"Itu suara Tara." Nasya menjawab dengan pasti. Reza yang duduk tepat di sebelah Kak Sabiru menarik sudut bibirnya ke atas. "Kami memang sudah memasuki kamar motel ketika Bang Biru telpon. Dan Tara yang merebut hape aku, lalu mematikannya. Karena telpon dari Abanglah makanya aku tersadar," aku Nasya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Mungkin kalo Abang tidak menelepon, aku akan melakukan hal itu dengan Tara," lanjutnya mulai tersedu. "Tapi sepertinya itu lebih mendingan dari pada digauli oleh lelaki pengecut macam dia!" Nasya menunjuk Reza dengan berang.
"Sabar, Nasya ...." Bu Halimah menenangkan sang putri dengan pelukan.
Hening. Kami semua terdiam. Hanya sedu-sedan lirih Nasya yang mengiringi.
Nasya mulai bertutur kisah.
Flash back on ke malam permen laknat.
Setelah bertengkar hebat dengan Tara, Nasya berlari keluar kamar motel. Gadis itu menghidupkan kembali ponsel pint
"Nak Reza, sekarang apakah kamu bersedia menikahi Nasya anakku?" cecar Bu Halimah dengan mata menghujam.Wajah Reza tampak tercekat mendengar pertanyaan dari Bu Halimah. Aku yakin pecund*ng macam dia pasti akan berkelit lagi."Begini, Nak Reza ...." Paman Hasan mulai membuka suara. Pria yang sore ini tampak berwibawa dengan baju koko pendek warna cokelat itu menatap Reza serius. "Kandungan Nasya baru memasuki bulan kedua. Mumpung masih belum ditiupkan ruh ke janinnya dan untuk menutup aib, maka nikahilah dia. Kasus ini juga pernah dialami oleh Nabila. Dan Sabiru kuat menjalaninya. Sabiru benar-benar menjaga hasratnya sampai mereka menikah ulang," urai Paman Hasan panjang.Hatiku menghangat mendengar penjelasan Paman Hasan. Dalam hati aku bersyukur telah dipertemukan jodoh sebaik Kak Sabiru. Tanpa sadar kuremas tangan dia yang memang duduk berhimpitan denganku. Membuat Kak Sabiru menyipit bingung. Aku sendiri hanya bisa ter
Akhirnya badai itu telah berlalu. Gonjang-ganjing yang dibuat Nasya dengan menyeret nama Kak Sabiru telah terlesaikan. Adikku itu akan menikah dengan Tara, mantan kekasih yang masih mencintai. Sementara Reza si pelaku juga berjanji akan menafkahi Nasya selama kehamilan dan persalinan. Juga memberi santunan untuk anaknya kelak.Sore ini selepas dari kantor, Kak Sabiru membawaku pulang ke rumah Cirendeu. Seolah hapal jalanan, Keanu terlihat begitu senang di dalam mobil. Bayi yang sudah bisa berjalan sepatah-patah itu melonjak-lonjak riang di pangkuanku.Ketika Kak Sabiru memutar lagu favoritnya yaitu Lagu Ceria milik band favoritnya J.Rock, Keanu ikut bertepuk tangan. Bocah lucu itu menyimak lagu dengan mengikuti sang ayah menggerakkan kepalanya atas bawah. Alias manggut-manggut. Bahkan di lampu merah tak sungkan Kak Sabiru menggoyang-goyangkan tangannya. Membuat Keanu mengikutinya.Aku sendiri hanya hanya tersenyum ge
"Amaraaa! Jaga ucapanmu!"Dari dalam muncul Kak Sabiru dengan wajah tegasnya. Lelaki itu menatap kakak beradik itu dengan tajam. Aku yakin dia pasti mendengar tuduhan yang dilontarkan oleh kedua anak gadis Tante Santi ini."Apa yang mendasari kalian menuduh istriku seperti itu, hem?" tanya Kak Sabiru dengan wajah seriusnya.Kinara dan Amara tidak lekas menjawab. Keduanya justru saling sikut. Dalam hati aku mengutuk. Mereka benar-benar asal menuduh dan hanya berani jika melawanku saja."Kok gak ada yang mau jawab?" Mata Kak Sabiru menatap Kinara, Amara, dan berakhir pada Tante Santi."Bi-Biru ... Ta-Tala ituh ... ma-masi ... ke-kecilll," balas Tante Santi dengan bibir mencongnya. Ucapannya masihbelepotan. Namun, sudah bisa ditangkap dengan jelas."Kiara bahkan sudah dewasa saat melakukan aksi kejinya." Sahutan telak dari Kak Sabiru membuat Tante Santi terceng
