Share

Lelah

Author: Lyra Vega
last update Last Updated: 2022-09-27 08:58:44

"Zio mau minum?" tawarku pada bocah yang sedang merakit replika mobil Transformers.

"Iya." Dia mengangguk.

Aku mengusap rambut lebatnya lalu beranjak ke belakang. Kakiku tertahan dan mundur satu langkah saat kudengar ada tawa di dapur sana.

Dari balik dinding aku mendengar percakapan Mama juga Mbak Denia, sepertinya tengah berbincang seru.

"Waktu sama kamu, Indra paling suka dimasakin apa?"

Di atas kursi roda itu, kulihat Mama ikut menyiapkan sesuatu untuk dimasak sang mantan menantu.

"Enggak ribet, sih, Ma. Asal tidak memiliki kandungan kolesterol dan gula darah berlebih. Makanya dulu Denia bikin daftar menu selama tiga puluh hari, biar enggak lupa sama pantangan-pantangannya." Wanita lemah lembut itu tetap meneruskan aktivitas memotong bawang.

Ada yang tiba-tiba teriris di sini.

Kenapa aku tidak kepikiran soal itu? Pantas saja empat tahun menikah masih sering teledor memberikan suami makanan yang sebenarnya pantang untuk dikonsumsi. Aku yang bodoh karena hanya memikirkan soal
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Telat Nikah    POV Indraguna

    File-file telah tersimpan, sambil menunggu layar monitor padam, mata ini terfokus pada bingkai foto di atas meja kerja. Jariku mengusap permukaan kaca. Ada senyuman cantik tercetak di sana. Dialah duniaku, penyemangatku. Namun, tiba-tiba teringat akan keanehan sikap Mayra hari ini. Tak ada telepon atau notif pesan yang mengingatkanku waktu salat dan makan siang. Termasuk tentang tadi pagi, saat Mayra spontan memeluk dan menciumku. Lantas mengejar hanya untuk mengatakan bahwa dia mencintaiku. Sangat ganjil. Sayang, seharian ini pikiranku hanya terfokus dengan pekerjaan. Sampai-sampai aku terlupa dengan binar terakhir saat dia menatap dari kejauhan. Bisa jadi ada sesuatu yang tersirat, tetapi aku mengabaikannya. Ada apa denganmu, May? Segera kuraih ponsel dan mengusap layar bertuliskan nama kontaknya. Tertera tulisan memanggil, tak berubah menjadi berdering. Berarti sedang tidak aktif. Beralih menggeser kontak mencari nama Mama. "Hallo, Ndra!" Beruntung langsung diangkat oleh M

    Last Updated : 2022-09-27
  • Telat Nikah    Pergi

    "Saya berangkat dulu, May." Hangat peluk juga ciuman di kening kuterima sebelum Mas Gun berpamit. "Tunggu, Mas!" Aku menahan lengan besar berbalut kemeja panjang hitam itu, lalu memutar tubuhnya. "Kenapa, Say--" Bibir itu terdiam saat aku berjinjit untuk membunuh jarak di antara kami. Lantas menarik wajah usai menuntaskan spontanitasku. Tangan ini masih terkalung di lehernya. "Maaf." Aku menarik wajah dan menunduk. Namun, wajahku kembali terangkat oleh satu jarinya, hingga sepasang mata tajam Itu menghujam kedalaman mata ini. "Ada apa, May?" Kupaksakan bibir ini mengembang guna mengalihkan kecurigaannya. Bagaimana tidak curiga, sebelumnya aku tak pernah seagresif ini. Mas Gun lah yang selalu memancingku untuk mengawali. "Bonus extra untuk tadi malam." Dia menepuk kepala, kemudian tertawa. Tawa lepas yang selalu membuatku jatuh cinta. "Masih ada waktu kalau mau nambah, May." Dia memperlihatkan arloji keluaran Swiss di pergelangan tangan. "Sudah cukup, kok, Mas. Nanti malah

