Kaindra terkekeh pelan, mengusak surai panjang Zoya sebelum mengalihkan tatapnya pada Elvio."Halo, namamu Elvio, kan? Kamu boleh tanya langsung padaku, pasti akan kujawab dengan jujur." Kaindra tersenyum pada Elvio yang mengerjap di tempatnya."Kalian ... benar-benar mirip," ucap Elvio setelah terpana beberapa saat. Kaindra adalah versi laki-laki dari ibunya. 'Bisa juga dikatakan Mama adalah versi wanita dari orang ini, kan?' Elvio membatin, memperhatikan wajah tampan Kaindra yang tampak lembut ketika tersenyum. "Menurutmu begitu? Padahal orang-orang sering membandingkan karena kami tidak mirip sama sekali. Tapi, aku lebih setuju dengan pendapatmu, El!" Kaindra mengedipkan sebelah mata, bertingkah seolah ia dan Elvio sudah kenal sejak lama.Elvio yang mendapati jika sikap dan cara bicara Kaindra juga mirip dengan ibunya, langsung tersenyum lebar dan mengangguk antusias. Zoya yang memperhatikan bagaimana Kaindra dengan cepat mengambil atensi Elvio dengan senyum dan sikap ramahnya,
Zoya memilih untuk menceritakan segalanya, tentang rumah tangganya yang dingin, tentang Arvin yang selalu mengabaikannya, juga tentang hubungan antara suaminya dan Aileen. Zoya juga menceritakan apa yang telah dikatakan oleh sang nenek, bagaimana wanita itu memutus hubungan dan mengusirnya."Pikiran tidak memiliki tempat untuk pulang membuatku menyerah, Kai. Aku lelah sendirian, tidak punya teman, juga tidak memiliki keluarga." Zoya menarik napas panjang, berusaha menghentikan air mata yang terus mengalir. "Pada saat itu ... kamu dan Papa pun tidak tahu di mana keberadaannya."Kaindra terdiam, dadanya sesak membayangkan saudarinya melalui semua kesulitan itu sendirian. Bagaimana dia bisa bertingkah kekanakkan dan tidak mengunjungi Zoya sama sekali setelah pernikahannya?!"Kehadiran Elvio membuatku mengerti apa itu keluarga. Dia adalah alasan aku bertahan dan tetap hidup hingga saat ini. Tapi, bahkan takdir pun tidak merestui kebahagiaanku. Kalian datang lagi dan mengacaukan segalanya.
Zoya kembali tidak bertemu dengan Aileen maupun Arvin sesuai harapannya. Rasa lelah membuat wanita itu langsung berganti pakaian dan tidur, berniat untuk memejamkan mata meski hanya sesaat dan bangun saat waktunya makan malam.Sayangnya, Zoya terbangun saat sudah tengah malam. Bahkan Elvio juga tidur nyenyak. 'Aku sudah makan dan minum obat!'Zoya tersenyum melihat catatan yang ditulis Elvio dan diletakkan di atas nakas. Sepertinya hanya dia yang terlalu lelah dan tidak bisa bangun, mengingat Elvio makan malam dan menelan obatnya."Aku haus ...." Zoya menelan ludah, meraih botol minum dan menghela napas saat tidak ada setetes pun air di dalamnya. Melirik lagi jam yang tertera di ponselnya, Zoya menarik napas panjang saat angka satu tertera. Sudah hampir dini hari ternyata. "Well, ini bukan cerita horor!" ujar Zoya sembari bangkit dari ranjang, membawa botol air minumnya keluar kamar. Lorong panjang yang sepi dan agak remang membuat Zoya menekan dadanya yang berdebar. Wanita itu be
Zoya hampir berhenti bernapas dan terdiam. Suara helaan kasar dari pemuda di hadapannya terus bergema di pendengar Zoya, memberinya peringatan untuk melarikan diri saat ini juga. "Bukankah kamu harus bertanggung jawab atas yang terjadi padaku?" Arvin memperingatkan dengan suara berbisik rendah, menarik pinggang Zoya mendekat dan membawanya ke pangkuan. Zoya bisa merasakan sesuatu yang keras di bawah tubuhnya. Pikirannya melayang pada kehangatan yang pernah menyelubunginya bertahun lalu.Lari. Bisikan rendah bergema di kepala Zoya. Peringatan itu membuatnya takut, juga khawatir.Seluruh tubuh Zoya seakan dikuasai oleh detak jantungnya sendiri, dentuman keras memenuhi dadanya. Zoya menahan napas, berusaha agar tubuhnya tidak gemetar, tapi jari-jarinya tetap terasa dingin saat menyentuh wajah Arvin perlahan."Arvin ...." Hanya satu kata yang keluar dari mulut Zoya. Napasnya terasa berat seiring dengan kata-katanya yang penuh tekad."Aku akan bertanggung jawab," bisik Zoya.Sebenarny