Walau sudah pasti Tara akan menikahi Nasya. Namun, adat pertemuan dua keluarga tetap harus digelar. Tiga hari kemudian Tara mengusung keluarganya bertandang kembali ke rumah Ibu.Dengan didamping Tante Santi dan Kiara sebagai wali Tara datang ke rumah Ibu untuk melamar Nasya. Tidak disangka pemuda itu membawa seserahan yang terlihat cukup mewah. Benar-benar lengkap.Seserahan itu meliputi satu set perlengkapan ibadah dengan mukena yang dibentuk bunga mawar. Hiasan pada mukena menjadi pertanda kalau itu bukan mukena sederhana. Satu set perhiasan emas putih membuat Ibu Halimah berkali-kali meneguk ludah dan tersenyum bangga. Belum lagi ada tas, sepatu, perlengkapan mandi, perlengkapan wanita, pakaian dalam, hingga seperangkat make-up dengan brand yang cukup terkenal. Ditambah seabrek makanan dan juga buah-buahan.Ibu Halimah benar-benar terpana melihat semua barang yang dibawa oleh keluarga Tara. Termasuk Ibu dan juga
Acara lamaran Nasya berjalan dengan lancar. Keluarga Tara sudah kembali ke rumah dari sejam yang lalu. Adikku Nasya dan ibunya terlihat amat bahagia.Wajah tirusnya terlihat semringah sepanjang acara lamaran tadi. Bahkan sorot matanya terlihat begitu hidup. Bibirnya telah kembali berceloteh. Dan aku senang melihatnya."Kenapa sih Paman iseng ngeledekin Mbak Kiara? Kan orangnya jadi sewot danwalk outsebelum acara berakhir," tegur Nasya pada Paman Hasan.Kami tengah berbenah membersihkan piring-piring dan gelas kotor yang menumpuk di meja bersama Ibu, serta Ibu Maryam. Sementara Paman dan Kak Sabiru sedang menggulung karpet yang baru saja dipakai. Acara lamaran tadi memang sengaja dilakukan secara lesehan."Kata siapa Paman iseng?" sahut Paman Hasan santai. Kini lelaki itu menggotong karpet itu di pojok ruangan. "Paman bersungguh-sungguh ingin menikahi Kiara," lanjutnya tenang.
"Tara kabur dari rumah," jawab Kiara dingin."Apaaah?!" Aku dan Kak Sabiru memekik kaget. Mata kami saling berpandangan. Sama-sama terperanjat mendengar laporan Kiara."Key, jangan bercanda kamu! Ini lagi genting. Bapak penghulu bisa sewot," gertak Kak Sabiru mulai terlihat gemas."Untuk apa aku bercanda? Gak ada untungnya." Suara Kiara tidak kalah gemasnya. "Subuh tadi masih ada. Tara izin ke luar rumah untuk jamaah salat Subuh di masjid. Tapi ... Setelah itu itu dia nggak balik rumah. Kami sudah mencarinya kemana-mana, Biru,"terang Kiara dengan suara tergetarnya. "Kinara bahkan mencari ke kos-kosannya yang ada di Bogor, tapi hasilnya nihil.""Astaghfirullahaladzim!" Kusebut nama Allah saking kekinya dengan kelakuan Tara"Tara ... Tara kabur dari rumah, Kak?"Sontak aku dan Kak Sabiru berpaling ke sumber suara. Tamp
Berkat bujuk rayu dari Zayn dibantu Paman Hasan dan juga Om Johan, Bapak penghulu mau bertahan. Lelaki dengan peci hitam itu menyuruh bisa untuk menghafalkan lafal ijab qobul. Sementara di kamar, riasan Nasya yang sudah luntur karena tangis kembali dipoles."Kenapa nama Nasya panjang banget sih, Bir?" keluh Reza pada Kak Sabiru. Wajahnya terlihat malas. Mulutnya bolak-balik mendesah.Aku dan Kak Sabiru yang duduk tidak jauh darinya hanya mampu saling lempar senyum."Semangat, Bro!" Kak Sabiru menyemangati seraya menepuk pelan pundak sang kawan."Ananda Nasya ... Nadhira Ghani Halimaya Qodira." Reza membaca catatan di secarik kertas yang ia pegang. "Apa sih artinya?" tanyanya pada suamiku."Entahlah. Mana kutahu. " Kak Sabiru mengendikan bahu."Artinya Nasya itu anak dari Ibu Halimah dan Ayah Abdul Qodir." Aku menggantikan Kak Sabiru menjawab dengan asal."
