Pukul lima pagi, adalah waktunya Ibell mengantar kue ke warung-warung sekitaran kontrakkannya. Ibell selalu menggunakan sepeda karena alasan kepraktisan. Kue-kue basahnya biasanya dikonsumsi sebagai sarapan pagi bagi anak-anak sekolah dan para pekerja kantoran yang tidak bisa mengkonsumsi makanan berat di pagi hari. Kalau jam tujuh pagi, biasanya Ibell mengantarkan kue ke kampus dan sekitaran komplek perumahan di sana dengan angkot. Karena setelahnya ia langsung berangkat kerja di restaurant. Karena di restaurant, Ibell masuk kerja pada pukul delapan pagi tepat dan pulang pukul empat sore. Ibell biasa mandi dan berganti pakaian di restaurant sebelum ke kampus. Hidupnya sangat teratur dan telah tersusun jadwal-jadwalnya. Tidak ada sedikit pun waktu baginya untuk berleha-leha. Hanya saja sekarang, kue-kue sore untuk kafe telah diantarkan melalui jasa kurir. Karena Ibell sekarang sudah mulai kuliah.
"Mbok, Ibell berangkat ya?Asalamualaikum." Ib
Ibell baru saja mempersilahkan duduk boss besarnya dan Nisa, saat pandangannya tidak sengaja bersirobok dengan dosen mafianya, Arkan.Astaga, baru kemarin bertemu di kampus, dan kini bertemu lagi di acara gathering. Sepertinya dia dia terus yang dilihatnya akhir-akhir ini."Tempat duduk saya di mana, Petite? Tapi jujur, kalau boleh memilih, saya inginnya duduk di pangkuan kamu saja," bisik Arkan pelan di telinga kiri Ibell. Arkan bahkan sempat-sempatnya menggigit kecil telinga Ibell, saat Ibell sedikit meleng. Ibell langsung gugup saat Arkan kembali mendekatkan bibirnya ke pipi kirinya. Menyentuh kemulusannya sekilas dengan ujung hidungnya. Ibell segera bergeser menjaga jarak. Ia ingin terlihat professional. Di sini, ia dibayar untuk bekerja. Bukan membuat masalah yang bisa mengacaukan pesta. Sebisa mungkin ia mencoba untuk menghindari sumber utama masalahnya, yaitu Arkansas."Jangan
"Dia itu orang yang mengaku-ngaku sebagai pemilik dari Isabelle, Om!" Revan menjawab santai sembari menunjuk Arkansas dengan dagunya."Apa? Anda ini siapa, sampai Anda berani mengaku-ngaku sebagai pemilik dari Isabelle?" Raven mulai panas mendengar ada orang yang dengan seenak perutnya mengklaim putrinya."Anda sendiri siapa?" Arkan berkacak pinggang seraya menunjuk wajah Raven dengan jari telunjuknya."Saya ini daddynya. Ibell itu anak kandung saya!" Wajah Raven sudah merah padam karena emosi. Ia geram melihat sikap meremehkan yang terang-terangan diperlihatkan Arkan. Sementara Arkan mengangguk-anggukan kepala dengan gaya menjengkelkan, saat mendengar pengakuan Raven."Ooo... jadi si Pet-Bella ini anak kandung Anda? Tetapi kalau dia memang anak kandung Anda, seharusnya saat ini ia sudah duduk cantik sambil ongkang-ongkang kaki di meja dua puluh lima. Bersama dengan Reksiva Digdaya Al Ras
