Inilah yang paling tidak Jessi sukai saat berkumpul dengan para tetangga. Pada akhirnya, hal pribadi yang akan dipertanyakan. Mau tidak keluar juga tidak mungkin, apalagi Rhona sedang senang-senangnya bermain. Selain itu, dirinya juga memiliki warung. Jadi sudah pasti bisa menjadi tempat nongkrong ibu-ibu saat sore hari. "Apa sampai sekarang ayahnya Rhona belum kasih kabar juga, Jessi?" tanya seorang tetangga. "Belum, Bu!" Jessi tersenyum kecil untuk menutupi hatinya yang tiba-tiba terasa tidak nyaman. "Mbak Jessi tidak curiga kalau mungkin saja ayahnya Rhona tenggelam saat berlayar? Siapa yang tahu kan?" "Ibu ini bicara apa sih," ucap tetangga yang lain. "Tapi mungkin saja ayah Rhona kena guna-guna perempuan lain, Jessi." "Soal itu saya tidak tahu dan tidak mau mempermasalahkannya, Bu. Saya hanya berharap, beliau di sana baik-baik saja." 'Yeah! Semoga kamu baik-baik saja dengan segala penyesalan yang kamu tanggung sendiri,' ungkap hati Jessi. Tanpa terasa, hati yang aw
Malam ini, orang tua Dania datang ke kediaman orang tua Farrel untuk makan malam bersama. Tentunya atas undangan Carla, meski ini adalah ide Dania. Setelah makan malam, semua orang berkumpul di ruang keluarga untuk bercengkrama. "Maaf semuanya," ucap Dania yang baru saja kembali, setelah perempuan tersebut undur diri sebentar guna ke kamar mandi. "Aku punya sesuatu hal yang sangat penting untuk di sampaikan." Semua orang beralih menatap Dania. Membuat para orang tua jadi berharap kalau mungkin saja sekarang Dania membawa kabar seperti yang mereka harapkan selama ini. "Ada apa, Dania? Cepat katakan!" perintah Carla yang sudah tidak sabaran lagi. Dania menatap Farrel yang duduk santai tanpa menatapnya. Ia tersenyum kecil dan mengandung banyak arti. "Farrel, hasil pemeriksaan kesuburan kita sudah keluar." "Benarkah?" "Yah. Agar tidak ada kesalah pahaman di antara kita, biarkan orang tua kita saja yang membuka hasilnya. Mereka juga perlu tahu kesehatan kita kan?"
Apa yang terjadi malam ini, sudah masuk ke dalam perkiraan Farrel. Dirinya hanya bisa tersenyum sinis karena merasa rencana busuk Dania terlalu mudah untuk di tebak. "Setelah kamu mendapatkan aku, apa seperti ini cara kamu memperlakukan aku?" tuntut Dania sambil menangis. "Jujur saja, aku mencoba kamu, karena aku ingin memiliki anak, untuk memenuhi keinginan orang tuaku. Tapi aku merasa tidak nyaman. Apalagi aku telah mencoba barang bekas banyak orang." "Jangan fitnah aku, Farrel!" teriak Dania. "Lancang sekali ucapanmu ini," tuntut Yosua. Sebagai orang tua, dirinya jelas tidak terima karena merasa harga diri anaknya telah direndahkan. "Sebenarnya siapa yang fitnah dan siapa yang difitnah, Dania?" Farrel menatap tajam Dania. "Apa perlu aku memanggil dokter yang bertanggung jawab atas pembuatan hasil palsu itu? Atau apa perlu aku menunjukkan semua bukti bagaimana liarnya kamu saat masih di luar negeri?" Nyali Dania mulai menciut. Namun, dirinya tidak ingin kehilangan F
Proses perceraian Farrel dengan Dania menghabiskan waktu hingga beberapa bulan. Selain sidang yang beberapa kali harus ditunda karena Dania yang terus membuat alasan, Dania juga mengajukan mediasi hingga beberapa kali, untuk mempertahankan rumah tangganya. Setelah melewati proses yang cukup panjang, akhirnya Farrel dan Dania resmi bercerai. Farrel juga memberikan kompensasi pada Dania sebagai harta gono gini. Sudah 3 tahun lebih Farrel berpisah dengan Dania. Hingga saat ini, rasanya Farrel masih belum berhenti mencari Jessi. Meski orang suruhan Farrel sudah dikurangi. Karena Farrel sendiri tidak yakin akan dengan mudah menemukan perempuan yang menguasai seluruh pikirannya itu. Meski tahu kalau Farrel masih berusaha mencari Jessi, Carla dan Regan tetap berusaha memperkenalkan Farrel dengan perempuan lain dengan cara mereka sendiri. Namun, tidak ada satupun kesan baik yang Farrel dapatkan dari cara tersebut. Mau seperti apapun, Farrel sadar akan niat terselubung orang tuanya.
