"Cukup!" Bella segera berdiri dan melotot pada pria itu. Berbeda dengan Stev. Pria itu malah menyeringai senang ketika melihat wajah Bella yang merah padam karena perlakuannya. "Kenapa berhenti? Kau juga menikmatinya," ucap Stev. Ia kemudian menyenderkan kepala pada sofa yang didudukinya. Menatap Bella dengan sudut bibir yang terangkat naik. Sementara Bella hanya memutar bola matanya saat melihat Stev yang terlalu santai. Tidak tahukah pria itu jika perlakuaannya barusan membuat jantung Bella nyaris copot dari tempatnya? "Kenapa otakmu hanya terisi dengan hal-hal yang mesum saja?" tanya Bella sinis dan Stev hanya terkekeh mendengar itu. Bella lalu menyahut mangkok kosong yang berada di meja dan membawanya menuju dapur untuk di cuci. "Ini sudah malam, besok saja mencucinya." Gadis itu menghela napas panjang, tidak mengerti kenapa Stev terus mengekor di belakangnya seperti anak ayam. "Tidak butuh waktu lama untuk mencuci satu mangkok, Stev," ucap Bella. Gadis itu kemudian menyala
Sepasang manik indah itu terbuka perlahan. Mengerjap menatap sisi ranjangnya. Dan ia tidak menemukan Stev berada di sana. Entahlah, mungkin pria itu telah kembali ke kamarnya sendiri. Mata Bella mengedar, dan berhenti tepat pada jam dinding berbentuk kotak yang menggantung dengan indah pada dinding kamarnya. Matanya melotot saat melihat waktu yang tertera di sana sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih. Sialan. Apa dirinya bangun kesiangan? Kenapa Stev tidak membangunkannya? Tak menunda waktu lagi Bella segera beranjak dari tempat tidurnya, kemudian berjalan dengan cepat menuju kamar mandi. Karena terburu-buru, tidak sengaja kaki sebelah kanan wanita itu terkatuk ujung meja yang lancip. Membuat Bella meringis dan menahan sakit. Sialan.Terlihat darah segar mengalir dari betisnya, meski tidak begitu parah. Namun, rasa sakitnya bukan main-main. Bella rasa ia baru saja mendapatkan kesialan karena bangun siang."Aww ... ini sakit sekali," ringis gadis itu sembari memegang sekitar kakiny
Stev meletakkan laptop yang dibawanya ke atas meja, kemudian membuka benda persegi empat itu pelan dan mulai mengetikkan sesuatu di atas keyboard. Tangannya bergerak lincah seolah dia sudah terbiasa dengan benda tersebut."Apa yang kau lakukan dengan laptop itu, Stev?" tanya Bella yang penasaran. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Mulutnya terasa gatal jika ia tidak berucap. Pria tampan itu menoleh sekilas pada Bella. Sekedar mempertemukan onyx miliknya dengan emerald Bella yang teduh. Sebelum kemudian kembali memalingkan wajahnya menghadap laptop. Membiarkan Bella mendengus kesal karena dia tidak menjawab pertanyaan gadis itu. "Aku akan naik ke kamar saja," ujar Bella dengan malas. Ia tidak suka jika seseorang mengacuhkannya seperti ini. Stev terlalu kaku dan tidak bisa diajak ngobrol dengan santai. "Duduk di sini." Pria itu menahan pergelangan tangan Bella saat wanita itu berdiri untuk berniat pergi. "Aku bosan," balas Bella.Sementara Stev. Pria itu menatap Bella
