Sesil menatap dua pelayan yang masuk dan meletakkan nampan berisi daging panggang, berbagai macam sayuran yang ditusuk jadi satu, segelas jus berwarna merah, dan saus sebagai pelengkap. Air liur Sesil seketika membasahi seluruh mulutnya dan ia segera mengambil tempat di sofa untuk mulai menyantapya. Ia tak menahan diri untuk memenuhi perutnya dengan semua santapan nikmat itu. Sikap Saga yang menyebalkan dan memeras emosi Sesil, membuatnya lebih sering merasa lapar.
Mungkin diagnosis dokter yang salah. Mengatakan bahwa nafsu makan wanita hamil berkurang di trimester pertama. Mual dan muntah karena mencium bau makanan. Tetapi Sesil, saat ia mencium bau makanan, ia merasa liurnya hampir menetes dan ia akan memakan apa pun demi menuntaskan mulutnya yang tak pernah ingin berhenti mengunyah.
Tanpas sadar, salah satu kamera menyala dan terfokus hanya pada Sesil. Menangkap sekecil apa pun ekspresi yang melintas di wajah mungil itu. Termasuk saus yang belepotan di sisi bibir Se
Sesil meletakkan gelas kosong yang sebelumnya berisi susu ibu hamil tepat ketika Saga berjalan masuk ke ruang makan. Bola matanya mengikuti pria itu dengan tatapan sinis. Saga sudah mengganti jubah mandinya dengan pakaian santai. Kaos hitam pendek dan celana selutut. Rambutnya yang masih basah sudah tersisir rapi ke belakang. Wajah pria itu terlihat segar. Lalu hidungnya yang mancung, matanya yang tajam, bibirnya yang tebal dan menggaris dingin. Apa orang brengsek memang bisa terlihat setampan dan sememukau itu? Hentikan Sesil! Tangan tak kasat mata memukul kepalanya keras-keras. Menyadarkannya untuk segera kembali ke akal sehatnya. Pria itu baru saja berselingkuh di depan matamu. Pujian hanya boleh dihadiahkan pada orang yang baik dan setia.Sesil meletakkan lap di pangkuannya ke meja, merasa beruntung ia menghabiskan makannya di waktu yang tepat sehingga ia tak perlu berada di waktu dan tempat yang sama dengan Saga. Ia sudah berdiri ketika tangan Saga menahan pergelangan ta
Sesil mendengar pintu terbuka, langkah kaki yang mendekat membuat Sesil segera menutup pintu kamar mandi dan berniat menguncinya.“Jangan coba-coba mengunci kamar mandiku lagi, Sesil!” Suara ancaman Saga menghentikan tangan Sesil melayang di udara. Lalu pintu terayun membuka dan Saga masuk. Bersandar pada pinggiran pintu mengamati wajah Sesil yang memerah dan basah. “Apa kau menangis?”“Bukan urusanmu!” Sesil menghentakkan kaki dan berjalan keluar kamar mandi. Salah satu tindakan bodoh, karena gerakannya malah membuat Saga menarik pinggang wanita itu dan menempelkan tubuh mereka.“Lepaskan aku, Saga!” Sesil memegang lengan Saga yang melingkari pinggangnya. Tetapi, pria itu malah mengangkatnya hingga wajah keduanya berada sangat dekat dan kakinya melayang di udara. Sesil menyerah, membuang wajah ke samping dengan rona merah yang semakin memenuhi seluruh wajahnya. Berdekatan dengan Saga tak pernah membuatnya waras.