    Last Updated : 2022-09-27
  • Telat Nikah    Dia Datang

    "Sudah puas menghukum perut Papi?" Lelaki berperawakan sedang itu menepuk-nepuk perut setengah buncitnya. Menuruti mauku, selama kurang lebih seminggu ini, Papi melahap semua makanan yang tidak terbiasa masuk perutnya. "Sudah, Pi. Ternyata jajanan pinggir jalan enak, ya, Pi." "Dasar!" Papi mengacak kepala dengan balutan hijab dusty pink ini. "Ponsel kamu," lanjutnya. Sembari menyerahkan benda yang tak ingin kulihat beberapa hari ini. "Iya, Pi." Jujur, enggan sekali menyentuh ponselku sendiri. Namun, Papi sudah harus kembali. Banyak pekerjaan tertunda hanya karena ingin menemaniku di sini. "Papi pulang dulu, ya. Ingat! Jangan lama-lama menghanyutkan diri dalam kesedihan. Kamu berhak membahagiakan diri sendiri." Tangan tuanya membingkai wajahku. Tak lupa memberi motivasi agar putrinya ini jauh lebih kuat. Lantas memelukku erat. "Iya, Pi. Maafkan Mayra belum bisa melahirkan generasi-generasi penerus keluarga Handoko, seperti harapan Papi waktu itu." "Sudah, tidak perlu dibahas.

    Last Updated : 2022-09-27
  • Telat Nikah    Biarkan Berlalu

    "Tumben kamu berangkat pagi-pagi, Ndra." Mama menatap keheranan di bawah tangga. "Ada urusan, Ma," jawabku, mencium punggung tangannya, singkat. "Enggak sarapan dulu?" "Enggak usah, Ma." Menggulung lengan kemeja hingga sesiku, aku meninggalkan wanita yang akhir-akhir ini merasa bersalah atas kepergian Mayra. Aku tidak bisa diam saja menuruti keinginan Papi. Aku ini lelaki, punya hak untuk menyelamatkan rumah tangga kami apapun dan bagaimanapun caranya. Cukup satu minggu lebih aku tersiksa tanpa sosoknya. Aku telah terbiasa dengan usapan lembutnya saat membangunkanku pagi hari. Menyiapkan keperluanku dengan rapi. Memanjakan diri ini dengan perhatian juga ketulusan di selarik senyum hangatnya. Aku tidak mau kebiasaan itu digantikan orang lain. Sekalipun itu Denia--mantan istriku sendiri. Mayra berhasil membuatku jatuh cinta dengan caranya. Jika nanti persoalan ini tak pernah berujung dan mengharuskan kami untuk berpisah. Aku bersumpah bahwa ini adalah pernikahan terakhir. Tak s

    Last Updated : 2022-10-06
  • Telat Nikah    Love You, May!

    'Setiap orang pasti pernah memiliki penyesalan terbesar dalam hidup, May. Tapi bukan berarti kita bisa semudah itu mengembalikan keadaan seperti sedia kala. Kenangan itu cukup untuk dikenang bukan dilakukan kembali.' 'Biarlah cinta saya dan Mas Indra terkubur bersama kenangan itu. Cukup sampai di situ. Karena saya tahu bahwa dia sangat mencintai kamu, May. Segala sesuatu yang dia inginkan dari seorang wanita, ada dalam diri kamu.' 'Saya menyaksikan sendiri, bagaimana Mas Indra begitu terpukul mendengar kamu pergi dan meminta cerai. Hanya di depan Zio, dia berpura-pura tersenyum. Tapi diam-diam, saya sering memergokinya tengah melamun, frustrasi, bahkan menangis. Dan itu membuat saya merasa sangat bersalah. Takut menjadi penyebab kemelut rumah tangga kalian.' 'Tolong angkat telepon saya, May. Setidaknya balas chat saya. Mari kita bicara dari hati ke hati sebagai sesama wanita. Saya berani bersumpah, tidak ada niatan di hati saya untuk rujuk dengan Mas Indra. Intens-nya saya datang k

