Berita pernikahan Kingston telah sampai di kehidupan para dewa. Sebagian besar menanggapi berita tersebut sebagai manifestasi suatu ramalan. Ramalan yang menjadi kenyataan mengenai kelahiran putra mahkota dari kerajaan Olimpyus, tentang pernikahan dengan manusia terpilih, tentang seorang gadis dengan darah bangsawan mengalir di tubuhnya.Bagaimanapun itu menjadi alasan yang diberikan Raja Osso secara hak paten. Hubungan ini menjadi kasus dan klausa yang berbeda. Kingston akan mendengar hal demikian. Mendengar bahwa pertentangan hubungan bersama Arcadeaz disertai begitu banyak halangan. Raja Osso tidak mengizinkan seorang manusia biasa—untuk menikahi putranya. Tidak akan membiarkan ketimpangan yang terjal, walau ratusan tahun lalu bantahan Kingston begitu besar.Kematian sudah digariskan. Arcadeaz tidak akan pernah kembali dalam wujud dan pola reinkarnasi sekalipun. Raja Osso berpikir—seorang manusia biasa, yang melahirkan anak keagungan—dewa—akan melewati pelbagai rintangan. Dan sekar
“Hentikan, King. Aku masih harus menyelesaikan ujianku.”Lengan Pandora terulur panjang sekadar menjauhkan wajah Kingston dari jangkauan di ceruk lehernya. Proses yang Kingston lakukan makin memancing, seolah memang sengaja menggoda Pandora yang mengalami situasi membekukan ke dalam luapan bara membakar.Sering kali Pandora sanggup membebaskan diri, tetapi lewat jangka waktu singkat Kingston akan kembali dengan gerak merayu yang piawai. Gigitan kecil terasa bergiliran sampai di sudut tulang rahangnya.Jari – jari itu mahir menyusuri lekuk tubuh dalam balutan mantel tebal. Luar biasa menyeret Pandora masuk ke kubangan gelisah.Segera menuntaskan semua yang tertahan ... itu yang sedang dia pikir harus terjadi. Berusaha mengingat – ingat lebih tajam susunan kata yang buyar oleh tindakan Kingston. Satu paragraf akhirnya terselesaikan dengan baik.Pandora menarik napas panjang. Siap menekan tombol kirim setelah memastikan soal – soal itu terisi sempurna. Sekali enter ... dia tidak akan bis
Salju berguguran di halaman samping mansion, membentuk tumpukkan butiran es menggunung. Tumpukkan yang selalu menyeret usaha Aceli untuk bermain di tengah – tengah hujan salju. Gadis kecil tersebut telah siap dengan pakaian hangat dan sepatu bot kuning di kaki mungil-nya. Memaksa Pandora ikut serta berpijak di atas rumput bersalju, yang sebagian sudah dikikis oleh Helios. Sisa dari kikisan itu menjadi puing – puing menyatu dengan tumpukan salju lain—makin menjadi kegemaran Aceli saat menyentuh—mengepal menjadi gumpalan kecil di tangan.“Kita bikin boneka kayu, Mommy!”Sikap antusiasme Aceli segera menarik Pandora bersimpuh di hadapan gadis kecil yang sedang memeluk salju. Ukuran tangannya yang lebih besar mulai bergerak. Mengatur bentuk dan tumpukan salju seperti bulatan besar—sedikit pipih dan proposional—mungkin Pandora akan menyebut itu adalah bentuk elips yang gagal tetapi bervolume padat.Dia tersenyum. Melakukan hal yang sama dengan ukuran lebih kecil, masing – masing ditumpuk m
“Sudah siap?”Pandora menunduk cepat merasakan sesuatu menelungsup ke dalam permukaan perut ratanya. Dia tersenyum tipis mengamati keberadaan telapak tangan Kingston, menikmati bagaimana cara pria itu terus menghujaminya dengan ciuman lembut di pipi, hingga Pandora segera mengangkat wajah—menghadap ke dalam cermin—memerangkap dirinya dan Kingston dalam satu bayangan bersama.Sudut bibir Pandora melekuk makin tinggi. Pelan – pelan merambatkan jari – jemari sekadar menyentuh punggung tangan Kingston. Dia masih memehatikan suaminya dengan intensitas tinggi.“Aku sudah siap, tapi—“Pandora menahan kalimat di ujung tenggorokan membayangkan akan ada banyak peristiwa yang tak bisa dia kaitan terhadap dirinya ke depan. Seperti ada ledakan rasa takut, ragu yang besar. Dan dia sedang memikirkan cara bersikap diplomatis yang baik. Bagaimana untuk kali pertama harus menunjukkan kehormatan, meski dia sendiri tidak tahu akan dengan cara apa Kingston membawanya sampai pada pertemuan berkehidupan mit
