Bab 9 10082022 “Kita sebaiknya pergi ke rumah Ajeng, Pak,” kata Sarmini kecewa, setelah anak pertamanya itu menutup telpon tanpa memberikan waktu kepadanya untuk bicara. “Baiklah Bu, tapi besok saja ya. Bapak belum ada uang untuk bekal ke sana.” Raut muka Sahlan tampak sedih. Ia belum tahu ke mana mencari uang untuk bekal ke rumah anaknya. “Iya Pak.” Sarmini mengerti. Gaji honorer mereka berdua sekitar 2 juta sebulan, dan setengah gaji harus mereka relakan untuk membayar cicilan pada Bank untuk biaya pernikahan Ajeng setahun lalu. Seminggu kemudian, pagi-pagi Sarmini dan suaminya sampai ke rumah Ajeng. Sambil menenteng kresek yang berisi sayuran dan pisang Sarmini mengetuk pintu rumah anaknya. “Assalamualaikum.” Wahyu membukakan pintu. “Waalaikum salam,” jawab Wahyu kaget menerima kedatangan kedua mertuanya. “Mari masuk, Pak, Bu…” dia mempersilahkan mereka masuk. Mata Ibu celingak-celinguk mencari Ajeng dan Amina. “Ajeng masih keluar beli sarapan Bu,” kata Wahyu. “Amina mana
Bab 10 10082022 Amina bergerak seperti robot menyapu lantai semen. Wajahnya pucat dan tirus dengan tulang-tulang menonjol. “Oww!” Amina menjerit tertahan. Ada sesuatu yang menendang perutnya. Gadis itu duduk di lantai lalu meraba perutnya. Perlahan, Amina teringat sudah lama tidak mendapatkan menstruasi. “Tidak!” Kepanikan menerkam otaknya. “Tidak! Aku tidak mau hamil!” Senyum yang dimiliki semakin musnah ditelan derita yang menghampirinya. Seperti kesetanan, perempuan itu berlari dan berguling-guling di ruangan pengap bekas gudang beras itu. Setelah capek, ia duduk dan memukuli perutnya. “Keluarlah kamu, jangan diam di tubuhku!” ratapnya melas. Amina memijat perutnya dengan keras. “Tolong bantu aku, aku tidak mau hidupmu sengsara sepertiku.” Janin yang ada di dalam perut Amina kembali menendang, membuat perempuan itu tersadar ada mahluk kecil di dalam perutnya. Amina menangis tergugu. Ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya lagi. Ratusan kali dia berdoa meminta malaikat mau
Bab 11 11082022 Bayi perempuan itu menangis kencang. Amina menangis, bingung dan ketakutan. Tangannya gemetaran memegang bayi yang masih berlumuran darah. Dengan tali pusar yang masih melilit sang bayi, Amina berjalan tertatih-tatih membawa bayinya ke luar kamar mandi. Dia mencari benda tajam untuk memotong tali pusar. Mata Amina menyisir tiap sudut gudang. Saat ia didera rasa putus asa, ujung matanya menangkap benda berkilau di bawah tumpukan sak berisi sekam. Gadis itu mengambilnya dan ia memekik kecil mengetahui benda itu adalah sebuah pisau! Bergegas Amina membersihkan pisau itu dengan baju daster yang di pakainya. “Bismillah!” Ia memotong tali pusar putrinya dan membungkus bayinya dengan kain panjang, setelah sebelumnya ia bersihkan darah yang menempel di tubuh anaknya dengan air mineral. Secara naluri Amina langsung menyusui bayinya. Bayi itu menyusu dengan begitu kuatnya. Rasa sakitnya telah hilang, berganti dengan rasa lelah. Sambil menyusui bayinya, ia terkantuk-kantuk