    Last Updated : 2022-10-06
  • Telat Nikah    Kado Istimewa

    "Maafkan mama, May." Wanita tua itu menunduk, ada air mata yang tersimpan di sana. Aku membungkuk mensejajarkan tubuh dengan beliau yang terduduk di kursi roda. Menggenggam tangan keriput nan dingin di pangkuannya. "Mayra sudah memaafkan Mama, jauh sebelum Mama meminta maaf." Aku menelungkupkan kepala di pangkuan ibu mertua. Tak lama, kurasakan usapan lembut di bahu. Ada kasih sayang tulus yang tersalur darinya. "Alhamdulillah." Mas Gun yang menyaksikan adegan ini tampak lega. Dirangkulnya dua wanita yang teramat dia cintai. Lantas diciuminya bergantian. Aku kembali. Setelah perenungan panjang tempo hari. Setelah mengumpulkan rekam peristiwa yang kami lalui hingga detik ini. Hatiku cenderung memilih untuk bertahan. Menyambut erat tangan yang juga mati-matian ingin mempertahankanku di sisinya. Menerima segala sesuatu yang tak bisa kuberikan padanya. Tidak ada alasan lagi untuk pergi, karena dia memiliki seribu satu cara agar aku tetap tinggal. "Papa!" Zio muncul dari ruang dalam

    Last Updated : 2022-10-06
  • Telat Nikah    Sebuah Jawaban

    "Mas! Ada apa?" Kening istriku mengerut. Entah bagaimana meluapkan kebahagiaan tiada tara ini. Usai mengakhiri percakapan dengan dokter Hans, aku tak langsung menjawab pertanyaan Mayra. Beranjak dari kursi, kutarik tubuh wanita yang masih keheranan itu ke dalam pelukan. Erat. Menghujani tiap inci wajahnya dengan kecupan. Tak peduli meski ada Firman dan Rasti di sana. "Mas ... siapa yang menelepon?" "Dokter Hans, Sayang." "Gimana hasil tes terakhirku, Mas?" Mayra mulai tak sabaran saat aku menyebutkan nama dokter yang menangani program bayi tabung kami. "Alhamdulillah ... positif, May." Dia menarik wajah dari dadaku, menatap suaminya ini dalam-dalam. Bibir tipisnya menganga seakan tak percaya. Perlahan jariku mengusap kaca-kaca di sepasang mata indah itu. Namun, sekali mengerjap tetesan bening tetap meluncur di kedua pipi. "Kamu serius, Mas?" Aku mengangguk yakin. "Iya, Sayang." "Alhamdulillah, ya Allah." Mayra kembali memeluk. Untuk beberapa saat kami terdiam, hanya isak yan

    Last Updated : 2022-10-06
  • Telat Nikah    Ngidam

    Jam di nakas masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Namun, sejak terbangun karena tenggorokanku haus tadi. Sulit mata ini untuk terpejam kembali. Bergonta-ganti posisi tidur pun tetap membuatku merasa tak nyaman. Aku gelisah. Bukan karena memikirkan persoalan berat. Namun, tiba-tiba saja terlintas ingin memakan sesuatu. Makanan yang tidak tersedia di rumah ini, mustahil juga ada yang menjualnya di jam seperti ini. "Mas!" Aku menepuk pundak lelaki yang tengah terbuai mimpi. "Hmmm." Dia hanya menggeliat sebentar, lalu tertidur lagi. "Mas--" Kuguncangkan lagi bahu kekar itu. Kali ini dia terbangun dan langsung terduduk mengumpulkan kesadaran. "Kenapa, Sayang?" Tangan besarnya terulur mengelus pipiku. "Aku--" Ah, bagaimana mengatakannya? Tega sekali aku mengusik suamiku yang tengah beristirahat, setelah seharian penuh bekerja keras. Ditambah mengurus istrinya yang mendadak sensitif dan manja. "Kamu sakit? Muntah-muntah lagi?" Dia menempelkan telapak tangan di kening, lalu beralih

