Share

Part 3

Penulis: Luisana Zaffya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-14 15:36:11

Seperti dugaan Sesil, gaun –secuil kain- yang ia kenakan terbang tertiup angin dan hampir menelanjanginya. Ia merasa sangat risih sekaligus lega karena pernikahan dilaksanakan secara pribadi. Sehingga tak cukup membuatnya merasa malu harus bertelanjang di depan umum.

Rambutnya yang sengaja diurai dengan mahkota bunga sebagai hiasan di kepala, kaki telanjangnya yang menginjak pasir pantai, dan udara asin yang menerpa wajahnya. Sesil akan mengira ini pernikahan paling indah yang ia inginkan. Santai, tapi tanpa mengurangi kesakralan dan keintiman seperti seharusnya sebuah acara pernikahan terlaksana.

Lalu, semua bayangan keindahan itu lenyap ketika ia melihat wajah Saga. Satu-satunya hal yang tidak Sesil harapkan keberadaanya meskipun dengan ketampanan tingkat tinggi wajah Saga. Entah kenapa, hatinya mengingkari keberadaan pria itu di dekatnya. Dengan aura yang selalu mampu membuat bulu kuduk siapa pun berdiri. Tatapan gelap dan dingin meski senyum tertoreh di wajah itu untuknya. Sesil merasakan sesuatu yang lain.

“Bagaimana perasaanmu, istriku?” Saga mendekatkan wajahnya di wajah Sesil dengan kedua tangan bersandar di pinggang wanita itu. Menghentikan lamunan Sesil sejak pendeta berpamit dan membiarkannya menikmati suasana romantis sebagai pasangan suami istri yang sah.

Sesil merasa pertanyaan Saga hanya demi menelusuri pikirannya. Dengan tujuan yang tak bisa ia tebak. “Aku ... masih merasa bingung dengan semua ini,” jujur Sesil.

“Ya, mungkin karena ingatanmu yang belum kembali, sehingga perasaan dan pikiranmu menjadi bingung. Tapi, lihatlah kenyataan yang ada di hadapanmu, Sesil. Itulah yang terjadi. Lupakan yang telah berlalu, karena sekarang aku adalah suamimu. Okey?”

Sesil semakin dibuat tak mengerti dengan kalimat Saga.

“Selamat untuk kalian berdua,” ucapan selamat Alec menyela pikiran Sesil yang masih mengambang penuh tanda tanya. Wanita itu tersenyum tipis dan mengangguk singkat pada pria yang menyambut dan memperkenalkan diri sebagai kaki tangan Saga saat mereka tiba di resort.

“Terima kasih, Alec. Untuk semuanya.”

Alec mengangkat bahu sambil berkata ringan, “Tak masalah.”

Sesil melirik pandangan mata Saga dan Alec yang berbicara lain dari bibir mereka. Lalu membentak dirinya sendiri atas kecurigaan yang selalu menggelayuti hatinya. Semua pemikiran buruk itu hanya membuat kepalanya semakin pusing. Dahinya mengernyit ketika rasa nyeri yang menusuk tiba-tiba muncul dan tangan kirinya naik ke kepala. Berharap dapat meredam kesakitan di sana.

‘Apa yang kaulakukan di sini?’

‘Mengucapkan selamat untuk pertunangan kalian.’

Samar-sama suara itu menggaung di kepala Sesil dan memberinya denyutan yang sangat menusuk

“Sesil, apa kau baik-baik saja?” Saga memegang kedua pundak Sesil yang meringis kesakitan.

Sesil terpaksa bersandar dalam pelukan Saga. “Aku ingin berbaring.”

****

Ketika terbangun, tubuh dan kepala Sesil terasa lebih ringan. Ia menoleh ke jendela kamar yang terbuka. Warna merah dan orange keemasan menunjukkan bahwa hari telah menjelang malam. Sepertinya ia tertidur selama beberapa jam. Atau mungkin karena pengaruh obat yang diberikan Saga sebelum ia terlelap.

Tanpa mengalihkan pandangan dari arah jendela, Sesil terduduk. Terkesima menikmati cahaya matahari yang berhamburan dan begitu indah di ujung langit ketika terbenam. Ia bangun di waktu yang sangat tepat dan tak melewatkan pemandangan itu sedetik pun. Hingga beberapa menit kemudian keindahan itu lenyap bersamaan matahari yang benar-benar terbenam, dan ia baru menyadari keberadaan Saga di set sofa samping jendela. Duduk dengan kedua kaki bersilang, siku bersandar di punggung sofa, dan tatapan tajam mengarah padanya. Sesil terkejut tapi bisa menguasai diri dengan sangat baik. Ia harus berkali-kali mengingatkan diri untuk menyesuaikan keberadaan Saga di dalam ruang pribadinya. Meminum obat tidur ternyata tidak bisa membuatnya melupakan pernikahan mereka siang tadi.

