Home / Romansa / Telat Nikah / Menanam Benih Cinta

Share

Menanam Benih Cinta

Author: Lyra Vega
last update Last Updated: 2022-09-23 09:50:49

"Eh, Mas. Itu mau dibawa ke mana?" Aku berlari dan merebut keranjang mirip ember yang dibawa Mas Gun keluar dari kamar.

"Kok, nggak boleh, May? Maksud saya biar dicuci sama Mbak-mbak di bawah sana."

Mungkin suamiku berpikir kalau aku masih belum bisa menyentuh barang berharga tersebut. Sehingga dia sendiri harus turun tangan.

"Biar aku saja, Mas. Sekarang barang-barang ini adalah kekuasaanku. Enggak rela dipegang-pegang orang lain."

"Sungguh, May? Saya tidak mewajibkan itu kalau kamu merasa terpaksa."

"Enggak, kok, Mas. Swear!"

Niatnya mau cepat-cepat ngacungin dua jari bentuk V. Eh, keranjang dalam dekapan malah lolos. Berhamburanlah isi di dalamnya, yaitu pakaian dalam milik Mas Gun.

Bagaimana ini? Kemarin aku memakai penjepit gorengan untuk memasukkannya ke keranjang khusus pakaian kotor. Untung benda itu sudah kuamankan di tempat tersembunyi. Lalu sekarang?

Bismillahirrahmanirrahim ....

Membayangkan benda segitiga itu diotak-atik orang lain, bisa jadi dibuat mainan, atau d
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Telat Nikah    Semangat, May!

    "Untung mama enggak jadi pesan kue ke langganan, May. Selain masak, ternyata kamu pintar juga bikin macam-macam kue seperti ini."Mama mertua ikut menata potongan brownies dan kudapan kekinian lainnya pada piring-piring porselen yang berjajar di meja. "Enggak jago, sih, Ma. Cuma belajar dari mami saja." Belajar dari jaman SMP karena ingin menikah muda. Enggak tahunya, enam belas tahun kemudian baru berguna. Langsung mendapat pujian mertua pula. "Begini juga bisa bikin Indra betah di rumah. Kamu pintar memanjakan dia. Dulu, rumah ini hanya untuk numpang tidur saja. Sekarang jadi lebih hangat. Apalagi nanti kalau kalian sudah memiliki anak. Pasti ramai sekali." Anak? Aku meraba perut dibalik celemek ini. Masih rata hingga pernikahan ini telah berjalan selama setahun. Pertanyaan usil mulai berdatangan dari segala penjuru. 'Sudah jadi belum, May?' 'Mana, nih, hasil bulan madu?' 'Indra bisa gak, sih, nembaknya?' 'Jangan menunda-nunda. Ingat! Kamu sudah memasuki usia rawan.' Siapa

    Last Updated : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Masih Dalam Penantian

    'May, dateng, ya, ke acara baby shower Riana.' Pesan WhatsApp itu kubiarkan saja tanpa mengirim balasan. Gamang antara menolak atau menghadiri. Ini adalah kehamilan Riana yang ketiga. Dua tahun lalu, aku masih datang ke acara perayaan tujuh bulanan anak ke-dua. Masih terekam di ingatan saat aku mengelus perut buncit sahabatku. Berharap segera ketularan. "Gerak-gerak, Ri." Aku takjub saat tangan ini merasakan pergerakan di permukaan perut gendut Riana. "Pas USG kemarin, katanya sih, cowok, May! Ini lagi main bola kali di dalam." Bayi ini juga sangat dinantikan, karena dua anak sebelumnya berjenis kelamin perempuan. "Mudah-mudahan, aku cepat ketularan." Usai mengusap perut wanita sepantaranku itu, aku mengusap perut sendiri. Konyol tapi sangat ingin. "Aamiin. Semoga cepat nyusul!" Harapan yang terlontar dari bibir Riana kala itu. Belum sempat mengejar ketertinggalan, aku mendengar kabar baik lagi dari teman terdekat semasa kuliah. Kadang, ada kabar gembira yang disambut suka cita

