Ini di tahun yang sama, kejadian 2017 lalu. Ketika aku masih bersama Ayu, santri asal pondok pesantren ternama yang dianggap alim nan lugu itu sudah dilepas segelnya oleh Dyo Kusuma. Bangga? Jelas, dong! Usia 28 tahun masih laku pada gadis.
Sebenarnya malas sekali untuk dinas malam, tetapi daripada di rumah dan terlibat adu pendapat dengan Angela atau diabaikan olehnya hanya karena dia selalu curiga pada setiap alasanku betah di Puskesmas. Heran, dia selalu merasakan hal-hal yang menyudutkan, bisa enggak tak usah mempermasalahkan kesenanganku?
Aku tak melakukan hal busuk, Ayu menyerahkan kehormatannya tanpa paksaan. Dia mau, kenapa justru menganggap para pria brengsek? Tingkat kebejatan seseorang selalu dinilai secara sepihak, apa akan terjadi sebuah dosa jika tak diberi celah?
Jika memang aku satu-satunya pelaku kejahatan, dianggap tukang celup sana-sini. Apa si pemilik celupan terbebas dari kesalahan? Kenapa setiap perempuan selalu memaafkan khilafnya sesama, tetapi susah menerima alasan logis para pria ketika mengatakan kejujuran?
“Lembur terus, uang gaji enggak ada. Sekalian kasur sama lemari dibawa.” Angela mengatakan hal tersebut saat aku akan berangkat, bukan didoakan yang terbaik malah membahas tentang gaji. Kenapa dia matre? Padahal dagangannya laris manis?
Buat apa jualan kalau masih meminta uang pada laki-laki? Lebih baik dia tidur saja, tak usah bekerja. Salah sendiri, siapa suruh memiliki usaha lain di saat aku mendapat pekerjaan lebih baik? Emansipasi wanita, ‘kan? Berarti Angela tak butuh bantuanku kalau hanya buat beli beras dan lain-lain.
Lagi pula, pengeluaran tak seberapa. Beras ada, lauk pauk lengkap, dia enggak pakai make up, dan kebutuhannya sudah terpenuhi dengan hasil penjualan kerudung di toko. Semua modal dari aku, Angela hanya mengembangkan. Cukuplah untuk biaya hidup, buat apa masih memalak gaji di Puskesmas? Serakah!
Perempuan harus pintar mengelola keuangan, memilah keperluan penting dan yang sama sekali tak perlu dibeli. Kalau semua dibebankan padaku, sama saja percuma dia punya toko. Aku sudah memodali, catat ini! Jadi, untuk gaji Puskesmas, milikku.
Dasar Angela! Apa-apa harus diberikan padanya, terus aku kalau mau sesuatu harus menunggu belas kasihnya, begitu? Oh, tidak! Wanita tetap harus berada di bawah kendali suami, bukan sebaliknya.
“Dinas malam, Mas?” Seseorang duduk di sampingku, perawat baru yang tak begitu kukenal akrab. Dia bertugas di bagian UGD, tampak tersenyum sembari mengeluarkan ponsel.
“Iya, kamu juga?” balasku ramah, namanya Shiva. Dia anak baru yang sering dibicarakan teman-teman pria saat jam makan siang, aku tak tertarik karena ada Ayu yang bisa dimanfaatkan. Namun, di kala malam begini, anak santri itu pasti belajar agama dengan manis di pondoknya.
“Dari tadi di UGD?” Aku harus terlihat perhatian sebagai senior, tetapi melirik penampilannya. Memastikan pembicaraan para perawat pria, ternyata benar. Dia cukup menonjol dari berbagai sudut, pantas jadi buah bibir.
“Iya, Mas. Boleh aku di sini?” Pertanyaan tanpa perlu jawaban, jelas boleh. Aku yang memang hanya bertugas sendiri di bagian obat merasa memiliki kesempatan bagus, lumayan buat pengusir jenuh. Lagi pula di loket begini hanya berdua, dukungan semesta memang selalu yang terbaik.
“Bukannya kamu tugas sama Mas Ferdy, kenapa pindah ke sini?” tanyaku mencoba terlibat obrolan akrab, tetapi perubahan raut wajah membuat jiwa detektif dalam diri menemukan gelagat mencurigakan. Ada yang ganjil, dia gelisah.