Saga sudah mengganti setelan jas putihnya dengan kaos putih dan celana pendek berwarna abu gelap. Rambutnya yang ikal tampak terurai berantakan yang malah menambah tingkat ketampanan pria itu. Tatapan Saga yang begitu intens membuat Sesil gugup dan bertanya dengan suara serak, “Sejak kapan kau di sana?”

“Sejak kau tertidur.” Saga berdiri, mendekati ranjang dengan langkah perlahan. “Kau sudah bangun?”

Sesil mengangguk kaku meskipun merasa itu tindakan yang bodoh. Pertanyaan dan jawaban itu hanya basa-basi demi melonggarkan suasana canggung di antara mereka.

Jantung Sesil berdegup semakin kencang setiap Saga mengambil satu langkah mendekat. Beruntung tekanan di perut bagian bawahnya membuat Sesil menyingkap selimut dan segera turun dari ranjang sebelum Saga benar-benar sampai di dekatnya.

Saga menangkap pergelangan Sesil saat wanita itu hendak melewati dirinya.

Napas Sesil tertahan tapi jantungnya bertalu tiada henti. Kenapa Saga menahan lengannya? Apa yang akan dilakukan pria itu? Pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuat Sesil tercekik.

“Aku ... ingin ke kamar mandi.” Sesil menarik tangannya dan berlari menuju pintu mana pun yang tertangkap matanya. Secepat mungkin menjauh dari Saga. Bersandar di pintu kamar mandi setelah memastikan kunci terputar dan Saga tak akan bisa menyusulnya ke dalam. Selama beberapa menit ia berdiri, menenangkan degupan di dada. Kemudian perhatiannya teralih pada gaun pengantin yang masih ia kenakan. Sangat lega Saga tidak mengambil kesempatan dan mengganti gaunnya selama ia terlelap. Sedikit memuji kesopanan suaminya.

Sesil mendesah berat dengan kata suami. Menyadari bahwa saat ini ia benar-benar telah menjadi seorang istri Saga Ganuo. Ya, mungkin Saga benar. Ia harus melihat kenyataan yang ada di hadapannya.

Lima menit kemudian, setelah mengelolah kegugupannya sebaik mungkin, Sesil keluar dengan wajah lebih segar. Melihat Saga duduk di balkon kamar dengan hidangan memenuhi meja rotan berbentuk bundar. Dua cangkir yang berada di sisi meja masih mengepulkan asap. Seketika rasa lapar melilit perut Sesil. Sudah tentu, ia melewatkan makan siang, ‘kan.

“Kemarilah.” Saga melambai pada Sesil yang berdiri terpaku di depan pintu kamar mandi.

Sesil melangkah menghampiri. Duduk di kursi yang ditarik Saga untuknya.

“Makanlah, perutmu pasti sangat lapar.”

Air liur Sesil memenuhi seluruh mulutnya dengan aroma daging dan teh hijau yang menguar. Saga menyodorkan steak yang sudah dipotong kecil ke hadapan Sesil. Secangkir kopi milik Saga sudah berkurang setengah, sedangkan untuknya secangkir teh dengan aroma chamomile. Sesil merasakan kehangatan menjalari tenggorokan dan perutnya ketika satu teguk melewati mulut dan tenggorokannya.

“Itu untuk menenangkan tubuh dan pikiranmu.”

Sesil tak tahu harus menjawab apa sehingga ia hanya mendengarkan dan meneguk tehnya sekali lagi.

Keduanya menandaskan makan malam sepuluh menit kemudian. Saga selesai lebih dulu, mengusap bibirnya dengan tisu dan matanya berpindah mengamati Sesil. Lagi.

Sesil meletakkan sendok kecil dengan canggung setelah melahap suapan terakhir dessert mereka. Wajahnya mematung saat tangan Saga terangkat menyentuh rambut dan menyelipkan anak-anak rambut ke belakang telinganya.

“Aku sudah mengatasi rasa lapar di perut kita, selanjutnya ...” bisik Saga dengan suara berat dan napas tertahan.

Lalu tubuhnya bergidik ketika jemari Saga menelusuri sisi wajahnya dari mata, pipi, dan berhenti di bibir. Menekan sepajang bibir memeriksa kelembutan dan kekenyalan seolah menilai dengan puas. Pandangan mata Sesil tertunduk, tak berani bergerak ke atas. Menatap dengan getir otot-otot perut Saga yang terjiplak sangat jelas oleh kaos tipis pria itu. Wajahnya memanas membayangkan pria itu akan menanggalkan kaos tersebut dan telanjang di hadapannya. Mengingat kegiatan yang terencana begitu jelas di manik Saga.