    Last Updated : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Tak Pernah Menyerah

    "May ...." Suara serak Mas Gun memanggil. Aku tak menyahut, malah membekap mulut ini agar tak terdengar isak yang mati-matian kutahan demi melihat benda kecil di telapak tangan kiriku. Testpack dengan strip negatif. Lima hari terlambat datang bulan, kukira akan mengakhiri sebuah penantian lama. Aku begitu percaya diri dan yakin. Namun ternyata masih diuji dengan kesabaran lebih lama lagi. Kupikir ini akan menjadi kado terindah untuk ulang tahun ketiga pernikahan kami. Namun, bercak darah usai tes urine tadi memporak-porandakan angan-angan indah. "Sayang ...." Panggilan lembut itu terdengar lagi. Lampu kamar menyala, Mas Gun kaget mendapatiku sesenggukan di atas karpet dengan punggung menyandar di ranjang. Dia langsung melompat turun memastikan keadaanku. "Kamu kenapa? Ini masih tengah malam, May. Apa kamu mimpi buruk?" Kedua bahuku dipegang olehnya. Benar. Ini seperti mimpi-mimpi buruk sebelumnya tiap kali aku melihat tanda strip satu pada alat tes kehamilan yang sering kubeli

    Last Updated : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Rahasia Besar

    Adakalanya seseorang mampu mengalahkan ketakutannya sendiri demi satu tujuan. Aku salah satunya. Usai memantapkan hati, aku dan Mas Gun sepakat berikhtiar dengan cara lain mengatasi gangguan kesuburan, yakni dengan operasi pengangkatan tuba falopi atau salpingektomi. Mula-mula konsultasi terlebih dahulu, meminta penjelasan manfaat dan resiko pengangkatan. Setelah yakin, aku menjalani prosedur lainnya. Dukungan keluarga dan sahabat menjadi kekuatan sendiri, hingga aku benar-benar nekad dan siap dengan segala resiko yang ada. Mas Gun setia menemani tiap-tiap proses yang kujalani sedari persiapan hingga kami berpisah di ruang operasi. Karena saat tersadar nanti, aku ingin dia yang kulihat pertama kali di sisi. Mataku perlahan terbuka, lamat-lamat memperhatikan sekeliling. Rupanya diri ini telah dipindahkan ke ruangan berbeda. Dapat kurasakan dari temperatur yang tak sedingin beberapa jam lalu. Dokter dan dua tenaga medis masih memantau kondisiku. Memeriksa detak jantung, tekanan da

    Last Updated : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Tentang Elzio

    "Mbak, k--kenapa Zio mirip sekali dengan--" Menutup mulut dengan jari, aku tak sanggup menyelesaikan pertanyaan itu. Mbak Denia memutar bola mata ke arah Mas Gun, sesaat pandangan mereka bertemu. Terlepas dari adanya sisa-sisa cinta atau tidak. Entah kenapa cukup menyakitkan hati. Wanita itu tampak awet cantik, tak banyak yang berubah darinya dibandingkan dengan foto prewedding mereka dulu. Mata sipit dengan lubang hidung sempit, wajah bersih tanpa flek hitam ataupun jerawat. Bibir tipis lembab tersapu lipstick merah. Sesempurna ini wanita yang pernah kamu cintai, Mas. "Denia! Bisa kamu jelaskan sama saya siapa anak ini?" Suamiku menatap lurus anak lelaki dalam rangkulan Mbak Denia. Ketidaktahuan dan kebingungan kentara di manik legamnya.Penuh damba dia mengulurkan tangan ingin menyentuh kepala Zio. Namun tertahan saat aku menunduk dan melangkah mundur membawa Chesa. "Tetap di sini, May! Kamu juga berhak tahu tentang semuanya." Mas Gun menarik pergelangan tanganku. "Kita bicar