"Sepertinya seru bermain seperti ini ya, Ma?" tanya Rhona sambil menunjukkan sebuah wahana yang ada di sebuah kota metropolitan. "Rhona mau, Mama!" pintanya dengan suara yang terdengar manja. Untuk sesaat, Jessi terdiam. Karena kalau dirinya masih tinggal di kota tersebut, sudah pasti Jessi bisa membawa Rhona ke sana. "Minggu lalu kan kita sudah main, Sayang!" Setiap 1 bulan sekali, Jessi akan mengusahakan untuk mengajak Rhona pergi ke kota. Karena Jessi ingin anaknya bisa melihat bagaimana serunya bermain di tempat yang tidak ada di kampung. "Nanti saat liburan sekolah, Mama janji akan ajak Rhona ke sana lagi." "Tapi Rhona maunya yang seperti ini, Mama. Yang kemarin itu Rhona sudah bosan." Jessi sadar dari pada tidak bermain, maka Rhona akan memilih mengulang bermain di tempat yang sama. Dan sekarang permintaan Rhona tidak akan mungkin Jessi turuti. Setelah membuat beberapa janji untuk menenangkan keinginan Rhona, akhirnya sekarang gadis kecil tersebut sudah lelap.
Satu persatu murid sudah keluar sekolahan. Anak-anak yang dijemput orang tuanya sudah mulai meninggalkan area dengan menumpangi sepeda motor. Ada juga yang naik sepeda dan ada juga yang pulang jalan kaki. Entah pelajaran apa yang kini membuat kelas Rhona belum keluar. Padahal biasanya kelas 1 lebih cepat keluar kelasnya. Para wali murid yang menjemput sekolah sudah mulai sepi. Dan sekarang Jessi membalas sapaan dan mengobrol dengan seorang wali murid yang anaknya satu kelas dengan Rhona. "Di kelas 1, katanya Rhona yang paling pintar. Bu Jessi privatin Rhona ya?" tanya wali murid. "Semua anak juga punya kepintarannya masing-masing, Bu!" Jessi merasa tidak nyaman jika anaknya mendapatkan pujian seperti ini. "Rhona hanya belajar sama saya, Bu." "Wah, hebat dong Bu Jessi bisa telaten ngajarin Rhona. Jadi wajar kalau anaknya pintar. Saya sih kurang telaten, Bu. Belum lagi anak saya itu sukanya belajar sama bapaknya. Tapi ya begitulah ..." Ini yang paling tidak Jessi sukai
"Jessi ... Rhonaaa ..." gumam Farrel sambil lari secepat mungkin. Farel sangat takut kehilangan jejak wanita dan anak yang ia cari selama ini. "Namanya Rhona. Jessi mempertahankannya." Jantung Farrel berdegup sangat cepat. Hatinya terasa hangat karena setelah sekian lama, dirinya bisa bertemu dengan Jessi, sekaligus anaknya. Air mata Farrel menetes. Ucapan Jessi sangat benar. Karena sejak awal, dirinya sudah membunuh Rhona. Sekarang yang bisa Farrel harapkan adalah maaf dari Jessi. Tin ... tiiinnn ... Supir yang sejak tadi mengemudikan mobil yang ditumpangi Farrel, langsung menekan klakson saat mobilnya sudah berhasil menyeimbangi langkah lari Farrel. Segera Farrel memasuki mobil. "Pak, ikuti motor di depan. Jangan sampai kehilangan jejak mereka. Cepat!" perintah Farrel sampai menyentak. "Baik, Pak." Nada suara tinggi Farrel tidak menyinggung supir yang harus fokus. Karena ia tahu, Farrel sedang panik dan tidak berniat membentaknya. "Apa itu tadi nona Je