Tidak ada alasan bagi Sesil untuk menolak apa yang akan dilakukan Saga pada seluruh tubuhnya mengingat statusnya sebagai istri Saga. Lagi pula, bukankah ia dan Saga tinggal bersama selama ini, tentu saja ini bukan pertama kali Saga menyentuhnya, bukan? Tidak seharusnya ia merasa seperti gadis polos yang masih malu-malu dengan sentuhan pria pertamanya. Meskipun semua kenyataan menamparnya bahwa ia adalah wanita murahan sebelum ingatannya menghilang.

Terkadang, ia merasa bersyukur semua ingatan menjijikkan itu lenyap, dan berharap tak akan pernah mengingatnya lagi. Akan tetapi, hatinya mengatakan bahwa ada sesuatu yang hilang di dada. Mungkinkah itu tentang alasan kenapa ia begitu mencintai Saga?

“Malam ini, kau tidak berpikir akan menolak sentuhanku hanya karena ingatanmu yang belum kembali, kan?”

Sesil mengerjap. Pertanyaan Saga hanyalah penegasan bahwa pria itu tak akan mendengarkan alasan apa pun darinya. Menggigit bibir bagian dalam demi menahan gemetar di seluruh tubuh ketika Saga meraih dagu dan perhatian Sesil sepenuhnya tertuju pada pria itu.

“Heum?” Saga memaksa jawaban Sesil karena keterdiaman wanita itu. Berdiri dan mengarahkan Sesil mengikuti gerakannya.

Sesil mengangguk dengan kaku. Menekan ketakutan dan berpasrah diri. Toh Saga adalah suaminya. Setidaknya apa yang akan mereka lakukan di atas ranjang bukanlah hal tidak benar. Untuk ke depannya.

Jemari Saga turun dari bibir Sesil, leher, dan ke punggung Sesil. Menarik resleting hingga gaun yang tak sepenuhnya menutup tubuh Sesil kini perlahan menelanjangi wanita itu dan teronggok di lantai.

“Kau tak perlu segugup ini Sesil, ini malam pengantin yang selalu kau tunggu.” Saga menunduk. Menempelkan bibirnya di telinga Sesil ketika berbisik dengan mesra dan panas.

Mata Sesil terpejam. Menarik napas dalam-dalam menanti apa yang akan dilakukan Saga selanjutnya. Seperti boneka, ia hanya mematuhi apa yang diinginkan Saga.

Saga mengangkat kedua tangan Sesil, mengalungkan di lehernya sebelum mengangkat wanita itu hingga tersentak dan membelalak kaget dengan wajah sangat merah menuju ke dalam kamar tidur. Seringai tipis tersamar ketika Saga membaringkan Sesil di tengah ranjang. Menyentuh, membelai, dan gairahnya terpacu saat tak ada sehelai benang pun menutupi tubuh putih dan mulus Sesil dari pandangan mata dan sentuhan kulitnya.

Setiap inci tubuh Sesil mampu membuat seluruh saraf dalam tubuhnya menggila meminta kepuasan yang lebih dan lebih. Hingga kedua tubuh menyatu bersamaan jerit kesakitan Sesil yang tertahan di antara ciuman mereka.

Saga terkejut, dialah pria pertama Sesil. Namun hasrat yang sudah terlanjur naik dan tak bisa ia tahan, menutup keterkejutannya dan masuk semakin dalam. Meminta penuntasan.

***

Begitu selesai, keduanya berbaring di tengah ranjang dengan kain-kain berhamburan di lantai sekitar ranjang. Sesil berbaring miring, dan Saga memeluknya dari belakang. Wajahnya tenggelam di leher Sesil, menikmati aroma keringat keduanya yang bercampur di kulit telanjang istrinya. Kegiatan yang tak pernah ia lakukan ketika bersama dengan wanita lain.

Ia tak pernah berlama-lama menghabiskan waktu sedetik pun dengan teman tidurnya. Apalagi bergelung santai dan saling memeluk di ranjang seperti saat ini.

“Aku ingin ke kamar mandi.” Sesil mengurai pelukan Saga di perut telanjangnya. Meraih kaos Saga di lantai karena hanya itu pilihan yang ia miliki atau harus berjalan ke kamar mandi dengan telanjang.

Saga tertegun menatap punggung Sesil menjauh dengan langkah pelan seolah menahan rasa sakit di pangkal paha. Ya, wanita itu mengerang karena rasa sakit yang tak bisa ditahan ketika ia berusaha mencoba menyatukan tubuh mereka. Jelas ini adalah pertama kalinya Sesil berhubungan intim dengan seorang pria. Tak pernah mengira bahwa Dirga tidak pernah menyentuh wanita itu bahkan setelah satu tahun mereka bertunangan. Apakah pria itu memang sesuci itu? Ataukah tubuh Sesil yang kurang menarik untuk ditiduri? Sepertinya karena Dirga terlalu bodoh sampai melewatkan permata yang jelas-jelas ada di depan mata.

Percintaan mereka baru saja, gelenyar kepuasan yang menjalar ke seluruh tubuhya, semua adalah kepuasan yang belum pernah Saga dapatkan sebelumnya. Mungkin karena Sesil ada perawan pertama yang ia tiduri? Ataukah karena ia meniduri seorang istri jadi rasanya lebih nikmat dan legal?

Sialan! Setidaknya ia melakukan tindakan benar dengan menikahi Sesil sebelum meniduri wanita itu. Saga berusaha membenarkan rasa sesal atas kebrengsekannya dan merusak keperawanan Sesil.

‘Diam kau, Saga! Sejak kapan kau terdengar sentimentil seperti ini!’

Saga mengerjap ketika pintu kamar mandi terbuka. Wajah Sesil basah, tapi rona merah masih menghias di sana. Beberapa bekas gigitannya di leher masih begitu kentara. Juga di dada jika Sesil membuka kaos putihnya yang tampak kebesaran di tubuh mungil Sesil yang terjiplak.

“Apakah ini pertama kalinya kau menyentuhku?” Sesil berhenti ketika berdiri di samping ranjang. Menyilangkan kedua lengan di dada demi menutupi dadanya yang telanjang karena kaos tipis Saga sama sekali tak membantu.

Saga mengangguk singkat, bersikap seolah ini hanyalah percakapan ringan sebagai pasangan. Menarik selimut di sisi ranjang tempat istrinya akan berbaring.

“Kau mengatakannya seolah kita terbiasa melakukan sentuhan atau ciuman itu.”

Saga memaku tatapan Sesil sebelum menjawab, “Ya, kita terbiasa melakukan sentuhan-sentuhan itu, kecupan singkat, dan lumatan di bibir. Kecuali apa yang kita lakukan tadi malam. Kau bersikeras menjaga keperawananmu hingga malam pernikahan kita.”

Wajah Sesil memerah seerti seember air panas diguyurkan di muka dan membakarnya dalam rasa malu. “Kau menipuku?”

“Aku berusaha bersikap baik sebagai seorang kekasih yang menghormati gadisnya. Apakah itu sebuah penipuan?”

“Kau mengatakan kita tinggal bersama dan tidur di kamar yang sama.”

“Ya, memang.”

“Apakah itu mungkin, kau tidak melewati batas selama kita tidur di ranjang yang sama? Ataukah sebegitu buruknya tubuhku hingga kau tidak tertarik?”

“Well, jadi kau ingin aku merusak kehormatanmu dan menjadikanku pria berengsek?”

Bibir Sesil terkatup rapat. Menyumpahi dirinya. Sebenarnya apa yang kauinginkan, Sesil?!

“Seperti itulah cinta yang kita miliki, Sesil. Kita saling berkorban.”

Sekali lagi, pernyataan Saga terdengar begitu meyakinkan. Apakah cinta mereka memang sedalam itu?

Saga mengulurkan tangan pada Sesil.

Sesil meragu, tapi membalas uluran tangan Saga. Membiarkan pria itu membaringkan tubuhnya di ranjang dan memeluknya dari belekang. Tak lupa kecupan singkat di bibir sebagai ucapan selamat malam Saga. Sepertinya ia memang harus terbiasa dengan ciuman singkat Saga sebagai ucapan selamat malam, pagi, siang, atau pun sore. Kemudian Sesil terlelap, oleh rasa lelah di kepala dan seluruh tubuhnya.

****

Bab terkait

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   Part 4

    Matahari pagi menerobos masuk melewati cela gorden dan membangunkan Saga. Butuh beberapa detik sebelum kesadaran kembali sepenuhnya. Aroma bunga mawar yang berasal dari pengharum ruangan, suara napas di dada sebelah kiri, dan beban di lengan yang tampak nyaman. Saga merasa ingin berlama-lama menikmati momen tersebut. Ini pagi pertama mereka sebagai pasangan pengantin baru, bukan? Tak ada salahnya bermalas-malasan sedikit lebih lama.Sesil menggeliat dan mengerjapkan mata dua kali. Menemukan kulit telanjang dengan bulu halus tepat di depan matanya. Di antara kantuk yang masih tersisa, pikirannya dipaksa bekerja. Ia tersentak dan segera menjauh dari dada Saga. Namun, gerakannya tertahan oleh lengan Saga yang melingkari di leher.“Saga?” Sesil menelan kecanggungannya. Sedikit merasa aman bahwa ia masih mengenakan pakaian di balik selimut meskipun Saga tidak. “Kau sudah bangun?”Saga hanya tersenyum tipis. Menatap lekat-lekat wajah Sesil yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   Part 5

