farrel adalah laki-laki pertama yang memiliki Jessi. Baik dari perasaan maupun tubuh. Setiap kali Jessi mendapati Rhona menatap iri teman seusianya yang diperlakukan penuh kasih oleh ayah mereka, saat itulah Jessi selalu menangis diam-diam sambil menatap foto Farrel. "Kalau dulu kamu mengasihaniku, mungkin Rhona tidak akan terluka seperti sekarang. Aku berusaha membahagiakannya. Tapi ada sesuatu hal yang tetap tidak bisa aku berikan." Jessi hanya bisa berandai-andai. Sesuatu yang tidak pernah mungkin terjadi. "Bagaimana aku bisa melupakanmu, kalau wajahmu begitu lekat diwajah Rhona. Setiap hari, aku seperti melihat dirimu. Aku sangat mencintai Rhona, tapi aku sangat membenci kamu!" Tanpa Jessi ketahui, beberapa kali Rhona mengintip Jessi yang sedang menangis, sambil menatap sebuah foto. Hati Rhona begitu penasaran. Maka dari itu Rhona mengintip di mana Jessi menyimpan foto tersebut
Jessi duduk berjarak dengan Farrel. Sedikitpun Jessi tidak bisa tenang karena dirinya terus menatap Rhona yang sudah ada di dalam pangkuan Farrel. 'Aneh! Bagaimana bisa Rhona tahu kalau Farrel itu papanya?' batin Jessi. "Rhona tidur dulu ya?" ucap Farrel sambil mengusap puncak kepala Rhona. Hati Farrel begitu terasa hangat. Momen ini sungguh sangat berharga. Bahkan sekarang degup jantungnya seperti akan meledak. 'Bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini, aku ingin tertawa,' batin Farrel. Ia jadi merasa bodoh sendiri. Namun, kedua mata Rhona yang sudah sayup-sayup, tapi Rhona masih berusaha untuk tetap terjaga. Dan hal itu membuat wajah Rhona semakin terlihat menggemaskan. "Papa tadi mau pergi lagikan? Rhona tidak mau tidur." "Papa janji tidak akan jauh dari Rhona lagi. Sekarang Rhona tidur ya?" Namanya juga anak kecil. Seperti apapun usahanya untuk tetap terjaga, pada akhirnya Rhona tetap terlelap. Apalagi Rhona memang sudah terbiasa tidur siang. Membuatnya langsung t
Karena sesuatu hal, anak sekolah dasar kelas 1 dipulangkan lebih awal. Sebagian murid yang orang tuanya sudah mengetahui informasi dari group chat, tentu sudah menjemput anak-anak mereka. Tapi ada anak-anak yang masih menunggu jemputan. Sedangkan Rhona kebetulan diajak pulang wali murid tetangganya. "Terima kasih, Bude!" ucap Rhona begitu sopan setelah turun dari atas motor. "Sama-sama anak cantik. Sudah sana masuk rumah. Mama belum jemput mungkin karena masih ada tamu." Rhona memperhatikan mobil mewah yang menutupi pintu utama. Rhona jelas masih paham dengan mobil tersebut. Membuatnya tersenyum kecil dan lari memasuki rumah. "Papaaa ..." Suara panggilan dan tangisan Rhona membengung karena wajahnya bersembunyi dalam pelukan Farrel. "Huaaa ..." "Rhona!" Farrel juga menangis. Ini adalah sebuah kebahagiaan yang sangat Farrel inginkan. Tubuh Farrel terasa lemas. Ia terduduk dan membawa Rhona duduk dipangkuannya. "Maafin Papa karena baru bisa menemukan Rhona dan mama. M
"Tidak perlu berterima kasih." Farrel ingin meninggalkan Bagas, karena dirinya tidak mau berurusan dengan calon suami Jessi. "Bagaimana dengan pundak anda?" tanya Bagas karena ia melihat Farrel yang masih menahan ujung pundaknya. "Pundak saya baik-baik saja. Permisi!" Aura acuh, dominasi, dan tidak mudah didekati sangat melekat pada diri Farrel. Dan ini adalah penilaian Bagas. 'Sangat mirip. Pantas saja kalau dia tidak bisa melupakannya.' "Saya penasaran. Kenapa anda bisa tahu nama calon istri saya?" Farrel berhenti melangkah dan balik badan. Ia menatap Bagas yang menurutnya sedang menyelidiki. "Saya rasa, anda bukan orang sini," lanjut Bagas. "Permisi!" ucap Farrel yang tidak ingin memberikan tanggapan apapun atas pertanyaan Bagas. 'Dia bukan orang yang mudah,' batin Bagas. Ia menatap kesembarang arah. Sekarang Bagas dibuat bingung akan keberadaan Jessi. "Di mana dia?" Jessi memilih bersembunyi, mengintai Farrel dan Bagas. "Kenapa hatiku selemah ini?" K