Setelah mengobati tangannya yang melepuh, boss ketusnya sebenarnya sudah menyuruhnya untuk beristirahat saja. Tetapi Ibell yang tidak ingin terlihat bermalas-malasan di masa trainingnya mulai kembali menyibukkan diri. Setelah menenangkan dirinya sejenak dan memperbaiki penampilan, Ibell kembali membawa coupe plate dan menghidangkannya pada para tamu undangan. Tetapi kali ini Ibell begitu hati-hati setiap akan melangkah. Ia tidak ingin kejadian terjegal kaki terulang kembali.Mendekati meja dua puluh tiga, Ibell seperti kehilangan orientasi penglihatan. Di sana, di sisi kiri Dewa, tampak mommynya memandanginya dengan mata berkaca-kaca. Ya, mommy Ory yang dulu ingin sekali dibelinya di supermaket, tapi tidak bisa di scan barcode harganya. Mommy yang begitu diinginkannya untuk dibawa pulang sebagai hadiah ulang tahunnya yang kelima. Kini ia bisa kembali menatapi mommy cantiknya yang semak
"Eh bentar-bentar. Lo berdua sampe niat banget tanding beginian ini demi memperebutkan apa coba? Nggak mungkin beut 'kan kalau itu semua demi mencoba memperebutkan cinta dan kasih sayang gue? Secara gue ini kagak doyan batangan Men!" Satria langsung nyengir kuda saat Arkan langsung menggeplak kepalanya."Bacot lo ya, emang nggak ada filternya dari zaman kuliahan dulu. Jangan IOS ponsel mulu yang lo upgrade, tapi tingkat kepekaan bacot lo juga harus naik standarisasinya. Kalo bisa buat jadi berlisensi SNI," decih Arkan."Etdah, lo kata mulut gue helm, pake lisensi SNI segala. Atau jangan-jangan lo demen sama cem-cemannya si Revan ya, Ar? Makanya lo nantangin ini banteng kolor ijo di singgasananya sendiri?"Satria yang sangat piawai menyamarkan kekepoannya dalam pertanyaan yang nyerempet-nyerempet bahaya, mulai beraksi."Sorry banget ya Sat
Ibell buru-buru menghampiri Revan yang terduduk lemas di sudut ring, saat melihat Arkan berjalan ke arah ruang ganti pakaian. Wajah Ibell mendung melihat betapa babak belurnya Revan. Seorang dokter bergegas menghampiri. Ibell dalam diam memperhatikan dokter yang mengobati dan memelester luka di pelipis Revan."Sakit nggak, Pak? Maafin Pak Arkan ya? Beliau emang suka banget mukulin orang. Tapi kalau penyakit marah-marahnya udah hilang, biasanya beliau baik lagi kok. Saya mewakilinya untuk minta maaf pada Pak Revan ya?" Ibell meminta maaf tulus. Sungguh ia tidak tega memandang wajah Revan yang hancur. Semakin dilihat, semakin tidak tega dirinya."Ngapain kamu yang minta maaf, hm? Dalam duel itu menang kalah adalah hal yang biasa. Tidak usah terlalu kamu fikirkan. Ini tidak begitu sakit kok. Rasanya cuma seperti digigit semut. Kami pasti sering digigit semut 'kan? Soalnya Ibell 'kan manis?"Revan mulai mencoba