Reynara terisak, meringkuk dengan kedua tangan memeluk kedua lututnya di balik selimut. Tubuhnya remuk, hatinya dunianya hancur, dan sprei yang berantakan di sekitarnya menjadi saksi bisu atas hilangnya kesucian yang selama ini ia pertahankan. Arga telah merenggutnya, dengan sangat kejam dan tanpa belas kasihan. Arga memperkosanya.Tubuhnya menegang ketika mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Seumur hidup, ia belum pernah merasakan bagaimana rasanya ketakutan. Tidak pernah hingga di detik Arga merenggut mahkotanya. Ia merasa marah karena pria itu mengenalkannya rasa takut. Ketakutan hanya akan membuatnya menjadi lemah, dan ia benci menjadi lemah.Pria itu mengatakan tak berselera menidurinya dengan pikirannya yang dipenuh Saga. tetapi, lihatlah. “Kau menjilat ludahmu sendiri,” geram Reynara penuh kebencian.“Well, saat kita bersetubuh, otakmu hanya dipenuhi kemarahan yang kautujukan padaku, bukan obsesimu pada Saga.” Arga melempar h
Acara pernikahan itu sangat indah. Dengan konsep outdoor dan bunga-bunga sangat indah di mana pun mata mengarah. Para tamu mengenakan gaun dengan berbagai model namun dengan satu macam warna. Gaun pengantin berwarna putih yang dikenakan Reynara dan Arga tampak mencolok di antara warna biru muda para tamu. Kemeriahan pesta ini hanya mengingatkan Sesil akan pernikahannya dengan Saga. Meski tak semeriah ini, tapi suasana pernikahan mereka saat itu sangat pribadi dan khusuk. Semua cerita hidupnya dimulai di sana. Saat ingatannya menghilang dan terpaksa harus membuka cerita baru. Sekarang, Sesil menyentuh perutnya yang masih rata, lalu menoleh menatap sisi wajah Saga. Ia terlalu terlena dengan cerita baru itu dan terlupakan pada apa pun yang tertinggal di lembaran lamanya. Sesil berharap bisa melangkah mundur meski untuk satu langkah. Namun, niatnya selalu terhenti dengan keberadaan makhluk rapuh yang menyandarkan hidup di perutnya. Membutuhkan napas dari hidungnya dan me
“Kalian datang lebih awal, Saga masih di rumah sakit,” sapa Alec ketika Arga dan Reynara muncul di pintu utama. “Memeriksakan kandungan Sesil. Semakin besar kandungan harus semakin sering kontrol. Apa kalian belum mendapatkan kabar gembira ini?” Mata Alec tertuju pada perut Reynara.Arga menggeram. “Antar istriku ke kamar atas,” pintahnya pada salah satu pelayang yang datang mendekati mereka. Beberapa pelayan lelaki membawa koper mereka, melangkah di belakang Reynara menuju lantai dua.“Kau terlihat uring-uringan, Arga?” tanya Alec pada Arga yang kini duduk di sofa panjang berseberangan dengan tempatnya. Wajah pria itu tampak kusut.Arga mendongak. “Apa kau tahu, bagaimana cara menangkal suntikan kontrasepsi?”“Kenapa?”“Nara, sialan! Wanita itu memakai suntik kontrasepsi tanpa sepengetahuanku. Beberapa kali aku dibodohi dengan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa k
Reynara tertawa pelan. “Kau bahkan tak tahu siapa Rega? Sayang sekali, pernikahan dan kehamilanmu ternyata tak membuat hubungan kalian lebih dekat.”“Aku tak peduli pada niatmu mengatakan ini padaku, Reynara. Tapi aku tahu kauingin memberiku lebih dari ini.”Tawa Reynara semakin nyaring. Terbahak hingga kepalanya mundur ke belakang. Lalu, mengibaskan tangan di wajah.Sesil mengabaikan tawa Reynara. Menunggu wanita itu puas menertawainya dan jika bukan karena rasa penasarannya yang teramat tinggi, ia pasti akan berdoa wanita itu tersedak anggur di piringnya.Tawa Reynara berhenti. “Jika kau tak tahu Rega adalah adik Saga, kau pasti sangat terkejut jika dia adalah mantan kekasih Dirga.”Kali ini Sesil benar-benar terkejut. Ia tak pernah tahu itu, dan tak pernah membayangkan itu.Reynara tak ambil pusing dengan keterkejutan Sesil. Wanita itu memang harus terbiasa mendapatkan kejutan untuk mendengarkan kisah i