    Saga mendekati kerumunan tiga pria yang terkekeh bersamaan, tapi tawa itu lenyap ketika pria bersetelan abu gelap memberi isyarat pada pria di tengah yang langsung memutar tubuh dan bertatapan langsung dengan Saga.“Aku tak mengira pintu rumah ini masih terbuka untukku,” sapa Saga dengan tatapan dingin si pria melihat kedatangannya.Sesil menoleh ke arah Saga. Terheran. Apakah mereka tamu tak diundang?Max menatap sekilas pada Sesil sebelum kembali pada Saga. Selera Saga terhadap wanita memang tak pernah mengecewakan. “Kau benar-benar tak terduga, Saga. Aku tak mengira kau akan datang.”“Ini acara penting sahabatku, aku tak mungkin melewatkannya.”Max terdiam sesaat. Senyum Saga terlalu lebar, jenis senyuman yang mengundang curiga jika kau mengenal pria itu dengan sangat baik. Sebagai Tuan rumah yang baik, ia memaksakan senyum pada pasangan Saga. Hubungan buruknya dengan Saga, bukan dengan siapa pun yang sedang b

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   Part 6

    “Ke mana kita?” tanya Sesil di antara nyeri di kepala yang berusaha ia tahan sejak ia melewati kerumunan para tamu dan berjalan kembali menuju pintu yang beberapa menit lalu ia lalui.“Pulang.”“Bukankah kita baru saja datang?” Sesil semakin tak mengerti. Menahan langkahnya tapi Saga malah menyeret lebih keras hingga ia terhentak.“Aku sudah menyapa temanku.”“Lalu siapa pria itu?” Sesil hampir berteriak saat menghempaskan tangan Saga dari pinggangnya. Mereka berhenti di halaman utama, suara keramaian pesta tersamar oleh gemericik air mancur di samping mereka. Mendadak sakit di kepalanya mereda dan sudut matanya memanas.“Hadiah pernikahan,” gumam Saga tanpa rasa bersalah sedikit pun dengan seringai tipis yang tersamar. Mata Sesil yang berkaca menunjukkan bahwa cinta menye-menye kedua insan itu benar-benar ada. Ini pertama kalinya ia merasa takjub meskipun dengan kesinisa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   Part 7

    “Siapa pria bernama Saga itu?”Dirga tersentak, “Apa yang dia lakukan padamu?”Sesil sudah membuka mulut untuk mengatakan perbuatan kurang ajar Saga, tapi ia tak ingin melukai hati Dirga. Belum dengan rasa jijik di bibirnya yang terasa seperti kotoran, membuatnya merasa sangat berdosa pada Dirga. “Kami bertemu di lorong toilet. Dia menyapa dan hanya memastikan aku tunanganmu.”“Kami pernah berteman dekat.”“Pernah?”“Ya, manusia berubah dan kami memilih jalan masing-masing.”“Sepertinya dia musuhmu?”“Kami selalu bersaing, dan terakhir kami bertengkar hebat.”“Hingga sekarang.”Dirga terdiam. “Jauhi dia!”Sesil tertawa. “Aku senang kau begitu posesif dengan para pria di dekatku, Dirga. Tapi kau tah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   Part 8

    Praanggg ... vas bunga yang semula berada di meja hias pelengkap set sofa kini melayang dan berhamburan di lantai. Salah satu pecahan mengenai kaki Saga yang mengenakan sandal santai dan celana pendek berwarna coklat tua.Saga terkejut, seumur hidupnya yang terbiasa bersikap was was. Ini pertama kalinya ia merasa terancam dengan keberadaan seseorang ketika menginjakkan kaki di rumahnya sendiri. Beruntung si pelempar bukanlah pembunuh bayaran dengan bakat mumpuni yang dibayar sangat mahal atas kepalanya.Darah merembes sepanjang goresan pecahan vas yang merobek kulit kaki kanannya. Dua pengawal yang berjaga di depan pintu sudah bergerak sigap mencekal kedua tangan Sesil. Sambutan selamat datang yang mengejutkan ini tentu ada alasannya, bukan?“Berengsek sialan!” desis Sesil dengan rontaannya yang sia-sia. Bibirnya menipis di antara rahangnya yang mengeras. Mata dan wajahnya merah terbakar amarah yang begitu besar. Sungguh, ia ingin menangis tersedu ol

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   Part 9

    Sesil masih terisak. Meringkuk di kasur yang berantakan dengan air mata membanjiri bantal serta selimut yang ia gunakan untuk meredam tangisan dan luka hatinya.‘Kekasihmu yang lebih dulu mengusikku. Kau tahu hatiku tak semulia itu, Sesil. Apa yang dilakukan Dirga dan penghinaanmu. Setidaknya aku akan merasa puas dengan bayaran ini.’Masih terngiang kata-kata Saga sebelum pria itu meninggalkanya sendirian dalam kepekatan derita yang ditorehkan ke seluruh tubuhnya.Dirga merusak kartel bisnis Saga hingga pria busuk itu merugi beberapa milliar. Alasan yang baru diketahuinya kenapa Saga tertarik mencari tahu dirinya dan membuat pertengkaran hebat antara dirinya dan Dirga untuk terakhir kalinya. Memang tak seberapa bagi pria dengan kerajaan bisnis gelap yang menguasai pasar negeri ini dan beberapa negara tetangga. Perdagangan senjata, klub-klub malam yang menawarkan kemewahan, bisnis prostisusi, dan entah pekerjaan kriminal apa lagi yang digelut