Pasti ada hal tak beres, terlihat dari cara dia memainkan kuku-kukunya. Melirik takut-takut padaku, lalu menyapu ruangan. Seolah mencari telinga di setiap dinding, pasti ada informasi bagus ini.
“Apa terjadi sesuatu di UGD?” Aku yakin, tebakanku tak akan meleset. Gadis ini mendapat kejutan luar biasa, kuperiksa lebih teliti. Tampak pakaiannya sedikit berantakan, rambutnya juga agak merekat di beberapa helai. Basah!
Shiva hanya menggeleng, berusaha tersenyum. Namun, dia terlihat gelisah. Aku tahu, ada hal tak beres yang baru saja terjadi. Langsung saja, aku memegang pundaknya, dia mengangkat wajah.
“Jangan takut, cerita saja. Kamu diapakan oleh Ferdy?” Aku memberikan tatapan lembut, sukses! Dia langsung menangis, terisak cukup kencang. Gila! Kalau terdengar yang lain, bisa disangka aku pelakunya.
“Jangan di sini, Mas. Di sana saja, aku takut dia ke sini.” Shiva menunjuk ruang penyimpanan obat, aku berpikir sejenak. Kulihat jam dinding, sudah tengah malam. Tak akan ada pasien atau karyawan datang. Semua sudah mengambil obat, aman.
“Ayo.” Aku membimbingnya, membawa dia ke tempat yang diminta. Catat, Shiva yang mengajak ke ruang tertutup, bukan Dyo!
“Tutup, Mas.” Shiva menyuruhku, bukan inisiatif laki-laki ini.
Tak ada kursi di ruangan ini, kami hanya berdiri. Menunggu dia berkisah, pasti hal serius terjadi dan bukan adegan main-main. Jika dilihat dari sikap Shiva, dia dilecehkan.
“Ferdy melakukan hal buruk padamu?” tanyaku hati-hati, dia menangis lagi. Kemudian, menceritakan semuanya dengan gamblang. Sialan!
Pria sok alim itu melalukan aksi peras memeras hanya karena video murahan di HP, dasar amatir. Melecehkan Shiva ketika tidur pulas. Hal yang ternyata mendatangkan kesedihan. Aku hanya perlu menyikapi dengan dewasa, menjadi bijak di situasi ini.
“Apa perlu aku tegur?” tanyaku dengan serius, menjaga jarak agar dia tak takut. Namun, di luar dugaan, Shiva memegang lenganku. Menggeleng.
“Jangan, Mas. Kalau sampai yang lain tahu, aku akan malu seumur hidup.” Dia menolak, hanya tertunduk.
“Kalau aku tahu, enggak masalah?”
“Mas Dyo pasti bisa jaga rahasiaku.”
“Yakin?”
Dia mengangguk, lalu mendekat. Tanpa terduga memelukku, tanpa aku minta. Ini serius terjadi, bukan karangan fantasi. Shiva mendekap dari arah depan, tak ada alasan. Hanya memintaku tutup mulut.
Sekarang, kalian bisa menyimpulkan bukan? Apa aku sebejat yang dipikirkan? Hanya membantu seorang gadis, tak bermaksud jahat. Namun, ketika sudah begini? Bonus!
Ibarat kucing diberi ikan, mana mungkin menolak! Entah ikan asin atau kakap, bukan doyan. Sebab, kesempatan begini tentu merupakan hadiah untuk laki-laki beruntung sepertiku. Ketika semua orang mengutuk, Angela mengatakan sialan, atau setiap pembaca kisah ini beranggapan diri ini sebagai sosok biadab. Nyatanya, semesta masih berpihak padaku.
“Apa kamu yakin dengan sikap ini?” tanyaku memastikan dia tak akan mengatakan apa pun tentang kejadian malam ini, dia baru saja terlepas dari mulut harimau. Jangan sampai kalian beranggapan masuk mulut buaya. Dibaca ulang dari awal, aku tak menggoda. Dia datang sendiri, secara suka rela.