"Pak." Edgar langsung mendekati Farrel saat Jessi sudah memasuki rumah. "Mari ..." Edgar berniat membantu Farrel berdiri. "Farrel," panggil Edgar pelan. Saat ini, ia merasa kalau Farrel sedang membutuhkan teman bicara. Bukanlah seorang sekretaris pada atasannya. "Bukan hal mudah mencarinya. Aku sangat senang bisa tidak sengaja menemukan mereka." Niat mencari, tapi selama 8 tahun tiada hasil. Siapa yang menduga, waktu yang tidak berhenti tapi Farrel yang berniat menghentikan pencarian untuk sementara, justru membawanya pada kesempatan yang Farrel harapkan. "Tapi sekarang, aku harus melakukan apa, Edgar? Kesalahanku sangat fatal." "Kamu sudah berusaha selama ini. Dan ini adalah usaha yang sesungguhnya. Biarpun nona Jessi mengusirmu, tolong tetap berusaha dan jangan putus asa. Yang terpenting, kamu jangan nekat menemui nona Rhona tanpa seizin nona Jessi." Farrel mengusap wajahnya kasar. Ia segera bangun. "Kamu pulanglah duluan. Ambil kendali pekerjaanku yang bisa kamu lakuka
"Saya Farrel Gevariel, memilihmu Jessica Jill untuk menjadi istri saya. Saling memiliki dan menjaga di saat susah ataupun senang, di saat kaya ataupun miskin, di saat sehat ataupun sakit. Saya berjanji akan melindungi, mencintai, setia, dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kamu, sampai maut memisahkan kita sebagaimana seperti yang sudah Tuhan perintahkan."Pada akhirnya, setelah merenung beberapa hari, Jessi menerima tawaran Farrel untuk menikah. Bukan hal mudah bagi Jessi memutuskan ini. Karena apa yang Farrel terangkan, sejalan dengan yang selama ini Jessi khawatirkan. Jessi tidak ingin jika dikemudian hari ada yang menghina Rhona karena tidak memiliki seorang ayah. Jessi tidak ingin jika identitas Rhona tidak memiliki kejelasan. Masadepan Rhona masih sangat panjang. Jessi hanya ingin memberikan yang terbaik untuk anak perempuannya. Hari ini adalah hari pernikahan Jessi dengan Farrel. Meski belum mendapatkan jawaban dari Jessi, tapi Farrel sudah lebih dulu mempersiapkan acara
"Eh, Papa!" Baru beberapa langkah Farrel meninggalkan ruang kerjanya. Namun, sekarang ia harus berhenti karena bertemu dengan Regan. "Mau kemana kamu?" Mata tajam Regan nampak menelisik. Ia jelas sadar kalau anak tunggalnya itu terlihat buru-buru. Namun, diwajah Farrel tidak terlihat kepanikan atau hal apapun yang mengkhawatirkan. "Mau pulang, Pa. Kerjaanku sudah selesai." "Kerumah atau keapartemen?" Farrel memang sudah terbiasa tinggal diapartemen. Terutama setelah bercerai. Tentunya untuk menghindari orang tua yang selalu menuntutnya untuk segera menikah. Hanya saja, Regan dan Carla tahunya apartemen Farrel sudah pindah. "Tentu keapartemen, Pa. Aku pulang duluan." "Bukankah sejak kemarin dia terlihat aneh?" gumam Regan. "Wajahnya terlihat senang dan sepertiii ..." Regan jadi mengira-ngira. "Apakah dia sedang jatuh cinta? Kalau benar, semoga dia mencintai perempuan yang tepat dan tidak seperti sebelumnya." Ada rasa sesal dihati Regan karena sudah menuntut Farrel un
Semua barang Farrel sudah selesai dipindahkan ke kamar utama. Beberapa orang yang melakukan pekerjaan juga sudah meninggalkan apartemen. Tanpa bicara apa-apa lagi, Jessi meninggalkan Farrel dan langsung memasuki kamar. "Hah!" Begitu memasuki kamar, Jessi kembali menghelakan nafasnya yang terasa berat. Pandangannya mengedar, menelisik ruangan kamar. "Setidaknya kamar ini lebih baik daripada kamar utama." * Klek. "Rhona." Waktu masih pagi. Niat Jessi memasuki kamar Rhona untuk membangunkan