Bab 17 16082022 “Ini tugas Ibu, Bapak gak mau tahu, gimana cara Ibu supaya Wirda dan suaminya menjauh dari gudang itu. Jangan sampai mereka tahu keberadaan Amina.” Suara Jazuli menekan Sri. Ia bersiap-siap pergi ke toko, tapi terlebih dahulu ia berencana mau menengok Amina. “Apa bakwannya masih ada? Aku mau membawakan sedikit buat Amina?” lanjut Jazuli. Sri mengangguk lalu melangkah ke pergi ke dapur menyiapkan permintaan suaminya. Hati perempuan itu diliputi kebingungan bagaimana caranya menangani Wirda. Tidak mungkin dia berterus terang. “Dor!” Wirda mengagetkan Sri. Dia memeluk tubuh sang Ibu. Sulungnya bersikap manja. “Kamu ini lho ngagetin Ibu saja!” protes Sri sambil tersenyum. Dia menyodorkan piring yang berisi bakwan kepada Wirda. “Apa sih yang Ibu pikirkan? Kok melamun begitu” tanya Wirda manja. Tangannya mencomot satu bakwan dan melahapnya habis. “Ibu gak mikir apa-apa.” “Bohong! Mata Ibu gak bisa membohongi Wirda. Ayolah Bu, ceritakan pada Wirda.” Dia mengelus tanga
Bab 1817082022Ekor mata Wirda menangkap sekelebat bayangan putih di dekat rumpun bambu. “P-pocong, p-pocong itu Mas!” Kakinya gemetaran.Kemudian terdengar tawa melengking yang membuat tubuh Wirda dan Bambang kaku.Bambang mencolek istrinya. “Lari Dek, lari!” Ia aslinya penakut berlari terbirit-birit mendahului istrinya kembali ke rumah. Tapi ia salah belok. Mestinya ke kanan, ia malah berlari ke kiri.“Mas, tunggu!” kejar Wirda ketakutan. Sayangnya sang suami sudah jauh. Di luar amat pekat, wanita itu mengandalkan instingnya untuk berlari dan tanpa sengaja kakinya menginjak batu. Kakinya terkilir.Tanpa bisa dicegah, badannya oleng dan menubruk tong sampah. “Aduh! Mas, aku jatuh! Kakiku sakit” tangis Wirda tertahan. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Suaminya tidak ada. Sedangkan suara perempuan tertawa masih terdengar di belakangnya. “Ampun-ampun saya gak mau ganggu kamu lagi.” Wirda benar-benar ketakutan, saking takutnya sampai kencing di celana. Kemudian dengan terpincang-pincan
Bab 19 18082022 Muka songong Ajeng tambah gak enak dilihat. Dia langsung duduk di amben dan duduk dengan menyilangkan kaki. Perut Wirda menjadi mulas saking enegnya melihat sikap adik iparnya itu. “Kamu tuh ya, datang mestinya ucapkan salam dulu kek, cium tangan ibu mertuamu kek. Eh kok malah duduk kayak Bos. Gak menghargai Ibu sama sekali!” Mulut Wirda tak tahan untuk mengomentari Ajeng. “Ye, suka-suka saya dong, kok situ yang bawel.” Ajeng tak mengindahkan teguran kakak iparnya. Mulut Wirda langsung mengerucutkan mulutnya. Bener-bener nih anak, gak punya sopan santun sama sekali. Keluhnya dalam hati. “Sudah-sudah, jangan ribut di dapur.” Sri melerai anak dan menantunya. “Wahyu mana Jeng?” Ajeng mengedikkan bahunya. “Gak tahu, mungkin ngobrol sama Mas Bambang di depan.” “Daripada kamu nganggur, tolong buatkan minum untuk Wahyu dan mas iparmu. Kalau bikin minuman kurangi gulanya. Ibu gak mau anak dan menantu Ibu kena diabetes,” pinta Sri. “Hih, ngapain saya yang buat? Terus