    Last Updated : 2022-10-10

Latest chapter

  • Telat Nikah    Extra Part 2

    "Bagaimana, May? Kamu mau kembali ke perusahaan papi? Sudah waktunya papi beristirahat, menemani Mami liburan, juga mengisi masa tua papi bersama cucu-cucu kesayangan papi." Lelaki berambut putih itu menolehku. Aku tak langsung menjawab atau berkata setuju. Belakangan kondisi kesehatan Papi menurun. Pola hidup sehat yang diterapkan kendur lagi seiring banyaknya pekerjaan yang menuntut segera diselesaikan. Namun tidak diimbangi dengan fisik yang memadai. "Mayra perlu membicarakan ini dengan Mas Indra, Pi." Kurangkul bahu Papi hingga mencapai sebuah bangku taman belakang dekat kolam ikan koi kesayangan pria tua tersebut. "Semoga Indra mengizinkan ya, May. Perusahaan Papi butuh generasi mumpuni seperti kamu. Sayang, kalau pengalaman yang kamu miliki disia-siakan begitu saja. Papi yakin, di tangan kamu perusahaan Papi pasti akan terus-menerus berkembang. Mampu menyerap tenaga kerja domestik, serta disegani kompetitor karena inovasi dan ide brilian kamu sering tidak terduga." "Itu kan

  • Telat Nikah    Extra Part (Indraguna)

    "Mas, ayo bangun!" Samar-samar kudengar seseorang berbisik di telinga. "Hmmm." Enggan rasanya membuka mata di saat masih ingin nyenyak bermain di alam mimpi. "Kok, cuma hmm. Ayo cepetan bangun!" Kali ini bahuku berguncang karena dorongan tangan Mayra. "Saya masih mengantuk, May." Kurebahkan tubuh istriku lalu menggulungnya di balik selimut. "Mas!" Dia meronta minta dilepaskan. "Sepagi ini ngapain bangunin suamimu, ha?" "Kan kemarin aku sudah bilang, minta ditemani jogging." Wanita! Selalu sensitif jika ada satu dua orang yang mengomentari perubahan fisiknya. Padahal di mataku sudah ideal. Namun, itu masalah besar jika orang lain yang berkomentar. Terlebih teman-teman yang dia bilang body goal meski sudah berkali-kali melahirkan. Dua tahun lamanya dia menahan diri untuk diet. Itu pun karena aku tak pernah mengizinkan, bahkan menentangnya habis-habisan meski Mayra memohon-mohon. Sekarang, dia seperti tawanan yang telah bebas. Sudah menyelesaikan tugas menyusui Rendra selama du

  • Telat Nikah    Ending

    "Akhirnya, cucu Oma datang juga!" Mama Kantini bungah menyambut sang cucu. Tak sabar ingin meraih bayi yang terlelap dalam lilitan bedongan. Sebulan pasca melahirkan, kami kembali boyongan ke istana Prawira. "Hati-hati, Ma!" Mas Gun meletakkan Rendra dalam pangkuan sang Mama. "Persis seperti kecilanmu dulu, Ndra." Dikecupnya pipi kemerahan itu, gemas. "Iya, dong. Papanya saja ganteng begini, apalagi anaknya." "Aku juga ikut andil kali, Mas." Mas Gun meringis mendapati pinggangnya terkena cubitanku. Narsis sekali, padahal wajah Rendra itu perpaduan antara aku dan papanya. Yah, meski kuakui Mas Gun lebih mendominasi. "Mama kamu marah, Sayang." Bayi tampanku tak terusik meski sang papa mengusili dengan menjawil pipi gembulnya. "Kamar Rendra gimana, Mas? Udah beres semuanya?" "Sudah, dong." Embak-embak asisten sudah menata baju juga pernak pernik milik Rendra di kamar berdinding warna warni tersebut. Pintar sekali suamiku memilihkan desain untuk putra kami. Keempat sisi dinding