anaknya. Selama ini, Rhona terbiasa tidur dengannya. Baru semalam saja Rhona belajar tidur sendiri hingga membuat Jessi kepikiran. Ia takut kalau Rhona tidak bisa tidur nyenyak. Semua keresahan hati Jessi sepertinya tidak terjadi. Bagaimana mungkin Rhona tidak tidur nyenyak, kalau sejak satu tahun yang lalu Rhona memang sudah ingin tidur dikamar sendiri. Apalagi sekarang kamar yang disediakan Farrel sesuai dengan selera Rhona. Namun, pagi ini Jessi dibuat terkejut karena Rhona tidak ada
Bukan waktu yang sebentar untuk Jessi menjadi teman ranjang Farrel. Memenuhi segala hal keinginan Farrel. Hingga menciptakan banyak kenangan panas dengan berbagai macam gaya. Membuat Jessi bisa memahami bagaimana Farrel. Apartemen yang menjadi saksi bisu bagaimana hangatnya hubungan Jessi dengan Farrel. Hingga membuat Jessi tertahan untuk semakin masuk keapartemen yang sangat familiar ini. Setiap sudut yang sudah memberikan kenangan. Bahkan seperti tidak ada yang berubah. Tetap rapih dan wangi dengan aroma yang sama seperti dulu. "Rhona suka tempat ini, Papa!" Rhona menghampiri Farrel dan menggenggam tangan Farrel. Jessi memejamkan mata. Dadanya terasa sesak. Namun, lagi-lagi dirinya harus menahan diri. "Emmm, Sayang. Sepertinya kita harus mencari tempat yang lain." Farrel sadar. Jessi pasti tidak nyaman dengan tempat ini. Dirinya jadi merasa bodoh karena tidak berpikir terlalu jauh. Karena selama ini, memang hanya tempat ini yang membuat Farrel merasa lebih tenang. "Ken
"Aku mau!" ucap Jessi tiba-tiba. Farrel baru saja menemani Rhona tidur siang, karena hari ini Rhona sudah selesai ujian sekolah. Begitu keluar kamar, dan Farrel baru saja sampai ruang tamu, Farrel dikejutkan dengan ucapan Jessi yang entah mau apa. "Mau apa?" Dengan bodohnya, Farrel memberikan tatapan bingung dan penuh tanya. "Aku melakukan ini untuk Rhona." Kedua tangan Jessi saling menggenggam. Ada rasa ragu, tapi Jessi berpikir kalau keputusannya ini lebih baik daripada kedepannya ia menyakiti Rhona karena egonya sendiri. "Aku mau ikut kamu kembali ke kota." Dalam sekejap, wajah Farrel berubah cerah. Hatinya merasa kalau saat ini takdir baik sedang memihak padanya. 'Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku janji!' batin Farrel. Sudah beberapa hari berlalu, sejak Farrel memberikan tawaran pada Jessi. Namun, Jessi tidak juga segera memberikan keputusan. Bahkan Farrel sudah berpikir untuk menemukan cara lain agar Jessi setuju. Apapun akan Farrel lakukan
Setiap kali melihat kedekatan Rhona dengan Farrel, membuat Jessi semakin berpikir jauh. Pemikiran yang tidak menemukan titik terang. Karena Jessi tidak memiliki ide cara untuk membuat Rhona jauh dari Farrel. Melihat kebahagiaan Rhona, membuat hati Jessi senang. Namun, saat melihat Farrel, rasa sakit hati itu seperti terasa kembali. Beberapa hari terakhir ini, meski Farrel ikut bermalam dirumah kontrakan Jessi, tapi Farrel sering tidur di dalam mobil. Biar bagaimanapun, Farrel berusaha menghargai Jessi yang selalu uring-uringan setiap kali bersama dengannya. Setiap hari, Farrel selalu mengantar jemput Rhona sekolah. Terkadang menggunakan mobil, terkadang juga menggunakan motor. Sesuai inginnya Rhona saja. Karena Farrel hanya ingin menuruti segala hal yang diinginkan Rhona. Setiap pulang sekolah, dan Rhona sudah istirahat siang, Farrel selalu bersepeda dengan Rhona. Seperti keinginan Rhona, Farrel akan lari mengejar Rhona menggoes sepedanya. Atau terkadang mereka bersepeda b