"Pak, boleh tidak kalau saya membayar hutang saya dalam bentuk uang saja. Tetapi, ya tetap dengan cara mencicil. Sa-saya tidak mau lagi melakukan kerajinan tangan dalam membayar hutang. Bagaimana, Pak?" tanya Ibell harap-harap cemas. Semoga saja Arkan mengabulkan permintaannya. Karena Arkan diam saja, Ibell pun melanjutkan kalimatnya."Alhamdullilah, selain menjual kue, saya 'kan juga sudah bekerja di restaurant. Jadi mudah-mudahan saya bisa mencicilnya tiap bulan. Bagaimana, Pak? Boleh?"Ibell menatap takut-takut netra mata Arkan. Seperti tadi, Arkan sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Di dalam keremangan cahaya lampu tidur yang redup, wajah Arkan datar tanpa ekspresi. Sesungguhnya di dalam hati Arkan mengalami perang bathin yang luar biasa. Ia tahu bahwa dia sudah salah dasar.Seharusnya ia tidak boleh menyertakan hatinya dalam permainan ini. Dan kini ia t
Baru lima menit mobil Arkan meninggalkan kontrakan, sebuah mobil mewah terlihat memasuki halaman rumah kontrakan. Raven datang sambil menjinjing sebuah plastik yang berisi beraneka macam makanan untuk sarapan."Ealah, Den bagus pagi-pagi buta sudah mampir toh. Mari-mari masuk, Den. Ibell itu baru saja minum teh anget. Nggak mau sarapan katanya.""Kenapa dia nggak mau sarapan sih Mbok? Kan sebentar lagi waktunya dia mengantar kue. Mana punya tenaga dia nanti mengayuh sepeda kalau tidak mau sarapan."Raven khawatir mendengar bahwa putrinya tidak mau makan. Mbok Darmi pun menghampiri Raven sambil berbisik pelan."Ndak tau, Den. Tapi si Eneng nangis-nangis terus daritadi entah kenapa. Apa mungkin dia kecapekan belajar nyambi kerja ya, jadi gampang mewek? Si Mbok pun bingung Den."Mbok Darmi menarik nafas panjang bingung melihat sikap majikan kecilnya yang tidak
Dan akhirnya disinilah Ibell berada. Duduk setengah bersandar dikursi kebesaran si Boss Besar, dengan sang Boss sendiri yang mengobati luka yang sudah mulai mengering ditelapak tangan kirinya. Setelah pingsan kurang lebih satu jam, kini keadaan Ibell sudah mulai membaik."Saya sudah tidak apa-apa, Pak. Ini sudah hampir jam dua belas siang. Sebentar lagi restauran akan ramai. Saya ke pantry dulu ya Pak, mau bersiap-siap." Ibell bangkit dari kursi kebesaran Cakra. Dia merasa sudah merasa enakan. Dia tidak mau terlihat memanfaatkan keadaan hanya untuk sekedar bermalas-malasan."Oke. Kamu boleh kembali bekerja. Tapi Saya akan menugaskan kamu dibagian mengecek order pesanan customer saja. Jadi kamu tidak perlu kedepan dan menghidangkan makanan.""Mengapa begitu Pak? Saya merasa saya sudah cukup kuat untuk bekerja. Lagipula Saya ini masih dalam masa tran-""Saya hanya tidak mau kalau kamu memaksakan diri kedepan
"Saya terima nikah dan kawinnya Isabelle Artharwa Al Rasyid binti Al Rasyid dengan mas kawin 222 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Arkan dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya Pak Penghulu."Sahhh!!!" Koor dari para saksi dan semua tamu undangan yang menyaksikan ijab kabul terdengar lantang."Alhamdullilah."Setelah acara ijab kabul selesai, penghulu meminta Ibell keluar dan duduk di samping suaminya. Ibell kemudian mencium punggung tangan Arkan, yang kini telah sah menjadi suaminya. Acara dilanjutkan dengan acara sungkeman. Usai sungkeman diadakan dengan sesi photo keluarga. Setelah acara yang paling ditunggu-tunggu, yaitu acara hiburan pun dimulai.
Ibell melangkah ragu-ragu saatmelintasi kamar demi kamar di RSJ tempat Tante Florida dirawat. Langkahnya mendadak terpaku, saat melihat sosok Tante Florida yang sedang duduk santai di kursi taman. Menurut Arkan, akhir-akhir ini Tante Florida memang lebih suka duduk di taman daripada di dalam kamar. Kesehatan jiwa raganya maju pesat bulan-bulan terakhir ini. Ibell menyurutkan langkah kala melihat dokter Prambudi datang dan membawakan sebuket bunga untuk Tante Flo. Pak dokter ini memang hebat. Dari usianya belasan tahun sampai lima puluhan tahun, cintanya kepada Tante Flo tidak berubah. Ibell baru saja akan membalikkan badannya, saat suara bariton dokter Prambudi memanggilnya. Ternyata sang dokter telah mengetahui kedatangannya. Ibell menghampiri mereka berdua ragu-ragu."Sini, Nak. Kamu mau menemui Tante Flo bukan? Ayo duduk sini." Dokter Budi menggeser pinggulnya ke samping. Memberinya tempat duduk di sisi kanan Tante Florida. Setelahnya sang dokter
"Bagaimana dengan ibu Anda, bukankah ibu Anda selalu memandang Ibell seperti hama yang akan merusak keluarganya? Anda juga mengatakan bahwa ibu Anda adalah surga Anda? Lantas apakah hanya karena seorang wanita, Anda rela menggadaikan kebahagiaan Ibu Anda sendiri?"Raven masih belum menyerah. Bukan sifatnya untuk takluk begitu saja sebelum bertarung habis-habisan. Karena yang dipertaruhkannya di sini adalah masa depan anaknya. Dulu sebagai seorang ayah dia sudah sangat banyak berbuat salah. Kali ini dia akan berusaha menjadi orang tua yang benar. Karena terkadang anak seusia putrinya ini, belum bisa membedakan antara perasaan cinta atau hanya sekedar kagum karena merasa ada pembela. Orang yang sedang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan dirinya sendiri. Dia ingin agar putrinya benar- benar yakin dulu akan perasaannya sendiri, baru dia akan mengambil keputusan."Tidak ada siapa yang akan menggadaikan kebahagian siapa
Ibell baru sampai di depan gang rumahnya, saat pandang matanya tertumbuk pada empat mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Pak RT. Rumah Pak RT memang bersebelahan dengan rumahnya. Pertama Ibell menduga mobil-mobil itu adalah mobil tamu-tamu Pak RT. Namun saat ia melihat nomor polisi dua mobil mewah itu, ia langsung mengenali pemiliknya. Mobil pertama adalah mobil daddynya. Dan mobil yang satunya lagi, ia kenali sebagai mobil yang pernah ditumpanginya berkali-kali karena tidak sengaja. Yaitu mobil Revan Aditama Perkasa. Itu artinya pemilik mobil-mobil itu sebenarnya adalah tamunya.Masalahnya, apa yang menyebabkan mereka beramai-ramai ke rumahnya? Ibell bingung. Ia jadi merasa kembali dikejar-kejar oleh para rentenir. Biasanya memang seperti itu. Apabila ada mobil asing di depan rumahnya, pasti ada rentenir yang sedang menunggu kepulangannya untuk menagih hutang.Sementara itu, Arkan mulai merasakan udara-udara tidak enak di sekitarny
Ibell menepis serangga yang menggerayangi wajahnya. Tetapi sepertinya serangganya tidak ada takut-takutnya. Ibell membuka mata. Bermaksud untuk melihat apakah ada semut yang mengerubungi wajahnya. Tetapi netra brandynya malah saling bersirobok dengan manik hitam segelap malam Arkan yang sedang menciumi permukaan wajahnya.Astaga, ternyata ini rupanya serangganya! Eh tapi tunggu dulu. Sepertinya ada yang salah di sini! Mata Ibell membelalak. Kenapa dosen mafianya bisa ada di sini?!"Lho Bapak kenapa bisa ada di ranjang saya?""Pertanyaan kamu terbalik, Sayang. Seharusnya saya dong yang nanya, kenapa kamu bisa ada di ranjang saya?" Arkan mengulum senyum. Ia merasa geli melihat Ibell yang belum sepenuhnya menyadari keberadaannya, dan apa seperti apa penampakannya saat ini."Hah! Iya ya?" Pandangan Ibell perlahan menjelajahi sudut-sudut kamar. Dimulai dari tirai abu-abu, wallpaper bermotif catur, meja