Saat ingat kalau dirinya memiliki janji dengan Bagas, Jessi segera menenangkan diri. Ia mengusap wajahnya yang basah. Segera Jessi menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya. "Bagaimana ini?" Jessi bingung, saat menatap wajahnya dicermin, kedua matanya nampak sembab. Segera Jessi mengeringkan wajahnya dan menuju kamar untuk menggunakan make up. "Sepertinya tidak berpengaruh," gumam Jessi. Karena terlalu buru-buru, Jessi jadi merasa kalau wajahnya jadi terlihat aneh. Jessi memilih membersihkan make upnya. Sekarang ia memilih mencari hansaplast untuk membungkus salah satu jari tangannya. Sebelum membuka pintu utama, Jessi menghelakan nafasnya. Biasaya Bagas selalu datang lebih awal saat dirinya memerlukan bantuan. Untungnya kali ini Bagas belum datang. "Selamat pagi." "Pagi." Baru saja Jessi duduk disofa, sekarang Bagas sudah datang. "Masuk, Mas." Bagas duduk di sofa singel. Tentunya sangat berjarak dengan Jessi. Ia juga memperhatikan wajah cantik Jessi. Terdapat se
"Pak." Edgar langsung mendekati Farrel saat Jessi sudah memasuki rumah. "Mari ..." Edgar berniat membantu Farrel berdiri. "Farrel," panggil Edgar pelan. Saat ini, ia merasa kalau Farrel sedang membutuhkan teman bicara. Bukanlah seorang sekretaris pada atasannya. "Bukan hal mudah mencarinya. Aku sangat senang bisa tidak sengaja menemukan mereka." Niat mencari, tapi selama 8 tahun tiada hasil. Siapa yang menduga, waktu yang tidak berhenti tapi Farrel yang berniat menghentikan pencarian untuk sementara, justru membawanya pada kesempatan yang Farrel harapkan. "Tapi sekarang, aku harus melakukan apa, Edgar? Kesalahanku sangat fatal." "Kamu sudah berusaha selama ini. Dan ini adalah usaha yang sesungguhnya. Biarpun nona Jessi mengusirmu, tolong tetap berusaha dan jangan putus asa. Yang terpenting, kamu jangan nekat menemui nona Rhona tanpa seizin nona Jessi." Farrel mengusap wajahnya kasar. Ia segera bangun. "Kamu pulanglah duluan. Ambil kendali pekerjaanku yang bisa kamu lakuka
"Jessi ... Rhonaaa ..." gumam Farrel sambil lari secepat mungkin. Farel sangat takut kehilangan jejak wanita dan anak yang ia cari selama ini. "Namanya Rhona. Jessi mempertahankannya." Jantung Farrel berdegup sangat cepat. Hatinya terasa hangat karena setelah sekian lama, dirinya bisa bertemu dengan Jessi, sekaligus anaknya. Air mata Farrel menetes. Ucapan Jessi sangat benar. Karena sejak awal, dirinya sudah membunuh Rhona. Sekarang yang bisa Farrel harapkan adalah maaf dari Jessi. Tin ... tiiinnn ... Supir yang sejak tadi mengemudikan mobil yang ditumpangi Farrel, langsung menekan klakson saat mobilnya sudah berhasil menyeimbangi langkah lari Farrel. Segera Farrel memasuki mobil. "Pak, ikuti motor di depan. Jangan sampai kehilangan jejak mereka. Cepat!" perintah Farrel sampai menyentak. "Baik, Pak." Nada suara tinggi Farrel tidak menyinggung supir yang harus fokus. Karena ia tahu, Farrel sedang panik dan tidak berniat membentaknya. "Apa itu tadi nona Je