Bab 1212082022Amina mengibas-ngibaskan kain di atas bayinya. Mulutnya menggerutu kesal pada nyamuk yang menyerang tubuh bayinya. Ia kasihan sekali, muka Ayang merah-merah. Karena Ayang tidak memiliki pakaian, maka ia menggunakan kaosnya.Nyamuk di dalam gudang beras besar-besar dan ganas-ganas. Gigitannya menyakitkan, meninggalkan jejak merah. Dulu badan Amina menjadi sasaran empuk mereka, tapi setelah lama tinggal di situ badannya mulai kebal.Tapi tidak untuk Ayang. Bayi itu baru beberapa hari dilahirkan. Kulitnya teramat sensitif. Otak Amina berpikir bagaimana menyelamatkan Ayang dari serangan nyamuk.Setelah menidurkan Ayang, Amina menemukan ide. Dia membuat tudung bayi dari karung beras yang tidak terpakai dan menjalinnya dengan tali rafia yang ia temukan. Kemudian ia merangkai kayu-kayu sisa tatakan beras menjadi sebuah kotak untuk tempat tidur Ayang.Amina menaruh sekam, dan di atasnya ditutupi dengan karung goni, setelah itu ia tutup lagi dengan kaosnya yang sudah robek lalu
Bab 13 13082022 Ajeng mengancamnya! Jazuli tersenyum sinis menatap menantunya dingin. Rakus juga kau! Kau pikir aku takut dengan ancamanmu? pikir lelaki tua itu. “Setelah ini, apa Ibu masih ingin shopping?” tanya Jazuli mengalihkan perhatiannya. “Sekalian kita ajak Ajeng dan Wahyu?” “Gak usah Pak, kita pulang saja. Ibu males belanja dengan Ajeng. Dia belanjanya lama, muter-muter gak karuan. Ibu nanti yang capek.” Sri menolak secara frontal. “Ya sudah, kalau gitu kita pulang.” “Sebentar Pak, makanan ini siapa yang bayar?” tanya Ajeng. Sri melotot. “Ya Allah Jeng, kamu pelit banget sama mertua sendiri!” Wahyu menengahi, otaknya dia sudah buntu menghadapi kelakuan Ibu dan istrinya. “Ma, Papa yang bayar. Apa itu menjadi masalah buat Mama?” “Ya gak gitu juga sih Pap, kan yang ngajak makan malam, Bapak. Mestinya Bapak yang bayarin makanannya, bukan kita.” Ajeng membela dirinya. Jazuli mendengkus kesal ke arah Ajeng. “Sudah jangan ribut! Biar Bapak yang bayarin makanannya.” Jazuli
Bab 1413082022“Bagaimana Ibu bisa tahu Bapak di sini?” Jazuli kaget. Ia berusaha menguasai emosinya.Sri tertawa sinis. “Kamu kaget ya Pak. Kamu pasti tidak mengira aku akan menemukan bangkai busuk yang kamu sembunyikan.” Dirinya merasa menang. “Aku tadi pura-pura tidur, lalu mengendap-endap keluar mengikutimu.”Semua yang pertanyaan yang menggantung di kepala Sri kini terungkap jelas, tanpa repot menyewa detektif.Dengan tenang Jazuli menghampiri Sri sambil memegang kedua tangan perempuan yang telah dinikahinya hampir 35 tahun. “Jangan marah Bu, biar Bapak jelaskan duduk perkaranya!”Sri diam. Ia kecewa, hatinya patah mengetahui suaminya berpaling darinya. Satu hal yang paling menyakitkan hatinya adalah lelaki itu menyembunyikan seorang gadis muda di gudang beras di rumah mereka tanpa ia tahu.Tapi didikan ibunya telah terpatri dalam jiwa Sri. Ibunya Sri mengajarkan dia untuk mendem jero dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Meski dirinya limbung. Ia berusaha tegar.Dengan bantuan
Bab 1512082022Berhari hari Sri mengatasi rasa nyeri di hati menerima kenyataan pahit dalam hidupnya.Sebelum akhirnya dia memutuskan dengan berat hati, mendukung keputusan Jazuli, menyekap Amina dan anaknya.Namun, diam-diam Sri menduplikat kunci gudang dan menyimpannya dengan hati-hati.Jazuli sudah berangkat kerja, sedangkan Mbok Jum sedang pergi ke pasar. Sri buru-buru pergi ke gudang menengok Amina.Di tangan kirinya membawa kresek besar dan tangan kirinya membawa rantang.Sebelum membuka pintu gudang, Sri menengok ke kiri dan ke kanan.Sri terkejut karena Jazuli telah menyekat setengah bangunan dengan terali besi kokoh seperti sebuah penjara.Mungkin lelaki itu takut Sri akan membebaskan Amina.Menariknya, Jazuli melengkapi penjara yang dibuatnya dengan kursi, meja dan ranjang dengan kasur spon."Amina," sapa Sri dari luar terali besi. Ia tidak bisa masuk ke sana. Karena tidak memiliki kunci.Kedatangan Sri mengejutkan Amina yang sedang menyusui anaknya.Amina meletakkan bayiny