"Kenapa Bella? Kau terlihat tidak tenang," tanya Stev. Ia ingin tertawa saat melihat ekspresi Bella yang menahan napas.Wanita itu tentu saja mendengar dengan jelas apa yang Stev bicarakan dengan seseorang bernama Daren tadi. Ia tahu betul jika Stev kejam. Tapi tidak menyangka pria itu akan sekejam melebihi dugaannya. Bella meneguk ludah dengan susah payah. Stev akan meninggalkan semua wanita jika ia telah selesai menidurinya. Apakah dirinya juga akan berakhir seperti itu?Bella menggeleng pelan sembari menepuk kedua pipinya. Tidak ingin membayangkan hal yang tidak-tidak."Aku tidak apa-apa Stev. Hanya saja ingin kembali ke kamar," ucap Bella. Wanita itu berdiri dan ingin kembali ke kamarnya. Sebelum tangan Stev terulur untuk meraih perut Bella dan membuat gadis itu jatuh terduduk pada pangkuannya. "S—Stev. Lepaskan aku," ucap Bella dengan gemetar. Stev tidak mempedulikan itu. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada perut Bella yang ramping tanpa lemak. Sesekali mengendus leher Bell
"Kita akan ke mana?" tanya Stev. Pria itu bertanya dengan tatapan mata yang fokus pada jalanan. Tidak sedikit pun menoleh pada Bella meski hanya untuk melihat wajah cantik itu sekilas. Sementara Bella yang mendengar apa yang baru saja Stev tanyakan itu mendengus, "Aku ikut ke mana pun mobil ini akan pergi. Kau 'kan yang menyetir," balas wanita itu acuh tak acuh. Masih merasa kesal karena Stev ikut pergi. Padahal dirinya mendambakan kebebasan meski hanya sebentar saja. Bella dapat mendengar Stev terkekeh pelan sebelum menjawab."Apa ada rekomendasi tempat yang bagus?" tanya Stev kemudian. Ia membelokkan stir ke kiri.Bella terdiam sejenak. Mencoba berpikir di mana tempat yang bagus untuknya mencari baju di kota yang padat ini. "Bagaimana dengan Mall? Kurasa itu lebih baik daripada harus ke butik," ucap Bella memberi usul. Bella menoleh pada pria tampan di sebelahnya. Dilihat dari sisi mana saja, hal itu tidak dapat mengurangi sedikit pun kadar ketampanan yang telah dimiliki oleh pr
Wanita itu beringsut mendekat ke arah pria yang baru saja datang, memeluk erat lengannya sambil menatap Bella dengan sinis."Sayang, aku ingin membeli jubah mandi cantik ini. Tapi wanita itu bilang kalau dia sudah berniat membelinya. Bagaimana ini? Aku sangat suka jubah merah muda itu. Sangat cocok untukku, benar kan?" keluh wanita berambut merah dengan pakaian seksi itu pada sang pria. Dan Bella sudah bisa menebak kalau pria itu adalah kekasih dari wanita menyebalkan itu.“Apakah itu benar?” Pria itu bertanya, lalu dia menatap Bella dengan tatapan bijaksana. "Nona, kekasihku suka jubah mandi itu, tidak bisakah kau mengalah dan memberikan padanya?" kata pria itu pada Bella.Yang bisa dilakukan Bella saat ini hanyalah memutar bola matanya dengan malas."Aku yang pertama mengambilnya. Kau harus mengajari kekasihmu untuk tidak mengambil milik orang lain," kata Bella tegas.Bella bisa melihat wajah wanita itu berkaca-kaca dengan kedua tangan yang masih merangkul erat pria itu. Dan mau tid
"Sayang. Kenapa kau memanggilnya bos? Apa dia atasanmu?" tanya wanita berambut merah itu dengan alis yang mengkerut. Ia tidak bisa untuk tidak mencuri-curi pandang pada Stev yang jauh lebih tampan daripada kekasihnya. Sementara kekasih wanita yang tadi Stev panggil Smith itu menatap kekasihnya sejenak."Iya, Sayang. Dia atasanku," jawabnya pelan."Tapi, atasan apa? Bukankah kau adalah pimpinan tertinggi di perusahaan?" tanya wanita berambut merah ia tidak mengerti. Dan yang kekasih wanita itu tampilkan setelahnya adalah wajah dengan ekspresi dingin. Bella tidak mengerti mengapa pria itu menatap kekasihnya sendiri dengan sorot mata yang tajam. Seolah perkataan wanita seksi barusan itu menyinggungnya.Sementara Stev yang melihat kedua anak manusia di depannya itu menyeringai tipis. "Smith, apa kekasihmu itu tidak tahu apa pekerjaanmu yang sebenarnya?" tanya Stev sembari memperhatikan keduanya tanpa berkedip. Ia tidak sabar menunggu reaksi dari sepasang kekasih di depannya itu. Pria
"Kita akan langsung pulang?" tanya Stev. Pria itu menghidupkan mesin mobil, menoleh pada Bella yang baru saja masuk setelah meletakkan semua barang bawaannya di kursi belakang."Terserah," balas wanita itu sembari memasang sabuk pengaman. "Tapi aku ingin ke rumahku yang dulu sebelum kembali ke mansion, apakah boleh?" tanya Bella. Ia memandang Stev yang diam dan perlahan mulai menjalankan mobilnya."Tidak perlu ada drama untuk menginap di sana," ujar Stev dengan nada yang penuh peringatan. Membuat Bella yang berada di sebelahnya mengangguk setuju."Tidak. Aku hanya ingin melihat bagaimana keadaan Sean dan Kylie," balas Bella. Ia menatap jalanan dengan helaan napas rendah. Hari sudah mulai sore, tapi panas matahari masih saja membara. Membuat badan Bella gerah."Stev ... bisakah kau nyalakan AC mobilnya? Aku kepanasan dan berasa seperti terpanggang di mobil ini."Stev mendengus rendah, pria itu lantas memencet salah satu tombol yang berada di mobil itu. Seketika udara di dalam mobil men
Bella dengan cepat menjauhkan dirinya dari Stev. Wanita itu memandang pria itu dengan waspada. Kalau-kalau pria ini berani berbuat macam-macam padanya. "Apa-apaan kau," ucap Bella dengan sebal. Wanita itu mengambil gelas yang tadi di hidangkan oleh salah satu pelayan di sini."Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Stev. Membuat Bella yang sedang minum itu menatap Stev dengan tatapan bertanya. "Apa?" tanya wanita itu. Dan Stev hanya mendesah pelan. Ia terlalu malas untuk mengulang perkataannya. Namun kali ini sepertinya ia harus kembali mengatakannya pada Bella. Pikiran wanita itu berjalan seperti siput, lambat sekali. "Kau tidak ingin bertanya mengapa aku membawamu kemari?" tanya Stev. Dan Bella yang menyadari jika Stev tadi juga berkata seperti itu hanya mendesah pelan. "Apakah aku harus bertanya seperti itu?" Wanita itu tidak membalas ucapan Stev dan malah balik bertanya.Stev tidak percaya jika Bella akan berkata seperti itu. Padahal wanita itu selalu ingin ikut campur urusan
..."Wow! Ini menakjubkan, kurasa mansion ini lebih indah dari yang saat ini kau tinggali Stev," ucap Bella. Wanita itu menatap bangunan besar yang ada di hadapannya. Di setiap sisi mansion itu terlihat beberapa pohon besar tumbuh dengan taman di depan mansion tersebut, terlihat rindang dan menyejukkan mata.Tampak lebih hidup daripada mansion yang juga digunakan sebagai tempat tinggalnya. "Kau suka?" tanya pria itu masih dengan wajah datarnya yang membuat Bella mendengus pelan. "Tentu saja aku suka. Siapa yang tidak akan suka tinggal di tempat cantik seperti ini? Ini seperti sebuah cerita dalam novel. Hanya saja ini nyata dan bukan fiksi," balas Bella. "Kalau begitu ayo masuk," ucap Stev sembari berjalan. Membiarkan Bella mengikutinya dari belakang. "Apa di sini ada orang?" tanya Bella pada pria yang berjalan di sebelahnya itu. Akhirnya Bella berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Stev. "Ada." Pria itu membalas singkat. "Apa mereka keluargamu?" tanya Bella lagi. Dan pria it
Stev mendesah pelan saat pria itu melihat Bella masih terbaring di atas ranjang dengan nyamannya. Tanpa tahu jika dirinya sudah memandang penuh ke arah wanita itu lebih dari sepuluh menit. Ia melihat jam yang ada pada pergelangan tangan besarnya. Padahal waktu yang tertera masih setengah lima pagi, dan Stev sudah siap dengan pakaiannya yang rapi. Ia melesak masuk ke dalam kamar Bella tanpa permisi, dan dengan gerakan cepat tangannya menyingkap selimut yang Bella kenakan hingga membuat gadis itu menggigil kedinginan. "Bangun," ucap Stev pada wanita itu. Dan bukannya bangun, Bella malah berbalik memunggungi Stev dengan tangan yang terus menggapai-gapai di mana selimutnya berada. "Bangun atau aku akan memakanmu saat ini juga," ucap Stev sekali lagi. Dan anehnya, Bella langsung membuka kedua matanya. Gadis itu seperti mendengar suara Stev di kamarnya. Bella berpikir jika itu pasti mimpi. Dia tidak mempedulikan hal ini dan kembali menutup mata, tubuhnya begitu lelah karena ia tidur te
"Lucy akan kembali besok. Kita akan berangkat pagi-pagi sekali. Menggunakan helikopter," balas Stev. Membiarkan Bella membulatkan bibirnya tak percaya. "Apa? Jangan bilang kau belum pernah naik helikopter," ucap Stev yang ternyata tepat. Gadis itu memang belum pernah menaiki helikopter, namun ia pernah melihat benda terbang itu. "Aku memang belum pernah," ucap Bella sembari terkekeh pelan. Dan Stev hanya mendecih mendengar perkataan wanita itu. "Dasar miskin.""Ck! Kau tidak boleh bicara seperti itu meski pun kau orang kaya, Stev! Akan ada saatnya kau di bawah nanti. Lihat saja," balas Bella."Kau sedang mengancamku atau mendoakan aku?" "Terserah kau mau menganggapnya apa," balas Bella. Wanita itu kini lebih memfokuskan diri untuk memasak daripada berbicara dengan Stev yang tidak terlalu penting itu. "Kau membuat apa?" tanya Stev. Pria itu berdiri tepat di belakang Bella, membuat wanita itu menghela napas pelan. "Jauhkan wajahmu dari sana, sebelum aku menyiram wajahmu denga air
Stev menaikkan salah satu alisnya ke atas saat ia melihat Bella menghentikan langkahnya. Wanita itu seperti ragu untuk untuk melangkah masuk ke kamar Ellen. Jadi, yang dilakukannya saat ini hanyalah diam di tempat berdirinya. "Kau tidak mau masuk?" tanya Stev. Pria itu mendekat ke arah Bella dengan langkah kakinya yang lebar-lebar."Apakah dia akan memperbolehkan masuk ke sana?" tanya Bella. Ia tidak yakin jika Ellen akan baik-baik saja dan menerima dirinya. Wanita itu pasti akan langsung mengusir Bella saat Bella hanya baru satu kali melangkah ke dalam kamar wanita itu. Sementara Stev hanya mengendikkan bahunya acuh. "Entahlah. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Bukankah kau sendiri yang bilang jika ingin ke kamarnya?" tanya Stev. Dan tidak ada yang Bella lakukan selain hanya menghela napas pelan sembari mengangguk."Baiklah," balas wanita itu dengan yakin. Ya, setidaknya ia harus mencoba terlebih dahulu. Dan jika Ellen mengusirnya Bella hanya bisa menuruti permintaan wanita itu.
Bella mengerutkan dahi saat dirinya hanya mendapati Lucy yang sendirian."Di mana dua sahabatmu itu?" tanya Bella sembari berjalan masuk ke dalam. Sementara Lucy hanya mendengus pelan mendengar pertanyaan Bella. "Yang kau maksud itu mereka berdua atau hanya Stev saja?" tanya Lucy. Pria itu sedikit tidak yakin jika Bella benar-benar bertanya di mana Ellen berada. Dan Bella hanya memutar kedua bola matanya dengan malas. "Aku tidak peduli dengan pria arogan itu," balas Bella. Tampaknya wanita itu langsung berubah mood menjadi buruk saat mendengar nama Stev yang Lucy ucapkan."Siapa yang kau sebut pria arogan?" ucap suara baritone di belakang Bella. Membuat Bella melotot seketika. Ia menoleh ke belakang, dan menemukan Stev sedang berdiri di belakangnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Pria itu menaikkan sedikit dagunya dengan angkuh. Membuat Bella yang melihat itu mendengus. "Kau tidak perlu tahu siapa pria itu," balas Bella dengan nada suara yang sedikit ketus. Memb
"Hati-hati di jalan, Bella!" ucap Freya. Wanita itu melambai ke arah Bella dengan senyum manis yang tersemat di bibir.Sementara Bella hanya mengangguk singkat pada wanita itu. Ia lalu keluar dari Jenjay dengan langit yang sudah mulai berganti warna.Saat dirinya berjalan hendak pulang, tiba-tiba saja seorang anak kecil berwajah manis menghampirinya dengan keranjang bunga yang menggantung di lengan anak kecil itu. "Kakak. Belilah bunga ini, ini sangat cocok dengan kakak yang cantik," ucap gadis kecil itu sembari menyodorkan setangkai bunga lily pada Bella disertai senyum yang menggemaskan.Bella terpaku di tempat. Ia tidak menyangka jika gadis kecil itu menjual bunga sendirian di sini. Tanpa seseorang yang mendampinginya. Apa anak kecil itu tidak takut tersesat? "Bunga yang cantik, aku akan membelinya beberapa tangkai," balas Bella. Ia pun berjongkok, menyetarakan tinggi badannya dengan tinggi badan gadis kecil tersebut. Sementara gadis kecil itu tiba-tiba mengerjap senang. "Benar
"Dia benar-benar hebat, Bos. Kemampuannya dalam meretas keamanan dan membuat strategi tidak main-main. Aku pernah sekali menghadapinya. Saat itu aku yakin jika aku bisa mengalahkan wanita itu karena dia yang terdesak sendirian tanpa Stev dan Lucy di sana. Namun, dia berhasil membalikkan keadaan dan balas menyerangku dengan beberapa orang yang aku bawa. Aku beruntung, aku tidak mati saat itu juga karena dia yang membiarkanku pergi," ucap pria itu. Sementara bosnya itu hanya mengangguk-angukkan kepala sembari mendesis pelan. "Wanita itu ... aku ingin mendapatkannya," ucapnya dingin.Membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu membelalakkan mata. "Tapi, Bos. Itu sepertinya tidak mungkin, dia adalah musuh kita." Satu-satunya wanita yang ada di sana menolak keras keinginan bosnya itu. "Apa kau takut jika dia akan mengalahkanmu, Vivie?" tanya pria itu sembari menatap datar pada wanita di hadapannya. Ia tahu dengan persis apa yang sedang di pikirkan wanita itu. Vivie menggeleng pe
"Terima kasih, Stev."Stev tidak menjawab. Melainkan hanya mengangguk pelan pada gadis itu tanpa berniat membuka mulut untuk mengeluarkan suara. Sementara Bella yang sudah hafal dengan persis kebiasaan Stev itu hanya bisa tersenyum masam. Ia maklum dengan pria yang menurutnya sangat irit bicara itu. Namun, jika sekali saja Stev berucap. Suara pria itu akan terdengar sangat seksi hingga membuat orang yang mendengarnya merasa tergoda untuk mendekat.Mobil pria itu kembali berjalan. Meninggalkan Bella di depan gedung tempat kerja gadis itu. Bella hanya mendesah pelan sembari menatap kepergian mobil Stev yang semakin lama semakin menjauh. Gadis itu kemudian membalikkan badannya dan memasuki tempat kerjanya dengan langkah senang. Tanpa tahu, jika orang yang sedari tadi berdiri di dalam Jenjay mengamati Bella yang sedang berbicara dengan Stev. Ia dapat melihat Bella yang tersenyum dengan manis pada seseorang yang ada di dalam mobil tersebut. "Ada apa, Ketua?" tanya seseorang yang kini