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   Part 10

    Ingatan terakhirnya hanyalah mobil yang melaju tak terkendali, bunyi klakson yang memekakakkan telinga, kepalanya yang terdorong ke jendela mobil karena ia tak mengenakan sabuk pengaman, dan mobil yang berguling-guling menuruni jurang. Sungguh keajaiban ia bisa selamat dari kecelakaan menggenaskan itu.Lalu, seakan ingatan di kepalanya direset dan diganti ingatan baru yang dijejalkan Saga di kepalanya. Bukan hanya itu, Saga sengaja membuatnya terombang-ambing dengan kegelisahan akan jati dirinya yang sebenarnya. Ia tidak berselingkuh dengan Dirga, melainkan Sagalah yang membuat Dirga berpikiran bahwa ia berselingkuh dengan Saga.Suara pintu yang diketuk, sesaat menghentikan tangisan Sesil. Ia tak ingin terlihat menyedihkan di hadapan pengurus rumah tangga, karena tak mungkin Saga mengetuk pintu untuk masuk ke kamar pria itu sendiri. Segera Sesil bangkit terduduk, berusaha menutupi tubuh polosnya dengan selimut ketika pintu terbuka. Seorang pelayan masuk dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   Part 11

    “Sial!!!” umpatan Saga sejenak membuyarkan konsentrasi sopir dari jalanan yang lengang. Saga membanting ponselnya ke jok dan memberi perintah, “Kembali ke rumah.”Belum ada sepuluh menit ia meninggalkan rumah, Sesil sudah membuat masalah. Berani-beraninya wanita itu melarikan diri dari rumahnya. Tentu tak akan pernah semudah itu. Wanita itu hanya bisa pergi dari rumahnya dengan ijinnya atau dengan tanpa nyawa. Dan ia benci jika rencananya tak berjalan sesuai dengan keinginannya. Urusannya masih belum selesai dengan Sesil.Sesampai di halaman rumah, ia melihat raut pucat dua penjaga yang berjaga di depan pintu kamar. Jon, pemimpin pengawal-pengawalnya berjalan mendekat ketika ia keluar dari mobil. “Maafkan kami, Tuan.”“Aku tak membutuhkan kata maaf, Jon. Bagaimana dia bisa kabur dengan menuruni balkon setinggi itu?” Saga tak membutuhkan jawaban Jon ketika melihat sprei kasurnya yang berkibar tertiup angin. Lalu ter

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-18

Bab terbaru

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   51. Ending of Story

    Wajah Saga seketika mengeras. "Apa yang kau lakukan di sini?" Dirga hanya mengedikkan bahunya. Mengarahkan pandangannya ke buket mawar merah di meja kecil samping ranjang pasien. Saga mengikuti arah pandangan Dirga, dengan rahang yang semakin menegang. "Pemilihan warna yang bagus, bukan?" Saga segera menyambar buket tersebut dan membuangnya di tempat sampat. "Dan berada di tempat yang tepat." Dirga terbahak. Kemudian menatap Sesil yang meringis penuh penyesalan dan tak bisa berbuat apa pun. "Bukankah aku yang kau lihat saat kau sadar? Sepertinya ada ikatan di antara kita yang berhasil membangunkanmu?" Sesil melirik dengan hati-hati ke arah Saga. Yang dengan jelas menunjukkan kemarahan pria itu. Tubuhnya masih begitu lemah, terutama di bagian perut. Jadi ia hanya mengulurkan tangan untuk menyentuh lengan Saga. Mencoba meredakan ketegangan yang menyelimuti tubuh pria itu. "Jangan dengarkan dia, Saga. Dia memanggil namamu." Alec menyela ketegangan di antara Saga dan Dirga dari set