Bab 16 15082022 "Om, tolong buka ikatannya! Jangan pergi dulu!" "Tolong Om, jangan ringgalkan aku begini, kasihan Ayang. Dia perlu ASI." Amina berteriak memanggil Jazuli. Namun, Jazuli tidak mendengarkan teriakan Amina. Lelaki itu pergi dan menutup pintu setelah puas memuaskan hasratnya. "Dasar lelaki tua gila! Bajingan! Kamu memang tak berperasaan!" Seribu rutukan dilontarkan dari mulut Amina, hingga tenggorokannya kering. Perempuan itu menunduk, menyadari apa yang dilakukannya sia-sia. Tangisan Ayang terdengar memilukan,bayi itu merintih.dan frustrasi. Ia kehausan dan tak tahu harus melakukan apa.Sama seperti Amina. "Ayang, tolong berhentilah menangis, Ibu tahu kamu kehausan. Bertahanlah cinta. Ibu masih terjebak di jeruji ini." Amina berjuang membebaskan pergelangan tangan dengan menggerak-gerakkan tangannya. Sayangnya ikatan Jazuli sangat kuat. Mendengar suara ibunya. Ayang berhenti menangis. Dia seperti tahu ibunya dalam masalah. Karena lelah, Amina ketiduran. Dia terb
Bab 178 – Last Episode Jantung Amina serasa mau berhenti, wajahnya seketika memucat melihat Mama dan Neneknya Eril hadir di sana. Wanita itu melepaskan pelukannya. “Kenapa kamu memeluk Amina di sini? Lebih baik bawa Amina ke KUA. Jangan bikin malu orang tua!” kata Iswati bengis. Sontak, Amina terkejut. “Kejutan apa lagi ini, Rey?” tanyanya kebingungan. Reynard, Bu Hesti, Pak Mulyadi, dan Diana bertepuk tangan. “Luar biasa sekali acting Bu Iswati ini. Cocok jadi pemeran antagonis,” ucap Pak Mulyadi bersemangat. “Hesti, kamu mestinya ambil dia untuk salah satu sinetronmu?” Bu Hesti tertawa. “Urusan talent, aku kan pakarnya. Bu Iswati sudah aku kontrak. Baru saja kami menandatangi surat – suratnya.” Iswati tersenyum malu. Amina semakin bingung. “Ril… tolong jelaskan semua ini kepadaku?” “Biar saya yang menjelaskan,” kata Bu Hesti. “Amina, seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya mempunyai dua kejutan. Yang pertama adalah kembalinya Eril bersama kita. Dia sangat mencintaimu,
Bab 177 Amina mengenakan baju terbaiknya. Ia mematut dirinya lama sekali di depan kaca. “Ibu sudah cantik, kok,” kata Ayang geli, melihat sikap ibunya yang bolak – balik menatap cermin. “Benarkah? Ibu merasa kurang pede,” kata Amina. “Yang dikatakan Ayang benar. Ibu cantik sekali.” Bik Susi mengacungkan dua jempolnya. Hari ini ia tidak berjualan dengan Amina, karena Reynard mengajak semuanya pergi. Fahri yang telah berpakain rapi lalu memotret sang Ibu dan memperlihatkannya pada Amina. “Ibu cantik!” Anak itu tersenyum bahagia. Amina tersipu, mendapat pujian dari keluarganya. “Ngomong – ngomong, Reynard mau mengajak kita kemana ya, Bik?” Baru saja Amina selesai bertanya, Reynard sudah muncul di depannya. Pakaian dia rapi dan wangi. “Aku akan membawa kalian ke tempat spesial,” jawab Reynard dengan senyum lebar. “Apa kalian semua sudah siap?” “Sudah dong.” “Kalau begitu, mari kita berangkat.” “Mas Rey, kita mau naik apa?” tanya Bik Susi. “Naik mobil dong, Bik. Masak mau naik