Nasya! Kenapa kamu tega melakukannya?!" gertaknya penuh amarah. "Kenapaaa?" Jeritan Tara begitu menghebat. Pemuda itu mengguncang tubuh Nasya keras.Kami semua ternganga melihat kedatangan Tara. Tidak menyangka jika pemuda itu berani menampakkan batang hidungnya. Dan yang membuat kami mengernyit heran, Tara berkoar-koar marah. Seolah dia adalah korban yang teraniaya."Maksud kamu apa, Tara?" tanya Nasya sedih sekaligus bingung.Sementara Reza di sebelahnya hanya mampu terdiam. Bapak Penghulu yang tidak paham dengan permasalahan terbengong-bengong melihatnya. Beruntung dengan sigap Paman Hasan dan Om Johan mengajak bapak itu berlalu."Sudah kuikhlaskan untuk menerimamu apa adanya. Tapi kamu justru membalasnya dengan cara seperti ini?" Mata Tara menatap Nasya dengan sedih. "Apa yang kamu impikan sudah kupenuhi walau itu memakai uang Reza, tapi-"
Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI."Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi
"Sedang apa?" Aku dan Elma menyela cepat.Kak Sabiru bergeming. Dia tampak menyesali ucapannya."Ayo katakan, Biru! Apa yang sedang Zayn rencanakan?" desak Elma sambil menarik-narik lengan suamiku. Seperti anak kecil yang merengek pada kakaknya."Aduh gimana ya?" Kak Sabiru mengusap tengkuknya beberapa kali. "Sebenarnya ini tuh rahasia, El. Aku sudah berjanji untuk tidak membocorkannya padamu," tutur Kak Sabiru dengan wajah meragu. "Laki-laki itu yang dipegang adalah omongannya, jadi ... sorry to say. Aku gak bisa." Kak Sabiru angkat bahu, lalu menangkup kedua tangan."Yah ... Biru gak asyik," keluh Elma kecewa. Gadis itu sengaja memanyunkan bibirnya ke depan."Denger, El, percaya deh sama Zayn. Dia itu pemuda yang baik." Suamiku berucap yakin. "Udah yuk lanjut makan!" suruhnya sambil menunjuk makanan dengan matanya.
"Kiara?" sapaku dengan perasaan tidak menentu.Jika aku paling mencemburui Kiara, maka Zayn adalah lelaki paling mencemburui Kak Sabiru cemburui. Sama halnya Zayn yang masih saja perhatian padaku, Kiara bahkan tidak pernah mundur untuk mendapatkan suamiku."Hai, Bila? Baru pulang?" Kiara balas menyambut kalem. Tangannya terulur menjawil pipi Keanu. Bagai sehati bayi itu langsung merengek dijawil oleh wanita yang dicemburui ibunya.Reza menyusul usai mematikan mesin mobil. Pria itu menganguk ramah pada Kiara dan ditanggapi senyuman simpul oleh sang gadis."Iya, nih," sahutku sambil berusaha mendiamkan Keanu, "tumben main? Ada apa?" Aku mencoba santai saat bertanya."Kayaknya kamu gak suka aku menginjakkan kaki di sini deh." Kiara menebak sotoy sembari berkacak pinggang. "Cemburu, ya?" Kiara meledek dengan seringai kecil.Aku mendesah pelan. "Salut ya. Setelah serangkaian ak
Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapanmupengyang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.
Sambil menunggu kepulangan Kak Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal.Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi.Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.B
Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju
Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."
"Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini?Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K
"Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks