"Saya akan segera mengambilkannya, Nyonya." Hannes menjawab pertanyaan Zoya sembari bergegas pergi. Galleri milik nyonya Kalandra sebelumnya berada di lantai empat, dalam sebuah ruangan khusus yang dulu juga dijadikan sebagai tempat saat wanita itu ingin melukis.Kepergian Hannes menciptakan keheningan yang pekat. Zoya masih memperhatikan lukisan, entah kenapa ingatan tentang Mia yang dulu ditemukan dalam kondisi babak belur di depan panti asuhan kembali memenuhi kepalanya. Saat itu ia hanya berpikir kalau orang tua Mia yang telah melakukan itu sebelum membuangnya.Tapi, setelah sedikit kebenaran terungkap, mau tidak mau Zoya memikirkan sosok yang sudah membantu Mia melarikan diri dari Sera. Melihat bagaimana Sera mau pun orang-orangnya tidak berhasil menemukan Mia hingga wanita itu kembali ke kediaman Kalandra, itu artinya lokasi panti asuhan tempat Mia dibuang cukup jauh dari tempat penyekapannya dan tidak ada yang bisa menebak kalau Mia di sana.Apalagi beberapa tahun kemudian oran
"Lalu, bagaimana sekarang?" Mia akhirnya bertanya, meski suaranya sedikit gemetar. Dia tidak pernah membayangkan akan melihat lukisan dirinya sendiri dengan kondisi yang mengenaskan.Ada beberapa luka di wajah Mia kecil, begitu juga dengan lengan dan terdapat robekan-robekan kecil di gaunnya. Mata anak dalam lukisan tampak kosong. Siapa pun pasti akan gemetar ketakutan jika ada seseorang mengiriminya lukisan berisi wajahnya saat kecil dalam keadaan penuh darah dan luka."Aku harus membicarakan hal ini dengan Prazta. Aku mungkin ... harus menghubungi Damian dan menegaskan masalah Thrixx padanya." Arvin memutuskan setelah menghela napas pelan."Maksudmu Damian De Veuster?" Zoya bertanya dengan ragu, baru-baru ini dia mengetahui kalau nama yang sudah tidak asing itu merupakan pemimpin keluarga Veuster.Damian De Veuster, nama itu tercatat sebagai pemimpin Apistle Group, perusahaan yang memiliki setidaknya lima cabang di setiap negara di seluruh dunia itu selalu berhasil memuncaki dunia b
Foto-foto itu jelas diambil di waktu dan tempat yang sama ketika Mia keluar dari rumah sakit setelah insiden penculikan, lalu jelas yang ada di tangan Mia saat ini dipotret oleh seorang profesional. Itu adalah foto Mia dan Arvin di depan gedung rumah sakit dengan tangan Mia yang sedang menunjukkan bagaimana ia menggandeng lengan Arvin, berjalan beriringan, bahkan kecupan yang sempat Mia berikan di pipi kakaknya turut difoto."Kalau saja foto ini bocor ke publik, sudah pasti skandal ini akan menggegerkan media masa. Tapi, kenapa mereka mencoret wajah Kak Arvin?" gumam Mia saat melihat bahwa seluruh wajah Arvin di foto itu digores menggunakan benda tajam hingga tidak terlihat jelas.Bagaimana orang-orang itu berpikir memasukkan foto ke dalam perut boneka? Kalau Mia berpikir polos dan tidak membongkar boneka kelinci itu, dia tidak akan pernah tahu bahwa ada foto-foto mereka di sana. Yang membuat kepala wanita itu cukup sakit adalah kenapa bonekanya ada di kamarnya, sedangkan tidak ada ya
Suara kesal di seberang membuat Arvin terkekeh."Maaf, aku sedang bekerja. Bagaimana harimu? Aku merindukan kalian," ucap Arvin sembari menyandarkan kepala pada sofa, ekspresi lembut di wajahnya benar-benar berbeda jauh dengan beberapa menit sebelumnya."Menurutmu bagaimana? Kamu pikir aku bisa bilang 'hariku menyenangkan' setelah melihat lukisan dan boneka itu?" Di seberang, Zoya berdecak jengkel, lebih marah lagi karena tidak diperbolehkan ikut menyelidiki kasus itu.Arvin menghela napas, "Maaf, Love, tapi kita tidak bisa mengambil resiko apa pun. Seperti yang kukatakan kemarin, jangan pernah sendirian atau membiarkan El dan Freya sendirian juga. Kita belum menemukan orang yang meletakkan boneka di kamar Mia," ucapnya serius, berharap wanita di seberang mengerti kalau situasinya sedang tidak baik.Tiga hari berlalu sejak mereka melihat lukisan dan mendengar laporan dari Mia tentang boneka kelinci hitam di kamarnya, juga melihat apa yang ada dalam perut boneka itu. Tulisan 'KETEMU!'
"Habis nelpon Papa, ya?" Pertanyaan Elvio menyambut Zoya yang baru datang. Wanita itu hanya bisa mengangguk kecil."Papa titip salam, katanya dia merindukanmu.""Hmph!"Zoya terkekeh melihat Elvio merengut dan pura-pura tidak peduli, meski telinganya yang memerah membuktikan jika anak itu senang sekaligus malu dengan kata-kata Zoya."Tante Mia ke mana?" Zoya mengedarkan pandangan, mengernyit saat tidak menemukan keberadaan Mia. "Sedang ke dapur bersama Grace, katanya mau ambil camilan." "Tea time!" Tepat setelah Elvio memberitahukan ke mana Mia menghilang, wanita itu datang dengan nampan berisi beberapa piring cookies coklat. Di belakangnya, Grace mengikuti bersama beberapa pelayan lain, membawakan perlengkapan meminum teh dan camilan-camilan lainnya. Zoya terpana melihat betapa cepat mereka menyusun semua itu di atas meja di bawah sebuah kanopi. Setelah kepergian para pelayan, Zoya dan Elvio segera mendekat dan menatap penuh minat pada berbagai macam kue di atas meja."Oh iya,
Pria yang tidak berkabar selama beberapa waktu terakhir itu berlutut di depan putrinya sebelum meraih tubuh mungil Freya dan menggendongnya."Papa sudah di sini," ucap Kaindra lembut, mengusap sayang punggung kecil putrinya.Freya yang melihat kedatangan sang ayah malah semakin kencang menangis, seolah menumpahkan semua kesedihan dan kerinduannya dalam pelukan Kaindra. Zoya menghela napas lega, senyumnya terpatri melihat betapa lembut adiknya memperlakukan Freya. Kaindra benar-benar telah menjadi seorang ayah dan Zoya bangga dengan adiknya."Ayo masuk dan obati luka Freya lebih dulu," ucap Zoya setelah beberapa saat, dibalas anggukan oleh Kaindra yang segera berdiri bersama Freya yang masih dalam dekapannya.Saat perjalanan kembali, Zoya mengeratkan genggaman tangannya pada Elvio.Mia dan Grace ternyata sudah menunggu di dekat pintu, Grace dengan cepat meminta pelayan untuk membawakan kotak pertolongan pertama. "Aku ingin bicara berdua dengan Freya, apakah ada tempat yang bisa kugun
Perkataan suaminya membuat Zoya mengernyit. Mantan istri Presdir JK Grup? Kaindra mengangguk. "Benar, sebaiknya kita bicarakan di tempat lain." "Ayo ke ruanganku saja." Prazta yang juga datang segera menginterupsi. "Apa aku boleh ikut dan mendengarkan juga?" Zoya bertanya hati-hati, khawatir Arvin akan menyembunyikan informasi penting darinya."Tentu saja, Love, kamu dan Mia akan ikut. Grace, tidak apa-apa kalau kami meninggalkanmu dengan anak-anak, kan? Prazta akan memberitahumu segalanya nanti." Grace yang sebenarnya juga sedang berada di pelukan suaminya segera mengangguk. "Ayo, Sayang, Papa harus bekerja lagi," ucapnya lembut pada gadis kecil di gendongan Prazta.Allen merengut, terlihat jelas ingin menggeleng dan bersikeras tetap bersama ayahnya, tapi melihat raut wajah orang-orang dewasa di sekitarnya yang tampak serius membuatnya mau tak mau mengangguk, mengulurkan tangan dan beralih pada pelukan ibunya."Tidak apa-apa, nanti Papa akan bacakan buku dongeng sebelum kamu tidu
"Bagaimana mungkin? Mustahil kalau semuanya hanya kebetulan, kan?" Zoya membuka suara setelah cukup lama terdiam, kerongkongannya terasa kering saat mengingat semua cerita Kaindra."Sulit untuk memastikannya karena baik Zaidan mau pun Dirgantara tidak ada yang terlibat dengan Veuster dan Thrixx. Aku memang ditugaskan menjadi wakil di JK Grup, tapi itu hanya sementara, tidak ada perjanjian apa pun antara Veuster dan Dirgantara." Kaindra menghela napas pelan. Meski kejadian demi kejadian di rempat itu seolah saling terhubung, entah bagaimana Kaindra ragu untuk saling menghubungkannya."Lalu, apa ada hal lain yang terjadi setelah penculikan?" Pertanyaan Arvin membuat Kaindra termenung. "Ada," ucapnya cepat. "Baru kemarin ada sebuah paket datang ke kediaman Dirgantara, pengirimnya tertulis sebagai Tuan Arkan, dikirimkan kepada adik perempuannya. Tapi, Tuan Arkan tidak pernah mengirimkan hadiah apa pun." "Apa mereka menerima lukisan juga?" tanya Mia sedikit tidak sabar, jantungnya berdet