Bab 176“Bagaimana kami percaya? Kamu bisa saja mengelak dengan cara menuduh orang lain?” kata Reynard.“Aku juga tidak percaya dengan kalian. Siapa tahu Eril juga berbohong supaya dia tidak mau bertanggung jawab pada Dokter Kartika.” Vincent membela diri.“F*ck,” cetus Eril gusar. “Kita berdua sama – sama terjebak, dan satu – satunya cara kita harus mendatangi datang ke Jember dan menemui Dokter Kartika dan memintanya mengaku siapa lelaki yang harusnya bertanggung jawab.”“Hmm… sorry, pekerjaanku banyak. Aku tidak bisa ikut kalian.”Reynard menyeringai. “Boleh saja kamu begitu, dan aku tinggal menyebarkan soal hubunganmu dengan Dokter Kartika ke media, beres kan?” Ia mengancamnya. “Aku juga tahu, sugar mommymu.”Gigi Vincent gemeretuk. Dia tidak bisa mengelak lagi.***“Dokter Tika, aku kecewa dengan dirimu. Tak kusangka, kamu bisa senekat itu untuk mendapatkan apa maumu. Kamu rela menghancurkan sahabat baikmu sendiri, dan sekarang meminta pertanggung jawaban aku.” Eril menatap mata
Bab 175“Apa kamu yakin ini cara yang akan kamu tempuh, akan membuat Dokter Kartika mengaku?” Reynard menatap Eril dengan was – was. Lelaki itu selalu membuatnya khawatir.“Bagaimana aku tahu, jika aku tidak mencobanya?” jawab Eril datar. “Sumpah demi Allah! Aku tidak pernah meniduri Dokter Kartika, dan sekarang dia meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya.”Pria itu mendengus, kemudian mengambil rokok dan menyalakannya. “Atau kamu punya ide lain?”Reynard menyalakan rokok dan menghembuskannya pelan ke udara. Mereka masih di salah satu café di bandara. Rencananya, Eril mengajaknya ke Jember, menemui Dokter Kartika dan menyelesaikan masalahnya. Setelah itu barulah ia mau bertemu dengan keluarganya dan Amina. “Aku ragu, jalan yang kamu tempuh akan berhasil, mengingat Dokter Kartika itu licik. Jujur aku tidak menyukainya.” Reynard melihat Eril.“Apa kamu tahu, dia menjelek – jelekkan Amina ke media, ke ibumu. Selain itu dia juga menjadi mata – mata Jazuli bersama Amel. Dia perna
Bab 174Eril terhenyak. “M-maksudmu? Amina tidak jadi artis lagi?”Adrien menggeleng. Dia lalu mengajak Eril duduk di living room lalu menceritakan apa yang didengarnya dari Reynard.“Amina bahkan melarang Reynard untuk mengambil mobilmu, meskipun hidupnya sengsara.” Perempuan itu memandang Eril, dengan sendu. “Karena dia sangat mencintaimu Ril.”Mendengar cerita kelabu Amina, Eril menggigit bibirnya. Dadanya dihantam rasa bersalah tidak bisa melindungi perempuan itu.“Aku juga menemui Ibu dan nenekmu, mereka mengharapkan kehadiranmu dan tanggung jawabmu pada Dokter Kartika,” lanjut Adrien. Kedua matanya nanar memandang Eril.Eril memberikan respon. “Tanggung jawab apa? Aku tidak punya hutang apapun kepada Dokter Kartika.”“Apa hubunganmu dengan Dokter Kartika?” tanya Adrien hati – hati. Ia khawatir pertanyaan menyinggung hati Eril.“Teman biasa. Aku mengenalnya karena dia adalah Psikolog Amina. Justru Amina yang dekat dengannya?” Eril menjelaskan.Adrien mengambil napas. “Aku serius
Bab 173BRAKHesti membuka pintu kantor dengan kasar. “Diana!” Ia memanggil sekretarisnya dengan nada melengking tinggi.Diana yang sedang berada dalam toilet, kaget dan buru – buru menghadap Hesti.“Ada apa, Tante?” jawabnya gugup dengan dengkul gemetaran. Baru kali ini ia melihat Tantenya itu sangat marah dan frustasi.“Kenapa kamu tidak pernah memberitahu saya soal Amina? Apa yang kamu kerjakan selama ini?” Hesti melemparkan tas Hermes miliknya ke kursi.Bola mata Diana berputar kemudian naik ke atas, mengingat – ingat kejadian. “Bukankah Tante yang meminta saya, untuk tidak membicarakan soal Amina?” Ia ingat betul, beberapa waktu lalu, Hesti marah besar kepadanya. Gara – gara dia memberikan titipan Amina dari satpam RTV.Hesti kelihatan menghela napas berat. Dia merasa tertohok dan menjadi orang jahat. Diana, tak bersalah, ia saja yang suka memarahinya. “Mana titipan Amina?” tanyanya parau. Ia ingat pernah meminta sekretarisnya itu untuk membuang titipan Amina.Bergegas Diana menu