Rasanya lebih lega setelah penyambutan selesai, dan dia dipersilakan untuk berdiam diri di dalam kamar Kingston. Kamar yang sudah tidak pernah ditempati pemilik asli, tetapi segala struktur dan elemen bangunan terawat dalam wujud sempurna.Tak bisa dimungkiri, kali pertama menginjakkan kaki Pandora melihat ini adalah ruang yang futuristik. Setiap sudut garis memiliki ukiran tertentu. Ukiran yang selalu membuatnya berpikir; itu adalah bentuk paling jauh dari arah modern.Pandora tersenyum saat perhatiannya jatuh pada ketukan ranjang besar, letaknya tidak jauh dari posisi dia berdiri. Ranjang yang memelihara empat tiang menjulang untuk menahan atap yang dibaluri bulu – bulu merumbai. Pandora seperti bertemu ranjang di mansion Kingston, meski tanpa rumbai yang sedang dia amati saat ini, dan juga dengan sedikit perbedaan pekat.Bayangan itu turut menyeret ingatan Pandora pada Kingston. Suaminya langsung diborong pergi oleh Raja Osso sehingga Pandora harus menunggu sambil – sambil mencari
“Aku mengumpulkan kalian di sini untuk menyampaikan hal penting tentang keputusanku, yang sampai detik ini belum pernah berubah sejak disahkan bersama perlementer kepemimpinan.”Suara mendesis dari cela bibir itu membiarkan Pandora menatap Raja Osso lebih lama. Kemudian dia melongo ke sisi lain. Sisi yang menghadapkan dirinya pada kerumunan di depan mata. Kerumunan penuh, sesak, berjejer, yang menyiarkan antusiasme besar.Pandora tidak pernah menyangka bahwa dia akan berdiri di sini. Di gedung pertemuan kerajaan. Tinggi, semacam sebuah balkon di mana dia bisa menemukan semua hal dan segala jenis bentuk dari makhluk – makhluk di hadapannya.Separuh dari mereka memiliki penampilan, yang bahkan sedikitpun tak pernah terbayang di benak Pandora kalau – kalau dia akan melihat wujud manusia berkaki kuda. Makhluk – makhluk melata, memegang senjata, dan paling ekstrem sekalipun, tidak pernah luput dari pandangannya.Sering kali hal itu menjadikan alasan paling masuk akal, mengapa Pandora mengg
“Aku tidak pernah tahu ada keputusan sepihak. Kau mengatakan hanya akan mengenalkan Pandora. Tidak lebih daripada yang lain.”Kingston tak perlu mengungkapkan secara gamblang sisi keberatan yang baru saja dia terima di balai pertemuan. Tidak ada kesepakatan mengenai ‘hukuman kekal’. Raja Osso tidak pernah menyenggol sedikit, bagian dari kata – kata ‘pengampunan’. Seolah, yang baru saja dilepaskan di hadapan kerumunan para dewa menjadi satu bentuk kecurangan. Kingston tak pernah setuju tentang itu, mendapati ayahnya bahkan lebih tak acuh. Berdiri tidak terlalu jauh, menatap lurus – lurus pemandangan di istana seperti tengah mempertimbangkan pelbagai hal.“Seharusnya kau senang.”Baru saat itu Raja Osso menarik diri pada perhatian seusai lenyap dalam kebungkaman. Dia tak berdusta mengenai urusan memaafkan Kingston, justru ingin menawarkan satu gencatan paling bagus. Kehidupan yang hilang, barangkali Kingston tak pernah lupa bagaimana cara berbaur dengan hak – hak lamanya.Raja Osso sed
Sudah terlalu lama sejak Kingston meninggalkannya seorang diri di kamar. Meninggalkan hal belum terselesaikan, tetapi sampai detik ini pria itu belum kembali. Menyedihkan ....Kendati Pandora tidak menghitung waktu. Dia telah menghadapi kenyataan bahwa untuk kali kedua pelayan istana datang membawakan makanan, dan ketika melongohkan wajah ke luar jendela. Warna – warna yang saling bertabrakan, kini hanya dikuasai satu titik hitam—gelap yang nyaris tidak ada tandingannya.Dia sudah bertanya; ‘bagaimana Kingston, ke mana suaminya pergi, kapan akan kembali’.Sayangnya tidak ada jawaban spesifik tentang lompatan keberadaan Kingston. Pria itu seolah tenggelam di terjang ombak yang besar, ntah ... barangkali terlalap oleh api membara. Kingston mungkin adalah abu-nya sehingga angin berembus dengan mudah menerbangkan hal – hal yang rumit sekalipun. Tetapi semoga saja bukan seperti itu yang Pandora pikirkan akan terjadi.Dia tersenyum tidak yakin pada pelayan istana seraya menerima nampan beri