“Aku yakin karena Mas Dyo lebih bisa dipercaya dan ....” Dia mempererat pelukannya tanpa terduga, lagi-lagi bukan aku yang memulai. Ingat ini baik-baik, jangan menilaiku gampangan. Dyo Kusuma sudah diam tanpa perlawanan, pasrah.
“Dan?” Aku ingin tahu lanjutannya, dia hanya berjinjit. Menutup mulutku dengan miliknya, memberikan bonus tambahan. Ini di luar rencana, memang kalau rezeki tak mungkin tertukar. Tuhan masih menyayangiku, hanya kalian saja yang menuduh dengan penilaian suka-suka.
Maaf, Angela! Aku tak bermaksud mengkhianatimu, tetapi kalau dibiarkan ... ah! Bukankah kita diajarkan untuk tidak melakukan hal mubazir? Sayang jika kulewatkan momen gratis ini, anggap saja sedang mendapat jackpot. Bonus tambahan di akhir bulan.
***
“Dyo!” Panggilan ini sedikit mengagetkan, seorang bidan muda yang masih sukwan menepuk pundak. Dia tersenyum saat melihat tampangku, tak ada sopan-sopannya anak muda sekarang. Padahal umurnya jauh di bawah aku.Masih mending Shiva, mau memanggil 'Mas'. Eh! Dia tak menampakkan diri setelah menyerahkan diri semalam, servis luar biasa di kala tak terduga. Kejutan keren yang mampu membuat semangat menggebu pagi ini.Namun, di mana Ayu? Kenapa dia tak terlihat? Biasanya bus mini akan datang sebelum aku muncul di sini, tetapi sekarang malah belum menampakkan batang hidung.“Apa, sih, Meg?” Aku langsung menanyakan maksud sang gadis berbadan sintal datang di saat tak biasa, atlet voli Puskesmas itu pun hanya menyengir. Mirip kuda kebelet kawin, ada apa dengannya? Mendadak sok akrab begini, pasti ada maunya.“Kita selesaikan sekarang saja, ya?” Kalimat aneh ini cukup rancu, menimbulkan sedikit perasaan aneh dalam benak. Apa yang
Dalam suatu tempat kerja pasti akan sering terjadi hal-hal penuh kejutan, ternyata tak hanya kaum pria saja. Namun, Kambing Hitam paling mengenaskan selalu dari sisi kami. Padahal setiap kali hal ilegal terjadi diam-diam, mereka yang mau.Bukankah suatu kejadian dianggap bejat dan biadab ketika penuh paksaan? Aku bahkan sama sekali tak memaksa, justru mereka yang menggiring sosok suami mania sepertiku menuju lembah kecurangan paling mematikan. Keterlaluan!Menempati kantor baru, ruang sempit yang mengharuskan berdesakan. Tak betah di dalam, para lelaki lebih suka berdiam diri di luar. Menghabiskan waktu dengan bercengkerama atau sekadar bermain kartu, tak ada pasien serius. Hanya sesekali warga datang untuk memeriksakan diri.Shiva atau Mega tak ditempatkan di sini, Ayu juga mulai jarang datang. Tak ada hiburan sama sekali, membosankan bekerja jika terus begini. Aku berharap waktu segera berlalu, mengembalikan Ayu kembali sehingga semangat tak lagi bersembunyi.