Bab 20 19082022 Sri pura-pura tak mendengar teriakan Ajeng. Dia mempercepat langkahnya dan tertawa dalam hati. “Mampus kamu!” “Ibu tolongin saya,” teriak Ajeng berulang kali. Perempuan itu jengkel luar biasa, ibu mertuanya mengabaikan teriakannya. Sri membalikkan badan. “Gak usah teriak-teriak dan membohongi Ibu kamu kena gigit ular deh. Itu gak lucu sama sekali.” Ia mengatakannya dengan nada bengis. “Siapa yang bohong! Lihat nih, betis saya luka.” Ajeng mengangkat celana kulotnya. Kemudian Sri berteriak memanggil Wahyu dan Bambang. “Wahyu! Bambang, cepat kemari, Ajeng digigit ular!” Setelah itu Ajeng dibawa ke rumah sakit. Sri ikut menemani Wahyu. Kejadian tentang Wirda yang melihat pocong serta Ajeng yang digigit ular, menjadi buah bibir orang-orang kampung. Mereka semakin mempercayai ada mahluk menyeramkan yang menghuni gudang beras. Mahluk-mahluk ghoib itu marah ketika Wirda dan Ajeng ingin mengusiknya. Selepas itu tak ada orang yang berani mendekat. Cerita-cerita hantu
Bab 2118082022Amina mengambil pemberian Sri, Dia menunduk saat perempuan tua itu menatapnya lama. “Jagalah dirimu dan Ayang baik-baik.” Sri memegang jemari Amina. Kemudian ia memanggil Ayang.“Ayang, Nenek pergi dulu ya. Jangan nakal, kamu harus nurut sama perkataan ibumu.”“Iya Nek.” Ayang mencium tangan Sri.Amina memandang punggung Sri bersama desiran aneh yang menjalar di hati. Sikap wanita tua itu agak lain. Dia sepertinya enggan meninggalkan dirinya dan Ayang, lalu tiba-tiba menasehati dan meminta maaf kepadanya tanpa sebab. Padahal sebelumnya ia irit bicara dan cepat-cepat pergi.Mendadak hatinya keruh tanpa sebab. Selama ini kehadiran Sri, sedikit menghibur kerinduaan kepada ibunya.Namun, secara eksplisit Amina tidak dapat menjelaskan seperti apakah hubungannya dengan Sri.“Ada apakah ini.” Amina sibuk menjernihkan kabut dan perasaan tak enak yang menyelimuti dirinya. “Ibu, apa yang Nenek Sri berikan tadi?” Ayang menyentuh lengan Amina yang masih tegak berdiri.“Ibu belum
Bab 22 20082022 Terlambat! Amina tidak bisa menarik kalimatnya. Dalam hati ia merasa bersalah telah melontarkan kalimat bodoh. Karena ia bermaksud ingin tahu apa yang ada di dalam benak Jazuli. Jazuli seketika menghentikan permainannya. Ia menarik resleting celana lalu duduk di tepi kasur. Kemudian menyulut rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Matanya terlihat menerawang. Untuk pertama kalinya Amina mengamati gurat-gurat ketegangan yang timbul di permukaan kulit wajah Jazuli. “Aku tak tega membunuh Sri. Dia selama ini menjadi istri dan ibu yang baik.” Jazuli mengusap peluh yang bergerombol di keningnya. Amina mencemooh. “Kalau begitu, temani istrimu. Jangan malah enak-enak di sini.” Jazuli memelototi. “Tumben kamu berani bicara kepadaku seperti itu!” Amina membalas tatapan Jazuli dengan berani. “Aku sudah frustrasi tinggal di sini Om! Tolong lepaskan aku dan Ayang, kirim kami ke tempat jauh. Aku akan tutup mulut.” Perempuan itu tak dapat melanjutkan kata-katanya. Kalimat yang
Bab 2321082022“Maling! Turun kamu!”Eril menoleh. Dilihatnya Gatot, teman kecilnya sedang berupaya menggoyang-goyangkan tangganya. “Eh, Tot gue bukan maling. Gue Eril.” Dia membuka hoodie yang menutupi kepalanya.Gatot yang melihat Eril di atasnya cengengesan. “Sorry Bro, aku tadi curiga. Ngapain kamu di situ?”“Droneku sepertinya jatuh di sekitar sini, aku mau mengambilnya.”“Oh ok. Apa kamu perlu bantuan?” Gatot menawarkan diri.“Eng, kurasa aku bisa sendiri. Asal kamu tidak memindahkan anak tangga itu.” Eril melebarkan senyumnya.“Nggaklah. Hati-hati di situ ada kuntilanak.” Teman Eril itu memperingatkan.“Tenang, nanti aku bawain untuk kamu satu.”“Sialan kamu Ril. Masih saja suka iseng.” Gatot melambaikan tangannya.Eril sudah melompat ke pohon jambu yang berada tepat di dahannya menjorok ke tembok. Dengan leluasa pemuda itu turun ke bawah. Semak semak di situ sangat lebat membuat ia sedikit kewalahan.Eril mulai menyalakan kamera mini dan mulai merekam yang menarik perhatianny
