Pelan Pandora melebarkan kelopak mata ketika sesuatu yang nyaris tidak memiliki sentuhan menjelajah di sekitar wajahnya. Dia mengerjap untuk kemudian menemukan Kingston sedang fokus mengamati, dan membiarkan bulu sayap terus bergerak di sekitar hidung dan kening. “Sudah jam tujuh, Kucing manis. Bangun ....” Pria itu berbisik sangat sayup dengan kesimpulan yang sudah diambil, barangkali sudah bisa menebak seperti apa reaksi Pandora selanjutnya. “Jam tujuh?” “Ya ....” Untuk itu Pandora dapat merasakan ranjang berderak ketika Kingston sedikit mundur ke belakang, tak lagi mengapit tubuhnya dengan kedua kaki menekuk memberi tekanan di atas kasur. Suatu gerakan yang secara serius menyeret kesadaran Pandora mencuak ke permukaan. “Jam tujuh ....” Dia sedikit bergumam. Ada jeda sebelum melotot lebar. “Kenapa kau tidak membangunkanku dari tadi!” Pandora menatap nyalang ke arah Kingston. Meneliti bagaimana pria itu telah rapi mengenakan kemeja biru muda dan dasi hitam sebagai pelengkap.
“Setelah dipikir – pikir. Aku jadi penasaran apa saja yang kalian lakukan selama di pantai ....”Ntah harus kali ke berapa Pandora mencerna ucapan Anna yang relavan dengan tindakan gila Kingston di depan kelas. Dia sudah berusaha tidak tersulut hasrat ingin tahu Anna yang tak kunjung padam. Sekadar menjabarkan dengan kata – kata tidak akan cukup membuat gadis itu mengerti, kalau dia dan Kingston tidak melakukan hal – hal di luar dugaan. Hanya ada satu bagian ketika Kingston kelepasan. Itu saja.“Kalau kalian sering melakukannya ...,” ucap Anna kembali melanjutkan. Berhenti sejenak, kemudian meletakkan kedua siku untuk bertumpu di atas meja kafetaria kampus. “Sebelum kalian menikah, Mr. Nolan harus memakai pengaman. Demi Tuhan, aku benci isi kepalaku!” Anna menghentak tiap sudut pelipis dengan telapak tangan. Bicara terlalu asal, syukur – syukur dia bersuara sangat pelan.“Aku juga benci dengan isi kepalamu. Kalaupun dia tidak menggunakan pengaman. Aku juga tidak akan hamil. Lagi pula
Pandora menelan ludah kasar, tidak memahami—apakah memang Kingston harus terpaku seperti itu di hadapannya atau tidak. Dia yakin Anna sudah menyiapkan semua hal tanpa terkecuali. Memoles bagian wajah yang polos dengan warna manis, cocok untuk dipadukan bersama slip dress. Gaun tanpa lengan memiliki potongan tali tipis dan detil kecil di bagian dada. Membentuk lekuk tubuh Pandora. Persis pernampilan untuk acara makan malam bersama pria yang tidak kalah menawan.Dia mengamati sisiran rambut ke belakang menambah kesan matang di wajah Kingston. Dalam balutan jas dan kemeja putih yang dua kancing bagian teratas sengaja dibiarkan terbuka, menegaskan betapa Kingston khas tipe pria panas dengan postur tubuhnya yang menjulang.Pria itu masih saja diam memperhatikan. Diam di tengah – tengah kesadaran yang tersisa separuh untuk benar – benar bisa dikendalikan.“King.”Pandora segera mengambil keputusan final. Sedikit sentuhan di bagian lengan menarik Kingston untuk mengerjap dan tersenyum samar
Pandora tidak tahu bagaimana harus mengekspresikan reaksinya yang begitu getir. Dia menunduk dalam – dalam, menautkan jari – jari tangan dengan kecemasan berlebihan. Rasanya seperti dihantam geledak besar ketika wanita itu secara solid menegaskan sebuah kebenaran. Dan Kingston sama sekali tidak mengeluarkan kata – kata apa pun sekadar menyakinkan Pandora, atau paling tidak pria itu akan mengelak.Hanya diam, sehingga Pandora nyaris menertawakan diri sendiri, mengapa dia berusaha menyangkal, sementara iris matanya pernah menangkap langsung bekas tanda kemerahan di tubuh Kingston ketika berada di hutan waktu itu.Keberadaan anak bukankah akan melengkapi cinta terdahulu Kingston. Mereka akan melewati rangkaian asmara yang menyerupai kisah masa lalu. Membendung dengan kehangatan dan rindu yang membludak. Sebabnya sampai detik ini Kingston belum mengatakan apa pun untuk memastikan kembali pernyataan yang membuat pikiran Pandora menjadi ngambang. Dia seperti terjebak di ketinggian marcusuar
“Selesai.”Pandora mengakhiri pekerjaan dengan menyalin data – data yang telah disusun ke dalam perangkat lain. Menyerahkan salinan-nya kepada Anna sekadar menitip tugas kajian mengenai dramaturgi untuk diprint out dan dijilid rapi.“Kau yakin tidak mau ikut?” tanya Anna, sudah begitu rapi dengan mantel tipis membungkus tubuh seraya mengenakan sepatu kulit pada bagian terakhir. Kadang Anna berpaling ke belakang, hanya untuk berulang kali memastikan Pandora akan berubah pikiran.“Aku mau istirahat saja, Ann. Ngantuk. Semalam kurang tidur.”Bahkan setelah tindakan pengusiran yang dilakukan dengan keji. Itu tidak membuat Kingston menyerah. Tidak, sampai Anna sengaja mendatangkan petugas keamanan untuk membawa pria itu pergi.“Ya, sudah. Aku pergi dulu. Mungkin akan agak lama, sekalian belanja bulanan dan juga harus beli tinta printer yang kosong.”Pandora mengangguk samar. Memerhatikan ujung jari Anna menyentuh ganggang pintu, kemudian dia berkata, “jaga dirimu baik – baik di luar.” Dan
“Kakak Panda, bangun.”Pandora tak ingat kapan terakhir dia terlelap dalam bayangan Kingston yang menyedihkan. Setelah memastikan pria itu benar – benar pergi. Dia bergegas—secepatnya memungut kain – kain tercecer di lantai. Membenahi penampilan kacau, meski tidak berlaku saat dia ingin meluruskan perasaan yang terkoyak – koyak. Sangat berantakan. Seperti saat dia tidak bisa mengabaikan desakan untuk tidur. Dan begitu terbangun. Situasi sudah tak lagi sama.Keheningan di dalam kamar terisi Anna dan Aceli yang memikul tas di punggung. Gadis kecil itu membangunkan Pandora sehingga lewat kesadaran yang nyaris terkumpul sempurna, dia secara mantap menyorot keduanya dengan kening bertaut heran.“Siapa yang membawanya ke sini?”Pandora terlonjak memegangi dada yang bertalu – talu hebat. Dia memerangkap wajah Anna luar biasa tajam. Memastikan kalau – kalau Anna akan mengatakan Kingston tidak terlibat dalam hal ini.“Barusan aku baru sampai, dan tidak sengaja melihat mi ice sudah menunggu lam
“Cepat, Panda. Mr. Lee akan mencerahami kita setelah ini!” Langkah Pandora tergesa – gesa mengikuti cara lari Anna yang tak berkesudahan. Terlambat. Satu kata itu mewakili mengapa mereka tidak bisa berjalan dengan tenang, meskipun derap – derap menggebu sudah mencapai lorong kampus. Menghentak keras melawan angin berembus—menyapa selembut belaian kasih. Pandangan Pandora lurus – lurus tak peduli beberapa mahasiswa memerhatikan mereka. Point penting baginya terungkap pada keharusan memasuki kelas sebelum ... satu ironi mendatang adalah keterlambatan utuh yang tak terelakkan. Tubuh Anna mematung di depan kelas. Seperti benar – benar dibuat beku, dan ketika Pandora tanpa sengaja menyentuh bahunya. Keterkejutan yang lain menjadi momok mengerikan. Tidak terkendali. Dalam satu ruang itu semacam mengandung energi saling mengikat. Pemahaman Pandora tentang jadwal hari ini seperti terseret hingga titik terendah. Dia tak ingat mata kuliah Dramaturgi—kelas antara Mr. Zade dan Mr. Lee akan dig
“Aku tidak ingin melihatmu menggigit bibir sekali lagi. Mengerti, Pandora?” bisik Kingston menyiratkan perintah yang kental dengan nada geram tertahan. Pria itu segera menarik langkah mundur. Menjauhkan diri, sehingga hal tersebut merupakan kemungkinan bagi Pandora merespons dengan tegas. Namun sampai detik ini dia tidak mengatakan hal – hal semestinya. Tidak mengeluarkan kata – kata menohok mengenai Kingston, atau segala rentetan kesalahan yang telah pria itu lakukan. Hanya diam dalam reaksi yang payah. Diam tidak tahu bagaimana membenarkan perasaan gelisah. Beberapa pasang mata mungkin sedang menyorot ke arahnya, tetapi bahkan keberanian Pandora, kalaupun ada, bukan untuk membalas setiap orang yang menatap. Wajahnya menunduk. Menunggu ntah atas dasar apa ... dia ingin Kingston menyelesaikan apa yang telah pria itu mulai. “Ada yang keberatan dengan tindakan saya tadi?” Sialnya Kingston memulai segala hal dengan kekonyolan. Bertanya bagaimana orang – orang memiliki sisi yang mungki