Vote, yuk.
“Aceli di mana, Nona?” Pandora berjengit saat tiba – tiba suara Helios memasuki dapur dan mengejutkannya. Dia berpaling menemukan pria itu mulai melangkah dengan pelan. “Aceli ada di kamarku. Sedang tidur.” Kekenyangan. Duduk sebentar. Ketiduran. Begitu kira – kira yang terjadi pada Aceli setelah menambah tiga kali piring untuk makan malam. Pandora hanya memasak sup telur puyuh, tetapi Aceli sangat menyukainya. Tidak sedikit selalu menyebut cita rasa masakan Kingston yang tercicip sama persis dengan yang Pandora sajikan. “Tidur?” Pertanyaan Helios bernada tak percaya. Persis sedang memastikan kembali apa yang Pandora katakan, karena sepertinya Aceli tidak biasa tenang di waktu malam. Gadis kecil itu terlalu aktif. “Iya. Nanti akan kubangunkan kalau kau ingin memindahkannya ke kamar lain.” “Tidak perlu, Nona. Biarkan saja.” Pandora mengangguk memikirkan ini saat yang tepat untuk mencari tahu. “Aku menemukan sesuatu yang tidak beres dari Aceli. Anak seusia dia tidak mengenal fig
“Kakak Panda, aku bosan. Kenapa daddy masih belum mau bukain pintu. Pengen ketemu ....” Aceli mengeluh tanpa minat bersandar di pagar undakan tangga sambil memainkan boneka kuda poni, yang katanya pemberian Kingston. Dia sering kali terlihat murung saat berpaling menegadah ke arah pintu kamar Kingston yang dengan betahnya tertutup, seakan – akan tidak ada kehidupan di sana.“Kakak Panda kenapa tidak mau panggilkan daddy untukku? Aku tidak mau makan kalau daddy tidak mau keluar.”“Kakak Panda jangan memaksaku lagi.”Boneka kuda poni terlempar jatuh bergelinding sekali setelah Aceli menelungkupkan wajah di antara lipatan lengan. Pandora jelas mendengar Aceli pelan – pelan mulai mengeraskan suara. Dia akan mengambil boneka kuda poni lebih dulu, baru akan menghampiri gadis kecil Kingston untuk merayu dan membuat Aceli segera tenang.Kegiatan membungkuk sekadar memungut benda tergeletak asal itu tertahan. Pandora merasa tak nyaman menyadari derap kaki seseorang seolah semakin dekat dan ber
Kingston tak ingin menemani Aceli menaiki anak tangga, maka itu telah Pandora lakukan demi mencegah apa pun yang tak lepas bersarang di benaknya. Dia sedikit lebih tenang setelah meminta Aceli pergi ke kamar usai satu langkah pertama mencapai lantai dua.Sekarang Pandora memilih berdiam diri di kamar sendiri memikirkan bagaimana cara menghindari Kingston. Dia menarik selimut, menutup diri rapat – rapat dari ancaman mana pun. Pintu kamar sudah dikunci. Akan lebih baik Kingston tidak pernah masuk dan bertindak sesuka hati, apalagi jika pria itu kembali menyentuhnya.Lengan Pandora pelan terulur meraih ponsel yang tergeletak. Seketika memutuskan untuk menyibak kembali kain tebal yang terbentang melapisi tubuhnya. Pikiran Pandora tiba – tiba teringat untuk memastikan seperti apa kondisi wajah di depan cermin.Dia mendesah tak kuasa mendapat bagian bawah mata terlihat sembab. Takkan pernah berani menghubungi Chris atau akan memercik kecemasan untuk ayahnya. Hanya kata andai dan andai menyi
Pandora bergerak pelan hanya untuk memastikan benar atau tidak Aceli sudah terlelap setelah botol susu yang sedang dipegang gadis kecil itu terlepas dari genggaman tangan. Mata Aceli terpejam, tetapi yang disayangkan susu cokelat di dalam botol masih tersisa cukup banyak. Aceli tak mungkin lanjut menyesap susu cokelat-nya. Mungkin Kingston .... Pandora ingin bicara dengan pria tersebut, mengira Kingsotn masih di posisi yang sama, tahu – tahu sudah berdiri dekat di belakang tubuhnya ketika Pandora berbalik badan, dia langsung menghadap tubuh yang menjulang tinggi. “Sudah tidur?” Pertanyaan Kingston seperti sengaja dilontarkan, sementara Pandora yakin pria itu baru saja memperhatikan wajah lelap Aceli dan merenggut botol susu yang hendak Pandora pindahkan. Setidaknya Pandora tak perlu memikirkan bagaimana cara menyerahkan benda tersebut. Dia hanya perlu memikirkan kalimat yang tepat untuk diucapkan pada Kingston, barangkali pria itu bersedia melakukan hal yang sedang berkecamuk di be
