Jemari lentik Meredith mendarat di garis bahu Kingston. Gadis itu menegadah tinggi – tinggi untuk memperlihatkan betapa dia sangat berani. Tatapan nyalang dan tangannya mulai bergerak rambat meraih lengan Kingston. Sering kali Meredith menggigit bibir bawah, lalu meletakkan jari tangan Kingston di atas gumpalan dadanya. Dia mendesis, menunjukkan ekspresi liar ketika Kingston masih diam. Memberi Meredith keleluasaan menjejalkan tangan di setiap tubuh liat itu.“Apa pria seperti ini memang menyukai gadis muda?”Meredith agak menjinjit demi membisikan pertanyaan demikian. Dia tersenyum sinis berpikir Kingston akan segera bereaksi.“Ah, jangan terlalu kasar, Mr. Nolan.”Tubuh Meredith terdorong menyentak dinding di balik punggungnya. Kingston mendominasi ruang gerak—dia terpojok. Melenguh nikmat oleh cengkeraman jemari besar Kingston yang menyalurkan rasa sakit dan nikmat bersamaan.Kasarnya Kingston sama sekali tak memberi Meredith kesempatan melepas suara dengan tenang. Bekas genggaman
Sayangnya apa pun yang Meredith katakan pada Pandora sangat berbanding jauh dari apa yang terjadi. Mau seribu kali upaya dilakukan, Meredith takkan bisa menggoda pria seperti Kingston. Saat tubuh Meredith disentak, itu adalah bagian dari belenggu yang menyakitkan.Kingston memang menyentuhnya, meninggalkan jejak saat mencengkeram bongkahan yang menantang kepunyaan gadis tersebut, tapi tindakan Kingston tidak lebih daripada melibatkan Meredith dalam bahaya besar. Sentuhan di puncak dada yang Kingston lakukan yakni untuk melepaskan sesuatu ke dalam tubuh Meredith.“Kau tahu apa bedanya racun dan bisa?”Suara mendesis lepas dari sela – sela gigi Kingston. Wajah pucat dan ketakutan Meredith sebenarnya tidak cukup sepadan dari apa yang dialami Pandora malam itu. Namun cara Meredith menanggapi pertanyaannya—bibir yang bergetar dan sorot mata dipenuhi keraguan seolah menelan habis sisi liar Meredith barusan.Kingston menekan tubuh Meredith sampai gadis itu sungguh harus berjinjit. Harap – ha
“King ....” Pandora menahan napas dengan separuh wajah memerah merasakan usapan ringan di permukaan perut rata dan bibir Kingston yang jatuh di garis bahunya. Dia tak mengerti apa yang sedang pria itu pikirkan. Kingston baru saja menyentuh Meredith, lalu sekarang menginginkan sesuatu yang sama? Pandora harus segera menghentikan Kingston daripada terus membayangkan bekas tubuh Meredith akan berakhir padanya. “Kau membuatku tidak bisa bernapas, King.” Berulang kali dia mencoba memisahkan jari – jari Kingston, tetapi gerakan terus menyerbunya paten membuat Pandora menyerah. Dia melenguh sesaat menerima rangsangan di beberapa titik sensitif. “King, hentikan. Kau sudah menyentuh Meredith. Tidak bisakah menahan diri dulu?” Pandora mengatakan sesuatu yang bersarang di benaknya. Tak merasa telah melakukan kesalahan, namun cara Kingston menarik tubuh Pandora dan memindahkannya duduk di atas meja beralaskan kertas dengan sketsa wajah separuh jadi cukup kasar dan tak berperasaan. “Ada satu
“Mari, Nona.” Pandora sudah dipersilakan duduk di kursi penumpang, tetapi pria yang dicari tak kunjung terlihat sejak dia membantu Helios menyusun beberapa barang bawaan ke bagasi mobil. Netra Pandora berpendar barangkali Kingston akan menampakkan diri. Lewat batasan yang bisa Pandora jangkau dia berpikir Kingston akan datang menemuinya. Tetap saja, dia hanya bisa menatap Helios dengan tanda tanya besar di kepala. “Apa King tak ikut?” Samar gelengan Helios adalah jawaban dari ketidakmunculan Kingston di antara mereka. Harusnya Pandora mengerti dan tak perlu memikirkan apa pun lagi. Dia melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil—menunggu Helios yang turut mengambil posisi duduk di kursi kemudi. “Ada urusan penting yang tidak bisa tuan tingggalkan, Nona.” Helios memulai pembicaraan saat jarak mereka sudah cukup jauh dari gedung menjulang tinggi. Urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan .... Itukah sibuk yang Kingston maksud kemarin? “Urusan penting apa?” Pandora mematokkan diri
