“Aku mengumpulkan kalian di sini untuk menyampaikan hal penting tentang keputusanku, yang sampai detik ini belum pernah berubah sejak disahkan bersama perlementer kepemimpinan.”Suara mendesis dari cela bibir itu membiarkan Pandora menatap Raja Osso lebih lama. Kemudian dia melongo ke sisi lain. Sisi yang menghadapkan dirinya pada kerumunan di depan mata. Kerumunan penuh, sesak, berjejer, yang menyiarkan antusiasme besar.Pandora tidak pernah menyangka bahwa dia akan berdiri di sini. Di gedung pertemuan kerajaan. Tinggi, semacam sebuah balkon di mana dia bisa menemukan semua hal dan segala jenis bentuk dari makhluk – makhluk di hadapannya.Separuh dari mereka memiliki penampilan, yang bahkan sedikitpun tak pernah terbayang di benak Pandora kalau – kalau dia akan melihat wujud manusia berkaki kuda. Makhluk – makhluk melata, memegang senjata, dan paling ekstrem sekalipun, tidak pernah luput dari pandangannya.Sering kali hal itu menjadikan alasan paling masuk akal, mengapa Pandora mengg
“Aku tidak pernah tahu ada keputusan sepihak. Kau mengatakan hanya akan mengenalkan Pandora. Tidak lebih daripada yang lain.”Kingston tak perlu mengungkapkan secara gamblang sisi keberatan yang baru saja dia terima di balai pertemuan. Tidak ada kesepakatan mengenai ‘hukuman kekal’. Raja Osso tidak pernah menyenggol sedikit, bagian dari kata – kata ‘pengampunan’. Seolah, yang baru saja dilepaskan di hadapan kerumunan para dewa menjadi satu bentuk kecurangan. Kingston tak pernah setuju tentang itu, mendapati ayahnya bahkan lebih tak acuh. Berdiri tidak terlalu jauh, menatap lurus – lurus pemandangan di istana seperti tengah mempertimbangkan pelbagai hal.“Seharusnya kau senang.”Baru saat itu Raja Osso menarik diri pada perhatian seusai lenyap dalam kebungkaman. Dia tak berdusta mengenai urusan memaafkan Kingston, justru ingin menawarkan satu gencatan paling bagus. Kehidupan yang hilang, barangkali Kingston tak pernah lupa bagaimana cara berbaur dengan hak – hak lamanya.Raja Osso sed
Sudah terlalu lama sejak Kingston meninggalkannya seorang diri di kamar. Meninggalkan hal belum terselesaikan, tetapi sampai detik ini pria itu belum kembali. Menyedihkan ....Kendati Pandora tidak menghitung waktu. Dia telah menghadapi kenyataan bahwa untuk kali kedua pelayan istana datang membawakan makanan, dan ketika melongohkan wajah ke luar jendela. Warna – warna yang saling bertabrakan, kini hanya dikuasai satu titik hitam—gelap yang nyaris tidak ada tandingannya.Dia sudah bertanya; ‘bagaimana Kingston, ke mana suaminya pergi, kapan akan kembali’.Sayangnya tidak ada jawaban spesifik tentang lompatan keberadaan Kingston. Pria itu seolah tenggelam di terjang ombak yang besar, ntah ... barangkali terlalap oleh api membara. Kingston mungkin adalah abu-nya sehingga angin berembus dengan mudah menerbangkan hal – hal yang rumit sekalipun. Tetapi semoga saja bukan seperti itu yang Pandora pikirkan akan terjadi.Dia tersenyum tidak yakin pada pelayan istana seraya menerima nampan beri
Memikirkan Kingston tiba – tiba muncul di tengah malam dingin, memberikan dekapan hangat, melontarkan sesuatu yang barangkali mau sekali dia dengar, rasanya seperti mengiring keinginan brutal, tetapi itu sama sekali tidak pernah terjadi. Napas Pandora berembus kasar. Gelisah menatap ke luar jendela dengan pikiran – pikiran tak tertolong. Ini bukan kebiasaan Kingston, yang bisa dia wajarkan. Persis seperti; setidaknya ada sesuatu yang mengganggu dan pria itu belum memiliki kesiapan sekadar mengatakan semua hal dengan gamblang. Satu jam lalu .... Peristiwa di mana lengan terjulur menembus kain – kain menjuntai, lalu menyibak tirai dengan tenang, sempat Pandora sangkakan saat itu dia akan mendapati suaminya kembali dalam keadaan, yang ... baik – baik saja. Hanya pelayan istana dan ketegangan bahunya segera merosot tanpa arti. Merosot tanpa—bahkan sampai detik ini Kingston belum kembali. Pandora mulai bertanya – tanya apakah Kingston tidak peduli padanya sehingga meninggalkan dia sen