“Puas?” sentakku saat kami tiba di rumah, memerhatikan perempuan yang tengah melepas kerudung panjangnya hingga menampakkan keseluruhan pesona. Memang dia tampak menarik dilihat sisi mana pun, bukan hanya sekadar bualan belaka. Kemungkinan rasa percaya diri super tingginya berasal dari wajah cantik yang terpancar nyata.Angela memiliki 1001 cara dalam menyikapi kecurangan demi kecurangan yang kulakukan, anehnya dia tak pernah mempermasalahkan hingga lanjut. Wanita satu ini menurutku terlalu tenang, ia akan bersikap santai setelah melakukan hal besar. Apa dia Psikopat?Seolah tak terjadi apa-apa, Angela akan melakukan setiap aktivitas seperti biasa. Sama sekali tidak terusik oleh Ayu, padahal dialah yang melaporkan kekasih hatiku itu. Sama seperti kasus Cindy, Angela hanya melakukan tugas sesuai porsi yang ia inginkan.“Apa kamu tak kasihan padanya? Dia dikeluarkan dari pondok!” Aku benar-benar gusar, bagiku sosok Ayu tak layak mendapat pe
“Apa lagi, sih?” Angela tampak malas membuka pintu kamar saat aku sudah selesai mengantar Mama pulang, kenyang dengan omelan wanita yang melahirkanku ke dunia. Sementara istriku tampak enggan mempersilakan suaminya masuk kamar.“Masih tanya apa?” ulangku tak percaya pada caranya menyambut, Angela hanya berbalik badan. Malas memandang suaminya sendiri, apa ini sikap seorang istri setelah melakukan aksi kurang ajar?Dia bahkan berani bertingkah tak sopan di depan mama, menunjukkan rasa benci berlebihan. Dasar istri tidak punya etika! Seorang ibu wajib dihormati sekalipun sering membuat goresan luka serta hinaan padanya. Toh, ibu mertua tetaplah orang tua yang harus dia hormati.“Kenapa kamu mengatakannya pada mama?” Aku langsung mengatakan apa yang ada dalam kepala, tak sanggup menahan diri untuk sekadar berbasa-basi. Dia memang harus diberi pelajaran agar tidak selalu bertingkah sesuka hati.“Ada bukti kalau aku ya
Jika semua orang mengatakan mengenai perselingkuhan terjadi karena adanya niat dari si pelaku, kalimat tersebut sedikit berlebihan. menurutku, tidak semua keinginan mengarah pada hal buruk. Apalagi mengenai kecurangan hati.Namun, lebih mengarah pada kesempatan. Begitulah yang selama ini kualami terkait hal-hal yang dianggap sangat tidak terhormat, siapa yang memulai? Bukan aku dan sama sekali tidak pernah terencana. Semua terjadi begitu saja!Seperti sekarang, Hera datang dalam kehidupan rumah tangga kami bukan karena aku yang mengundang. Dia mengetuk pintu dan sebagai tuan rumah yang baik, bukankah sangat disarankan untuk menghormati tamu? Mempersilakan masuk sesuai aturan yang ada.[Mas Dyo apa kabar?]Kalian baca pesannya? Padahal kami baru bertemu semalam, dia juga sangat jelas melihat kondisiku sangat baik. Basa-basi ini sangat jelas akan mengarah ke mana bukan?[Ini aku, Mas. Hera!][Mas Dyo lupa?][Aku yang pas SMA suka sama M
Begitulah kami mengawali sebuah hubungan manis, aku begitu menyukai kebersamaan yang sangat nyaman. Sebab, Hera mampu mengimbangiku di atas ranjang dengan benar, tidak sebentar-sebentar mengaduh kesakitan. Jadi, lebih leluasa melampiaskan hal yang selalu tak terbendung dalam diri.Jadi, aku benar-benar memutuskan menggunakannya sebagai teman ranjang, berbagi kehangatan yang jauh lebih menggairahkan. Setidaknya memiliki hiburan yang begitu menantang, tidak monoton dalam menyikapi kehidupan. Apalagi dengan Angela yang sangat menyebalkan.“Kamu mau lembur atau ke hotel?” sindirnya suatu waktu ketika melihatku sedang mengambil sepatu kerja, “daripada investasi dosa tanpa mendapatkan keuntungan pahala, mending nikah saja sana. Bukankah keinginanmu sangat besar sampai tak bisa membedakan antara hasrat dengan nafsu setan?”Dia yang sedang menarikan jemari di atas laptop justru kian mahir melontarkan kalimat-kalimat pedas, bagaimana dirinya sangg