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   50. Welcome Twins

    Wajah Saga terangkat dan melihat perubahan raut dan rintihan Sesil, seketika menyadari ada yang tidak beres. Ia bergegas memutari meja dan jantungnya nyaris melompat dari dadanya melihat darah yang merembes dari kaki Sesil dan membercaki lantai. Kedua tangannya segera menangkap tubuh Sesil dan membawa wanita itu dalam gendongannya hanya dalam satu gerakan singkat. Kemudian setengah berlari keluar dari dapur. “Apakah itu air ketuban?” Sesil bertanya di antara rasa sakitnya. Perutnya yang besar menghalangi pandangannya untuk melihat apa yang membasahi kedua kakinya. “Atau darah?” “Tenanglah. Kita akan segera ke rumah sakit dan biarkan dokter yang menanganinya.” “A-apakah mereka akan segera lahir?” Saga tak bisa menjawab. “Bukankah waktunya masih dua bulan lagi?” Sekali lagi Sesil merintih menahan rasa sakit yang semakin menusuk. Ia bisa merasakan wajahnya semakin memucat dan keringat dingin dari seluruh tubuhnya. Menjatuhkan kepalanya di pundak Saga. Saga mengangguk. Memastikan t

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   49. Hari H

    Hubungan Saga dan Sesil kembali membaik. Meski ada banyak keamanan yang diperketat oleh Saga, pria itu berusaha menyamarkannya sebaik mungkin. Tak mencegah setiap kali Sesil ingin menjemput Kei di sekolah. Atau pergi ke mana pun yang wanita itu inginkan. Sesil merasa lebih bebas sekaligus aman. Sore itu mereka tengah berada di kolam renang. Akhir minggu dan Saga pulang dari kantor lebih siang. Yang sudah ditunggu Kei untuk berenang. Satu getaran di ponsel mengalihkan perhatiannya yang sedang mengamati Saga dan Kei di kolam renang. Sesil membaca satu pesan singkat dari Gio. ‘Pilih satu untukku.’ Sebelum kemudian muncul deretan pesan berisi foto-foto para wanita. Mulai dari yang berambut pendek, panjang, lurus, bergelombang, berwrna hitam, merah, pirang, dan ciri lainnya lagi yang membuat Sesil membelalak. Semakin ia melihat, semakin ia menyadari kegilaan pria itu memang tak main-main. ‘Semua itu wanita yang disodorkan mamaku. Aku harus memutuskan pilihanku. Sekarang.’ ‘Kau sudah

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   48. Masih Merasa Tak Aman

    Napas Saga tertahan ketika bayangan itu kembali memenuhi kepalanya. Ia begitu terlena dengan kebahagiaannya bersama keluarga kecilnya hingga tak menyadari bahaya semacam ini pasti akan ada di depan sana. Perlahan keduanya menuju ke sana, tanpa terhentikan. “Saga?!” Suara Sesil lebih kuat dan menggoyangkan lengan pria itu. Saga mengerjap, tersadar dari lamunannya dan menatap wajah Sesil yang diselimuti keheranan. “Y-ya?” “Aku memanggilmu dua kali. Apa yang kau pikirkan?” Saga menggeleng. Bangkit berdiri dan menarik selimut menutupi kaki Sesil lalu berkata, “Istirahatlah. Aku harus ke ruang kerjaku.” Kening Sesil berkerut tetapi tak mengatakan apa pun untuk menahan Saga pergi. *** Saat bangun sore harinya, Sesil merasa pegal di kedua kakinya belum juga mereda. Bahkan rasanya semakin kaku. Ia pun memutuskan untuk ke kamar mandi dan menyiapkan air hangat untuk merendam kakinya. Kakinya sedikit bengkak, tetapi tadi dokter mengatakan itu “Apa yang kau lakukan?” sergah Saga yang tib

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   47. Berhenti

    “Berhenti apa?” Suara Sesil terdengar begitu parau. Napasnya tertahan, menunggu jawaban keluar dari mulut Saga. “Apa kau akan berhenti jika menyakiti dirimu sendiri jika aku berhenti mendorongmu menjauh?” Sesil terpaku pada kalimat terakhir Saga. Pria itu akan berhenti mendorongnya menjauh? “Apakah kau tidak akan mengirimku dan Kei keluar negeri?” Saga mengangguk. Sesil masih tak mempercayai anggukan tersebut. Saga melalukan banyak trik. Siapa yang tahu kali ini juga trik untuk membuatnya lengah sebelum kemudian menyingkirkannya dengan cara yang halus. “Sebaiknya kau tahu dengan benar apa pilihanmu, Sesil.” Ada tekanan yang kuat dalam kalimat Saga. Begitu pun tatapan pria itu. “Aku pegang kata-katamu untuk berhenti membuat onar, membantah apalagi dengan cerobohnya menyelinap dari keamananku.” “Bukankah itu berarti keamananmu memang tidak seketat itu jika aku masih bisa kabur? Kau bilang musuhmu bisa lebih licik dan kejam dari Gio, kan?” Saga tahu itu. Bahkan dengan mengetatkan k