    Last Updated : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Masih Ada Harapan

    "Boleh mama bicara?" Mertuaku menyela di pertengahan menikmati santap malam. Aku dan Mas Gun beradu pandang mencari tahu apa yang ingin dibicarakan wanita yang sangat kuhormati tersebut. Namun sama-sama menggeleng karena tak tahu. Dari helaan napas yang cukup berat untuk dihembuskan kembali, pasti ada persoalan serius yang ingin segera diutarakan. "Silakan, Ma!" Mas Gun hanya diam saja karena sudah terwakili olehku. "Apa tidak sebaiknya kalian mengadopsi anak saja. Saran dari teman-teman mama seperti itu. Buat pancingan katanya, biar kamu cepat hamil." Pelan dan hati-hati sekali ucapan Mama. Namun, begitu tajam menusuk ke dasar hati. Aku tahu beliau memiliki beban tersendiri untuk ini. Apalagi setelah kembali bergabung dengan teman-teman sosialitanya dulu. Mungkin mama pun telah bosan menjawab pertanyaan yang sama dari tahun ke tahun. Andai mama bisa memahami, aku pun ingin segera memberinya cucu. Aku pun lelah menutup mata dan telinga, mengabaikan ucapan mereka-mereka yang memb

    Last Updated : 2022-09-23
  • Telat Nikah    I Love You, Mas

    "Kamu percaya May? Ini adalah kali kedua saya masuk rumah ini." Mbak Denia menjelajah ruang tamu dengan tatapan mirisnya. "Benarkah itu, Mbak?" "Ya. Pertama dan terakhir adalah saat Mas Indra mengenalkan saya dengan Papanya. Ah, saya yakin kamu sudah tahu tentang masal lalu saya, May." Wanita anggun itu menarik napas sejenak dan mengalihkan percakapan dengan topik lain. Aku mengerti bagaimana posisinya dulu. Begitulah lingkungan kami, tak bisa sembarang bergaul dengan level satu tingkat lebih rendah. Derajat dari nominal kekayaan adalah segalanya, tak cukup hanya dengan mengagungkan cinta. Seperti sosok masa lalu yang memilih mundur. Aku pernah terlibat perasaan mendalam dengannya. Sempat mengangankan hubungan yang akan berujung indah. Namun, akhirnya harus menyerah pada keputusan Papi yang tidak bisa ditolerir lagi. Dia pun mendapat penolakan sama persis seperti yang dialami Mbak Denia. Bedanya, kami tidak nekad melangsungkan pernikahan tanpa restu. Dia berbesar hati melepaska

    Last Updated : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Lelah

    "Zio mau minum?" tawarku pada bocah yang sedang merakit replika mobil Transformers. "Iya." Dia mengangguk. Aku mengusap rambut lebatnya lalu beranjak ke belakang. Kakiku tertahan dan mundur satu langkah saat kudengar ada tawa di dapur sana. Dari balik dinding aku mendengar percakapan Mama juga Mbak Denia, sepertinya tengah berbincang seru. "Waktu sama kamu, Indra paling suka dimasakin apa?"Di atas kursi roda itu, kulihat Mama ikut menyiapkan sesuatu untuk dimasak sang mantan menantu. "Enggak ribet, sih, Ma. Asal tidak memiliki kandungan kolesterol dan gula darah berlebih. Makanya dulu Denia bikin daftar menu selama tiga puluh hari, biar enggak lupa sama pantangan-pantangannya." Wanita lemah lembut itu tetap meneruskan aktivitas memotong bawang. Ada yang tiba-tiba teriris di sini. Kenapa aku tidak kepikiran soal itu? Pantas saja empat tahun menikah masih sering teledor memberikan suami makanan yang sebenarnya pantang untuk dikonsumsi. Aku yang bodoh karena hanya memikirkan soal