Ini masih saat sebelum Angela melabrak kami di hotel, terjadi beberapa bulan sebelumnya. Ketika Hera menginginkan hal tak masuk akal, meminta dirinya menikah. Sebagai bukti cinta serta keseriusan katanya.Itu gila! Apa dia ingin menjadikanku tumbal? Apa Hera lupa jika selama satu tahun ini menghabiskan uang siapa?Kalau aku benar-benar harus kehilangan Angela, tentu hidup sengasara akan benar-benar tersaji nyata di depan mata. Dia memang sedikit berbeda di atas ranjang, kurang menguasai medan karena memang memiliki penyakit bawaan. Namun, untuk urusan menghasilkan uang, Hera bukan tandingan sepadan.Jika kami benar-benar menikah dan Angela tahu, tentu perceraian akan ada di depan mata. Hanya saja, tak mungkin melepas Hera yang selalu bisa memberikan kepuasan. Harus menemukan alasan agar dia tidak selalu membahas pernikahan.“Mas, kapan kita akan menikah?” tanyanya dengan nada manja yang sangat khas, menempelkan dua tombol on di lengan
Ini nasib sial, sekali lagi Tuhan menempatkan pada takdir paling buruk. Setelah semua yang menimpa diri, merasa telah dientas dari sengsara. Namun, hanya berpindah pada perundungan lain. Hera, si manis dengan perangai buruk. Artis yang layak mendapat penghargaan terbaik, enam bulan penuh mampu menyihir melalui karakter palsu.Aku terkecoh, tertipu oleh setiap senyum teduh yang ramah. Kesabaran dalam menenangkan, diikuti sikap lembut penuh perhatian. Semua itu hanya muslihat, ia bahkan tidak lebih baik dari Angela.Selingkuhan pemilik janji manis dengan kenyataan pahit, target yang hendak kubuat menyesal. Akan tetapi, justru aku dikejutkan olehnya. Bagaimana bisa tertipu oleh pesona yang kunilai tanpa kebohongan?Aku tak boleh terusik, tetap fokus pada tujuan. Sebab, kedatanganku padanya memang untuk mendapatkan kepuasan. Jadi, lebih baik tetap bersikap tenang meski berada di bawah tekanan kenyataan yang tidak diinginkan.Jangan sampai gagal sebelum melakukan aksi nyaman, apalagi targe
“Kenapa mukamu begitu?” Tari mengerutkan kening sembari membuka pintu untuk memudahkan aku masuk, masih mau mengaitkan nama sahabatku dengan artis lagi? Tari Maharani, bukan ada tambahan Cut di depannya. Dia juga kagak ada sensual bin bak gitar Spanyol.Hanya gadis manis yang akan membuatkan ramen di saat muka ini kusut, bahkan disetrika pun belum tentu bisa balik kencang. Padahal umurku belum begitu tua, berkat Papa dan Angela semua terasa begitu melelahkan. Apa hidup memang sesialan ini?“Bagi link, dong.” Aku langsung menodong Tari dengan permintaan situs yang kemungkinan ia miliki, gadis itu langsung melempar bantal kursi. Apa lagi, sih? Orang cuma minta alamat sebuah video.“Dasar cabul!” Dia menggerutu sembari menuju dapur, pasti akan memasakkan mie instan bumbu setan. Baguslah, setidaknya kepedasan level Dewa mampu mengurangi rasa kesal akibat pertemuan panas dengan Ika.“Otakmu cabul, orang aku mau nonton lanjutan Mr. Queen. Lumayan ngademin isi kepala.” Langsung saja kubalas,
Pantas saja lelaki tua itu keblinger, langsung betah tinggal berjauhan dengan Mama setelah berjumpa perempuan ini. Naluri binatangnya memang mumpuni, pandai menilai tingkat kemurahan seorang wanita. Di depanku sudah duduk seorang perempuan bernama Ika, panggilan kelas atas yang menjadi simpanan Papa selama satu tahun terakhir.Jadi, dia manusianya? Penampakan fisik yang memang menggoda, seolah dicungkil dari dunia kamasutra. Layak menjadi bulan-bulanan nafsu liar, sangat menjijikkan. Cantik, tapi kalau rela dijarah gratisan ... tetap sampah!“Kamu mencariku kata Mas Bimo, ada apa?” tanya Ika sok akrab, padahal ini kali pertama kami bertemu. Profesional sekali. Apa gara-gara perempuan tak punya urat malu di depanku, papa sampai mulai meninggalkan rumah dan bermain tangan?“Iya, Mas Bimo mengatakan kalau Mbak Ika sudah tak melayani tamu karena akan menikah. Sebelumnya selamat, tapi ....” Aku sengaja menggantung kalimat, menunjukkan keraguan dengan tampang serius. Menghadapi wanita tak t