Pagi – pagi sekali bunyi tapal kuda menghentak – hentak keras, menarik perhatian Pandora untuk mengintip dari balkon terbukanya. Dia berpegangan pada pagar pembatas. Sebuah pemandangan langka—sesuatu yang nyaris tak pernah Pandora pikirkan sedang terjadi. Tubuh Kingston dan Aceli berguncang di tengah kegiatan menunggang kuda.Lari yang begitu laju, kencang dan mantap, sama seperti dekapan lengan Kingston di tubuh kecil Aceli. Sementara kedua kaki pria itu mengetat sangat rapat pada kuda. Sebelah lengan Kingston berpegang di tali kendali. Mengendalikan kuda ke mana pria itu mau, tetapi Kingston lebih terlihat hanya membawa Aceli berkeliling halaman. Pandora mengira – ngira itu bukan kali pertama bagi Aceli. Sekilas Aceli tersorot membuka mulut lebar dan suaranya samar – samar terdengar mengudara. Mengingatkan Pandora kisah masa lalu, saat dia masih begitu kecil Chris sering mengajaknya melakukan hal yang sama.“Kakak Panda!”Lambaian tangan Aceli disambut dengan ragu. Pandora mengatupk
“Kita berhenti di sini?”Danau di hadapan Pandora terhampar tenang. Sebuah lokasi di mana dia tak tahu Kingston akan menjadikan perjalanan mereka tertahan dan mengikat kuda di bawah pohon. Pandora berpendar menatap ke sekeliling hutan. Tidak ada sesiapa. Sunyi. Sepi. Keduanya tenang di antara ketenangan danau.“Turun.”Suara dalam Kingston bersahut. Tak lama angin tiba – tiba berembus. Pandora menatap pria itu lamat. Kepadanya, Kingston mengulurkan lengan agar segera disambut dengan baik. Memang tak mungkin Pandora tolak. Agak – agak ragu dia mengenyahkan beberapa hal tentang Kingston. Saat tautan tangan mereka menyatu. Itu adalah bentuk dari keputusan membiarkan Kingston kembali membantunya.“Kau akan ke mana?” tanya Pandora setelah memahami satu langkah Kingston seterusnya akan berlanjut sampai bahu lebar itu benar – benar menjauh.Gerakan Kingston cekatan menarik kaos putih polos dari tubuh pria itu sendiri. Ujung jari kakinya sudah menyentuh bibir danau.Saat itu ....Percikan der
“Yang harus kau hadapi adalah ketakutanmu, Pandora. Bukan air yang sama sekali tidak berdaya karena berat badanmu sangat mengganggu.” Bibir Kingston sungguh pandai memberi nasihat. “Aku kasihan pada air – air itu.” Dan luar biasa mahir membuat ejekan saat Pandora bahkan tidak bisa memedulikan apa pun, selain berharap Kingston segera melakukan sesuatu. Setidaknya membawa Pandora keluar dari danau. Dia benar – benar tak bisa mengendalikan diri. Ingin menyerah dan membiarkan air melalapnya saja. Tetapi Kingston tidak akan setuju kematian Pandora berakhir mudah. Detik – detik Pandora yakin air akan melahapnya hidup – hidup. Kingston cekatan menarikya keluar dari genangan yang meriak – riak karena gerakan Pandora begitu spontan. “Aku melemparmu ke titik yang tidak terlalu dalam. Kau masih bisa menyentuh tanah.” Nada bicara tertahan menunjukkan Kingston sedang geram. Caranya memperhatikan Pandora sedang saat sedang berdiri ketakuan terbukti dari mata yang menyipit sedikit. Sementara si
Kingston tidak pernah puas sekadar menyentuh Pandora yang hanya telentang pasrah. Dia membalikkan tubuh Pandora. Menarik bokong yang menggoda untuk menungging cantik, lalu melesakkan kejantannya yang besar dan masih begitu tegang.“Engh ... King!”Pandora merasa terisi sangat penuh. Kingston menghujamnya dengan tempo yang teratur. Jemari pria itu tidak tinggal diam. Meremas dada Pandora agar tidak terlempar ke berbagai arah. Lagipula bagian tubuh yang menggemaskan itu merupakan tujuan Kingston membuat dia dan Pandora saling merekat.Kingston mendesis dan lenguhan – lenguhan panjang Pandora adalah bukti pernyatuan mereka luar biasa menghantarkan gelora kenikmatan. Sensasi dopamin merebak ke mana – mana. Demikian pula pergulatan Pandora tidak kalah liar. Keduanya sedang merasakan gairah yang meledak – ledak.Pandora daun muda yang bersinergi, sementara Kingston manusia setengah dewa—tentu memiliki hasrat saling mendorong kepuasan. Pandora tak bohong rasangan Kingston sulit untuk diabaik