Rasa kaku itu masih muncul ketika siang itu Sesil masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah terbangun dan puas menangis di balik selimut, ia memutuskan untuk beranjak dari kasur dan membutuhkan makan untuk anaknya. Ia tak akan melewatkan makan siang setelah melewatkan makan pagi. Sepuluh menit kemudian dia keluar dari kamar mandi. Mengabaikan wajah dan matanya yang bengkak di depan meja rias, Sesil mengambil sisir. Bahkan menyisir rambut dan pakaian yang ia kenakan pun hanya demi memuaskan selera Saga. Sesil kembali menangis, melempar sisir di tangannya ke arah cermin.Pintu kamarnya terbuka, dua pelayan muncul dengan kepanikan di wajah mereka. “Apa Nyonya baik-baik saja?”Sesil mengusap wajahnya yang basah. Ketegangan di perutnya muncul lagi tapi tak cukup membuatnya kesakitan. Jika sedikit saja ia meringis atau menyentuh perutnya, kedua pelayan itu pasti akan membuat keributan untuk memastikan kandungannya baik-baik saja. Ya, Saga hanya peduli
“Kau tak perlu ijin untuk membuatnya baik-baik saja!” bentak Saga pada perawat yang menyodorkan sebuah berkas ke arahnya. Bahkan pria itu membanting berkas tersebut di lantai dan membuat perawat tersebut mengerut ketakutan hampir menangis. “Lakukan apa pun untuk membuatnya hidup kembali. Keduanya. Apa kalian mengerti?!”Perawat itu mengangguk dengan kepalanya yang tertunduk. Bergegas memungut berkas di lantai dan lari terbirit.“Kau harus tenang, Saga.” Alec merasa iba pada perawat yang hanya melakukan tugas sesuai prosedur.“Aku bisa melakukan apa pun di rumah sakitku?!” sengit Saga.“Bayi itu belum waktunya keluar, kau harus bersiap merelakan salah satunya. Sesil atau anakmu?”Arrgggghhhh....“Kau menginginkan anak itu, bukan. Kau hanya perlu menyuruh dokter memprioritaskan anakmu?”“Diam kau, Alec!” geram Saga. Mendorong tangan ke rambut, menggengga
Wajah Saga seketika mengeras. "Apa yang kau lakukan di sini?" Dirga hanya mengedikkan bahunya. Mengarahkan pandangannya ke buket mawar merah di meja kecil samping ranjang pasien. Saga mengikuti arah pandangan Dirga, dengan rahang yang semakin menegang. "Pemilihan warna yang bagus, bukan?" Saga segera menyambar buket tersebut dan membuangnya di tempat sampat. "Dan berada di tempat yang tepat." Dirga terbahak. Kemudian menatap Sesil yang meringis penuh penyesalan dan tak bisa berbuat apa pun. "Bukankah aku yang kau lihat saat kau sadar? Sepertinya ada ikatan di antara kita yang berhasil membangunkanmu?" Sesil melirik dengan hati-hati ke arah Saga. Yang dengan jelas menunjukkan kemarahan pria itu. Tubuhnya masih begitu lemah, terutama di bagian perut. Jadi ia hanya mengulurkan tangan untuk menyentuh lengan Saga. Mencoba meredakan ketegangan yang menyelimuti tubuh pria itu. "Jangan dengarkan dia, Saga. Dia memanggil namamu." Alec menyela ketegangan di antara Saga dan Dirga dari set
Wajah Saga terangkat dan melihat perubahan raut dan rintihan Sesil, seketika menyadari ada yang tidak beres. Ia bergegas memutari meja dan jantungnya nyaris melompat dari dadanya melihat darah yang merembes dari kaki Sesil dan membercaki lantai. Kedua tangannya segera menangkap tubuh Sesil dan membawa wanita itu dalam gendongannya hanya dalam satu gerakan singkat. Kemudian setengah berlari keluar dari dapur. “Apakah itu air ketuban?” Sesil bertanya di antara rasa sakitnya. Perutnya yang besar menghalangi pandangannya untuk melihat apa yang membasahi kedua kakinya. “Atau darah?” “Tenanglah. Kita akan segera ke rumah sakit dan biarkan dokter yang menanganinya.” “A-apakah mereka akan segera lahir?” Saga tak bisa menjawab. “Bukankah waktunya masih dua bulan lagi?” Sekali lagi Sesil merintih menahan rasa sakit yang semakin menusuk. Ia bisa merasakan wajahnya semakin memucat dan keringat dingin dari seluruh tubuhnya. Menjatuhkan kepalanya di pundak Saga. Saga mengangguk. Memastikan t