Ika bukan janda beranak tiga, dia tak bersuami lantaran mantannya memang sudah meninggal, dan belum memiliki anak. Jadi, jangan ada yang mengaitkan namanya dengan ketenaran seorang artis Ibu Kota. Sebab, setiap alur kisah memiliki narasi dan konflik berbeda, sekalipun premis mirip.Banyak pula yang protes akan nama papa. Ferdy S, profesi pun sebagai pengacara. Ya Tuhan, aku bahkan tidak bermaksud mendongeng mengenai nama-nama beken di Negara ini. Sampai ada ancaman bakal somasi dan sebagainya.Apa kemiripan sebuah nama dan profesi akan menjerat seorang anak ke dalam bui? Ini hanya kisah ayah biadabku, tentang sosok lelaki 55 tahun yang hobi mengoleksi perempuan berparas cantik nan glow up. Bukan mengenai pengacara andal yang sepak terjangnya menjadi sorotan media.Papa juga terkenal, tetapi sebatas pengacara lokal dengan berbagai skandal cukup memusingkan kepala. Sebab, sebagai anak, aku merasa menyesal dan malu terlahir dari perpaduan gen Ferdy S dan Julia. Apa kalian juga akan mempe
Kalian selalu beranggapan jika aku brengsek bukan? Semua itu bermula bukan tanpa alasan, mau tahu alasannya? Baiklah, kita mulai kembali menoleh ke belakang, terkait alasanku sangat memburu wanita.Hanya saja, sekarang kabar buruk lain menimpa. Ayahku akan kawin lagi, ada apa dengan pria itu? Dia mau bersaing denganku?Laki-laki yang mendapat gelar ayah itu tak layak disebut manusia, dia bahkan tega mengkhianati Mama. Wanita paling setia di dunia ini. Akan lebih baik kalau membuat pengalihan rasa kesal, dari Hera menuju perempuan lain.Usiaku memang sudah cukup matang serta telah memiliki istri, bahkan bersiap menduda kalau Angela nekat meminta cerai. Akan tetapi, bukan alasan untuk tetap diam saat ada yang mencoba merusak rumah tangga kedua orang tuaku. Singkatnya, perempuan yang sedang mendekati Papa adalah janda kesepian. Mereka berniat menikah tanpa tahu malu.Mama sudah tahu tentang kebusukan suaminya, tetapi memilih pasrah. Berharap keajaiban datang, sangat naif sekali. Di zaman
Kurasa tak perlu menunggu lebih lama lagi, nyatanya Tuhan tidak sedang ingin membuatku tenang. Bahkan, menciptakan sensasi aneh lainnya. Rasa kaget berlipat ganda harus kurasakan sekarang sembari mengerjap-ngerjap tak percaya.Sebab, sosok paling menjijikkan sudah berdiri di depan mata. Apa yang ingin dia lakukan sekarang? Kenapa harus muncul di hadapanku saat malas melayaninya?Lebih baik kuabaikan, buat apa juga meladeni wanita yang sangat tidak tahu diri ini. Akan lebih baik bagiku menghindar, bukan memberi peluang. Sebab, kami tak perlu menjalani kehidupan palsu lagi.Dia hanya akan menyisakan kenangan paling buruk, kedatanganku ke rumah ini hanya untuk menghindari Angela. Membuat istriku tidak tenang, tentu akan merenung di sana. Hanya saja, kenapa Hera pun menunjukkan sikap aneh?“Minggirlah, jangan mendekat padaku karena aku lelah.” Aku sengaja menekankan kalimat, mengingatkan pada sebuah penolakan menyakitkan.Hanya saja, saat hendak melewati, justru wanita itu mencekal pergel