"Ada apa?" Baru saja Farrel akan terlelap setelah memastikan Rhona nyenyak tidur di atas tubuhnya. Kini dirinya terusik karena Jessi berusaha menyingkirkan pelukannya pada tubuh Rhona. "Rhona sudah tidur, jadi aku mau memindahkannya ke dalam kamar. Setelah itu, pergilah dari rumah ini." Meski suara Jessi pelan. Namun, Jessi tetap menekan Farrel agar menjauh dari hidupnya dan Rhona. Farrel bangun perlahan. Mana mungkin ia mau membiarkan Jessi menggendong Rhona seorang diri. Sekalipun Rhona sudah lelap, Farrel tidak ingin perdebatannya dengan Jessi berada diantara Rhona. Segera Farrel memindahkan Rhona ke dalam kamar. "Pergi sejauh mungkin dari hidup kami. Soal Rhona, aku bisa mengurus semuanya!" Jessi berucap demikian seolah melupakan kalau baru saja Rhona sakit karena mencari keberadaan Farrel. "Apa yang bisa aku lakukan buat kamu, agar kamu beri aku kesempatan? Aku ingin memberikan kasih sayangku, dan juga identitas untuk Rhona." Farrel terdiam sesaat sambil menatap
"Papaaa ..." panggil Rhona. Wajah gadis tersebut terlihat begitu ceria. "Iya, Sayang." 'Sayang-sayang! Sayang dari mananya?' batin Jessi kesal. Tatapannya bahkan tersirat kemarahan pada Farrel. Apalagi sekarang Rhona nampak bergelayut manja. Namun, tidak lama kemudian hati Jessi seperti luluh. Merasa melihat kebahagiaan yang diperlihatkan Rhona tidak seperti biasanya. 'Aku cemburu,' batin Bagas. Biasanya Rhona selalu memanggil Bagas dengan suaranya yang cempreng. Namun, sekarang suara menggemaskan itu tidak tertuju untuk dirinya lagi. 'Tapi ini adalah keputusan yang tepat. Aku harap, kamu dan Rhona segera mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya,' batin Bagas tulus. "Selamat siang," sapa Ambar yang baru saja datang bersama dengan Ningrum. "Selamat siang," ucap semua orang yang ada di sana. "Nenek Ambar." "Bagaimana keadaan Rhona sekarang?" "Rhona sehat, Nek. Teman Rhona punya ayah, sekarang Rhona punya papa, Nek!" Rhona begitu semangat memberitahukan apa ya
"Mas!" Jessi meraih tangan Bagas. "Saya tidak berniat kembali padanya. Sebenarnya saya dan dia ..." ucapan Jessi terhenti. Hatinya kembali menolak untuk memberitahu orang lain terkait hubungannya dengan Farrel. Karena pada akhirnya berkaitan dengan Rhona. "Terkadang hati dan mulut itu memberikan pernyataan yang berbeda, Jessi. Coba tanyakan pada dirimu sendiri. Ini berkaitan dengan Rhona. Kalaupun kedepannya kamu memilih mengakhiri pernikahanmu dengan suamimu, maka jangan memaksa diri untuk bersamaku. Aku tidak mau terlibat dalam kisah kalian bertiga. Karena aku lebih mementingkan perasaan Rhona." Jessi melepaskan genggamannya pada Bagas. "Terima kasih karena Mas sudah sangat menyayangi Rhona begitu tulus. Saya pasti tidak akan punya muka kalau nanti ibu datang dan bertemu dengannya." "Saya belum memberitahu ibu soal hubungan singkat kita yang baru berakhir. Karena sejak awal, saya tahu ini akan berakhir seperti apa. Kamu tenang saja. Sekarang pikirkan kebahagiaanmu dan juga Rh