  • Telat Nikah    The Real Papa Mama (POV Indraguna)

    "Sudah, Mas. Malu, banyak orang." Mayra mendorong kepalaku. "Itu belum seberapa, May." Semakin mendapat penolakan, semakin gencar aku menggoda. Puluhan kali pipi dan kening itu kujadikan sasaran hidung ini. Tak tahu lagi bagaimana cara mengungkapkan bahagia berlebih dalam hati, selain menyalurkannya dengan kecupan juga pelukan. Wajah pucat istriku kembali berbinar, lebih bertenaga setelah dipindahkan ke ruang pemulihan. Bayiku sendiri sedang jadi rebutan kakek neneknya. Sayup-sayup kudengar sedikit keributan di luar sana, ingin bergantian menggendong. "Kubilang cukup, Mas!" Sekarang dia memberengut karena aku membuat insta story tanpa persetujuan. Mayra pasti tidak percaya diri dengan penampilan apa adanya. Wanita! Aku--yang suaminya saja tidak pernah mempermasalahkan. Kenapa dia begitu ribet memikirkan penilaian orang di luar sana. "Biarkan suamimu ini mengekspresikan kebahagiaannya, May." Dia memutar bola mata, malas. Setelah itu pasti akan bilang terserah. Notifikasi tak be

  • Telat Nikah    Welcome To The World

    "Kamu cantik sekali, May." Pria di ranjang sana suka sekali memujiku terang-terangan. Entah berapa ratus koleksi foto yang memenuhi galerinya. Terutama pose-pose sang istri semenjak berbadan dua. Mas Gun senang sekali dengan perubahan bentuk tubuhku. Apalagi di bagian perut. Seringkali menjadi objek jepretan kamera ponselnya. Menurutnya, aku sangat seksi saat mengenakan daster dengan perut gendut seperti ini. "Mas juga tampan," balasku. Memang fakta, memasuki usia kepala empat. Lelakiku kian matang dan awet tampan. Aku sengaja membuka jendela lebar-lebar, untuk sirkulasi udara di pagi hari. Tirai coklat muda kutarik ke pinggir, lalu mengikatnya di bagian tengah. Sebentuk tangan melingkari perutku yang bulat. Meraba pergerakan sang bayi di dalam sana. "Wah, sepertinya dia sedang bermain, May." Calon papa mengusap permukaan perut yang sedikit lancip. "Sekarang lebih anteng, Mas. Enggak intens nendang-nendang." "Mungkin karena dia ada feeling kalau sebentar lagi akan melihat dun

  • Telat Nikah    POV Indraguna

    "Aku enggak mau USG, Mas!" Ada ketakutan di wajah istriku mendengar saran dari beberapa orang terdekat. "Kenapa, May?" Mayra beringsut ke jendela kamar, membuka gorden dan berdiri melipat tangan di sana. Aku menyusul, memeluk perut yang kini membuncit di usia kehamilan lima bulan. "Biar jadi surprise saja." Kegelisahan itu berbeda, entah kenapa di balik kebahagiaan ini, dia seperti menyimpan kekhawatiran. "Sayang. USG itu bukan hanya untuk mengetahui jenis kelamin anak kita saja. Tapi juga untuk melihat kondisi Indraguna junior di dalam sini." Aku mengusap perut Mayra dengan gerakan memutar. "Jadi Mas Gun menginginkan anak lelaki?" "Ya, enggak juga, May. Tadi hanya perumpamaan saja. Mau laki-laki atau perempuan sama saja. Saya tetap bersyukur dengan anugerah luar biasa ini." "Jujur, aku sedikit takut, Mas." Mayra berbalik, menenggelamkan wajahnya di dadaku. Seakan meminta perlindungan dari bahaya yang mengancam. "Takut kenapa, hem?" "Karena aku mengandung di usia yang tak la