Zoya menaikkan sebelah alis melihat Aileen memasuki dapur dengan gaun malam yang sangat tipis dan terbuka. Keningnya berkerut semakin dalam saat Aileen tampak terkejut sambil menutupi lehernya yang terdapat beberapa bercak."Itu ... Zoya ... aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya." Aileen menunduk, wajahnya jelas menunjukkan perasaan bersalah yang pekat."Menjelaskan apa?" tanya Zoya tidak tahan, sedikit heran dengan kedatangan Aileen yang tiba-tiba, padahal selama seminggu ini wanita itu tidak pernah terlihat setiap kali Zoya bangun subuh.Ailen berdeham, tampak salah tingkah. "Aku memikirkan perkataanmu waktu itu dan sudah berusaha untuk tidak lagi mempercayai cinta Arvin padaku," ucapnya sebelum menatap tepat di manik Zoya secara perlahan. "Tapi, aku tidak bisa, maksudku tubuhku tidak bisa menolak Arvin. Maafkan aku ...."Ha? Zoya mengerjap di tempatnya, dahinya berkerut tanpa sadar. Sebenarnya siapa yang sedang bermimpi? Jelas-jelas semalam Arvin bersamanya, tapi Zoya tidak bisa
Kening Zoya berkerut saat makanan mulai disajikan. Tidak ada yang aneh sebenarnya, semua yang disediakan di atas meja adalah sesuatu yang normal untuk dikonsumsi saat sarapan.Croissant, telur mata sapi, sosis, roti panggang, hash brown, panekuk, dan sereal. Zoya mengernyit melihat menu yang terlalu banyak, belum lagi saat para pelayan mengeluarkan nasi dengan sup miso, mereka juga menambahkan ikan panggang dan natto. Hal terakhir yang disajikan adalah selai berbagai rasa dan segelas besar susu untuk Elvio.'Bukankah terlalu berlebihan untuk sarapan?' Zoya membatin melihat betapa banyak makanan di atas meja. Padahal dulu Zoya tidak pernah memikirkan hal-hal seperti ini, tapi tujuh tahun hidup dalam kemiskinan membuatnya tahu betapa pentingnya menghemat dan menyimpan uang. "Bawa kembali yang ada unsur strawberi di dalamnya," ucap Zoya sembari menunjuk selai dan pai strawberi. "Susu apa yang diberikan pada Elvio?" tanyanya seraya mengulurkan tangan, meraih segelas susu yang Elvio beri
"Aku tidak mengerti kenapa kamu memikirkan sesuatu yang tidak penting begitu," ucap Arvin, menyentil pelan dahi Zoya yang langsung mengernyit di tempatnya.Zoya yang jelas berbohong tentang kekhawatirannya terhadap Aileen, mengalihkan pandangan ke luar jendela. Kejadian di meja makan tadi mungkin bukan sesuatu yang besar untuk Arvin karena Aileen memang salah, tapi bagaimana jika pemuda itu tahu apa saja kata-kata kasar yang Zoya lontarkan pada Aileen?Hanya saja ... kenapa Aileen tidak mengatakan apa pun? Bukankah aneh tidak mengadu pada Arvin kalau mereka benar-benar sepasang kekasih?"Arvin," panggil Zoya setelah sebuah pikiran terlintas di kepalanya. Dia tidak pernah membicarakan hal ini dengan Arvin sebelumnya, tentang hubungan pria itu dengan Aileen dan alasan Arvin masih belum menikahinya meski sudah berpisah dari Zoya selama tujuh tahun."Kenapa, hm?" Arvin menanti, satu alisnya terangkat melihat kebimbangan di wajah istrinya. "Ada yang ingin kutanyakan--!" Kata-kata Zoya te
"Aku akan menjemputmu," ucap Arvin setelah mobil mereka sampai di depan mini market."Tidak perlu! Biarkan sopirku bekerja sesuai dengan upahnya," tutur Zoya sebelum keluar mobil. Wanita itu langsung bergegas memasuki mini market tanpa menoleh lagi.Zoya tahu dengan tatapan penasaran yang dilayangkan Almia, tapi memilih tidak menjelaskan apa pun. Bukan kewajiban Zoya untuk memberitahu orang-orang jika pria kaya yang sering datang maupun mengantarnya adalah suami sahnya.Zoya yang pergantian shift-nya belum dimulai memilih untuk mengambil beberapa snack, minuman dan es krim."Sarapan begini saja, Mbak?" Almia bertanya sembari tersenyum ramah saat menghitung barang-barang yang dibeli Zoya.Zoya tersenyum menanggapi. Ia membawa belanjaannya ke depan, duduk di kursi yang tersedia dan meletakkan camilannya di atas meja. Masih ada satu setengah jam lagi untuk jadwalnya dimulai, tapi Zoya mulai merasa bosan saat satu per satu makanannya habis.Ia sudah menenggak sekaleng soda, juga menyantap