Bab 2422082022Eril menahan napas. Dia bisa mati jika ketahuan Pak Jazuli."Siapa itu yang batuk!" teriak Jazuli sekali lagi."Aku yang batuk," jawab Amina dari dalam. Ia batuk-batuk kecil,.karena tersedak air."Jangan bohong kamu!" Sekelebat rasa cemas menghantui Jazuli.Jazuli tidak percaya. Ia masuk ke dalam dan memeriksa isi gudang. Hasilnya nihil.'Om pikir aku menyembunyikan orang di dalam sini?" tanya Amina sinis."Siapa tahu, aku hanya mau mengeceknya!" Jazuli takut Amina kabur darinya.Kemudian telepon Jazuli berdering. Lelaki itu mengangkatnya. Suaranya menjadi tegang. "Iya, sebentar lagi Bapak sampai di Rumah Sakit.'Jazuli langsung melesat pergi, tanpa mengucap sepatah kata.Eril menunggu dengan gelisah, ia melihat Pak Jazuli sudah lama pergi. Tapi ia belum beranjak dari tempat persembunyiannya."Sebaiknya aku menunggu sampai subuh," Eril bergumam sendiri. Matanya mendongak ke langit yang pekat.Jam di pergelangan tangannya menunjukkan waktu jam 12 malam tepat.Sudah teng
Bab 178 – Last Episode Jantung Amina serasa mau berhenti, wajahnya seketika memucat melihat Mama dan Neneknya Eril hadir di sana. Wanita itu melepaskan pelukannya. “Kenapa kamu memeluk Amina di sini? Lebih baik bawa Amina ke KUA. Jangan bikin malu orang tua!” kata Iswati bengis. Sontak, Amina terkejut. “Kejutan apa lagi ini, Rey?” tanyanya kebingungan. Reynard, Bu Hesti, Pak Mulyadi, dan Diana bertepuk tangan. “Luar biasa sekali acting Bu Iswati ini. Cocok jadi pemeran antagonis,” ucap Pak Mulyadi bersemangat. “Hesti, kamu mestinya ambil dia untuk salah satu sinetronmu?” Bu Hesti tertawa. “Urusan talent, aku kan pakarnya. Bu Iswati sudah aku kontrak. Baru saja kami menandatangi surat – suratnya.” Iswati tersenyum malu. Amina semakin bingung. “Ril… tolong jelaskan semua ini kepadaku?” “Biar saya yang menjelaskan,” kata Bu Hesti. “Amina, seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya mempunyai dua kejutan. Yang pertama adalah kembalinya Eril bersama kita. Dia sangat mencintaimu,
Bab 177 Amina mengenakan baju terbaiknya. Ia mematut dirinya lama sekali di depan kaca. “Ibu sudah cantik, kok,” kata Ayang geli, melihat sikap ibunya yang bolak – balik menatap cermin. “Benarkah? Ibu merasa kurang pede,” kata Amina. “Yang dikatakan Ayang benar. Ibu cantik sekali.” Bik Susi mengacungkan dua jempolnya. Hari ini ia tidak berjualan dengan Amina, karena Reynard mengajak semuanya pergi. Fahri yang telah berpakain rapi lalu memotret sang Ibu dan memperlihatkannya pada Amina. “Ibu cantik!” Anak itu tersenyum bahagia. Amina tersipu, mendapat pujian dari keluarganya. “Ngomong – ngomong, Reynard mau mengajak kita kemana ya, Bik?” Baru saja Amina selesai bertanya, Reynard sudah muncul di depannya. Pakaian dia rapi dan wangi. “Aku akan membawa kalian ke tempat spesial,” jawab Reynard dengan senyum lebar. “Apa kalian semua sudah siap?” “Sudah dong.” “Kalau begitu, mari kita berangkat.” “Mas Rey, kita mau naik apa?” tanya Bik Susi. “Naik mobil dong, Bik. Masak mau naik