Hubungan Saga dan Sesil kembali membaik. Meski ada banyak keamanan yang diperketat oleh Saga, pria itu berusaha menyamarkannya sebaik mungkin. Tak mencegah setiap kali Sesil ingin menjemput Kei di sekolah. Atau pergi ke mana pun yang wanita itu inginkan. Sesil merasa lebih bebas sekaligus aman. Sore itu mereka tengah berada di kolam renang. Akhir minggu dan Saga pulang dari kantor lebih siang. Yang sudah ditunggu Kei untuk berenang. Satu getaran di ponsel mengalihkan perhatiannya yang sedang mengamati Saga dan Kei di kolam renang. Sesil membaca satu pesan singkat dari Gio. ‘Pilih satu untukku.’ Sebelum kemudian muncul deretan pesan berisi foto-foto para wanita. Mulai dari yang berambut pendek, panjang, lurus, bergelombang, berwrna hitam, merah, pirang, dan ciri lainnya lagi yang membuat Sesil membelalak. Semakin ia melihat, semakin ia menyadari kegilaan pria itu memang tak main-main. ‘Semua itu wanita yang disodorkan mamaku. Aku harus memutuskan pilihanku. Sekarang.’ ‘Kau sudah
Napas Saga tertahan ketika bayangan itu kembali memenuhi kepalanya. Ia begitu terlena dengan kebahagiaannya bersama keluarga kecilnya hingga tak menyadari bahaya semacam ini pasti akan ada di depan sana. Perlahan keduanya menuju ke sana, tanpa terhentikan. “Saga?!” Suara Sesil lebih kuat dan menggoyangkan lengan pria itu. Saga mengerjap, tersadar dari lamunannya dan menatap wajah Sesil yang diselimuti keheranan. “Y-ya?” “Aku memanggilmu dua kali. Apa yang kau pikirkan?” Saga menggeleng. Bangkit berdiri dan menarik selimut menutupi kaki Sesil lalu berkata, “Istirahatlah. Aku harus ke ruang kerjaku.” Kening Sesil berkerut tetapi tak mengatakan apa pun untuk menahan Saga pergi. *** Saat bangun sore harinya, Sesil merasa pegal di kedua kakinya belum juga mereda. Bahkan rasanya semakin kaku. Ia pun memutuskan untuk ke kamar mandi dan menyiapkan air hangat untuk merendam kakinya. Kakinya sedikit bengkak, tetapi tadi dokter mengatakan itu “Apa yang kau lakukan?” sergah Saga yang tib
“Berhenti apa?” Suara Sesil terdengar begitu parau. Napasnya tertahan, menunggu jawaban keluar dari mulut Saga. “Apa kau akan berhenti jika menyakiti dirimu sendiri jika aku berhenti mendorongmu menjauh?” Sesil terpaku pada kalimat terakhir Saga. Pria itu akan berhenti mendorongnya menjauh? “Apakah kau tidak akan mengirimku dan Kei keluar negeri?” Saga mengangguk. Sesil masih tak mempercayai anggukan tersebut. Saga melalukan banyak trik. Siapa yang tahu kali ini juga trik untuk membuatnya lengah sebelum kemudian menyingkirkannya dengan cara yang halus. “Sebaiknya kau tahu dengan benar apa pilihanmu, Sesil.” Ada tekanan yang kuat dalam kalimat Saga. Begitu pun tatapan pria itu. “Aku pegang kata-katamu untuk berhenti membuat onar, membantah apalagi dengan cerobohnya menyelinap dari keamananku.” “Bukankah itu berarti keamananmu memang tidak seketat itu jika aku masih bisa kabur? Kau bilang musuhmu bisa lebih licik dan kejam dari Gio, kan?” Saga tahu itu. Bahkan dengan mengetatkan k