Ini nasib sial, sekali lagi Tuhan menempatkan pada takdir paling buruk. Setelah semua yang menimpa diri, merasa telah dientas dari sengsara. Namun, hanya berpindah pada perundungan lain. Hera, si manis dengan perangai buruk. Artis yang layak mendapat penghargaan terbaik, enam bulan penuh mampu menyihir melalui karakter palsu.Aku terkecoh, tertipu oleh setiap senyum teduh yang ramah. Kesabaran dalam menenangkan, diikuti sikap lembut penuh perhatian. Semua itu hanya muslihat, ia bahkan tidak lebih baik dari Angela.Selingkuhan pemilik janji manis dengan kenyataan pahit, target yang hendak kubuat menyesal. Akan tetapi, justru aku dikejutkan olehnya. Bagaimana bisa tertipu oleh pesona yang kunilai tanpa kebohongan?Aku tak boleh terusik, tetap fokus pada tujuan. Sebab, kedatanganku padanya memang untuk mendapatkan kepuasan. Jadi, lebih baik tetap bersikap tenang meski berada di bawah tekanan kenyataan yang tidak diinginkan.Jangan sampai gagal sebelum melakukan aksi nyaman, apalagi targe
Ini masih saat sebelum Angela melabrak kami di hotel, terjadi beberapa bulan sebelumnya. Ketika Hera menginginkan hal tak masuk akal, meminta dirinya menikah. Sebagai bukti cinta serta keseriusan katanya.Itu gila! Apa dia ingin menjadikanku tumbal? Apa Hera lupa jika selama satu tahun ini menghabiskan uang siapa?Kalau aku benar-benar harus kehilangan Angela, tentu hidup sengasara akan benar-benar tersaji nyata di depan mata. Dia memang sedikit berbeda di atas ranjang, kurang menguasai medan karena memang memiliki penyakit bawaan. Namun, untuk urusan menghasilkan uang, Hera bukan tandingan sepadan.Jika kami benar-benar menikah dan Angela tahu, tentu perceraian akan ada di depan mata. Hanya saja, tak mungkin melepas Hera yang selalu bisa memberikan kepuasan. Harus menemukan alasan agar dia tidak selalu membahas pernikahan.“Mas, kapan kita akan menikah?” tanyanya dengan nada manja yang sangat khas, menempelkan dua tombol on di lengan
Begitulah kami mengawali sebuah hubungan manis, aku begitu menyukai kebersamaan yang sangat nyaman. Sebab, Hera mampu mengimbangiku di atas ranjang dengan benar, tidak sebentar-sebentar mengaduh kesakitan. Jadi, lebih leluasa melampiaskan hal yang selalu tak terbendung dalam diri.Jadi, aku benar-benar memutuskan menggunakannya sebagai teman ranjang, berbagi kehangatan yang jauh lebih menggairahkan. Setidaknya memiliki hiburan yang begitu menantang, tidak monoton dalam menyikapi kehidupan. Apalagi dengan Angela yang sangat menyebalkan.“Kamu mau lembur atau ke hotel?” sindirnya suatu waktu ketika melihatku sedang mengambil sepatu kerja, “daripada investasi dosa tanpa mendapatkan keuntungan pahala, mending nikah saja sana. Bukankah keinginanmu sangat besar sampai tak bisa membedakan antara hasrat dengan nafsu setan?”Dia yang sedang menarikan jemari di atas laptop justru kian mahir melontarkan kalimat-kalimat pedas, bagaimana dirinya sangg
Jika semua orang mengatakan mengenai perselingkuhan terjadi karena adanya niat dari si pelaku, kalimat tersebut sedikit berlebihan. menurutku, tidak semua keinginan mengarah pada hal buruk. Apalagi mengenai kecurangan hati.Namun, lebih mengarah pada kesempatan. Begitulah yang selama ini kualami terkait hal-hal yang dianggap sangat tidak terhormat, siapa yang memulai? Bukan aku dan sama sekali tidak pernah terencana. Semua terjadi begitu saja!Seperti sekarang, Hera datang dalam kehidupan rumah tangga kami bukan karena aku yang mengundang. Dia mengetuk pintu dan sebagai tuan rumah yang baik, bukankah sangat disarankan untuk menghormati tamu? Mempersilakan masuk sesuai aturan yang ada.[Mas Dyo apa kabar?]Kalian baca pesannya? Padahal kami baru bertemu semalam, dia juga sangat jelas melihat kondisiku sangat baik. Basa-basi ini sangat jelas akan mengarah ke mana bukan?[Ini aku, Mas. Hera!][Mas Dyo lupa?][Aku yang pas SMA suka sama M