  • Telat Nikah    Ngidam

    Jam di nakas masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Namun, sejak terbangun karena tenggorokanku haus tadi. Sulit mata ini untuk terpejam kembali. Bergonta-ganti posisi tidur pun tetap membuatku merasa tak nyaman. Aku gelisah. Bukan karena memikirkan persoalan berat. Namun, tiba-tiba saja terlintas ingin memakan sesuatu. Makanan yang tidak tersedia di rumah ini, mustahil juga ada yang menjualnya di jam seperti ini. "Mas!" Aku menepuk pundak lelaki yang tengah terbuai mimpi. "Hmmm." Dia hanya menggeliat sebentar, lalu tertidur lagi. "Mas--" Kuguncangkan lagi bahu kekar itu. Kali ini dia terbangun dan langsung terduduk mengumpulkan kesadaran. "Kenapa, Sayang?" Tangan besarnya terulur mengelus pipiku. "Aku--" Ah, bagaimana mengatakannya? Tega sekali aku mengusik suamiku yang tengah beristirahat, setelah seharian penuh bekerja keras. Ditambah mengurus istrinya yang mendadak sensitif dan manja. "Kamu sakit? Muntah-muntah lagi?" Dia menempelkan telapak tangan di kening, lalu beralih

  • Telat Nikah    Sebuah Jawaban

    "Mas! Ada apa?" Kening istriku mengerut. Entah bagaimana meluapkan kebahagiaan tiada tara ini. Usai mengakhiri percakapan dengan dokter Hans, aku tak langsung menjawab pertanyaan Mayra. Beranjak dari kursi, kutarik tubuh wanita yang masih keheranan itu ke dalam pelukan. Erat. Menghujani tiap inci wajahnya dengan kecupan. Tak peduli meski ada Firman dan Rasti di sana. "Mas ... siapa yang menelepon?" "Dokter Hans, Sayang." "Gimana hasil tes terakhirku, Mas?" Mayra mulai tak sabaran saat aku menyebutkan nama dokter yang menangani program bayi tabung kami. "Alhamdulillah ... positif, May." Dia menarik wajah dari dadaku, menatap suaminya ini dalam-dalam. Bibir tipisnya menganga seakan tak percaya. Perlahan jariku mengusap kaca-kaca di sepasang mata indah itu. Namun, sekali mengerjap tetesan bening tetap meluncur di kedua pipi. "Kamu serius, Mas?" Aku mengangguk yakin. "Iya, Sayang." "Alhamdulillah, ya Allah." Mayra kembali memeluk. Untuk beberapa saat kami terdiam, hanya isak yan

  • Telat Nikah    Kado Istimewa

    "Maafkan mama, May." Wanita tua itu menunduk, ada air mata yang tersimpan di sana. Aku membungkuk mensejajarkan tubuh dengan beliau yang terduduk di kursi roda. Menggenggam tangan keriput nan dingin di pangkuannya. "Mayra sudah memaafkan Mama, jauh sebelum Mama meminta maaf." Aku menelungkupkan kepala di pangkuan ibu mertua. Tak lama, kurasakan usapan lembut di bahu. Ada kasih sayang tulus yang tersalur darinya. "Alhamdulillah." Mas Gun yang menyaksikan adegan ini tampak lega. Dirangkulnya dua wanita yang teramat dia cintai. Lantas diciuminya bergantian. Aku kembali. Setelah perenungan panjang tempo hari. Setelah mengumpulkan rekam peristiwa yang kami lalui hingga detik ini. Hatiku cenderung memilih untuk bertahan. Menyambut erat tangan yang juga mati-matian ingin mempertahankanku di sisinya. Menerima segala sesuatu yang tak bisa kuberikan padanya. Tidak ada alasan lagi untuk pergi, karena dia memiliki seribu satu cara agar aku tetap tinggal. "Papa!" Zio muncul dari ruang dalam

DMCA.com Protection Status