Bab 176“Bagaimana kami percaya? Kamu bisa saja mengelak dengan cara menuduh orang lain?” kata Reynard.“Aku juga tidak percaya dengan kalian. Siapa tahu Eril juga berbohong supaya dia tidak mau bertanggung jawab pada Dokter Kartika.” Vincent membela diri.“F*ck,” cetus Eril gusar. “Kita berdua sama – sama terjebak, dan satu – satunya cara kita harus mendatangi datang ke Jember dan menemui Dokter Kartika dan memintanya mengaku siapa lelaki yang harusnya bertanggung jawab.”“Hmm… sorry, pekerjaanku banyak. Aku tidak bisa ikut kalian.”Reynard menyeringai. “Boleh saja kamu begitu, dan aku tinggal menyebarkan soal hubunganmu dengan Dokter Kartika ke media, beres kan?” Ia mengancamnya. “Aku juga tahu, sugar mommymu.”Gigi Vincent gemeretuk. Dia tidak bisa mengelak lagi.***“Dokter Tika, aku kecewa dengan dirimu. Tak kusangka, kamu bisa senekat itu untuk mendapatkan apa maumu. Kamu rela menghancurkan sahabat baikmu sendiri, dan sekarang meminta pertanggung jawaban aku.” Eril menatap mata
Bab 175“Apa kamu yakin ini cara yang akan kamu tempuh, akan membuat Dokter Kartika mengaku?” Reynard menatap Eril dengan was – was. Lelaki itu selalu membuatnya khawatir.“Bagaimana aku tahu, jika aku tidak mencobanya?” jawab Eril datar. “Sumpah demi Allah! Aku tidak pernah meniduri Dokter Kartika, dan sekarang dia meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya.”Pria itu mendengus, kemudian mengambil rokok dan menyalakannya. “Atau kamu punya ide lain?”Reynard menyalakan rokok dan menghembuskannya pelan ke udara. Mereka masih di salah satu café di bandara. Rencananya, Eril mengajaknya ke Jember, menemui Dokter Kartika dan menyelesaikan masalahnya. Setelah itu barulah ia mau bertemu dengan keluarganya dan Amina. “Aku ragu, jalan yang kamu tempuh akan berhasil, mengingat Dokter Kartika itu licik. Jujur aku tidak menyukainya.” Reynard melihat Eril.“Apa kamu tahu, dia menjelek – jelekkan Amina ke media, ke ibumu. Selain itu dia juga menjadi mata – mata Jazuli bersama Amel. Dia perna
Bab 174Eril terhenyak. “M-maksudmu? Amina tidak jadi artis lagi?”Adrien menggeleng. Dia lalu mengajak Eril duduk di living room lalu menceritakan apa yang didengarnya dari Reynard.“Amina bahkan melarang Reynard untuk mengambil mobilmu, meskipun hidupnya sengsara.” Perempuan itu memandang Eril, dengan sendu. “Karena dia sangat mencintaimu Ril.”Mendengar cerita kelabu Amina, Eril menggigit bibirnya. Dadanya dihantam rasa bersalah tidak bisa melindungi perempuan itu.“Aku juga menemui Ibu dan nenekmu, mereka mengharapkan kehadiranmu dan tanggung jawabmu pada Dokter Kartika,” lanjut Adrien. Kedua matanya nanar memandang Eril.Eril memberikan respon. “Tanggung jawab apa? Aku tidak punya hutang apapun kepada Dokter Kartika.”“Apa hubunganmu dengan Dokter Kartika?” tanya Adrien hati – hati. Ia khawatir pertanyaan menyinggung hati Eril.“Teman biasa. Aku mengenalnya karena dia adalah Psikolog Amina. Justru Amina yang dekat dengannya?” Eril menjelaskan.Adrien mengambil napas. “Aku serius
Bab 173BRAKHesti membuka pintu kantor dengan kasar. “Diana!” Ia memanggil sekretarisnya dengan nada melengking tinggi.Diana yang sedang berada dalam toilet, kaget dan buru – buru menghadap Hesti.“Ada apa, Tante?” jawabnya gugup dengan dengkul gemetaran. Baru kali ini ia melihat Tantenya itu sangat marah dan frustasi.“Kenapa kamu tidak pernah memberitahu saya soal Amina? Apa yang kamu kerjakan selama ini?” Hesti melemparkan tas Hermes miliknya ke kursi.Bola mata Diana berputar kemudian naik ke atas, mengingat – ingat kejadian. “Bukankah Tante yang meminta saya, untuk tidak membicarakan soal Amina?” Ia ingat betul, beberapa waktu lalu, Hesti marah besar kepadanya. Gara – gara dia memberikan titipan Amina dari satpam RTV.Hesti kelihatan menghela napas berat. Dia merasa tertohok dan menjadi orang jahat. Diana, tak bersalah, ia saja yang suka memarahinya. “Mana titipan Amina?” tanyanya parau. Ia ingat pernah meminta sekretarisnya itu untuk membuang titipan Amina.Bergegas Diana menu