    Last Updated : 2022-09-27

Latest chapter

  • Telat Nikah    Extra Part 2

    "Bagaimana, May? Kamu mau kembali ke perusahaan papi? Sudah waktunya papi beristirahat, menemani Mami liburan, juga mengisi masa tua papi bersama cucu-cucu kesayangan papi." Lelaki berambut putih itu menolehku. Aku tak langsung menjawab atau berkata setuju. Belakangan kondisi kesehatan Papi menurun. Pola hidup sehat yang diterapkan kendur lagi seiring banyaknya pekerjaan yang menuntut segera diselesaikan. Namun tidak diimbangi dengan fisik yang memadai. "Mayra perlu membicarakan ini dengan Mas Indra, Pi." Kurangkul bahu Papi hingga mencapai sebuah bangku taman belakang dekat kolam ikan koi kesayangan pria tua tersebut. "Semoga Indra mengizinkan ya, May. Perusahaan Papi butuh generasi mumpuni seperti kamu. Sayang, kalau pengalaman yang kamu miliki disia-siakan begitu saja. Papi yakin, di tangan kamu perusahaan Papi pasti akan terus-menerus berkembang. Mampu menyerap tenaga kerja domestik, serta disegani kompetitor karena inovasi dan ide brilian kamu sering tidak terduga." "Itu kan

  • Telat Nikah    Extra Part (Indraguna)

    "Mas, ayo bangun!" Samar-samar kudengar seseorang berbisik di telinga. "Hmmm." Enggan rasanya membuka mata di saat masih ingin nyenyak bermain di alam mimpi. "Kok, cuma hmm. Ayo cepetan bangun!" Kali ini bahuku berguncang karena dorongan tangan Mayra. "Saya masih mengantuk, May." Kurebahkan tubuh istriku lalu menggulungnya di balik selimut. "Mas!" Dia meronta minta dilepaskan. "Sepagi ini ngapain bangunin suamimu, ha?" "Kan kemarin aku sudah bilang, minta ditemani jogging." Wanita! Selalu sensitif jika ada satu dua orang yang mengomentari perubahan fisiknya. Padahal di mataku sudah ideal. Namun, itu masalah besar jika orang lain yang berkomentar. Terlebih teman-teman yang dia bilang body goal meski sudah berkali-kali melahirkan. Dua tahun lamanya dia menahan diri untuk diet. Itu pun karena aku tak pernah mengizinkan, bahkan menentangnya habis-habisan meski Mayra memohon-mohon. Sekarang, dia seperti tawanan yang telah bebas. Sudah menyelesaikan tugas menyusui Rendra selama du

  • Telat Nikah    Ending

    "Akhirnya, cucu Oma datang juga!" Mama Kantini bungah menyambut sang cucu. Tak sabar ingin meraih bayi yang terlelap dalam lilitan bedongan. Sebulan pasca melahirkan, kami kembali boyongan ke istana Prawira. "Hati-hati, Ma!" Mas Gun meletakkan Rendra dalam pangkuan sang Mama. "Persis seperti kecilanmu dulu, Ndra." Dikecupnya pipi kemerahan itu, gemas. "Iya, dong. Papanya saja ganteng begini, apalagi anaknya." "Aku juga ikut andil kali, Mas." Mas Gun meringis mendapati pinggangnya terkena cubitanku. Narsis sekali, padahal wajah Rendra itu perpaduan antara aku dan papanya. Yah, meski kuakui Mas Gun lebih mendominasi. "Mama kamu marah, Sayang." Bayi tampanku tak terusik meski sang papa mengusili dengan menjawil pipi gembulnya. "Kamar Rendra gimana, Mas? Udah beres semuanya?" "Sudah, dong." Embak-embak asisten sudah menata baju juga pernak pernik milik Rendra di kamar berdinding warna warni tersebut. Pintar sekali suamiku memilihkan desain untuk putra kami. Keempat sisi dinding