"Nis, ini kita bisa masuk penjara lho kalo si pemilik apartemen tahu kita udah nyelinap diam-diam ke wilayah pribadinya. Masak gue kemarin baru keluar dari kantor polisi, tetiba masuk lagi aja? 'Kan nggak lucu."Ibell berbisik pelan di telinga Annisa. Saat ini mereka berdua sudah seperti dua penjahat kambuhan yang sedang menyatroni mangsanya. Jalan berjingkat-jingkat dengan gerakan sehalus mungkin agar tidak menimbulkan suara. Annisa ingin masuk ke kamar Cakra dengan tiba-tiba. Siapa tahu WIL-nya Cakra ada di sana katanya."Bell, coba lo aja yang buka itu handle pintunya dan dorong pelan-pelan. Gue mau nyiapin jantung dulu. Biar dia nggak kaget-kaget amat kalo pas ngedapetin ada cewek naked yang lagi bobok cantik sama si Cakra di ranjangnya."Ibell dengan cepat menggeleng. Nyari mati kalau ketahuan itu mah!Annisa yang penasaran akut membuat gerakan memohon, diikuti dengan pandan
"Lho Opa sama Pak Cakra kok bisa datangnya barengan? Opa kenal sama Pak Cakra?" Ibell memandang opa dan bos ketusnya heran. Sementara dua orang di depannya terlihat bingung karena tidak saling mengenal sama sekali. Kebetulan saja mereka tiba berbarengan."Oh ini Opa kamu ya, Belle? Kami tidak saling mengenal. Mungkin kebetulan saja kami berdua tiba berbarengan di sini. Oh ya Opa, kenalkan saya Cakra Prajna Wisesa. Atasan Isabelle di restaurant Nikmat Rasa. Senang berkenalan dengan Opa."Cakra menjabat tangan Dirga diiringi dengan seulas senyum sopan di bibirnya. Ibell takjub. Ternyata boss ketusnya bisa bersikap manis dan sopan juga. Opanya juga balas menjabat dan menyebutkan nama. Opa Dirga juga menanyakan soal kinerjanya di restaurant. Boss ketus ini kalau soal diplomasi memang luar biasa. Tetapi coba kalau hanya berdua, kalau tidak menyindir-nyindir pasti mengomelinya.Ibell melirik ke arah Albert, yang seketika m
"Menunggu waktu saya meninggal maksudnya? Anda ini hebat sekali ya dosen bahlul. Merencanakan suatu tindakan percobaan pidana di kantor polisi. Tetapi tidak heran juga sih mengingat track record ayah Anda yang juga pernah mendekam di penjara. Buah 'kan memang jatuh tidak jauh dari pohonnya."Gue bales lo! Raven menaikkan satu alisnya. "Kalau begitu, maksud daddy Ibell juga anak yang berasal dari genetika yang tidak baik karena punya mommy mantan narapidana ya? Bukannya daddy dulu juga mencintai mommy makanya daddy merebut mommy dari Om Dewa? Kalau di runut-runut Ibell ini berasal dari orang tua yang dua-duanya tidak baik dalam hal etika bukan?"Wajah Ibell mendung. Entah mengapa dia merasa daddynya masih saja menyesalkan kehadirannya yang berasal dari rahim seorang mantan narapidana. Istimewa daddynya
"Bapak tidak pulang? Ini sudah larut malam lho, Pak. Tante Flo nanti pasti nyariin Bapak. "Ibell yang merasa kasihan melihat Arkan yang sepertinya kebingungan harus bersikap bagaimana, menarik ujung kaos lengan panjang sang dosen yang masih saja memeluknya erat."Hah? Apa Petite? Maaf saya kurang begitu jelas mendengar kata-katamu tadi. Kamu bilang apa tadi hmmm?" Arkan menyelipkan sejumput rambut Ibell yang menutupi keningnya ke belakang telinga. Arkan memang sedang gegana dan dilema luar biasa. Dia sebenarnya ingin pulang dan segera menginterogasi ibunya dan juga Dokter Anita. Tetapi dia juga tidak tega membiarkan Ibell sendirian menginap di kantor polisi. Kalau saja di bolehkan, dia ingin sekali menemani Ibell di ruangannya.Bayangan Ibell yang nota bene seorang perempuan tidur di antara para laki-laki membuat hatinya tidak tenang. Saat ini saja sudah begitu banyak kepala yang menoleh sedikit