Bab 172 “Hih, najis aku ke rumahmu,” sahut wirda jutek. Seketika dirinya muak melihat Amina yang masih kelihatan cantik meski dengan sandal jepit dan pakaian sederhana. Amina tersenyum tipis. “Terserah!! Aku tidak mau memaksa. Asal kamu tahu, Bapakmu sudah menyiksaku selama 6 tahun, dan itu sudah cukup menimbulkan trauma berat. Meskipun aku melarat, tak sudi aku mau merebut suami orang.” Perempuan itu menghela napas pendek. “Daripada kamu menuduh sembarangan, lebih baik telepon suamimu sekarang dan tanyakan apakah dia punya selingkuhan bernama Wirda?” Ia menduga arwah gentayangan yang menemuinya semalam adalah selingkuhan suami kakaknya Wahyu. Mereka memiliki nama yang sama. Wajah Wirda tegang, urat di mukanya menonjol sehingga membuat wajahnya kian tua. Gigi perempuan itu gemeretuk menahan emosi. “Bangsat! Kamu sekarang malah berani menyuruhku!” katanya kasar. “Mba, tahan emosimu, lebih baik kita tengok Bapak sekarang.” Wahyu menyeret tangan kakaknya menjauhi Amina. “Amina, maa
Bab 171 Amir, teman Abah Anom mendekati tubuh Jazuli. Ia menaruh tangannya di depan hidung pria itu. “Dia masih bernapas,” katanya. Lelaki itu melihat ke Abah Anom dan Amina. “Selanjutnya, kita apakan dia?” “Amina, Abah menunggu perintahmu. Jika kamu mau dia mati, anak buah Abah bisa menghabisinya dan membuangnya ke tempat yang tak terdeteksi. Kedua orang itu sangat professional.” Dengan tenang Abah Anom mengatakannya. Lelaki itu dulu terkenal sebagai jawara di kampungnya. Ia ditakuti banyak orang. Amina bergidik mendengar penjelasan tuan rumahnya. Sebenci – bencinya dia pada Jazuli, dia takkan mau menorehkan sejarah sebagai otak pembunuh. “Kita bawa dia ke rumah sakit saja. Nanti saya akan hubungi keluarganya.” Amir dan temannya menggeleng – gelengkan kepala dengan kebaikan hati Amina. Padahal nyawa perempuan itu tadi terancam, tetapi dia malah menolong orang yang mengancam hidupnya. Abah Anom tersenyum kecil. Dia menepuk pundak Amina dua kali. “Kamu memang wanita baik. Abah kag
Bab 170 Serta merta Jazuli menerkam Amina hingga perempuan itu terjatuh ke lantai. Kemudian ia menciumi wanita itu dengan penuh nafsu. “Sudah lama aku menginginkan kamu Amina sayangku!” Kedua tangannya menekan tubuh Amina hingga perempuan itu sulit berkutik. Bau jigong menyeruak dan menusuk hidung Amina. Perut wanita itu bergolak hebat, pingin muntah entah antara rasa jijik dan putus asa. “Lepaskan aku. Aku janji akan membayar hutangmu segera!” Amina meronta berusaha melepaskan cengkeraman Jazuli dan menghindari serangan ciuman Jazuli yang membabi buta. Napas perempuan itu ngos – ngosan. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan pria gaek itu. Jazuli tertawa terbahak – bahak. Semakin Amina melawan, nafsu binatangnya itu kian menggelora. “Aku tidak butuh uangmu, cantik! Aku hanya butuh kamu!” Ia merasa dirinya menang dan berusaha menindih Amina. Tatapan pria itu kian liar menelusuri wajah cantik Amina. Melihat posisi Amina yang terancam, Fahri mengambil tongkot bisbol. Ia men