  • Telat Nikah    The Real Papa Mama (POV Indraguna)

    "Sudah, Mas. Malu, banyak orang." Mayra mendorong kepalaku. "Itu belum seberapa, May." Semakin mendapat penolakan, semakin gencar aku menggoda. Puluhan kali pipi dan kening itu kujadikan sasaran hidung ini. Tak tahu lagi bagaimana cara mengungkapkan bahagia berlebih dalam hati, selain menyalurkannya dengan kecupan juga pelukan. Wajah pucat istriku kembali berbinar, lebih bertenaga setelah dipindahkan ke ruang pemulihan. Bayiku sendiri sedang jadi rebutan kakek neneknya. Sayup-sayup kudengar sedikit keributan di luar sana, ingin bergantian menggendong. "Kubilang cukup, Mas!" Sekarang dia memberengut karena aku membuat insta story tanpa persetujuan. Mayra pasti tidak percaya diri dengan penampilan apa adanya. Wanita! Aku--yang suaminya saja tidak pernah mempermasalahkan. Kenapa dia begitu ribet memikirkan penilaian orang di luar sana. "Biarkan suamimu ini mengekspresikan kebahagiaannya, May." Dia memutar bola mata, malas. Setelah itu pasti akan bilang terserah. Notifikasi tak be

  • Telat Nikah    Welcome To The World

    "Kamu cantik sekali, May." Pria di ranjang sana suka sekali memujiku terang-terangan. Entah berapa ratus koleksi foto yang memenuhi galerinya. Terutama pose-pose sang istri semenjak berbadan dua. Mas Gun senang sekali dengan perubahan bentuk tubuhku. Apalagi di bagian perut. Seringkali menjadi objek jepretan kamera ponselnya. Menurutnya, aku sangat seksi saat mengenakan daster dengan perut gendut seperti ini. "Mas juga tampan," balasku. Memang fakta, memasuki usia kepala empat. Lelakiku kian matang dan awet tampan. Aku sengaja membuka jendela lebar-lebar, untuk sirkulasi udara di pagi hari. Tirai coklat muda kutarik ke pinggir, lalu mengikatnya di bagian tengah. Sebentuk tangan melingkari perutku yang bulat. Meraba pergerakan sang bayi di dalam sana. "Wah, sepertinya dia sedang bermain, May." Calon papa mengusap permukaan perut yang sedikit lancip. "Sekarang lebih anteng, Mas. Enggak intens nendang-nendang." "Mungkin karena dia ada feeling kalau sebentar lagi akan melihat dun

  • Telat Nikah    POV Indraguna

    "Aku enggak mau USG, Mas!" Ada ketakutan di wajah istriku mendengar saran dari beberapa orang terdekat. "Kenapa, May?" Mayra beringsut ke jendela kamar, membuka gorden dan berdiri melipat tangan di sana. Aku menyusul, memeluk perut yang kini membuncit di usia kehamilan lima bulan. "Biar jadi surprise saja." Kegelisahan itu berbeda, entah kenapa di balik kebahagiaan ini, dia seperti menyimpan kekhawatiran. "Sayang. USG itu bukan hanya untuk mengetahui jenis kelamin anak kita saja. Tapi juga untuk melihat kondisi Indraguna junior di dalam sini." Aku mengusap perut Mayra dengan gerakan memutar. "Jadi Mas Gun menginginkan anak lelaki?" "Ya, enggak juga, May. Tadi hanya perumpamaan saja. Mau laki-laki atau perempuan sama saja. Saya tetap bersyukur dengan anugerah luar biasa ini." "Jujur, aku sedikit takut, Mas." Mayra berbalik, menenggelamkan wajahnya di dadaku. Seakan meminta perlindungan dari bahaya yang mengancam. "Takut kenapa, hem?" "Karena aku mengandung di usia yang tak la