Terlarut dalam tidur berkepanjangan menyebabkan segala jenis tindakan Pandora dilakukan tergesa – gesa. Dia berjalan cepat. Tetes demi tetes air berjatuhan dari surai panjangnya yang masih sangat basah memercik lembab lantai kamar mandi. Lalu segera menarik handuk putih menjuntai di tiang gantungan.Setelah pintu terbuka Pandora kembali melanjutkan langkah sambil menunduk fokus melilitkan kain yang menutup sampai seperempat paha. Untuk beberapa detik dia tak sadar bahwa Kingston berada di satu ruang yang sama, sekian jengkal jarak duduk di sudut ranjang membelakangi posisinya—sedang mendengar seseorang bicara di seberang ponsel.“Love you more.”Baru saat itu. Saat suara dalam Kingston terasa hampir menggema di kupingnya. Tubuh Pandora terlonjak memegang erat – erat ujung handuk yang nyaris terlepas.“Kau—sejak kapan kau ada di sana?”Pandora beringsut mundur ketika tubuh besar Kingston menjulang tinggi. Lambat laun tatapan pria itu meneliti dari puncak kepala jatuh sampai ujung kaki,
“Kau menjilat es krim seperti menjilat ....”Netra spektrum itu menyipit. Sengaja menghentikan kalimat di ujung tenggorokan demi mengamati wajah yang bersemu merah. Memang apa yang Kingston katakan sekejap saja mengingatkan Pandora terhadap hal – hal yang pernah dilakukan di luar batas.Sekarang pikirannya benar – benar tertuju pada hal kotor—saat Kingston pernah terlalu memaksa, hingga aroma dari tubuh dari pria itu samar – samar semacam membumbui isi bayangan Pandora. Dia mendesah kecil. Memalingkan wajah dan sembunyi – sembunyi melanjutkan aktivitas menyesap tumpukan es krim di atas cone. Es krim kerucut yang dibeli cukup untuk memenuhi freezer di rumah.Sebetulnya sudah kali ketiga Pandora menikmati es krim cone itu selama menunggu Chris pulang dari kegiatan berburu. Tetapi sampai mobil jip milik ayahnya terparkir di halaman depan. Pandora harus menerima kenyataan Kingston sangat mengganggunya.“Kenapa kau tak membersihkan dirimu setelah pulang dari hutan?”Daripada Kingston tak s
Pandora menduga Kingston akan melakukan sesuatu yang kotor padanya. Sudah mewanti dengan menggenggam erat – erat apa saja yang bisa dia raih. Kingston tidak hanya menatap, tetapi juga setengah membungkukkan badan dengan kedua lengan bertumpu di atas kasur persis nyaris mengurung tubuh Pandora yang semakin beringsut ke belakang.“Kau mau apa?”Napas Pandora tercekat menghadap wajah Kingston yang terlampau dekat. Sekilas sentuhan bibir itu membuat Pandora bergeming, sementara Kingston sangat menyukai bagaimana dia harus secara lekat memojokkan Pandora. Mendekatkan bibir keduanya, seolah itu bagian dari insiden tak disengaja.“Tujuanmu kembali ke Cambridge untuk bicara jujur pada ayahmu.”“Sekarang aku mau tahu kau sudah bicara apa saja pada kedua orang tuamu. Mengapa mereka tak menyuruh putrinya beristirahat? Sangat keterlaluan jika mereka tahu kau sedang mengandung, tapi tetap membiarkanmu mengerjakan pekerjaan rumah.”Nada menuduh Kingston menegaskan pria itu sedang menahan diri. Gera
Kingston menunduk memijit pelipis kuat. Berusaha menekan reaksi aneh yang bergejolak habis – habisan. Reaksi asing yang terus menghujam saat dia tak melakukan apa pun, hanya bermenit – menit duduk di ruang tamu, kemudian disusul debaran jantung terasa nyaris menggebom seluruh organ dalam. Kingston tahu konstelasi ini tak mungkin terjadi tiba – tiba. Sambil mencurigai teh hangat yang Pandora bawa. Dia merasa aliran darah semakin berpacu naik sampai di titik didih. Sesuatu di tubuhnya semacam memberontak. Berdesak – desak ingin meluapkan ketidaknyamanan. Dia berusaha menerawang bagian dari kejadian yang terhalang saat Pandora masih berada rumah itu. Kesempatannya sekarang adalah mencari tahu sebelum Pandora pulang. Sebelum bola rozilog yang bersemayam di tubuh Pandora dapat menekan kemampuannya. Setidaknya mereka tak bisa berada dalam satu ruang yang sama, jika Kingston ingin melihat kilasan beberapa saat lalu. Bayangan wajah Aquela membobol pengelihatan Kingston. Sekilas demi sekilas