Bab 172 “Hih, najis aku ke rumahmu,” sahut wirda jutek. Seketika dirinya muak melihat Amina yang masih kelihatan cantik meski dengan sandal jepit dan pakaian sederhana. Amina tersenyum tipis. “Terserah!! Aku tidak mau memaksa. Asal kamu tahu, Bapakmu sudah menyiksaku selama 6 tahun, dan itu sudah cukup menimbulkan trauma berat. Meskipun aku melarat, tak sudi aku mau merebut suami orang.” Perempuan itu menghela napas pendek. “Daripada kamu menuduh sembarangan, lebih baik telepon suamimu sekarang dan tanyakan apakah dia punya selingkuhan bernama Wirda?” Ia menduga arwah gentayangan yang menemuinya semalam adalah selingkuhan suami kakaknya Wahyu. Mereka memiliki nama yang sama. Wajah Wirda tegang, urat di mukanya menonjol sehingga membuat wajahnya kian tua. Gigi perempuan itu gemeretuk menahan emosi. “Bangsat! Kamu sekarang malah berani menyuruhku!” katanya kasar. “Mba, tahan emosimu, lebih baik kita tengok Bapak sekarang.” Wahyu menyeret tangan kakaknya menjauhi Amina. “Amina, maa
Bab 171 Amir, teman Abah Anom mendekati tubuh Jazuli. Ia menaruh tangannya di depan hidung pria itu. “Dia masih bernapas,” katanya. Lelaki itu melihat ke Abah Anom dan Amina. “Selanjutnya, kita apakan dia?” “Amina, Abah menunggu perintahmu. Jika kamu mau dia mati, anak buah Abah bisa menghabisinya dan membuangnya ke tempat yang tak terdeteksi. Kedua orang itu sangat professional.” Dengan tenang Abah Anom mengatakannya. Lelaki itu dulu terkenal sebagai jawara di kampungnya. Ia ditakuti banyak orang. Amina bergidik mendengar penjelasan tuan rumahnya. Sebenci – bencinya dia pada Jazuli, dia takkan mau menorehkan sejarah sebagai otak pembunuh. “Kita bawa dia ke rumah sakit saja. Nanti saya akan hubungi keluarganya.” Amir dan temannya menggeleng – gelengkan kepala dengan kebaikan hati Amina. Padahal nyawa perempuan itu tadi terancam, tetapi dia malah menolong orang yang mengancam hidupnya. Abah Anom tersenyum kecil. Dia menepuk pundak Amina dua kali. “Kamu memang wanita baik. Abah kag
Bab 170 Serta merta Jazuli menerkam Amina hingga perempuan itu terjatuh ke lantai. Kemudian ia menciumi wanita itu dengan penuh nafsu. “Sudah lama aku menginginkan kamu Amina sayangku!” Kedua tangannya menekan tubuh Amina hingga perempuan itu sulit berkutik. Bau jigong menyeruak dan menusuk hidung Amina. Perut wanita itu bergolak hebat, pingin muntah entah antara rasa jijik dan putus asa. “Lepaskan aku. Aku janji akan membayar hutangmu segera!” Amina meronta berusaha melepaskan cengkeraman Jazuli dan menghindari serangan ciuman Jazuli yang membabi buta. Napas perempuan itu ngos – ngosan. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan pria gaek itu. Jazuli tertawa terbahak – bahak. Semakin Amina melawan, nafsu binatangnya itu kian menggelora. “Aku tidak butuh uangmu, cantik! Aku hanya butuh kamu!” Ia merasa dirinya menang dan berusaha menindih Amina. Tatapan pria itu kian liar menelusuri wajah cantik Amina. Melihat posisi Amina yang terancam, Fahri mengambil tongkot bisbol. Ia men