Sesil berbalik, masuk ke dalam kamar dan langsung berjalan ke arah pintu. Menghilang dari pandangan Saga dengan membanting keras pintu kamar. Sementara Saga mengusap wajahnya dengan kasar, membanting tubuhnya ke kursi sambil mendesah keras. Pikirannya benar-benar kacau, semua emosi bercampur aduk memenuhi dada dan kepalanya. 'Aku tak butuh mendengarkan dalih yang membenarkan alasanmu. Satu hal yang kutegaskan padamu. Jangan pernah muncul atau mengusik hidup putraku, Ganuo. Semua ini bukan karena aku memaafkan kesalahanmu, aku hanya tak suka menyeret masa lalu yang sudah lama kutinggalkan di belakang.' Jawaban Ario Bayu seketika membuat Saga mengatupkan bibirnya rapat. Ia belum pernah dibuat bungkam oleh kata-kata sentimentil semacam ini. 'Kenapa Anda lakukan ini?' Hanya kata itu yang mampu keluar dari bibirnya. 'Semua ini tak akan selesai sampai di sini jika bukan diriku sendiri yang menyelesaikannya. Anakmu akan membalas dendam pada keturunanku. Setelahnya keturunanku juga akan
Setelah mengantar Kei ke kamar untuk berganti pakaian dan bersiap ke bawah untuk makan siang. Sesil pergi ke kamarnya. Ia mendorong pintu kamar dan langkahnya terhenti melihat Saga yang duduk di sofa panjang. Pria itu sibuk dengan sesuatu di lengan sebelah kirinya ketika tiba-tiba menyadari kedatangannya. Pandangan mereka sempat bertemu. Hanya sekilas. Dan Sesil sempat melihat ke arah lengan Saga yang dibebat perban, hanya sekilas karena pria itu segera menarik lengan kemejanya dan bangkit berdiri. Kemudian membereskan peralatan p3k di meja dan masuk ke kamar mandi. Sesil hanya menatap pintu kamar mandi yang tertutup dan melangkah masuk. Ada perban kotor yang jatuh ke lantai dengan noda darah di bagian tengahnya. Saga sudah terbiasa mendapatkan luka-luka di tubuh pria itu. Ada banyak bekas luka sayatan dan pistol di tubuh pria itu, tetapi melihat noda darah yang tak lebih dari selebar koin saja membuat hati Sesil dirayapi perasaa khawatir. Melihat lukanya yang tidak cukup lebar, past
“Cukup, Sesil.” Suara peringatan Saga segera membelah di antara keduanya. Sesil merasakan keberadaan pria itu di belakangnya. Mendengus kecil dan tanpa menoleh ke belakang, ia berkata, “Ya. Memang inilah yang selalu kalian lakukan. Melakukan apa pun yang diinginkan. Sesuka hati kalian. Akulah satu-satunya yang paling tak berhak tahu apa pun.” Sesil mengakhiri kalimatnya dengan kesininisan yang begitu kental. Sekarang kekesalannya tak hanya pada Saga, tetapi juga pada Dirga. Sesil melangkah melewati Dirga, langsung ke ruang makan dan meminta pada pelayan untuk menyiapkan makan pagi untuknya. “Apa pun. Kecuali omelet dan susu rasa vanilla. Aku ingin coklat, atau jus jeruk. Apa pun.” perintahnya dengan nada ketus yang tak bisa disembunyikannya. Duduk di kursi dan menunggu pelayan menyiapkan semua untuknya. Tak lama sepiring waffle dan segelas jus jeruk diletakkan di depan Sesil. Sesil menghabiskannya dengan lahap hanya dalam beberapa menit kemudian memutuskan duduk bersantai di hal
“Kau ingin kembali padanya?” Sekal lagi Gio mengulang pertanyaannya. “Lalu … apa kau akan membiarkanku pergi? Semudah itu kau melepaskan dendammu?” Gio menghela napas panjang yang berat. Setengah membanting kepalanya ke punggung sofa. “Tidak. Tapi …” Sesil terdiam. Jika Gio melepaskan dendamnya semudah itu, mungkin pilihan yang akan diambilnya adalah menuruti apa yang Saga inginkan. Pergi ke luar negeri, setidaknya ia bisa memeluk Kei kapan pun ia ingin. “Papaku memberiku pilihan, keluarga … atau dendam?” Sesil tetap bergeming. Ada sebuah emosi di kedua mata Gio yang sempat tersingkap. Menyadari bahwa ternyata pria itu tak seburuk yang dipikirkannya. Ya, sudah sewajarnya Gio menyimpan dendam pada orang yang menembak mati adiknya. Dan lagi-lagi mengingat Saga, dadanya kembali terasa nyeri. Masa lalu Saga memang terlalu gelap. Tetapi ia sudah memperkirakan hal itu saat memutuskan kembali ke hidup pria itu. “Dan aku malah lebih tertarik alasan papaku memberiku pilihan sialan ini?