  • Telat Nikah    Ngidam

    Jam di nakas masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Namun, sejak terbangun karena tenggorokanku haus tadi. Sulit mata ini untuk terpejam kembali. Bergonta-ganti posisi tidur pun tetap membuatku merasa tak nyaman. Aku gelisah. Bukan karena memikirkan persoalan berat. Namun, tiba-tiba saja terlintas ingin memakan sesuatu. Makanan yang tidak tersedia di rumah ini, mustahil juga ada yang menjualnya di jam seperti ini. "Mas!" Aku menepuk pundak lelaki yang tengah terbuai mimpi. "Hmmm." Dia hanya menggeliat sebentar, lalu tertidur lagi. "Mas--" Kuguncangkan lagi bahu kekar itu. Kali ini dia terbangun dan langsung terduduk mengumpulkan kesadaran. "Kenapa, Sayang?" Tangan besarnya terulur mengelus pipiku. "Aku--" Ah, bagaimana mengatakannya? Tega sekali aku mengusik suamiku yang tengah beristirahat, setelah seharian penuh bekerja keras. Ditambah mengurus istrinya yang mendadak sensitif dan manja. "Kamu sakit? Muntah-muntah lagi?" Dia menempelkan telapak tangan di kening, lalu beralih

  • Telat Nikah    Sebuah Jawaban

    "Mas! Ada apa?" Kening istriku mengerut. Entah bagaimana meluapkan kebahagiaan tiada tara ini. Usai mengakhiri percakapan dengan dokter Hans, aku tak langsung menjawab pertanyaan Mayra. Beranjak dari kursi, kutarik tubuh wanita yang masih keheranan itu ke dalam pelukan. Erat. Menghujani tiap inci wajahnya dengan kecupan. Tak peduli meski ada Firman dan Rasti di sana. "Mas ... siapa yang menelepon?" "Dokter Hans, Sayang." "Gimana hasil tes terakhirku, Mas?" Mayra mulai tak sabaran saat aku menyebutkan nama dokter yang menangani program bayi tabung kami. "Alhamdulillah ... positif, May." Dia menarik wajah dari dadaku, menatap suaminya ini dalam-dalam. Bibir tipisnya menganga seakan tak percaya. Perlahan jariku mengusap kaca-kaca di sepasang mata indah itu. Namun, sekali mengerjap tetesan bening tetap meluncur di kedua pipi. "Kamu serius, Mas?" Aku mengangguk yakin. "Iya, Sayang." "Alhamdulillah, ya Allah." Mayra kembali memeluk. Untuk beberapa saat kami terdiam, hanya isak yan

  • Telat Nikah    Kado Istimewa

    "Maafkan mama, May." Wanita tua itu menunduk, ada air mata yang tersimpan di sana. Aku membungkuk mensejajarkan tubuh dengan beliau yang terduduk di kursi roda. Menggenggam tangan keriput nan dingin di pangkuannya. "Mayra sudah memaafkan Mama, jauh sebelum Mama meminta maaf." Aku menelungkupkan kepala di pangkuan ibu mertua. Tak lama, kurasakan usapan lembut di bahu. Ada kasih sayang tulus yang tersalur darinya. "Alhamdulillah." Mas Gun yang menyaksikan adegan ini tampak lega. Dirangkulnya dua wanita yang teramat dia cintai. Lantas diciuminya bergantian. Aku kembali. Setelah perenungan panjang tempo hari. Setelah mengumpulkan rekam peristiwa yang kami lalui hingga detik ini. Hatiku cenderung memilih untuk bertahan. Menyambut erat tangan yang juga mati-matian ingin mempertahankanku di sisinya. Menerima segala sesuatu yang tak bisa kuberikan padanya. Tidak ada alasan lagi untuk pergi, karena dia memiliki seribu satu cara agar aku tetap tinggal. "Papa!" Zio muncul dari ruang dalam

DMCA.com Protection Status