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   46. Tetap Bertahan

    Sesil berbalik, masuk ke dalam kamar dan langsung berjalan ke arah pintu. Menghilang dari pandangan Saga dengan membanting keras pintu kamar. Sementara Saga mengusap wajahnya dengan kasar, membanting tubuhnya ke kursi sambil mendesah keras. Pikirannya benar-benar kacau, semua emosi bercampur aduk memenuhi dada dan kepalanya. 'Aku tak butuh mendengarkan dalih yang membenarkan alasanmu. Satu hal yang kutegaskan padamu. Jangan pernah muncul atau mengusik hidup putraku, Ganuo. Semua ini bukan karena aku memaafkan kesalahanmu, aku hanya tak suka menyeret masa lalu yang sudah lama kutinggalkan di belakang.' Jawaban Ario Bayu seketika membuat Saga mengatupkan bibirnya rapat. Ia belum pernah dibuat bungkam oleh kata-kata sentimentil semacam ini. 'Kenapa Anda lakukan ini?' Hanya kata itu yang mampu keluar dari bibirnya. 'Semua ini tak akan selesai sampai di sini jika bukan diriku sendiri yang menyelesaikannya. Anakmu akan membalas dendam pada keturunanku. Setelahnya keturunanku juga akan

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   45. Ingin Bertahan

    Setelah mengantar Kei ke kamar untuk berganti pakaian dan bersiap ke bawah untuk makan siang. Sesil pergi ke kamarnya. Ia mendorong pintu kamar dan langkahnya terhenti melihat Saga yang duduk di sofa panjang. Pria itu sibuk dengan sesuatu di lengan sebelah kirinya ketika tiba-tiba menyadari kedatangannya. Pandangan mereka sempat bertemu. Hanya sekilas. Dan Sesil sempat melihat ke arah lengan Saga yang dibebat perban, hanya sekilas karena pria itu segera menarik lengan kemejanya dan bangkit berdiri. Kemudian membereskan peralatan p3k di meja dan masuk ke kamar mandi. Sesil hanya menatap pintu kamar mandi yang tertutup dan melangkah masuk. Ada perban kotor yang jatuh ke lantai dengan noda darah di bagian tengahnya. Saga sudah terbiasa mendapatkan luka-luka di tubuh pria itu. Ada banyak bekas luka sayatan dan pistol di tubuh pria itu, tetapi melihat noda darah yang tak lebih dari selebar koin saja membuat hati Sesil dirayapi perasaa khawatir. Melihat lukanya yang tidak cukup lebar, past

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   44. Teman?

    “Cukup, Sesil.” Suara peringatan Saga segera membelah di antara keduanya. Sesil merasakan keberadaan pria itu di belakangnya. Mendengus kecil dan tanpa menoleh ke belakang, ia berkata, “Ya. Memang inilah yang selalu kalian lakukan. Melakukan apa pun yang diinginkan. Sesuka hati kalian. Akulah satu-satunya yang paling tak berhak tahu apa pun.” Sesil mengakhiri kalimatnya dengan kesininisan yang begitu kental. Sekarang kekesalannya tak hanya pada Saga, tetapi juga pada Dirga. Sesil melangkah melewati Dirga, langsung ke ruang makan dan meminta pada pelayan untuk menyiapkan makan pagi untuknya. “Apa pun. Kecuali omelet dan susu rasa vanilla. Aku ingin coklat, atau jus jeruk. Apa pun.” perintahnya dengan nada ketus yang tak bisa disembunyikannya. Duduk di kursi dan menunggu pelayan menyiapkan semua untuknya. Tak lama sepiring waffle dan segelas jus jeruk diletakkan di depan Sesil. Sesil menghabiskannya dengan lahap hanya dalam beberapa menit kemudian memutuskan duduk bersantai di hal

  • Tawanan Sang Mafia - New Story (Saga & Sesil)   43. Kembali

    “Kau ingin kembali padanya?” Sekal lagi Gio mengulang pertanyaannya. “Lalu … apa kau akan membiarkanku pergi? Semudah itu kau melepaskan dendammu?” Gio menghela napas panjang yang berat. Setengah membanting kepalanya ke punggung sofa. “Tidak. Tapi …” Sesil terdiam. Jika Gio melepaskan dendamnya semudah itu, mungkin pilihan yang akan diambilnya adalah menuruti apa yang Saga inginkan. Pergi ke luar negeri, setidaknya ia bisa memeluk Kei kapan pun ia ingin. “Papaku memberiku pilihan, keluarga … atau dendam?” Sesil tetap bergeming. Ada sebuah emosi di kedua mata Gio yang sempat tersingkap. Menyadari bahwa ternyata pria itu tak seburuk yang dipikirkannya. Ya, sudah sewajarnya Gio menyimpan dendam pada orang yang menembak mati adiknya. Dan lagi-lagi mengingat Saga, dadanya kembali terasa nyeri. Masa lalu Saga memang terlalu gelap. Tetapi ia sudah memperkirakan hal itu saat memutuskan kembali ke hidup pria itu. “Dan aku malah lebih tertarik alasan papaku memberiku pilihan sialan ini?

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status