“Jadi, apa yang sudah kau dan raja katakan?”Pandora menumpahkan tenaga pada otot kaki. Baranjak tak gentar menatap Kingston lekat – lekat. Pakaian yang sama, yang dikenakan di balai pertemuan masih menyatu; dan betapa pria itu masih sangat tampan; wajah di hadapan Pandora bagai kutukan umat manusia. Tidak bisa dikendalikan. Pandora mungkin akan semakin jatuh selagi dia tak bisa mengesampingkan sikap egois untuk terus memandangi Kingston dengan pola menengadah.Lengannya terulur menangkup tulang rahang Kingston. Tak menjadi soal dia dibiarkan menunggu di dalam kamar selama berjam – jam. Asal pria itu kembali, maka dia bisa mencecar suaminya dengan macam – macam hal, pertanyaan, dan kalau Kingston sanggup menangkis semua itu. Hanya satu ungkapan dan sebuah rayuan lembut lewat jari – jari kasar yang bergerak liar, yang bisa terjadi saat ini.Pandora merasakan pinggulnya ditarik lebih dekat. Saling bersinggungan. Dipeluk menurut keinginan Kingston. Pria yang menatap dengan menundukkan wa
“Aceli!”Dengan ngeri Pandora mendengar suaranya dan Kingston dalam bentuk cicitan seperti bunyi seruling. Hentakan kaki di undakan tangga bersuar nyaring menegaskan betapa sekembali dari istana, mereka tidak memiliki waktu untuk meneliti apa saja—kekacauan, yang mungkin telah dilakukan Raja Vanderox, jika dan jika kenyataan berbahaya memang sedang ‘mengincar’ gadis kecil itu.Semoga segala sesuatu yang mengerikan tidak pernah terjadi ....Pandora terus melafalkan kalimat demikian dalam hati. Mengikuti ke mana Kingston pergi. Satu pijakan terakhir seolah menawarkan rasa tegang dan kelegaan di waktu bersamaan. Kingston terdiam. Menatap ke arah ruang tamu, sedikit mengernyit, kemudian berjalan cepat setelah memastikan tubuh mungil dalam balutan kustom dinosaurus hijau-nya memang sedang berbaring di atas sofa empuk dengan memegangi susu botol yang menukik ke bibir. Di sana, tidak jauh dari Aceli. Voleski sibuk mengemas beberapa mainan berserak di meja dan sofa lainnya.“Aceli.”Pandora y
“Kau tidak ingin makan?” Pandora mengeluarkan suara setelah keterdiaman antara dia dan Kingston menyelam lama. Ketidakinginan membangunkan Aceli menjadi hal penting. Pandora menggenggam jari – jari tangan Kingston. Membayangkan pria itu pernah menjadi kepala pengurus kuda, dia tersenyum, aroma tubuh Kingston di saat itu sudah terduga akan memiliki sesuatu yang khusus. Setiap hari dengan pekerjaan menyikat bulu kuda, memotong kuku begitu ahli, memberi makan dengan rerumputan, hanya bersama kuda—pantas, Pandora mewajarkan bagaimana telapak tangan itu terasa kasar dan mantap saat menggenggamnya. “Aku penasaran apakah tuan tanah yang arogan itu memiliki anak gadis?” Setelah menarik wajah untuk menengadah. Pandora mendapati Kingston sedikit bergeser. Kernyitan di kening itu terlihat mengerut sangat dalam, tetapi suaminya langsung mengerti ke mana tujuan pembicaraan akan berlabuh. “Ada banyak.” Nada geli tersisip di sana. Segera memancing rasa ingin tahu Pandora, dia kembali mereguk ke
Nilai mata kuliah keluar secara mengejutkan. Pandora menatap lamat – lamat dashbord website kemahasiswaan. Pada kolom lain di profilnya. Mendalami serentetan angka – angka dan bobot mutu yang tertera. Keseluruhan, dia nyaris mendapat nilai sempurna. Tetapi ‘C plus’ dari Ms. Madeline cukup menyergap keanehan di benak Pandora. Rasanya dia sudah berusaha mendapatkan hasil terbaik. Kesalahan yang terlihat begitu nyata terletak pada nilai ujian akhir semester. Dan jika dikaitkan kembali. Ini semua karena ....Karena sikap mesum Kingston.Kingston muncul di saat – saat tidak diinginkan. Melancarkan aksi tepat setelah dia menyelesaikan tugas ujian. Benar. Pandora yakin itulah pengaruhnya. Dia mendengkus. Sedikit menyeringai sinis mendapati nilai tertinggi jatuh pada mata kuliah dramaturgi.Ntah harus berterima kasih kepada suami sendiri sebagai dosen pengampuh atau Mr. Zade yang baik hati. Hanya dua minggu mengajar—di musim dingin pertama, meliputi badai salju selanjutnya mengandalkan pertem